Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSIP

GASTRITIS ERPASIENIVA

Disusun Oleh :

dr. HENDRIK

Wahana : RSUD Bima

Periode : 4 Juni 2018 – 4 Juni 2019

Dokter Pendamping :

dr. Muhammad Akbar

dr. Hj. Early, MPH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA

KABUPATEN BIMA

BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta: Hendrik
Nama Wahana: RSUD Bima
Topik: Gastritis Erpasieniva
Tanggal (kasus): 20 november 2018
Nama Pasien: Ny.F No. RM: 223012
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping:
dr. Muhammad Akbar
dr. Early

Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


Diagnpasientik  Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
Deskripsi : Pasien mengeluh muntah darah sejak 3 hari SMRS.
Tujuan : Menegakkan diagnpasienis dan penatalaksanaan gastritis erpasieniva
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Ppasien
Data pasien: Nama: Ny.F Nomor Registrasi: 202013
Nama klinik: RSUD BIMA Telp: - Tedaftar sejak: 19 November 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnpasienis/gambaran klinis: Gastritis erpasieniva
2. Riwayat pengobatan
Rutin minum obat antasida 3 x 1 sebelum makan
3. Riwayat kesehatan
- Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini
4. Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhana yang sama dengan pasien
5. Riwayat kebiasaan
Sejak usia 40-an tahun pasien rutin konsumsi jamu
6. Kondisi lingkungan spasienial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)
Pasien tinggal bersama suaminya dan 3 orang anaknya
7. Riwayat imunisasi
Tidak diketahui
8. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
Terlampir di Daftar Pustaka
Hasil Pembelajaran
1. Definisi dan etiologi Gastritis erpasienive
2. Penegakan diagnpasienis Gastritis erpasienive
3. Penatalaksanaan Gastritis erpasienive

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
- Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengeluh muntah darah. Muntah
darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah kurang lebih 4 gelas Batuk
berdahak sejak 3 minggu yang lalu, dahak warna putih kekuningan, kadang sulit dikeluarkan.
- Sehari sebelumnya pasien mengkonsumsi jamu untuk meredakan pegel linu yang diminum
sebelum tidur.
- Sekitar pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa mual-mual terus menerus yang
disertai rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih.
- Pasien mengeluhkan BAB berwarna hitam
- Riwayat konsumsi jamu (+)
- Riwayat konsumsi aspirin (-)
2. Objektif :
a. Tanda Vital (IGD RSUD BIMA 19-09-2018 pk 08.46 WIB)
 TD : 130/90 mmHg
 Nadi : 98x/ menit
 RR : 20x/ menit
 Suhu : 36,5º C
 BB : 60
 GCS : E4M6V5 (15)

b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Berkeringat dingin, tidak ikterik, tidak sianpasienis
Kepala : bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, refleks cahaya +/+ normal, mata tidak cekung.
Telinga :tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : pursed lip breathing (mulut mencucu), mukpasiena mulut, dan bibir basah
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorak
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris kiri-kanan, retraksi suprasternal (-) retraksi
epigastrium (-)
Palpasi : sukar dinilai
Perkusi : sukar dinilai
Auskultasi: vesikuler (+/+) ronkhi (-/-) minimal, wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1jari medial LMCS RIC V
Perkusi : sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada

Abdomen :
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi: distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik, nyeri tekan ulu hati (+)
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Punggung :Tidak ada kelainan
Alat kelamin :Tidak diperiksa
Anus : Rectal toucher tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, sianpasienis tidak ada

c. Pemeriksaan Labor
 Hasil Laboratorium
o 19/09/2018
o Hb : 6,7 g/dl
o Ht : 20,8%
o Leukpasienit : 8.100/ uL
o Trombpasienit : 178.000/uL
o GDS : 139 mg/dl
3. Assesment(penalaran klinis) :

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien perempuan umur 61 tahun dengan
diagnpasienis kerja: Gastritis Erpasieniva. Dasar diagnpasienis Gastritis erpasienif pada pasien
adalah dari anamnesis didapatkan keluhan Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Pasien mengeluh muntah darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan
jumlah kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya Pasien mengkonsumsi jamu untuk meredakan
pegel linu yang diminum sebelum tidur. Sekitar pagi hari sebelum masuk rumah sakit, Pasien
merasa mual-mual terus menerus yang disertai rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa
pedih. Kemudian muntah beberapa kali sebelum akhirnya memuntahkan darah. Setelah
memuntahkan darah Pasien menjadi lemah dan dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit.
Malamnya setelah masuk rumah sakit, Pasien mengeluhkan BAB berwarna hitam ter. Pasien
baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di regio epigastrium dan bising usus meningkat,
suhu normal
4. Plan :
Diagnpasienis klinis : Gastritis Erpasieniva

Diagnpasienis banding : rupture varises esophagus, perforasi gaster

Pengobatan :
Untuk terapi pasien Gastritis erpasienif di IGD adalah:

1. Suportif
- Tirah baring
- Infus RL 30 tts/menit, ganti dengan NaCl 0,9% apabila akan dilakukan
transfusi darah Transfusi PRC hingga Hb mencapai di atas 8 g/dl

1. Simptomatis
- Metoklorpramid 3x 10 mg drip iv
- Asam Traneksamat 3 x 1 g bolus iv
2. Nutrisi
- Makan- makanan yang lunak dalam porsi kecil sedikit-sedikit
- Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam, merokok dan
alkohol
2. Kausal :
b. Medikamentpasiena
- Lansoprazole 2 x 30 mg bolus iv
- Ranitidine 2 x 150 mg bolus iv
- Antasid 3 x 1 sdt
- Vitamin K 3 x 1 amp
TINJAUAN PUSTAKA

Dari anamnesis diperoleh data bahwa Sejak 3 hari yang lalu PASIEN mengeluh
muntah darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah
kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya PASIEN mengkonsumsi jamu untuk
meredakan pegel linu sebelum tidur. Sekitar pagi hari sebelum masuk rumah
sakit, PASIEN merasa mual-mual terus menerus dan sakit pada daerah ulu hati,
sakitnya terasa pedih dan kemudian muntah beberapa kali sebelum akhirnya
memuntahkan darah. Malamnya setelah masuk rumah sakit, PASIEN
mengeluhkan BAB warna hitam ter. PASIEN baru pertama kali mengalami
keluhan BAB warna hitam dan muntah darah seperti ini.
Sejak 2 bulan terakhir, PASIEN mengaku sering merasa sakit pada ulu hati,
terasa pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan. Cepat
merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung.
Sejak usia 40-an tahun, PASIEN sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan
pegel linu, dan masih dikonsumsi hingga sekarang.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada epigastrium, dan
konjungtiva pucat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnpasiena
sementara yaitu Hematemesis Melena et causa Gastritis erpasienif. Terdapat
tanda-tanda fisis pada pasien yang mengarahkan diagnpasiena pada
Hematemesis Melena et causa Gastritis erpasienif yaitu muntah darah yang
berwarna hitam pekat seperti kopi, BAB yang berwarna hitam seperti ter, mual
dan muntah, nyeri tekan epigastrium , pernah mengalami riwayat gastritis
sebelumnya, serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu untuk
mengurangi pegel-pegel dalam jangka waktu yang lama.
Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan oleh
perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang
telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah terganung pada jumlah
asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat
berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah
gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau
enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami prpasienes oksidasi
menjadi hematin. BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh
tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru dijumpai
apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL. Perdarahan
saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai hematokesia bila
perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di
daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan
hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang
bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang
dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa
pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukpasiena
lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan
pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor
agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol,
gangguan mikrpasienirkulasi mukpasiena lambung maupun stress. Gastritis
kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.

Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat riwayat
pemakaian obat-obat maupun jamu pereda pegel linu. Umumnya obat-obatan
tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan perangsangan
asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta mengganggu dari
fungsi perlindungan mukpasiena lambung terhadap asam lambung sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan
tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs (Asam mefenamat) dan
berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason dll).

10
Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek
samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAIDs merusak
mukpasiena lambung malalui 2 mekanisme yakni : tropikal dan sistemik.
Kerusakan mukpasiena secara tropikal terjadi karena NSAIDs bersifat asam
dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukpasiena dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya
lebih penting yaitu kerusakan mukpasiena terjadi akibat produksi
prpasientaglandin menurun, NSAIDs secara bermakna menekan
prpasientaglandin. Seperti diketahui prpasientaglandin merupakan substansi
sitiprotektif yang amat penting bagi mukpasiena lambung. Efek sitiproteksi itu
dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukpasiena, meningkatkan
sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran
darah mukpasiena yang menurun menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel
pembuluh darah mukpasiena dan memacu lebih jauh prpasienes imunologis.
Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat prpasienes imunologis
tersebut akan merusak mukpasiena lambung.

Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk mendapatkan efek


samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah digunakan secara
bersama-sama dengan steroid, usia lanjut > 60 tahun, dan masih mengkonsumsi
obat-obatan tersebut walaupun telah menderita penyakit gastritis sebelumnya
tanpa diberikan obat-obatan pelindung untuk mukpasiena lambung.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami


Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erpasienif.

Namun untuk menegakkan diagnpasienis secara pasti harus dilakukan


pemeriksaan dengan endpasienkopi. Secara endpasienkopi akan dijumpai
kongesti mukpasiena, eresi-erpasieni kecil, dan kadang-kadang disertai dengan
perdarahan kecil-kecil.

Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah penting


karena hal ini akan mempengaruhi prognpasienis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan ,

11
tidak didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah
masih dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral
tidak dingin. Hanya ditemukan konjungtiva pucat yang menandakan terjadi
anemia, dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan Hb yang hanya 6, 7 gr/dl.
Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah darah yang hilang tidak teralu banyak
dan pasien telah mendapatkan penaganan sebelumnya di IGD serta telah
mendapat satu kolf transfusi PRC.
Diagnpasienis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak
Peptikum dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan
penelitian bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah
diakibatkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erpasienif dan tukak
peptikum. Gejala-gejala yang timbul hampir sama.
Pada Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus terdapat
riwayat penyakit atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah yang
dimuntahkan berwarna merah segar karena berasal dari pembuluh darah
esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna muntahan darah berwarna
hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung dan bercampur dengan asam
lambung. Untuk ,mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila diperlukan
dapat dilakukan USG hati.
Sedangkan Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk
membedakannya dengan gastritis erpasienif dapat dilakukan pemeriksaan
dengan endpasienkopi. Pada gastritis erpasienif dapat dijumpai kongesti
mukpasiena, eresi-erpasieni kecil, dan kadang-kadang disertai dengan
perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erpasieni
yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka.
Nyeri pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul
waktu merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam ppasient prandial dan
nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum
antasida. Nyeri spesifik timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini
hari yang

12
dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah kanan
garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung timbul setelah
makan., dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut

Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hempasientasis


(waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin), endpasienkopi dan USG hati.
Pemeriksaan darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan
untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan
kapan harus dilakukan tranfusi darah. Karena pasien mengalami kehilangan
darah baik melalui muntah ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung
maka pada pemeriksaan Hb yang diharapkan adalah terjadinya penurunan
kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa karena ketika pasien muntah akan terjadi
juga defisit elektrolit yang hilang bersama muntahan tersebut. Defisit elektrolit
ini juga harus dikoreksi.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadi
kelainan pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi
khususnya pada obat-obatan yang di metabolisme di hati.
Endpasienkopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber
perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai
diagnpasientik pasti. USG hati dilakukan apabila ada indikasi untuk melihat
gambaran keadaan hati.

Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat penghambat
pompa proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir
enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang
akan digunakan untu mengeluarkan enzim HCL dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung.
Selanjutnya diberikan obat-obatan golongan antihistamin H2 seperti
Ranitidine, obat ini bekerja dengan cara memblokir efek histamin pada sel

13
parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung. Efek ini bersifat reversibel.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukpasiena lambung seperti
sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub ppasienitif molekul protein
membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah erpasieni, yang melindunginya
dari pengaruh agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog
prpasientaglandin seperti misoprpasientol yang dapat mengurangi sekresi asam
lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah
mukpasiena serta pertahanan dan perbaikan mukpasiena lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan
untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti Magnesium
hidroksida atau Alumunium hidroksida.
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas
diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan
relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam prpasienes pembekuan darah dan
dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan
darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila
terjadi defisiensi vitamin K maka prpasienes pembekuan akan berlangsung
lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.
Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh
diberikan pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat
menghambat absorbsi dari obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan dengan
tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida dilakukan 1 jam
sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2 diberikan 1 jam setelah
makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent
pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita
menggunakan sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan
bersamaan dengan antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk
aktivasi.

14
BAB III.
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter
yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum
Treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.

B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erpasienif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen dari
angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit
sirpasienis hati dan hepatoma.
Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya, dari
1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9% pecahnya
varises esofagus, 19,2% gastritis erpasienif, 1,0% tukak peptikum, 0,6% kanker
lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di
Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan
SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan laporan dari RS
Pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak peptikum menempati urutan
pertama penyebab SCBA. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS Darmo
Surabaya perdarahan karena tukak peptikum 51,2%, gastritis erpasienif 11,7%,
varises esofagus 10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom
Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan penyebab-penyebab lain 2,7%.

15
Di negara barat tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab
perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.

C. DIAGNPASIENIS
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai
hematemesis, melena atau keduanya.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 1). Sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan
sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada tidaknya
perdarahan di bagian tubuh lain, 5). Riwayat penggunaan obat-obatan NSAIDs
dan anti koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari kemungkinan
adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal
kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8). Riwayat transfusi
sebelumnya.
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab perdarahan,
seperti stigmata sirpasienis, anemia, akral dingin dan sebagainya. Status
hemodinamik saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan
mempengaruhi prognpasienis.
untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan apakah perdarahan beeasal dari
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognpasienisnya.
Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal dari saluran cerna
bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu sebagai berikut.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan SMB dan SMBB


Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis Hematokesia
umumnya dan/melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35

16
Aukultasi usus Hiperaktif Normal

D. SARANA DIAGNPASIENTIK
Sarana diagnpasientik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran
cerna ialah endpasienkopi gastrointestinal, radiografi dengan barium,
radionuklid, dan anguografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda
perdarahan saluran cerna bagian atas atau yang asal perdarahannya masih
meragukan pemeriksaan endpasienkopi SCBA merupakan prpasienedur
pilihan. Dengan pemeriksan ini sebagian besar kasus diagnpasienis penyebab
perdarahan bisa ditegakkan. Selain itu dengan endpasienkopi bisa juga
dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal
perdarahan sulit dididentifikasi perlu pertimbangan pemeriksaan dengan
radionuklid atau angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan
perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endpasienkopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endpasienkopi yang
bernmanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.3

Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan tukak Peptik Menurut Forest


Aktivitas Perdarahan Kriteri Endpasienkopis
Forest 1a : perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest 1b : perdarhan aktif Perdarahan merembes
Forest 1c : perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak
masih terdapat sisa-sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah
Forest 1d : perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
sisa-sisa perdarahan

Terapi endpasienkopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi topikal, terapi


mekanik, terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan
hemoklip untuk menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter.
Teknik
17
pengikatan dengan rubber band banyak digunakan dalam prpasienes
pengikatan varises.

E. PENATALAKSANAAN
Langkah resusitasi berupa pemasangan jalur intravena dengan cairan fisiologis,
bila perlu transfusi PRC, darah lengkap (whole blood), mpacked cell, dan FFP.
Tindakan yang paling sederhana untuk menghentikan perdarahan saluran cerna
bagian atas adalah bilas lambung dengan air es melalui pipa nasogastrik.
Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan melalui lubang hidung pasien,
kemudian dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi terdapat darah,
selanjutnya dulakukan bilas lambung dengan air es sampai isi lambung tampak
bersih dari darah atau tampak lebih jernih warnanya. Tindakan tersebut disebut
gastric spooling. Ada 5 manfaat dari tindakan ini, yaitu :
1. Tindakan diagnpasientik dan pemantauan apakah perdarahn masih
berlangsung terus atau tidak.
2. Menghentikan perdarahan (efek vasokontriksi dari es)
3. Memudahkan pemberian obat-obatan oral ke dalam lambung.
4. Membersihkan darah dari lambung untuk mencegah koma hepatik.
5. Persiapan endpasienkopi.
Bilas lambung juga dapat dilakukan dengan menggunakan air suhu kamar.
Berdasarkan percobaan pada hewan, kumbah lambung dengan air es kurang
menguntungkan, waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung
menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukpasiena lambung.
Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan hempasientasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K
parenteral dan bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam
traneksmat parenteral.
Produksi asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun psikis
ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2 (ranitidine,
famotidine, atau roksatidine). Antasid diharapkan bermanfaat untuk menekan

18
asam lambung yang sudah berada di lambung sedangkan antagonis reseptor H2
untuk menekan produksi asam lambung. Selain itu dengan pertimbangan
bahwa prpasienes koagulasi atau pembentukan fibrin akan terganggu oleh
suasana asam, maka diberikan antisekresi asam lambung, mulai dari antagonis
reseptor H2 sampai penghambat pompa proton (omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole). Di samping itu terdapat obat-obatan yang bersifat meningkatkan
defense mukpasiena (sukralfat) yang dapat dipakai sebagai regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah
splanknikus sehingga diharapkan prpasienes perdarahan berkurang atau
berhenti. Dapat dipakai vasipresin, somatpasientatin, atau okreotid. Vasopresin
bekerja sebagai vasokonstriktor pembuluh splanknik, sedangkan
somatpasientatin dan okreotid melalui efek menghambat sekresi asam lambung
dan pepsin, menurunkan aliran darah di lambung, dan merangsang sekresi
mukus lambung.2
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan pada
kasus yang diduga terdapat varises esofagus. SB tube terdiri dari 2 balon
(lambung dan esopfagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar SB
tube tidak keluar saat balon esofagus dikembangkan. Balon esofagus tersebut
secara mekanik menekan langsung pembuluh darah varises yang robek dan
berdarah. Balon SB tube memiliki 3 lumen, yaitu untuk balon lambung, balon
esifagus, dn untuk memasukkan obat-obatan atau makann ke dalam lambung
atau untuk membilas lambung dengan air es. Komplikasi yang dapt terjadi
adalah pneumonis aspirasi, kerusakan esofagus, dan obstruksi jalan napas.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastroamoro, S dkk., 2007., Panduan Pelayanan Medis Departemen


Penyakit Dalam RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta

2. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta


Kedokteran Edisi ketiga Jilid I., Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Media Aesculapius hal.634-636

3. Adi, P., 2006., Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV., Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta.,
hal.289-292

4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008., ISO Farmakoterapi., PT.ISFI :


Jakarta.

5. Mubin, AH., 2006., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 :


Diagnpasienis dan Terapi, EGC : Jakarta

6. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC., 2001., Farmakologi Ulasan


Bergambar Edisi 2., Widya Medika : Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai