Anda di halaman 1dari 20

PEDOMAN INTERNAL

PELAYANAN PROGRAM ISPA


DI UPT PUSKESMAS RANUGEDANG

DINAS KESEHATAN KABUPATEN PROBOLINGGO

UPT PUSKESMAS RANUGEDANG


JL. RAYA PESAWAHAN, KEC.TIRIS 67287

Email :
pkm.ranugedang@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya penyusunan revisi buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) telah dapat diselesaikan. ISPA telah menjadi
salah satu penyebab utama kematian balita, baik secara global maupun
nasional. Permasalahan ini menuntut perhatian pemerintah untuk memastikan
tingginya akses masyarakat terhadap pelayanan pencegahan dan pengendalian ISPA
yang komprehensif dan berkualitas.
Pedoman ini merupakan penjabaran dari RPJMN 2015-2019 Bidang Kesehatan
dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019. Dengan demikian, pedoman ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi Kementerian Kesehatan dan bagi
Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota dalam pelaksanaan dan pengembangan
upaya-upaya strategis dalam pencegahan dan pengendalian ISPA. Revisi pedoman
dilakukan sebagai penyesuaian atas perubahan struktur Kementerian Kesehatan
hingga unit kerja terendahnya, di samping adanya perkembangan pengetahuan
terkait penanggulangan ISPA.
Dokumen ini telah mendapatkan masukan dari berbagai pihak termasuk
kementerian/lembaga pemerintah, Ikatan Profesi, Akademisi, dan mitra pembangunan
kesehatan. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada
semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam revisi buku pedoman ini.
Diharapkan upaya kecil ini dapat memberikan dampak besar dalam menurunkan
beban penyakit menular, khususnya ISPA.
Semoga dokumen ini dapat mendorong perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian program pencegahan dan pengendalian ISPA yang lebih berkualitas di
tingkat nasional dan daerah dalam upaya mewujudkan penurunan angka kesakitan
dan kematian serta beban ekonomi akibat penyakit menular di Indonesia.

Ranugedang, 2023

Koordinator Program ISPA

Hendri Irawan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………2
DAFTAR ISI …………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………4
A. Latar Belakang …………………………………………4

B. Tujuan …………………………………………4

C. Sasaran …………………………………………5

D. Ruang Lingkup …………………………………………5

E. Batasan Operasional …………………………………………5

F. Landasan Hukum .......................................................... 5

BAB II STANDAR KETENAGAAN …………………………………………7


A. Kualifikasi Sumber Daya …………………………………………7

B. Distribusi ketenagaan …………………………………………8

C. Jadwal Kegiatan …………………………………………9

BAB III STANDAR FASILITAS …………………………………………12


A. Denah Ruang …………………………………………12

B. Sarana dan Prasarana …………………………………………12

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ………………………………………..19


A. Lingkup Kegiatan …………………………………………19

B. Metode …………………………………………22

C. Langkah Kegiatan …………………………………………22

BAB V LOGISTIK …………………………………………27


BAB VI KESELAMATAN PASIEN ………………....................................28
BAB VII KESELAMATAN KERJA ………………………………………...30
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ………………………………………...34
BAB IX PENUTUP ………………………………………...35
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………...36
LAMPIRAN ………………………………………...37
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana
disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tahun 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Hak
atas kesehatan juga dapat ditemukan di instrumen nasional yang diatur dalam UU no
36 tahun 2009 tentang kesehatan. Sesuai dengan norma HAM, maka negara
berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi kesehatan
tersebut. Kewajiban tersebut antara lain dilakukan dengan cara menyediakan
pelayanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi seluruh rakyat (inklusif), upaya
pencegahan menurunnya status kesehatan masyarakat, melakukan langkah-langkah
legislasi yang dapat menjamin perlindungan kesehatan masyarakat, dan
mengembangkan kebijakan kesehatan, serta menyediakan anggaran memadai.
Pembangunan kesehatan dalam 3 dekade terakhir ini telah berhasil meningkatkan
umur harapan hidup penduduk Indonesia dari 54,4 pada tahun 1980 (SP 1980)
menjadi 69,8 pada tahun 2012 (BPS 2013). Keberhasilan juga ditunjukkan dalam
menurunkan angka kesakitan dari berbagai penyakit menular. Namun demikian,
Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, antara lain masih tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Dari semua kasus yang
terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit.
Episode batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun
(Rudan et all Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyakit utama dengan
kunjungan pasien yang tinggi di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
Menurut hasil Riskesdas 2007, proporsi kematian balita karena pneumonia
menempati urutan kedua (15,2%) setelah diare.
Salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian juga adalah penyakit
influenza, karena penyakit influenza merupakan penyakit yang dapat menimbulkan
wabah sesuai dengan Permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Beberapa kondisi telah ditengarai menjadi faktor risiko terhadap timbulnya ISPA,
antara lain kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan
(indoor air pollution), berat badan bayi lahir rendah (BBLR), kepadatan penduduk
serta imunisasi campak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk penanggulangan ISPA
yang diawali pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di
tingkat global.
Dalam perjalanannya,strategi penangulangan ISPA di Indonesia telah mengalami
beberapa perkembangan terkait dengan perkembangan strategi global, regional
maupun lokal, sebagai berikut:
a. Lokakarya ISPA Nasional 1984, menghasilkan pengembangan sistem dan
mengklasifikasikan penyakit ISPA menjadi ISPA ringan, sedang dan berat.
b. Lokakarya ISPA Nasional 1988, disosialisasikan pola baru tatalaksana kasus ISPA
dengan tiga klasifikasi: pneumonia, pneumonia berat dan batuk bukan pneumonia.
c. Lokakarya Nasional III 1990 di Cimacan disepakati menerapkan pola baru tatalaksana
kasus ISPA di Indonesia dengan memfokuskan kegiatan pengendalian
pneumonia Balita.
d. Tahun 1997, WHO memperkenalkan Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai model pendekatan
tatalaksana kasus terpadu untuk berbagai penyakit anak, yaitu: pneumonia, diare,
DBD, malaria, campak, gizi kurang dan kecacingan. Pada daerah yang telah
melaksanakan MTBS, tatalaksana pneumonia diintegrasikan dalam pendekatan
MTBS.
e. Dalam pertemuan Review Pengendalian ISPA di Bekasi, 2005 di kalangan akademisi
mulai diperkenalkan istilah Infeksi Respiratorik Akut (IRA) sebagai padanan istilah
bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Pada dasarnya ISPA sama
dengan IRA.
f. Tahun 2007 telah dilaksanakan Seminar Perkembangan ISPA yang dihadiri oleh
Ikatan Dokter Ahli Anak Indonesia (IDAI) dan Dokter Spesialis Anak dari 14 Fakultas
Kedokteran di Indonesia untuk merevisi pedoman tatalaksana pneumonia Balita
sesuai dengan perkembangan terbaru khususnya perubahan pemberian antibiotika
dari 5 hari menjadi 3 hari pengobatan.
g. Review terhadap pedoman ini juga telah dilaksanakan pada tahun 2011 namun
tidak mengalami perubahan substansi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Pencegahan dan pengendalian ISPA merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dari program pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia, sehingga setiap individu menjadi produktif, berdayasaing dan
bermanfaat bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, tujuan pencegahan dan
pengendalian ISPA ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas), angka
kematian (mortalitas) dan disabilitas serta mengurangi beban ekonomi akibat ISPA
dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan pembangunan
nasional. Tujuan kegiatan pencegahan dan pengendalian ISPA ditetapkan melalui
indikatorindikator kunci yang dituangkan dalam dokumen perencanaan seperti RPJMN
2015-2019, Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan dan
Rencana Kegiatan P2 ISPA.
2. Tujuan Khusus

a. Menurunkan angka kasus ispa secara dini.


b. Meningkatkan cakupan tata laksana ispa secara dini..
c. Untuk menjamin tercapainya target yang telah ditetapkan pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019,
diperlukan strategi nasional pencegahan dan pengendalian ISPA di
Indonesia. Strategi tersebut dikembangkan berdasarkan tantangan dan
permasalahan serta kapasitas sektor kesehatan, dengan memperhatikan
TUJUAN DAN STRATEGI PROGRAM BAB III Target No Indikator Baseline
2016 2017 2018 2019 1 RPJMN: Persentase kabupaten /kota dengan
cakupan penemuan pneumonia balita minimal 80% 14,8 (2015) 30 40 50 60 2
Renstra Kemenkes: Persentase kabupaten / kota yang 50% puskesmasnya
melaksanakan tata-laksana pneumonia balita sesuai standar 14,8 (2015) 30
40 50 60 3 4 Rencana Program P2-ISPA: Cakupan penemuan pneumonia
balita Jumlah kumulatif Provinsi yang menyusun Rencana Kontijensi
Kesiapsiagaan Pandemi Influenza 58,9 (2015) 8 (2015) 70 12 80 16 85 20 90
24 PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT 16 1. PENEMUAN DAN TATA LAKSANA KASUS
PNEUMONIA BALITA strategi global maupun regional. Implementasi strategi
pencegahan dan pengendalian ISPA akan dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain: arah kebijakan pembangunan kesehatan, kerangka regulasi,
kerangka kelembagaan, ketersediaan pendanaan, serta lingkungan strategis
di tingkat pusat dan daerahRuang Lingkup

C. Sasaran
ISPA pada awalnya focus pada pengendalian pneumonia balita. Dalam
beberapa tahun terakhir telah mengalami pengembangan sesuai dengan
kondis idan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat.Yaitu;
 Pengendalian pneumonia balita
 Pengendalian ISPA umur>5 tahun
 Faktorresiko ISPA
D. Batasan Operasional
Pelaksanaan pengendalian ISPA memerlukan dukungan lintas program,
lintas sector, dan peran serta masyarakat .Pedoman iniI
mengulas situasi pengendalian pneumonia, kebijakan dan strategi ,kegiatan pokok,
peran pemangku kepentingan

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan
Nasional.
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi UU.
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005–2025
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
10. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/ Daerah.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah
Kabupaten/ Kota.
14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional.
15. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
16. Peraturan Kepala BNPB Nomor 6A Tahun 2011 tentang pedoman penggunaan
dana siap pakai pada status keadaan darurat bencana.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VIII/2004 tentang
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota18. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya
Penanggulangan.
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1537A/MENKES/SK/XII/2002 tentang
Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Penanggu-
langan Pneumonia Pada Balita.
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 300/MENKES/SK/IV/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza.
23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 311/MENKES/SK/V/2009 Tentang
Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain) Sebagai Penyakit Yang
Dapat Menimbulkan Wabah.
24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011 Tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
27. Permenkes No 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan tata kerja Kementerian
Kesehatan.
28. Peraturan Menkes No.25 tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber daya manusia


Sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam program P2 ISPA meliputi
kader,petugas kesehatan yang memberikan tatalaksana ISPA di sarana
pelayanan kesehatan (polindes ,pustu ,puskesmas ,RS ,poliklinik ), pengelola
program ISPA dipuskesmas,kabupaten/kota,provinsi dan pusat. Upaya
peningkatan kualitas SDM P2 ISPA.
Tenaga penanggungjawab program ISPA minimal S1 Kesehatan/ D3
Keperawatan dan telah mendapatkan pelatihan seperti:
- Pelatihan Penanggulangan Penyakit ISPA

- Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

- Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM)

B. Distribusi Ketenagaan
Kepala Puskesmas menugaskan kepada petugas/progremer kesehatan ISPA untuk
melaksanakan kegiatan program kesehatan ISPA

C. Jadwal Kegiatan
N KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
O

1 Care Seeking √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2 Pemantauan tatalaksana √
ispa bidan Desa

3 Penguatan Jejaring √ √
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH PELYANAN ISPA

Denah tersebut menyesuaikan ruang tempat dan wilayah masing-masing seluruh


wilayah kerja UPT Puskesmas Ranugedang

B. Sarana dan Prasarana

No Sarana Fungsi
1 Ruangan untuk pemeriksaan Tempat pemeriksaan
2 Meja dan kursi pemeriksaan Tempat pemeriksaan
3 Lembar persetujuan Bukti persetujuan pemeriksaan
4 Dokumentasi/ Register Dokumentasi riwayat kesehatan, riwayat
askep/dan diagnose penyakit genitik
5 Resume askep Dokumentasi hasil diagnose pemeriksaan.
6 Simpus dan buku register Dokumentasi hasil pemeriksaan untuk
puskesmas dan laporan bulanan ke dinas
kesehatan
7 Formulir pelaporan dari Dokumentasi hasil kegiatan oleh puskesmas
puskesmas untuk Dinas
Kesehatan
8 Formulir rujukan Surat pengantar rujukan ispa
9 Buku ispa Tatalaksan pasien batuk atau kesukaran
bernafas
10 MTBS Manajemen Manajemen terpadu balita sakit
11 Formulir MTBS 2021 Pencatatan balita sakit umur 2 bulan sampai 5
tahun

Daftar UKS Kit


1 Timbangan injak/bayi Pemeriksaan berat badan
2 Pengukur Tinggi/panjang Pemeriksaan tinggi badan
badan
3 Table Indeks Masa Tubuh Pemeriksaan status gizi
4 stetoskop Pemeriksaan auskultasi jantung, paru
5 Tensimeter/ kids Mengukur tekanan darah
6 Torniket karet Pemeriksan darah
7 Thermometer Pemeriksaan suhu tubuh
8 Timer/ jam tangan Pemeriksaan nafas dan denyut nadi
1 Speculum hidung Pemeriksaan rongga hidung
1
1 Sudip lidah panjang 12 cm Pemeriksaan tenggorok
3
Oximeter Mengetahui saturasi oksigen dalam darah

9
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan Program Kesehatan ISPA


Program Kesehatan ISPA dilaksanakan di dalam gedung dan diluar gedung
yang meliputi preventif ,promotef, dan kuratif dalam rangka meningkatkan
kesadaran ,sikap dan prilaku masyaraka tuntuk memelihara kesehatan dalam
menanggulangi gangguan kesehatan ispa.
Metode program kesehatan ISPA
1. Penyuluhan kesehatan ISPA
2. Penanganan kasus ISPA
3. Skrining ISPA pada balita
4. Melakukan rujukan ISPA

A. METODE

1. Persiapan
a. Mempersiapkan tempa tuntuk melakukan penyuluhan baik didalam gedung
maupun diluar gedung
b. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk penyuluhan seperti lembar
balik leaflet, dan lain-lain.
2. Perencanaan
a. Menyusun rencana usulan kegiatan program kesehatan ISPA
b. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan program kesehatan ISPA
c. Menyusun panduan kegiatan program kesehatan ISPA
d. Menyusun kerangka acuan kegiatan program kesehatan ISPA
e. Mengalokasiksn anggaran untuk kegiatan kesehatan program ISPA

B. LANGKAH - LANGAKAH

3. Pelaksanaan
a. Melaksanakan kegiatan program kesehatan ISPA sesuai dengan jadwal yang
sudah tersusun
b. Menyusun hasil laporan kegiatan program kesehatan ISPA
4. Monitoring

a. Memonitoring program kesehatan ISPA dilaksanakan yang tekait dengan


kegiatan lintas program dan lintas sektor
b. Monitoring pelaksanaan kegiatan program kesehatan ISPA terkait dengan
jadwal kegiatan
5. Evaluasi
a. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan program kesehatan ISPA
b. Evaluasi terhadap target program kesehatan ISPA

10
BAB V
LOGISTIK
Dukungan logist ksangat diperlukan dalam menunjukan pelaanaan program P2 ISPA .Aspek
logistic pembrantasan penyakait ISPA mencakup peralatan, bahan, dansarana yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan – kegiatan program P2 ISPA , sampai saa tini
logistic kegiatan pembrantasan penyakit ISPA yang telah distandarisasi oleh program P2
ISPA terdiri dari logistic untuk kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita dan logistic
untuk kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi.

Peralatan ;

1. Sound timer
2. PedomanTatalaksana pneumonia balita

3. Lembar balik

4.Register harian

5.Formulir laporan bulanan

6.Stempel ispa

11
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian

Keselamatan pasien (Patient Safety)


Adalah suatu system di mana puskesmas membuat asuhan lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko;

 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien;

 Pelaporan dan analisis insiden

 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko

System ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh:


- Kesalahan akibat melaksanakan tindakan;

- Tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil

B. Tujuan

 Terciptanya budaya keselamatan pasien di tempat pelayanan program ISPA

 Meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan masyarakat.

 Menurunkan kejadian tidak diharapkan (KTD).

 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan


kejadian tidak diharapkan (KTD)

C. Sasaran keselamatan pasien


Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya:
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar;
2. Meningkatkan komunikasi efektif;
3. Meningkatkan keamanan obat-obat an yang harus diwaspadai;
4. Mengurangi resiko cidera akibat pasien jatuh;
5. Mengurangi resiko cidera pasien akibat kelalaian petugas;
6. Ketepatan prosedur tindakan medis dan keperawatan.

12
D. Standar keselamatan pasien

Dalam melaksanakan pelayanan kepada pasien, standar keselamatan pasien harus


ditetapkan. Standar keselamatan pasien adalah:
1. Hak pasien;

2. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan;

3. Penggunaaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien;

4. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;

5. Mendidik petugas tentang keselamatan pasien;

6. Komunikasi yang merupakan kunci untuk mencapai keselamatan pasien.

Petugas melakukan pengumpulan data hasil kinerja, melaporkan insiden (KTD, KPC,
KNC) kemudian dianalisa dan ditindaklanjuti.

13
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dnegan pasien selama jam kerja secara terus menerus tentunya mempunyai resiko
terpapar infeksi, oleh sebab itu, tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan
dirinya dari dan resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal

A. Tujuan

a. Petugas kesehatan di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi


diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi;

b. Petugas kesehatam di dalam menjalankan tugas dan kewajibanya mempunyai resiko


tinggi terinfeksinya penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindari
paparan tersebut, setiap petugas harus mempunyai prinsip “Universal Precaution”

B. Prinsip Keselamatan Kerja

Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah
menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan pokok yaitu :
a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang;

b. Pemakaian alat pelindung diri diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain;

c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai;

d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan;

e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan;

f. Pemrosesan instrument.

C. Pelaksanaan Keselamatan Kerja

1. Kebersihan tangan :

 Jaga agar kuku jari tangan tetap pendek;

 Tutup luka tangan dengan bahan kedap air;

14
 Selalu bersihkan tangan pada situasi berikut:

 Sebelum dan sesudah menyentuh pasien;

 Sebelum memegang alat, baik ketika mengenakan sarung tangan atau tidak;

 Setelah kontak dengan cairan tubuh atau eksresi, membrane mukosa, kulit yang tidak
intak;

 Setelah kontak dengan permukaan obyek yang bersentuhan dengan pasien (termasuk
peralatan medis);

 Ketika pindah dari satu bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh lain dari
pasien yang sama.

 Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir jika tangan terlihat kotor;

 Jika tangan tidak terlihat kotor, gunakan pembersih tangan yang berbahan dasar
alcohol;

 Sebelum menyiapkan obat-obat an atau makanan.

2. Penggunaan APD

 Gunakan sarung tangan steril atau sudah didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) ketika
melakukan prosedur pemasangan/pencabutan IUD maupun implant, menolong
persalinan, memotong tali pusat, menjahit luka episotomi dan menjahit robekan
perineum;

 Gunakan sarung tangan panjang steril ketika melakukan plasenta manual atau
kompresi bimanual interna;

 Gunakan sarung tangan pemeriksaan (non steril) untuk melakukan pemeriksaan


vagina, memasang infus, memberikan obat injeksi, dan mengambil darah;

 Gunakan sarung tangan rumah tangga saat:

- Mebersihkan alat dan tempat tidur;

- Mengelola bahan yang terkontaminasi sampah dan limbah;

- Membersihkan darah dan cairan tubuh yang tercecer.

 Kenakan apron panjang yang terbuat dari plastic atau bahan tahan air;

 Pakai sepatu bot karet ketika menolong persalinan;

15
 Lindungi mata dengan memakai kacamata atau perlengkapan yang lain;

 Gunakan masker dan topi atau penutup kepala.

3. Manajemen limbah

Manajemen limbah dilakukan sesuai dengan pedoman internal PPI yang dibuat. Bahwa
terdapat 2 tempat sampah yakni sampah medis dan non medis. Setiap hari medis
diambil oleh petugas dan diletakkan pada tempat penampungan sementara sedangkan
sampah non medis juga diambil setiap hari oleh petugas, ditampung ditempat sampah
sementara dan dibuang ditempat pembuangan setiap hari.
4. Sterilisasi alat

Untuk instrument yang dipakai ulang dilakukan 3 langkah pemrosesa:


 Dekontaminasi

 Pencucian dan pembiasan

 Sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT)

Setelah dilakukan dekontaminasi, cuci bilas kemudian peralatan medis disteril setiap
hari pada sterilisasi pusat puskesmas oleh petugas sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan. Alat medis yang tidak dipakai selama 7 hari juga dilakukan sterilisasi.
Setiap alat medis yang sudah disteril wajib diberikan stiker tanggal yang menyatakan
kapan alat tersebut disteril kembali.
5. Manajemen lingkungan

Untuk mencegah terjadinya infeksi lingkungan dapat meminimalkan dengan


melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan
medic dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan ventilasi
udara yang baik.
Perlengkapan dan permukaan yang pernah bersentuhan dengan kulit atas
mukosa pasien atau sudah sering disentuh oleh petugas kesehatan memerlukan
disinfeksi setelah dibersihkan semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai dengan peraturan
setempat. Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan. Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan pasien
yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran
harus dibersihkan dengan disinfeksi segera setelah digunakan.
6. Melindungi kesehatan karyawan

16
Perlindungan pada petugas diruang pemeriksaan KIA-KB dan Imunisasi lebih
ditekankan kepada pencegahan kecelakaan kerja dengan menggunakan APD karena
diruang pemeriksaan KIA-KB dan Imunisasi dilakukan tindakan medis
7. Etika batuk

Petugas mengajarkan etika batuk kepada pasien agar tidak terjadi penularan kepada
petugas dan pasien yang lain baik pasien maupun petugas menerapkan etika batuk
selama pelayanan

17
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan dikatakan bermutu apabila semua


kegiatan layanan klinis dilaksanakan sesuai dengan standar. Standar ini digunakan sebagai
acuan untuk mengukur pencapaian sasaran mutu yang telah ditetapkan dalam pembinaan,
pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pelayanan. Peningkatan mutu layanan klinis
dapat diukur dengan indicator mutu layanan klinis yang ditetapkan oleh masing – masing unit
pelayanan di Puskesmas, kinerja pelaksanaan program kesehatan ISPA dimonitor dan
dievaluasi dengan menggunakan indicator sebagai berikut ;
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metode yang di gunakan
4. Tercapainya target program kesehatan ISPA
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini puskesmas.

18
BAB IX

PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan di UPT puskesmas Ranugedang dan
lintas program /lintas sektor terkait dalam pelaksanaan program kesehatan ISPA di UPT
Puskesmas Ranugedang. Kesehatan program ISPA tergantung pada komitmen yang kuat
dari semua pihak sehingga dapat tercapai target dengan meningkatnya kesadaran, sikap,
dan prilaku masyarakat untuk memelihara kesehatan dalam menanggulangi penyakit
ISPA

19
DAFTAR PUSTAKA

5.A.1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/SK/VII/2008 tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
. Direktorat P2ML, Kemenkes RI (2015). Laporan Tahunan Direktorat Pengendalian
Penyakit Menular Langsung tahun 2015. Jakarta
2. Ditjen PP & PL, Kemenke RI (2013). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan
Akut. Jakarta.
3. Kementerian PPN/ Bappenas (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2015-2019. Jakarta
4. Kementerian Kesehatan RI (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2015-2019. Jakarta.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 02.02/Menkes/117/2015 tentang Data
Pendukung Sasaran Program Pembangunan Kesehatan tahun 2015-2019.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang
Penanggulangan Penyakit Menular.
7. WHO-UNICEF (2009). Global Action Plan for Prevention and Control of Pneumonia
(GAPP) Geneva.
8. Badan Litbangkes, Kemenkes RI (2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
9. Kemenkes RI (2013). Buku Saku Flu Burung.

20

Anda mungkin juga menyukai