PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat Ini salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian adalah
penyakit Infuenza.Karena penyakit ini dapat menimbulkian wabah,sesuai dengan
Permenkes 1501/menkes/per/x/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan .
1
Penyakit menular bersifat tidak mengenal batas wilayah administrasi &
pemerintahan , Oleh karena itu perlu di pertimbangkan pengendalian penyakit
menular & penyehatan lingkungannya secara terpadu,menyeluruh / komprehensi ,
berbasis wilayah melalui peningkatan Surveilan ,Advokasi & Kemitraan .
Pemerintah pusat
Pemerintah daerah
Lintas program
Lintas sektor
Peran serta masyarakat termasuk dunia usaha
1 Tujuan Umum :
2 Tujuan Khusus
2
C Pengendalian ISPA umur ≥5 tahun
Terlaksananya kegiatan Surveilans Sentinel Pneumonia di Rumah Sakit
dan Puskesmas dari 10 provinsi pada tahun 2007 menjadi 33
provinsi pada akhir tahun 2014.
C. Sasaran
1. Bagi Petugas :
- Seluruh Petugas kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan pasien
2. Bagi Pasien
- Pengendalian Pneumonia Balita : Balita (<5th)
- Pengendalian ISPA umur (>5TH)
3. Faktor resiko ISPA
- Lintas Program dan lintas sector
- Masyarakat Umum
E. Batasan Operasional .
2. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli).Pneumonia Balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan atau
kesukaran bernapas seperti napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke
3
dalam (TDDK), atau gambaran radiologi foto thorax/dada menunjukkan
infiltrat paru akut. Demam bukan merupakan gejala yang spesifik pada
Balita. Dalam penatalaksanaan pengendalian ISPA semua bentuk pneumonia
seperti bronkopneumonia, bronkiolitis disebut “pneumonia” saja.
3. Influenza
Influenza adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan, disebabkan
oleh virus influenza dengan gejala demam ≥38c disertai batuk dan atau sakit
tenggorokan.
6. Sinyal Epidemiologi
Klaster penderita atau klaster kematian karena Pneumonia yang tidak jelas
penyebabnya dan terkait erat dengan faktor waktu dan tempat dengan rantai
penularan yang berkelanjutan
atau Klaster penderita Flu Burung dengan dua generasi penularan atau
lebih tanpa
hubungan darah antar generasi dan atau adanya penularan kepada petugas
kesehatan
yang merawat penderita.
8. Sinyal Virologi
Adanya jenis virus influenza baru yang berasal dari percampuran materi
genetik 2 virus
influenza atau lebih (reassortment) dan atau berasal dari mutasi adaptif
virus influenza
unggas atau manusia. Untuk jelasnya dapat dibaca pada pedoman
Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal PP & PL, Kementerian Kesehatan Tahun 2008.
4
9. KLB (Kejadian Luar Biasa)
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut PP Nomor40 tahun 1981 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian secara epidemiologis pada
suatu daerah, dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah.
10. Wabah
Wabah menurut UU RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Pelaksana utama kegiatan P2 ISPA adalah semua tenaga medis di Puskesmas. Sebagai
pelaksana p2 ispa perawat minimal mempunyai peran dan fungsi, yaitu sebagai penemu
kasus,sebagai pemberi pelayanan, sebagai koordinator dan kolaborator, pemberi nasihat.
Dalam penyelenggaraan pelayanan p2 ispa bekerja sama dengan petugas kesehatan lain
serta masyarakat. Kerjasama dengan petugas kesehata lain, terkait dengan kegiatan yang
memerlukan kemampuan teknis tertentu yang bukan kewenangan perawat, seperti bidan, gizi,
kesling. . Kerjasama dengan kader/masyarakat terutama dalam melaksanakan kegiatan yang dapat
dilimpahkan kepada masyarakat.
B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadwal Kegiatan
Kegiatan p2 ispa dilakukan setiap bulan dari bulan Januari s/d Desember, dan hari
menyesuaikan.
Di akhir bulan dilakukan pengumpulan data dan di rekap, kemudian dilaporkan secara online ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
Standar fasilitas p2 ispa di Puskesmas Kalipare adalah Acute Respiratory
Infection Soundtimer (ARI Soundtimer), register ispa, blangko pelaporan
ispa.
7
BAB IV
A. Kebijakan
B. STRATEGI
8
7. Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui penyusunan
rencana
kontinjensi di semua jenjang, latihan (exercise), penguatan surveilans dan
penyiapan
sarana prasana.
8. Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan sistem
komputerisasi berbasis web.
9. Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang, terstandar
dan berkala.
10. Evaluasi program dilaksanakan secara berkala.
9
BAB V
LOGISTIK
Untuk pengadaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten, Puskesmas setiap tahun mengajukan
kebutuhan logistik, kemudian Puskesmas tinggal menunggu logistik datang dari Dinas Kesehatan
Kabupaten
10
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM
BAB VII
11
KESELAMATAN KERJA
Setiap kegiatan p2 ispa yang dilakukan dapat menimbulkan bahaya/resiko terhadap petugas
yang berada dalam ruang maupun lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi/mencegah bahaya
yang terjadi, setiap petugas p2 ispa harus melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja p2 ispa.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Di tempat kerja dan lingkungan kerja
1. Desain temat kerja yang menunjang K3
a. Ruang pelayanan p2 ispa dalam gedung dirancang khusus untuk memudahkan
proses kerja
b. Tempat kerja disesuaikan dengan posisi atau cara kerja
c. Pencahayaan cukup dan nyaman
d. Ventilasi cukup dan sesuai
e. Prosedur kerja tersedia di setiap ruangan dan mudah dijangkau jika diperlukan
2. Sanitasi lingkungan
a. Semua ruangan harus bersih
b. Sediakan tempat sampah yang sebelah dalamnya dilapisi kantong plstik dan diberi
tanda khusus
c. Tata ruang pelayanan p2 ispa dalam gedung harus baik sehingga tidak dapat
dimasuki/menjadi sarang serangga atau binatang pengerat.
d. Sediakan tempt cuci tangan dengan air yang mengalir
e. Pengelolaan bahan kimia yang benar
1) Semua petugas harus mengetahui cara pengelolaan bahan kimia yang benar
(antara lain: penggolongan bahan kimia, bahan kimia yang tidak boleh
dicampur, efek toksik dan persyaratan penyimpanannya)
2) Setiap petugas harus mengenal bahaya bahan kimia dan mempunyai
pengetahuan serta keterampilan untuk menangani kecelakaan.
3) Semua bahan kimia yang ada harus diberi label/etiket dan tanda limbah cair.
Limbah cair terdiri dari limbah cair umum/domestik, limbah cairinfeksius dan
limbah cair kimia.
Cara menangani limbah cair:
a) Limbah cair umum/domestik dialirkan masuk kedalam septik tank
b) Limbah cair infeksius dan kimia dikelola sesuai dengan prosedur dan
peraturan yang berlaku.
b. Perlindungan Kesehatan Karyawan
1. Imunisasi
12
Tenaga pelayanan p2 ispa harus diberikan imunisasi yang umum terjadi: tetanus,
difteri, poliomyelitis, meningococcal, hepatitis A, hepatitis B, rubella, TB
2. Manajemen pasca pajanan
3. Pencegahan pajanan darah dan bahan infeksius lainnya.
a. Tempatkan limbah tajam dalam safety box
b. Jangan memanipulasi jarum setelah digunakan
4. Pencegahan kecelakaan kerja
Instrumen tajam yang diguanakan dalam memberikan pelayanan p2 ispa (misalnya:
sonde, jarum, ampul) memiliki potensi mengakibatkan luka dan menyebarkan penyakit
menular
BAB VIII
13
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem
kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk atau
jasa yang diberikan kepada sasaran. Pengendalian mutu pada unit pelayanan Puskesmas UPT
Puskesmas Kalipare diperlukan agar terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai
sasaran. Penjaminan mutu layanan kesehatan diselenggrakan melalui berbagai model manajemen
kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (plan, do,
check, action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan
14
BAB IX
PENUTUP
15
BAB III
KEGIATAN POKOK PENGENDALIAN ISPA
a) Secara Pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatanseperti
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.
b) Secara Aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita baru
dan
penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2
hari
setelah berobat.
16
Maka:
Perkiraan jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja tersebut per
tahun adalah:
4.45 % x 4.45 % x 30.000 = 149 Balita/tahun
Perkiraan Jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas
Melati per bulan adalah :
4.45 % x 4.45 % x 30.000 = 13 Balita/bulan12
Perhitungan per bulan bermanfaat untuk pemantauan dalam pencapaian
target penderita pneumonia Balita.
3.Target
17
Bagan Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur <
2 Bulan
18
Bagan Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2
Bulan - < 5 Tahun.
B. Ketersediaan Logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan
pengendalian ISPA.
Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian
kewenangan antara
pusat dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau contoh
logistik yang sesuai
19
standard (spesifikasi) untuk pelayanan kesehatan. Selanjutnya pemerintah
daerah berkewajiban
memenuhi kebutuhan logistik sesuai kebutuhan. Logistik yang dibutuhkan
antara lain:
1. Obat
• Tablet Kotrimoksazol 480 mg
• Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
• Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
• Tablet Parasetamol 500 mg
• Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.
Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun di suatu
daerah
didasarkan pada rumus berikut :
• Kebutuhan tablet Kotrimoksazol 480 mg setahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia Balita x 6 tablet
+ 10% bufferstock
• Kebutuhan sirup Kotrimoksasol 240mg/5mlsetahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraanpneumonia Balita x 2 botol +
10% bufferstock
• Kebutuhan sirup Amoksisilin 125mg/5mlsetahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia Balitax 2 botol +
10% bufferstock
• Kebutuhan tablet Parasetamol 500 mgsetahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia Balita x 6 tablet
+ 10% bufferstock
iii. Provinsi
• 1 buah di dinas kesehatan provinsi
• 1 buah di rumah sakit umum di ibukota provinsi.
b. Oksigen konsentrator
Untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat ini diperuntukkan
khususnya
bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan rawat
inap dan unit
gawat darurat yang mempunyai sumber daya energi (listrik/ generator).
c. Oksimeter denyut (Pulseoxymetry)
Sebagai alat pengukur saturasi oksigen dalam darah diperuntukan
bagi fasilitas
pelayanan kesehatan yang memiliki oksigen konsentrator.
21
5. Media pencatatan dan pelaporan
• Stempel ISPA Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita
pneumonia Balita sebagai status penderita.
• Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel)
• Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)
Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat
pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang dilakukan oleh
petugas pusat,
provinsi dan kabupaten/kota. Di semua tingkat pemantauan dilakukan
sesuai dengan
ketentuan pengelolaan barang milik pemerintah (UU No.19 tahun 2003
tentang badan
usaha milik negara).
Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik
pengendalian ISPA.
5.Media pencatatan dan pelaporan
• Stempel ISPA
Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita pneumonia
Balita sebagai
status penderita.
• Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel)
• Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)
Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat
pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang dilakukan
oleh petugas pusat,
provinsi dan kabupaten/kota. Di semua tingkat pemantauan
dilakukan sesuai dengan
ketentuan pengelolaan barang milik pemerintah (UU No.19 tahun
2003 tentang badan
usaha milik negara).
Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik
pengendalian ISPA.
C. Supervisi
22
• kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik
1. Pelaksana supervisi:
a. petugas pusat,
b. petugas provinsi,
c. petugas kabupaten/kota,
d. petugas Puskesmas.
2. Alat:
Formulir (checklist) untuk supervisi mencakup aspek manajemen
program (pencapaian target, pelatihan, logistik) dan aspek tatalaksana.
3. Luaran
Luaran dari kegiatan supervisi dan bimbingan teknis pengendalian ISPA
adalah :
• data umum wilayah
data pencapaian target program
data pelatihan
data logistik
identifikasi masalah
cara pemecahan masalah
langkah tindak lanjut, dan
laporan supervisi dan bimbingan teknis.
23
Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan
dan penentuan kebijakan pengendalian serta perencanaan tahunan/5 tahunan di
wilayah kerjanya masing-masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat menghasilkan
kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga tindakan koreksi yang
tepat dan perencanaan tahunan dan menengah (5 tahunan) dapat dilakukan.
Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi
dengan baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia.
Data dan kajian perlu disajikan dan disebarluaskan/diseminasi dan diumpan
balikan kepada pengelola program dan pemangku kepentingan terkait di dalam
jejaring.
Diseminasi di tingkat Puskesmas dilakukan pada forum pertemuan rutin,
lokakarya mini Puskesmas, rapat koordinasi kecamatan dan sebagainya.
Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, diseminasi dilakukan pada forum
pertemuan teknis di dinas kesehatan, rapat koordinasi di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, forum dengar pendapatserta diskusi dengan DPRD
dan sebagainya, serta dituangkan dalam bentuk buletin, laporan tahunan
ataupun laporan khusus.
Dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA di Indonesia diagnosis tidak
dianggap sama dengan klasifikasi tatalaksana sehingga timbul kerancuan
dalam pencatatan dan pelaporan. Oleh karena itu dalam klasifikasi “Bukan
Pneumonia” tercakup berbagai diagnosis ISPA (non Pneumonia) seperti:
common cold/ selesma, faringitis, Tonsilitis, Otitis, dsb. Dengan perkataan lain
“Batuk Bukan Pneumonia” merupakan kelompok diagnosis.
1. Kemitraan
Kemitraan merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan
program
pembangunan. Kemitraan dalam program Pengendalian ISPA diarahkan
untuk
meningkatkan peran serta masyarakat, lintas program, lintas sektor terkait
dan pengambil keputusan termasuk penyandang dana. Dengan demikian
pembangunan kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan, sehingga
pendekatan pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya Pneumonia dapat
terlaksana secara terpadu dan komprehensif. Intervensi pengendalian ISPA
tidak hanya tertuju pada penderita saja tetapi terhadap faktor risiko
(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui
dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.
Kegiatan kemitraan meliputi pertemuan berkala dengan:
a) lintas program dan sector terkait;
b) organisasi kemasyarakatan,
c) lembaga swadaya masyarakat,
24
d) tokoh masyarakat,
e) tokoh agama,
f) perguruan tinggi,
g) organisasi profesi kesehatan,
h) sector swasta
2. Jejaring
Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan peningkatan jejaring
kerja (networking) dengan pemangku kepentingan. Berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dari jejaring antara lain pengetahuan, keterampilan, informasi,
keterbukaan, dukungan, membangun hubungan, dll dalam upaya pengendalian
pneumonia di semua tingkat.
Jejaring dapat dibangun dengan berbagai pemangku kepentingan sesuai
dengan kebutuhan wilayah (spesifik wilayah) baik sektor pemerintah, swasta,
perguruan tinggi, lembaga/organisasi non pemerintah, dll.
Jejaring dapat dibangun melalui pertemuan atau pembuatan kesepahaman
(MOU).
Untuk menjaga kesinambungan jejaring, maka komunikasi perlu secara
intensif melalui pertemuan-pertemuan berkala dengan mitra terkait.
25
ii. Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota dan
provinsi
b. Sarana dan Prasarana
i. RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang
isolasi, ruang rawat intensif/ ICU dan ambulans sebagai penilaian core
capacity penanggulangan pandemi influenza.
ii. Ketersediaan alat komunikasi baik untuk rutin maupun insidentil
(KLB).
c. Logistik
i. Obat:
• Ketersediaan antibiotik
• Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
• Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
ii. Alat:
• TersedianyARI sound timer
• Oksigen konsentrator
• Ketersediaan APD untuk petugas RS,laboratorium, Puskesmas dan
lapangan
iii. Pedoman (ketersedian dan kondisi sesuai standar)
26
Proporsi Puskesmas yang memiliki Alat Bantu Hitung napas
atau Sound
Timer
Pembilang (a):
Jumlah Puskesmas yang memiliki sound timerdi suatu wilayah
tertentu.
Penyebut (b):
Jumlah semua Puskesmas yang ada di wilayah tersebut.
27
BAB IV
28
BAB V
PENUTUP
Pengendalian ISPA telah dikembangkan sejak tahun 1984 namun hingga saat ini
penyakit ISPA masih merupakan masalah kesehatan karena pneumonia merupakan
penyakit pembunuh utama Balita di dunia dan nomor dua di Indonesia tetapi masih
sedikit perhatian terhadap upaya pengendalian di Indonesia. Oleh karena itu perlu
perhatian dari seluruh elemen bangsa yaitu kemauan politik pemerintah dan pemerintah
daerah, lembaga legislatif (DPR, DPD, DPRD) dan peran aktif dari pemangku
kepentingan terkait terhadap Pengendalian ISPA. Buku pedoman pengendalian ISPA di
Indonesia ini merupakan revisi dari buku pedoman sebelumnya dan diharapkan
dapat menjadi acuan bagi seluruh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten/kota dalam pengendalian ISPA di Indonesia. Buku pedoman ini
merupakan dokumen hidup (living document) yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, dokumen ini terbuka terhadap saran-saran
untuk perbaikan dan penyempurnaan.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57