Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di


Puskesmas ( 40% - 60%) ISPA juga merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak anak
Pneunomia adalah pembunuh utama balita di dunia bahkan karna besarnya
kematian oleh karena Pneunomia ini , Maka Pneunomia di sebut sebagai “ Pandemi
yang terlupakan “ hal ini di sebabkan oleh tidak banyaknya perhatian terhadap
penyakit ini . Faktor resiko terjadinya Pneumonia antara lain :

 Kurangnya Pemberian ASI Ekslusif


 Gizi buruk
 Polusi udara dalam ruangan (Indor air pollution)
 BBLR
 Kepadatan Penduduk
 Kurangnya Imunisasi Campak

Peningkatan Pelaksanaan Pengendalian ISPA Perlu didukung dengan


peningkatan sumberdaya termasuk dana untuk mewujudkan PP No.65 Th 2005
Tentang pedoman penyusunan & penerapan SPM dimana disana tertuang bahwa
Kab/Kota wajib menyelenggarakan pelayanan sesuai SPM yang telah ditetapkan,
salah satunya adalah ISPA dan Pneunomia.

Saat Ini salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian adalah
penyakit Infuenza.Karena penyakit ini dapat menimbulkian wabah,sesuai dengan
Permenkes 1501/menkes/per/x/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan .

Virus Influenza mempunyai sifat mudah berubah baik secara mutasi


maupun pertukaran genetic 2 jenis virus atau lebih sehingga membentuk Virus baru
.Pandemi Influenza berdampak pada kerugian ekonomi yang besar .kelumpuhan
pelayanan termasuk kesehatan dan gangguan keamanan serta ketertiban Sosial.

Pada Abad 20 ini pernah terjadi pandemi antara lain :

 Pandemi Flu Spanyol (1918)


 Pandemi Flu Asia (1957)
 Pandemi Flu Hongkong ( 1967)
 Pandemi Influenza H1N1 (2009)

1
Penyakit menular bersifat tidak mengenal batas wilayah administrasi &
pemerintahan , Oleh karena itu perlu di pertimbangkan pengendalian penyakit
menular & penyehatan lingkungannya secara terpadu,menyeluruh / komprehensi ,
berbasis wilayah melalui peningkatan Surveilan ,Advokasi & Kemitraan .

Pelaksanaan Pengendalian ISPA memerlukan Komitmen dari

 Pemerintah pusat
 Pemerintah daerah
 Lintas program
 Lintas sektor
 Peran serta masyarakat termasuk dunia usaha

B. Tujuan pedoman pengendalian ISPA

1 Tujuan Umum :

a) Menurunkan angka kesakitan dan kematian

2 Tujuan Khusus

a. Pengendalian Pneumonia Balita.


• Tercapainya cakupan penemuan pneumonia Balita
sebagai berikut (tahun 2010: 60%, tahun 2011: 70%, tahun
2012: 80%, tahun 2013: 90%, tahun 2014: 100%)
• Menurunkan angka kematian pneumonia Balita sebagai kontribusi
penurunan angka kematian Bayi dan Balita, sesuai dengan
tujuan MDGs (44 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup) dan
Indikator Nasional Angka Kematian Bayi (34 menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup).

b. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta


penyakit saluran pernapasan lain yang berpotensi wabah.
• Tersusunnya dokumen Rencana Kontijensi Kesiapsiagaan dan
Responterhadap Pandemi Influenza di 33 provinsi pada akhir tahun
2014.
• Tersusunnya Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan
Pandemi Influenza pada akhir tahun 2014.
• Tersosialisasinya pedoman-pedoman yang terkait dengan
Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza pada akhir tahun
2014.
• Tersusunnya Pedoman Latihan (Exercise) dalam
Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza pada akhir tahun
2014.

2
C Pengendalian ISPA umur ≥5 tahun
Terlaksananya kegiatan Surveilans Sentinel Pneumonia di Rumah Sakit
dan Puskesmas dari 10 provinsi pada tahun 2007 menjadi 33
provinsi pada akhir tahun 2014.

d. Faktor risiko ISPA Terjalinnya kerjasama/ kemitraan dengan unit


program atau institusi yang kompeten dalam pengendalian faktor risiko
ISPA khususnya Pneumonia.

C. Sasaran
1. Bagi Petugas :
- Seluruh Petugas kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan pasien
2. Bagi Pasien
- Pengendalian Pneumonia Balita : Balita (<5th)
- Pengendalian ISPA umur (>5TH)
3. Faktor resiko ISPA
- Lintas Program dan lintas sector
- Masyarakat Umum

D. Ruang Lingkup Pedoman.

1. Pengendalian Pneumonia Balita


2. Pengendalian ISPA Umum (>5TH)
3. Kesiap Siagaan Dan respon Terhadap Pandemi Influensa serta penyakit
saluran pernafasan lain yang berpotensi wabah
4. Faktor resiko ISPA

E. Batasan Operasional .

Untuk memudahkan pemahaman dan kesamaan persepsi terhadap


pedoman ini, perlu dijelaskan beberapa pengertian istilah dibawah ini yaitu:

1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas
mulai hidung sampai alveoli
termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).

2. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli).Pneumonia Balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan atau
kesukaran bernapas seperti napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke

3
dalam (TDDK), atau gambaran radiologi foto thorax/dada menunjukkan
infiltrat paru akut. Demam bukan merupakan gejala yang spesifik pada
Balita. Dalam penatalaksanaan pengendalian ISPA semua bentuk pneumonia
seperti bronkopneumonia, bronkiolitis disebut “pneumonia” saja.
3. Influenza
Influenza adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan, disebabkan
oleh virus influenza dengan gejala demam ≥38c disertai batuk dan atau sakit
tenggorokan.

4. Influenza Like Illness(ILI)


Penyakit yang mempunyai gejala serupa influenza yaitu demam ≥38c disertai
batuk dan atau sakit tenggorokan.

5. Episenter Pandemi Influenza


adalah lokasi titik awal terdeteksinya sinyal epidemiologis dan sinyal
virologis yang merupakan tanda terjadinya penularan influenza pandemi
(influenza baru) antar manusia yang dapat menimbulkan terjadinya pandemi
influenza.

6. Sinyal Epidemiologi
Klaster penderita atau klaster kematian karena Pneumonia yang tidak jelas
penyebabnya dan terkait erat dengan faktor waktu dan tempat dengan rantai
penularan yang berkelanjutan
atau Klaster penderita Flu Burung dengan dua generasi penularan atau
lebih tanpa
hubungan darah antar generasi dan atau adanya penularan kepada petugas
kesehatan
yang merawat penderita.

7. Severe Acute Respiratory Infection(SARI)


Adalah infeksi pernapasan akut berat sama dengan gejala ILI yang disertai
dengan: napas cepat atau sesak napas dan membutuhkan perawatan rumah sakit.

8. Sinyal Virologi
Adanya jenis virus influenza baru yang berasal dari percampuran materi
genetik 2 virus
influenza atau lebih (reassortment) dan atau berasal dari mutasi adaptif
virus influenza
unggas atau manusia. Untuk jelasnya dapat dibaca pada pedoman
Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal PP & PL, Kementerian Kesehatan Tahun 2008.

4
9. KLB (Kejadian Luar Biasa)
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut PP Nomor40 tahun 1981 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian secara epidemiologis pada
suatu daerah, dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah.

10. Wabah
Wabah menurut UU RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.

11. Pandemi Influenza


Adalah wabah penyakit influenza yang menjangkiti banyak negara di dunia
yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

12. Surveilans Sentinel Pneumonia


Adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada populasi dan
wilayah terbatas untuk mengetahui: besarnya kejadian pneumonia dan faktor
risikonya; Ada tidaknya sinyal pandemi Influenza pada suatu populasi atau
wilayah yang lebih luas.

13. ISPA akibat polusi


ISPA akibat polusi adalah ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi
udara seperti asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana
transportasi dan industri, kebakaran hutan dan lain lain.

14. Care seeking


Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
keluarga balita
pneumonia dalam pencarian pelayanan kesehatan.
Kegiatan ini dapat dipadukan dengan tindak lanjut atau pelacakan penderita
pneumonia
yang tidak kontrol ulang setelah dua hari pengobatan. Pada saat
kunjungan ke rumah
penderita diharapkan petugas kesehatan/ISPA dapat melaksanakan
penyuluhan tentang
pneumonia kepada keluarga penderita dan sekitarnya.

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pelaksana utama kegiatan P2 ISPA adalah semua tenaga medis di Puskesmas. Sebagai
pelaksana p2 ispa perawat minimal mempunyai peran dan fungsi, yaitu sebagai penemu
kasus,sebagai pemberi pelayanan, sebagai koordinator dan kolaborator, pemberi nasihat.

Dalam penyelenggaraan pelayanan p2 ispa bekerja sama dengan petugas kesehatan lain
serta masyarakat. Kerjasama dengan petugas kesehata lain, terkait dengan kegiatan yang
memerlukan kemampuan teknis tertentu yang bukan kewenangan perawat, seperti bidan, gizi,
kesling. . Kerjasama dengan kader/masyarakat terutama dalam melaksanakan kegiatan yang dapat
dilimpahkan kepada masyarakat.

B. Distribusi Ketenagaan

Distribusi ketenagaan p2 ispa di Puskesmas Kalipare yaitu perawat bertugas memberikan


penjaringan dan pelaporan p2 ispa.

C. Jadwal Kegiatan

Kegiatan p2 ispa dilakukan setiap bulan dari bulan Januari s/d Desember, dan hari
menyesuaikan.

Di akhir bulan dilakukan pengumpulan data dan di rekap, kemudian dilaporkan secara online ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.

6
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas
Standar fasilitas p2 ispa di Puskesmas Kalipare adalah Acute Respiratory
Infection Soundtimer (ARI Soundtimer), register ispa, blangko pelaporan
ispa.

7
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kebijakan

Untuk mencapai tujuan pengendalian pneumonia dan influenza maka ditetapkan


kebijakan operasional sebagai berikut :

1. Advokasi kepada pemangku kepentingan di semua tingkat untuk membangun


komitmen dalam pencapaian tujuan pengendalian ISPA.
2. Pengendalian ISPA dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
3. Peningkatan penemuan kasus dan tatalaksana pneumonia Balita sesuai
dengan standar di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
4. KIE pengendalian ISPA melalui berbagai media sesuai dengan kondisi
sosial dan budaya setempat.
5. Ketersediaan logistik pengendalian ISPA menjadi tanggung jawab pusat dan
daerah.
6. Pengendalian ISPA dilaksanakan melalui kerjasama dan jejaring dengan lintas
program, lintas sektor, swasta, perguruan tinggi dan organisasi non
pemerintah baik nasional maupun internasional.
7. Meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan kemampuan sumber
daya, pembinaan/supervisi, sistem pemantauan dan evaluasi program serta
sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat.
8. Autopsi verbal dilakukan dalam rangka menentukan penyebab kematian Balita.
9. Penyusunan rencana kontinjensi kesiapsiagaan dan respon pandemi
influenza di semua tingkat.
10. Rencana pengendalian pneumonia disusun berbasis bukti (evidence based)

B. STRATEGI

Strategi Pengendalian ISPA di Indonesia adalah sebagai berikut :


1. Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua tingkat
dengan
melaksanakan advokasi dan sosialisasi pengendalian ISPA dalam rangka
pencapaian
tujuan nasional dan global.
2. Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, perguruan tinggi,
LSM, ormas, swasta, lembaga internasional, dll).
3. Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.
4. Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih dan logistik.
5. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneumonia Balita
dan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.

8
7. Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui penyusunan
rencana
kontinjensi di semua jenjang, latihan (exercise), penguatan surveilans dan
penyiapan
sarana prasana.
8. Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan sistem
komputerisasi berbasis web.
9. Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang, terstandar
dan berkala.
10. Evaluasi program dilaksanakan secara berkala.

9
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan logistik untuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayana P2 ISPA puskesmas


Kalipare direncanakan dalam renstra, POA, pengadaan logistik berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang dan pengadaan sendiri oleh Puskesmas.

Untuk pengadaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten, Puskesmas setiap tahun mengajukan
kebutuhan logistik, kemudian Puskesmas tinggal menunggu logistik datang dari Dinas Kesehatan
Kabupaten

Untuk yang pengadaan Puskesmas, tergantung kebutuhan Puskesmas itu sendiri.

10
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat


perlu diperhatikan keselamatan sasaran kegiatan/program dengan melakukan identifikasi resiko
terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya
pencegahan resiko terhadap sasaran kegiatan harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan
dilaksanakan. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi yang wajib dilakukan oleh tenaga
pelayanan P2 ispa meliputi:
a. Penrapan Kewaspadaan Isolasi
1. Kewaspadaan standar
2. Kewaspadaan berdasar transmisi
b. Surveilans
c. Pendidikan dan Pelatihan
Penerapan Kewaspadaan Isolasi
1. Kewaspadaan standar
a. Kebersihan tangan
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c. Manajemen limbah dan benda tajam
d. Manajemen lingkungan
e. Penanganan linen
f. Peralatan perawatan pasien
g. Perlindungan kesehatan karyawan
h. Penyuntikan yang aman
i. Etika batuk
2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
a. Transmisi airborne (udara)
b. Transmisi droplet (percikan)
c. Transmisi kontak

BAB VII

11
KESELAMATAN KERJA

Setiap kegiatan p2 ispa yang dilakukan dapat menimbulkan bahaya/resiko terhadap petugas
yang berada dalam ruang maupun lingkungan sekitarnya. Untuk mengurangi/mencegah bahaya
yang terjadi, setiap petugas p2 ispa harus melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja p2 ispa.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Di tempat kerja dan lingkungan kerja
1. Desain temat kerja yang menunjang K3
a. Ruang pelayanan p2 ispa dalam gedung dirancang khusus untuk memudahkan
proses kerja
b. Tempat kerja disesuaikan dengan posisi atau cara kerja
c. Pencahayaan cukup dan nyaman
d. Ventilasi cukup dan sesuai
e. Prosedur kerja tersedia di setiap ruangan dan mudah dijangkau jika diperlukan
2. Sanitasi lingkungan
a. Semua ruangan harus bersih
b. Sediakan tempat sampah yang sebelah dalamnya dilapisi kantong plstik dan diberi
tanda khusus
c. Tata ruang pelayanan p2 ispa dalam gedung harus baik sehingga tidak dapat
dimasuki/menjadi sarang serangga atau binatang pengerat.
d. Sediakan tempt cuci tangan dengan air yang mengalir
e. Pengelolaan bahan kimia yang benar
1) Semua petugas harus mengetahui cara pengelolaan bahan kimia yang benar
(antara lain: penggolongan bahan kimia, bahan kimia yang tidak boleh
dicampur, efek toksik dan persyaratan penyimpanannya)
2) Setiap petugas harus mengenal bahaya bahan kimia dan mempunyai
pengetahuan serta keterampilan untuk menangani kecelakaan.
3) Semua bahan kimia yang ada harus diberi label/etiket dan tanda limbah cair.
Limbah cair terdiri dari limbah cair umum/domestik, limbah cairinfeksius dan
limbah cair kimia.
Cara menangani limbah cair:
a) Limbah cair umum/domestik dialirkan masuk kedalam septik tank
b) Limbah cair infeksius dan kimia dikelola sesuai dengan prosedur dan
peraturan yang berlaku.
b. Perlindungan Kesehatan Karyawan
1. Imunisasi

12
Tenaga pelayanan p2 ispa harus diberikan imunisasi yang umum terjadi: tetanus,
difteri, poliomyelitis, meningococcal, hepatitis A, hepatitis B, rubella, TB
2. Manajemen pasca pajanan
3. Pencegahan pajanan darah dan bahan infeksius lainnya.
a. Tempatkan limbah tajam dalam safety box
b. Jangan memanipulasi jarum setelah digunakan
4. Pencegahan kecelakaan kerja
Instrumen tajam yang diguanakan dalam memberikan pelayanan p2 ispa (misalnya:
sonde, jarum, ampul) memiliki potensi mengakibatkan luka dan menyebarkan penyakit
menular

BAB VIII

13
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem
kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk atau
jasa yang diberikan kepada sasaran. Pengendalian mutu pada unit pelayanan Puskesmas UPT
Puskesmas Kalipare diperlukan agar terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai
sasaran. Penjaminan mutu layanan kesehatan diselenggrakan melalui berbagai model manajemen
kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (plan, do,
check, action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan

14
BAB IX
PENUTUP

Puskesmas sebagai ujung tombak terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat,


berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan strata pertama, diharapkan
dapat melakukan promotif, preventif, rehabilitative, dan kuratif dalam penatalaksanaan program
Perkesmas.

Diharapkan penatalaksanaan Perkesmas dapat dilaksanakan di Puskesmas agar masyarakat


dapat menjadi mandiri dalam mengatasi masalah keperawatan kesehatannya.

15
BAB III
KEGIATAN POKOK PENGENDALIAN ISPA

A. Penemuan & Tata Laksana Peneumonia Balita

1.Penemuan Penderita Pneumonia

a) Secara Pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatanseperti
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.

b) Secara Aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita baru
dan
penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2
hari
setelah berobat.

2.Perkiaraan perkiraan penderita Pneumonia Balita


Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas
didasarkan pada angka insidens Pneumonia Balitadari jumlah Balitadi wilayah
kerja Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk
suatu daerah belum diketahui maka dapat digunakan angka perkiraan
(nasional) insidens pneumonia Balita di Indonesia yang dihitung 10 % dari
total populasi balita. Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari
jumlah total penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten/kota memiliki data
jumlah Balita yang resmi/riil dari pencatatan petugas di wilayahnya, maka
dapat menggunakan data tersebut sebagai dasar untuk menghitung jumlah
penderita pneumonia Balita. Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita
di suatu wilayah kerja per tahun
adalah sebagai berikut :
a. Bila jumlah Balita sudah diketahui
Insidens pneumonia Balita = 4.45% jumlah balita
Contoh:
Jumlah Balita di Puskesmas Rembulan = 10.000 Balita
Maka perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita =
4.45% x 10.000 = 445 Balita
Atau :
b. Bila jumlah Balita belum diketahui
Perkiraan jumlah Balita = 4.45 % jumlah penduduk
Contoh:
Angka insidens Pneumonia Balita = 4.45 %
Perkiraan jumlah Balita = 4.45 % jumlah penduduk
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Melati = 30.000 orang

16
Maka:
Perkiraan jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja tersebut per
tahun adalah:
4.45 % x 4.45 % x 30.000 = 149 Balita/tahun
Perkiraan Jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas
Melati per bulan adalah :
4.45 % x 4.45 % x 30.000 = 13 Balita/bulan12
Perhitungan per bulan bermanfaat untuk pemantauan dalam pencapaian
target penderita pneumonia Balita.

3.Target

Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah penderita


pneumonia
Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan
kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional.
Contoh:
Kebijakan tahun 2011 target penemuan penderita pneumonia Balita = 70% Maka
Puskesmas Melati:
Jumlah (minimal) penderita pneumonia Balita yang harus dicapai adalah :
70% x 149 penderita pneumonia Balita = 104 Balita/tahun
70% x 13 penderita pneumonia Balita = 9 Balita/bulan
12
Bila Puskesmas Melati dalam setahun menemukan 104 penderita maka
pencapaian
target penemuan adalah: 104 x 100% = 70%
149
Berarti Puskesmas Melati tidak mencapai target 80%, oleh karena itu perlu
dianalisis
penyebab permasalahannya sehingga dapat diketahui pemecahan masalah
dan dapat
ditindaklanjuti untuk tahun berikutnya.

4. Tata laksana Pneumonia Balita


Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan Pengendalian
ISPA untuk
pengendalian pneumonia pada Balita didasarkan pada pola tatalaksana
penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami
adaptasi sesuai kondisi Indonesia.

17
Bagan Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur <
2 Bulan

Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan tatalaksana


sebagai berikut:
a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol, amoksisilin
selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,
salbutamol (dosis
dapat dilihat pada bagan terlampir).
b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari
setelah
mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat

18
Bagan Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2
Bulan - < 5 Tahun.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang tatalaksana penderita ISPA ini


dapat
dipelajari:
a. Buku Tatalaksana Pneumonia Balita oleh Direktorat Jenderal PP & PL
Kementerian Kesehatan 2010;
b. Modul Pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) oleh
Departemen Kesehatan 2008;
c. DVD Tatalaksana pneumonia Balita oleh Direktorat Jenderal PP & PL
Kementerian Kesehatan, 2010;
d. Bagan Tatalaksana Penderita Batuk dan Kesukaran Bernapas Pada
Balita (terlampir).

B. Ketersediaan Logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan
pengendalian ISPA.
Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian
kewenangan antara
pusat dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau contoh
logistik yang sesuai

19
standard (spesifikasi) untuk pelayanan kesehatan. Selanjutnya pemerintah
daerah berkewajiban
memenuhi kebutuhan logistik sesuai kebutuhan. Logistik yang dibutuhkan
antara lain:
1. Obat
• Tablet Kotrimoksazol 480 mg
• Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
• Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
• Tablet Parasetamol 500 mg
• Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.

Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun di suatu
daerah
didasarkan pada rumus berikut :
• Kebutuhan tablet Kotrimoksazol 480 mg setahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia Balita x 6 tablet
+ 10% bufferstock
• Kebutuhan sirup Kotrimoksasol 240mg/5mlsetahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraanpneumonia Balita x 2 botol +
10% bufferstock
• Kebutuhan sirup Amoksisilin 125mg/5mlsetahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia Balitax 2 botol +
10% bufferstock
• Kebutuhan tablet Parasetamol 500 mgsetahun =
Cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia Balita x 6 tablet
+ 10% bufferstock

Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan di


Puskesmas untuk berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya
dilakukan secara terpadu dengan
program lain dan proporsi sesuai kebutuhan. Jika memungkinkan dapat
disediakan
antibiotik intramuskular: Ampisilin dan Gentamisin.

Untuk menghindari kelebihan obat maka perhitungan kebutuhan obat


berdasarkan
hasil cakupan tahun sebelumnya dengan tambahan 10% sebagai buffer stock.
Contoh penghitungan kebutuhan obat:
Target cakupan tahun 2011 = 70%
Pencapaian cakupan tahun 2010 = 30%
Perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita = 300 Balita/tahun
Kebutuhan tablet Kotrimoksazol 480 mg setahun
= hasil cakupan tahun sebelumnya x perkiraan pneumonia balita
x 6 tablet + 10% bufferstock
20
= (30% x 300 x 6 tablet ) + 10% (30% x 300 x 6 tablet )
= 540 tablet + 54 tablet = 594 tablet
2. Alat
a. Acute Respiratory Infection Soundtimer (ARI Soundtimer)
Digunakan untuk menghitung frekuensi napas dalam 1 menit. Alat
ini memiliki
masa pakai maksimal 2 tahun (10.000 kali pemakaian).
Jumlah yang diperlukan minimal:
i. Puskesmas
• 3 buah di tiap Puskesmas
• 1 buah di tiap Pustu
• 1 buah di tiap bidan desa, Poskesdes, Polindes, Ponkesdes
ii. Kabupaten
• 1 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota
• 1 buah di rumah sakit umum di ibukota kabupaten/kota

iii. Provinsi
• 1 buah di dinas kesehatan provinsi
• 1 buah di rumah sakit umum di ibukota provinsi.
b. Oksigen konsentrator
Untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat ini diperuntukkan
khususnya
bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan rawat
inap dan unit
gawat darurat yang mempunyai sumber daya energi (listrik/ generator).
c. Oksimeter denyut (Pulseoxymetry)
Sebagai alat pengukur saturasi oksigen dalam darah diperuntukan
bagi fasilitas
pelayanan kesehatan yang memiliki oksigen konsentrator.

4. Media KIE (Elektronik dan Cetak)


a. DVD Tatalaksana pneumonia Balita.
Media ini berisi cara-cara bagaimana memeriksa anak yang
menderita batuk,
bagaimana menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit dan
melihat tanda
penderita Pneumonia berat berupa tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam
(chest indrawing).
b. TV spot dan Radio Spot tentang pneumonia Balita.
c. Poster, Lefleat, Lembar Balik, Kit Advokasi dan Kit Pemberdayaan
Masyarakat.

21
5. Media pencatatan dan pelaporan
• Stempel ISPA Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita
pneumonia Balita sebagai status penderita.
• Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel)
• Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)
Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat
pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang dilakukan oleh
petugas pusat,
provinsi dan kabupaten/kota. Di semua tingkat pemantauan dilakukan
sesuai dengan
ketentuan pengelolaan barang milik pemerintah (UU No.19 tahun 2003
tentang badan
usaha milik negara).
Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik
pengendalian ISPA.
5.Media pencatatan dan pelaporan
• Stempel ISPA
Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita pneumonia
Balita sebagai
status penderita.
• Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel)
• Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)
Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat
pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang dilakukan
oleh petugas pusat,
provinsi dan kabupaten/kota. Di semua tingkat pemantauan
dilakukan sesuai dengan
ketentuan pengelolaan barang milik pemerintah (UU No.19 tahun
2003 tentang badan
usaha milik negara).
Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik
pengendalian ISPA.
C. Supervisi

Supervisi dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pengendalian ISPA


berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan/ditetapkan dalam
pedoman baik di provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan rumah sakit
menggunakan instrumen supervisi (terlampir). Supervisi dilakukan secara
berjenjang difokuskan pada propinsi, kab/kota, Puskesmas yang:

• pencapaian cakupan rendah


• pencapaian cakupan tinggi namun meragukan

22
• kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik
1. Pelaksana supervisi:
a. petugas pusat,
b. petugas provinsi,
c. petugas kabupaten/kota,
d. petugas Puskesmas.
2. Alat:
Formulir (checklist) untuk supervisi mencakup aspek manajemen
program (pencapaian target, pelatihan, logistik) dan aspek tatalaksana.
3. Luaran
Luaran dari kegiatan supervisi dan bimbingan teknis pengendalian ISPA
adalah :
• data umum wilayah
 data pencapaian target program
 data pelatihan
 data logistik
 identifikasi masalah
 cara pemecahan masalah
 langkah tindak lanjut, dan
 laporan supervisi dan bimbingan teknis.

D. PENCATATAN & PELAPORAN


Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan data dasar
(baseline) dan data
program yang lengkap dan akurat.
Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :
a. Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan hingga ke
pusat setiap
bulan. Pelaporan rutin kasus pneumonia tidak hanya bersumber dari Puskesmas
saja
tetapi dari semua fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun
pemerintah.
b. Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan umur dari
lokasi sentinel setiap bulan.
c. Laporan kasus influenza pada saat pandemi
Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk memperkuat
data dasar diperlukan referensi hasil survei dan penelitian dari berbagai
lembaga mengenai pneumonia.Data yang telah terkumpul baik dari institusi
sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh Puskesmas,
kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat Puskemas pengolahan dan analisis
data diarahkan untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan
operasional tahunan.

23
Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan
dan penentuan kebijakan pengendalian serta perencanaan tahunan/5 tahunan di
wilayah kerjanya masing-masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat menghasilkan
kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga tindakan koreksi yang
tepat dan perencanaan tahunan dan menengah (5 tahunan) dapat dilakukan.
Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi
dengan baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia.
Data dan kajian perlu disajikan dan disebarluaskan/diseminasi dan diumpan
balikan kepada pengelola program dan pemangku kepentingan terkait di dalam
jejaring.
Diseminasi di tingkat Puskesmas dilakukan pada forum pertemuan rutin,
lokakarya mini Puskesmas, rapat koordinasi kecamatan dan sebagainya.
Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, diseminasi dilakukan pada forum
pertemuan teknis di dinas kesehatan, rapat koordinasi di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, forum dengar pendapatserta diskusi dengan DPRD
dan sebagainya, serta dituangkan dalam bentuk buletin, laporan tahunan
ataupun laporan khusus.
Dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA di Indonesia diagnosis tidak
dianggap sama dengan klasifikasi tatalaksana sehingga timbul kerancuan
dalam pencatatan dan pelaporan. Oleh karena itu dalam klasifikasi “Bukan
Pneumonia” tercakup berbagai diagnosis ISPA (non Pneumonia) seperti:
common cold/ selesma, faringitis, Tonsilitis, Otitis, dsb. Dengan perkataan lain
“Batuk Bukan Pneumonia” merupakan kelompok diagnosis.

E. KEMITRAAN DAN JEJARING

1. Kemitraan
Kemitraan merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan
program
pembangunan. Kemitraan dalam program Pengendalian ISPA diarahkan
untuk
meningkatkan peran serta masyarakat, lintas program, lintas sektor terkait
dan pengambil keputusan termasuk penyandang dana. Dengan demikian
pembangunan kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan, sehingga
pendekatan pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya Pneumonia dapat
terlaksana secara terpadu dan komprehensif. Intervensi pengendalian ISPA
tidak hanya tertuju pada penderita saja tetapi terhadap faktor risiko
(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui
dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.
Kegiatan kemitraan meliputi pertemuan berkala dengan:
a) lintas program dan sector terkait;
b) organisasi kemasyarakatan,
c) lembaga swadaya masyarakat,

24
d) tokoh masyarakat,
e) tokoh agama,
f) perguruan tinggi,
g) organisasi profesi kesehatan,
h) sector swasta
2. Jejaring
Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan peningkatan jejaring
kerja (networking) dengan pemangku kepentingan. Berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dari jejaring antara lain pengetahuan, keterampilan, informasi,
keterbukaan, dukungan, membangun hubungan, dll dalam upaya pengendalian
pneumonia di semua tingkat.
Jejaring dapat dibangun dengan berbagai pemangku kepentingan sesuai
dengan kebutuhan wilayah (spesifik wilayah) baik sektor pemerintah, swasta,
perguruan tinggi, lembaga/organisasi non pemerintah, dll.
Jejaring dapat dibangun melalui pertemuan atau pembuatan kesepahaman
(MOU).
Untuk menjaga kesinambungan jejaring, maka komunikasi perlu secara
intensif melalui pertemuan-pertemuan berkala dengan mitra terkait.

F. PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA


• Peningkatan kapasitas sumber daya manusia
a. Tata Laksana ISPA
b.Managemen Program Pengendalian ISPA
c.promosi Pengendalian Pneumonia Balita
• Pelatihan Pengendalian ISPA Bagi Tenaga Kesehatan yang dilaksanakan
bersama dengan Refresing / pelatihan Kader
G. MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring atau pemantauan pengendalian ISPA dan kesiapsiagaan


menghadapi pandemi influenza perlu dilakukan untuk menjamin proses
pelaksanaan sudah sesuai dengan jalur yang ditetapkan sebelumnya.
Apabila terdapat ketidaksesuain maka tindakan korektif dapat dilakukan
dengan segera. Monitoring hendaknya dilaksanakan secara berkala
(mingguan, bulanan, triwulan).
Evaluasi lebih menitikberatkan pada hasil atau keluaran/outputyang
diperlukan untuk koreksi jangka waktu yang lebih lama misalnya 6
bulan, tahunan dan lima tahunan. Keberhasilan pelaksanaan seluruh
kegiatan pengendalian ISPA akan menjadi masukan bagi perencanaan
tahun/periode berikutnya.
1. Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam Pengendalian ISPA
Beberapa komponen yang dapat dipantau/evaluasi adalah:
a. Sumber Daya Manusia
i. Tenaga Puskesmas terlatih dalam manajemen program dan teknis

25
ii. Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota dan
provinsi
b. Sarana dan Prasarana
i. RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang
isolasi, ruang rawat intensif/ ICU dan ambulans sebagai penilaian core
capacity penanggulangan pandemi influenza.
ii. Ketersediaan alat komunikasi baik untuk rutin maupun insidentil
(KLB).
c. Logistik
i. Obat:
• Ketersediaan antibiotik
• Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
• Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
ii. Alat:
• TersedianyARI sound timer
• Oksigen konsentrator
• Ketersediaan APD untuk petugas RS,laboratorium, Puskesmas dan
lapangan
iii. Pedoman (ketersedian dan kondisi sesuai standar)

iv. Media KIE dan media audio visual


v. Tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan
2. Indikator masukan
a. Sumber Daya Manusia
• Tenaga fasilitas pelayanan kesehatan yang terlatih dalam
manajemen programdan teknis pengendalian ISPA.
Proporsi Puskesmas dengan Tenaga Terlatih
Pembilang (a):
Jumlah Puskesmas dengan tenaga terlatih yang ada di suatu
wilayah tertentu.
Penyebut (b):
Jumlah seluruh Puskesmas yang ada di wilayah tersebut
Cara perhitungan: a x 100%
b
• Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota dan
provinsi
b. Sarana dan Prasarana
• Jumlah RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang
memiliki ruang isolasi,
ruang rawat intensif/ICU dan ambulans.
• Tersedianya Alat komunikasi
C.logistik
• Tersedianya alat: sound timerdan oksigen konsentrator

26
Proporsi Puskesmas yang memiliki Alat Bantu Hitung napas
atau Sound
Timer
Pembilang (a):
Jumlah Puskesmas yang memiliki sound timerdi suatu wilayah
tertentu.
Penyebut (b):
Jumlah semua Puskesmas yang ada di wilayah tersebut.

Cara perhitungan: A x 100%


3b
• Ketersediaan antibiotik
• Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
• Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
• Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas
dan lapangan.
• Ketersediaan pedoman
• Media KIE dan media audio visual
3. Indikator luaran (Evaluasi)
a. Cakupan penemuan Pneumonia Balita
Pembilang (a):
Jumlah kasus Pneumonia Balita yang ditemukan di suatu wilayah
kerja Puskesmas
dalam 1 tahun.
Penyebut (b):
Perkiraan jumlah penemuan Pneumonia Balita di wilayah kerja
Puskesmas
tersebut dalam 1 tahun (10% dari jumlah Balita).
Cara penghitungan: a x 100%
b
b. Jumlah Kasus dan CFR di rumah sakit
c. Cakupan profilaksis massal pada penanggulangan episenter pandemi

4. Indikator Kinerja Pengendalian ISPA


a. Jumlah propinsi sentinel mencapai 33 provinsi (66 Puskesmas dan 66
RS) tahun 2014.
b. Rencana Kontinjensi Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza:
33 provinsi
tahun 2014.
c. Kelengkapan laporan: 100%
d. Ketepatan laporan: 80

27
BAB IV

PERAN PUSKESMAS DALAM PENGENDALIAN ISPA


1. Melakukan sosialisasi dalam tatalaksana standar.
2. Penyebarluasan informasi melalui forum koordinasi,lokakarya disemua
tingkat.
3. Deteksi dini kasus-kasus pneumonia dan klaster
4. Tatalaksana kasus pneumonia sedini mungkin
5. Tatalaksana kasus pneumonia berat sesuai standard
6. Kunjungan rumah bagi kasus yang tidak melakukan kunjungan ulang
7. Merujuk kasus pneumonia berat ke RS
8. Melakukan pemulasaraan jenazah sesuai dengan standar.
9. Penyuluhan/KIE/Komunikasi risiko
10. Menerapkan kewaspadaan universal dalam tatalaksana kasus pneumonia
yang di duga karena FB/AI dan Influenza Pandemi
11. Membantu Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza yang dilakukan
Dinkes Kab/kota
12. Membantu kegiatan surveilans dan observasi kontak kasus klaster
pneumonia
13. Melaksanakan kegiatan SKD KLB
14. Bekerjasama dengan dinas terkait setempat untuk penyelidikan dan
penanggulangan faktor risiko
15. Melakukan supervisi dan bimbingan teknis berjenjang.Pelaporan
berjenjang dalam 24 jam sejak terdeteksi kasus klaster pneumonia
16. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan bulanan
17. Menyajikan dan menganalisis data dalam bentuk tabel, grafik, peta, dll
18. Menggunakan data untuk perencanaan program ISPA
19. Mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi data serta mengambil
tindakan atau keputusanberdasarkan data tersebut.
20. Koordinasi dengan Camat, Lurah,RT dan RW dalam upaya
penanggulangan faktor risiko
21. Menyelenggarakan pertemuan berkala Lintas Program untuk memantau
kemajuan program serta pemecahan masalah yang timbul.
22. Menyelenggarakan pertemuan berkala Lintas Program untuk memantau
kemajuan program serta pemecahan masalah

28
BAB V
PENUTUP

Pengendalian ISPA telah dikembangkan sejak tahun 1984 namun hingga saat ini
penyakit ISPA masih merupakan masalah kesehatan karena pneumonia merupakan
penyakit pembunuh utama Balita di dunia dan nomor dua di Indonesia tetapi masih
sedikit perhatian terhadap upaya pengendalian di Indonesia. Oleh karena itu perlu
perhatian dari seluruh elemen bangsa yaitu kemauan politik pemerintah dan pemerintah
daerah, lembaga legislatif (DPR, DPD, DPRD) dan peran aktif dari pemangku
kepentingan terkait terhadap Pengendalian ISPA. Buku pedoman pengendalian ISPA di
Indonesia ini merupakan revisi dari buku pedoman sebelumnya dan diharapkan
dapat menjadi acuan bagi seluruh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten/kota dalam pengendalian ISPA di Indonesia. Buku pedoman ini
merupakan dokumen hidup (living document) yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, dokumen ini terbuka terhadap saran-saran
untuk perbaikan dan penyempurnaan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Buku “PEDOMAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT


“,/Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan/ 2012.

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57

Anda mungkin juga menyukai