Anda di halaman 1dari 10

FARINGITIS

I. DEFINISI

Faringitis akut adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid pada
dinding faring (Rospa, 2011). Menurut Vincent (2004) Faringitis akut adalah infeksi
pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri
tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan
malaise.

Pendapat lain di kemukakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis
merupakan peradangan akut membrane mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya.
Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya
infeksi local faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas
mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Faringitis akut


adalah suatu peradangan akut yang menyerang tenggorokan atau faring yang disebabkan
oleh virus atau bakteri tertentu yang di tandai dengan nyeri tenggorokan.

II. ETIOLOGI

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Virus merupakan etiologi terbanyak
faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah). Virus penyebab
penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus parainfluenza dapat
menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr virus,EBV) dapat
menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi mononikleosis seperti
splenomegali dan limfadenopati genelisata. Infeksi sistemik seperti infeksi virus
campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat menunjukan gejala
faringitis akut. Streptococcus ß hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak
faringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30 % dari penyebab faringitis akut pada
anak.
Pendapat lain dikemukakan oleh Bibhat K Mandal (2006) etiologi dari faringitis
akut adalah :

a. Streptococcus pygenes

b. Virus EPSTEIN-BARR (EBV)

c. Corynebacterium diphtheria

III. KLASIFIKASI FARINGITIS

Faringitis Virus Faringitis Bakteri


Biasanya tidak ditemukan nanah Sering ditemukan nanah di
di tenggorokan tenggorokan
Demam, biasanya tinggi. Demam
Jumlah sel darah putih normal Jumlah sel darah putih meningkat
atau agak meningkat ringan sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau Pembengkakan ringan sampai sedang
sedikit membesar pada kelenjar getah bening
Tesapus tenggorokan memberikan Tesapus tenggorokan memberikan
hasil negative hasil positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak Bakteri tumbuh pada biakan di
tumbuh bakteri laboratorium

IV. PATOFISIOLOGI

Menurut Arif Mansjoer (2007) pathofisiologi dari faringitis akut adalah penularan
terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi,
kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi
menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih, atau abu – abu terdapat folikel atau jaringan limfoid. Tampak
bahwa folikel dan bercak – bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke
lateral menjadi meradang dan membengkak sehingga timbul radang pada tenggorok
atau faringitis.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis akut yaitu
bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang kemudian
menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring
sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring uvula,
dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di
faring yang menyebabkan peradangan local, sehingga menyebabkan eritema faring,
tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus ditandai dengan invasi local serta
penglepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan
SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan secret hidung di bandingkan
dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-
72 jam.

V. PATHWAY

Sumber : Arif Mansjoer, 2007; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008; Modifikasi
VI. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Faringitis streptokokus sangat mungkin
jika di jumpai tanda dan gejala berikut:

a. Awitan akut, disertai mual dan muntah

b. Faring hiperemis

c. Demam

d. Nyeri tenggorokan

e. Tonsil bengkak dengan eksudasi

f. Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri

g. Uvula bengkak dan merah

h. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder i. Ruam skarlantina

j. Petikie palatum mole

Menurut Wong (2010) manifestasi klinik dari faringitis akut :

a. Demam (mencapai 40°C)

b. Sakit kepala

c. Anorexia d. Dysphagia

e. Mual, muntah

f. Faring edema atau bengkak

VII. KOMPLIKASI
Menurut Kazzi (2006) Biasanya faringitis dapat sembuh sendiri. Namun jika
faringitis ini berlangsung lebih dari 1 minggu, masih terdapat demam, pembesaran
nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan. Hal tersebut berarti dapat terjadi
komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Beberapa komplikasi faringitis akut
yang lain adalah :
a. Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan.
b. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan
pada katup jantung. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada faringitis akut.
c. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan respon
inflamasi terhadap protein M spesifik. Komplek antigen- antibody yang
terbentuk berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan
glomerulonefritis ini.
d. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam dan
dehidrasi

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus


tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari diagnosis,
sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang diandalkan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).

Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan


suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Group A Beta-Hemolytic
Streptococcus (GABHS). Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS) rapid
antigen detection test merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena
infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang atau
jika seorang dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika
hasil yang diperoleh positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat namun
apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan
follow-up. Rapid antigen detection test tidak sensitif terhadap Streptococcus Group C
dan G atau jenis bakteri patogen lainnya (Kazzi et al., 2006).

Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus tenggorok dilakukan pada
daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan
ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS
adalah persentase sensitifitas mencapai 90−99%. Kultur tenggorok sangat penting bagi
penderita yang lebih dari sepuluh hari (Vincent, 2004).
IX. PENATALAKSANAAN

Menurut Wong (2009) penatalaksanaan terapeutik dari faringitis akut jika terjadi
infeksi tenggorokan akibat streptococcus, penisilin oral dapat diberikan dengan dosis
yang cukup untuk mengendalikan manifestasi local akut. Penisillin memang tidak
mencegah perkembangan glomerunefritis akut pada anak-anak yang rentan namun dapat
mencegah penyebab strein nefrogenik dari streptococcus hemolitik ß grup A ke anggota
keluarga lainnya. Antibiotic lain yang di gunakan untuk mengobati streptococcus
hemolitik ß grup A adalah eritromisin, azitromisin, klaritromisin, sefalosporin seperti
sefdinir (omnicef) dan amoksisilin.

Pendapat lain dikemukakan oleh Natalia (2003) jika diduga faringitis streptokokus
(biasanya pada anak usia 3 tahun atau lebih), berikan Benzatin penisilin (suntikan
tunggal) 600.000 unit untuk anak usia di bawah 5 tahun, 1.200.000 unit untuk usia 5
tahun atau lebih. Ampisilin atau amoksisilin selama 10 hari atau penisilin V
(fenoksimetilpenisilin) 2-4 kali sehari selama 10 hari. Kortrimolsasol tidak
direkomendasikan untuk nyeri tenggorok yang disebabkan oleh streptokokus karena
tidak efektif, jika penisilin V digunakan berikan 125mg dua kali sehari selama 10 hari.

X. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data fokus:
Data Subjektif
1) Anak mengeluh badannya terasa panas
2) Anak mengatakan tenggorokannya sakit
3) Anak mengeluh batuk
4) Anak mengatakan tidak bisa menelan
Data Objektif
1) Suhu badan tinggi ( > 37,8 derajat celcius)
2) Terdapat pembengkakan pada folikel limfoid
3) Nyeri tekan pada nodus limfe servikal
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada faring.
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada faring.
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret (sputum).
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan menelan.
e) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpajan informasi.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a) Hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada faring
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapakan suhu badan
pasien normal
Intervensi :
 Kaji suhu badan setiap 2 jam
R/ : Mengetahui suhu badan anak
 Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat.
R/ : Intake cairan dan nutrisi dapat membantu mempercepat dalam
proses pengeluaran panas tubuh.
 Beri kompres hangat misalnya pada ketiak
R/ : Kompres hangat dapat membuka pori-pori kulit sehingga
mempercepat proses evaporasi.
 Berikan obat antipiretik
R/ : Obat antipiretik dapat membantu menurunkan panas.
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada faring
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri
berkurang
Intervensi :
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
R/ : Mengetahui tingkat nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Ajarkan tentang Teknik non farmakologi (seperti napas dalam)
R/ :Napas dalam merupakan salah satu relaksasi mengurangi
ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
R/ : Analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien
menjadi lebih nyaman
 Tingkatkan istirahat anak
R/ : Istirahat dapat merileksasikan sehingga dapat mengurangi nyeri
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret (sputum)
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan, diharapakan bersihan jalan nafas
efektif
Intervensi:
 Kaji status pernafasan (kecepatan, kedalaman, serta pergerakan dada)
R/ : Kaji status pernafasan (kecepatan, kedalaman, serta pergerakan
dada).
 Auskultasi adanya suara nafas tambahan (mis : mengi, krekels)
R/ : Bunyi nafas bertambah sering terdengar pada waktu inspirasi dan
ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, sekret kental
dan spasme jalan nafas obstruksi.
 Ajarkan pada klien untuk berlatih nafas tambahan dalam dan batuk
efektif
R/ : Pernafasan dalam membatu expansi paru maximal dan batuk
efektif merupakan mekanisme pembersihan silla.
 Berikan klien minuman hangat sedikitnya 2500 cc/hari
R/ : Cairan terutama yang hangat membantu di dalam mengencerkan
sekret (bronkadilator)
 Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian, terapi pemberian
expectorant dan broncodilatos
R/ : Expectorant membantu mengurangi spasme pada bronchus
sehingga pengeluaran sekret menjadi lancar
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan menelan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan ke-perawatan selama 2 x 24 jam
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
 Mengkaji pola makan pasien
R/ : Untuk mengetahui masalah yang terjadi dan memudahkan
menyusun rencana kegiatan.
 Memberikan makanan lunak
R/ : Mencukupi kebutuhan nutrisi dan mempermudah anak untuk
menelan
 Menganjurkan menjaga kebersihan oral/mulut
R/ : Menghilangkan rasa tidak enak pada mulut/lidah,dan dapat
meningkatkan nafsu makan
 Memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/ : Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dan mencegah mual dan
muntah
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpajan informasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama waktu yang telah
direncanakan, diharapkan pengetahuan keluarga pasien tentang imunisasi
meningkat dengan
Intervensi :
 Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang penyakit anak
dan penangananya
R/ : Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang
penyakit anak dan penanganannya.
 Beri KIE keluarga tentang cara penanganan demam pada anak seperti
beri kompres hangat
R/ : Menambah pengetahuan keluarga dan keluarga mampu memberi
kompres hangat ketika dirumah
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M, dkk (Ed). 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th
Edition. Missouri: Elsevier.
Burns, C. E. 2004. Pediatric Primary Care. USA : Elsevier Crain, William. 2007. Teori
Perkembangan Konsep dan Aplikasi Edisi Ketiga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Herdman, T. Heather (Ed). 2012. NANDA International: Nursing Diagnosis 2012-2014.
Oxford: Wiley
Ikatan Dokter Indonesia. 2008. Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : EGC
Mandal, B.K,dkk. 2006. Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Masjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Moorhead, Sue, dkk (Ed). 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition.
Missouri: Elsevier.
Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Susi, Natalia. 2003. Penanganan ISPA pada anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2008. Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA : Elsevier
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai