Anda di halaman 1dari 9

LARINGITIS

A. Definisi Laringitis
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak
digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan
yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukosa yang membentuk pintu masuk
dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara—dua buah
membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan
Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara
melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara
akan meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan
membengkak, menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara
yang lewat melalui celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak.
Pada beberapa kasus laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak
terdengar.
Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama
(kronis) lebih dari 3 minggu. Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya
iritasi dan peradagnan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda
adanya masalah yang lebih serius.

B. Anatomi Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Berikut ini
akan ditampilkan laring secara anatomi.
Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih
terpancung dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah
aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri
dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun
tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk
seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk
huruf U dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat mulut pada dinding faring
lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari
dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba
dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang
berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago
aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini
mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessus
muskularis lateralis. Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari
korda vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau
bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda
vokalis suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah
tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang
ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua pasang kartilago kecil
didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago kornikulata dan
kuneiformis.
Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik. Otot
ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik
suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid) yang berfungsi
menarik laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid,
m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan antara berbagai struktur laring
sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda
vokalis dan berperan dalam membentuk teganagan korda vokalis, otot krikotiroid
berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis.
Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan
nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri
laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan
vena tiroid superior dan inferior.

C. Fisiologi Laring
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi,
menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar
makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring
dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dan sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi
respirasi laring dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan
terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu, laring juga mempunyai fungsi
sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai
tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus,
serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam
laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan
membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.

D. Etiologi
Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara,
pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai
bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang
terisolasi yang hanya mengenai pita suara.
Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus atau regangan
vokal dan tidak serius. Tapi suara serak kadang-kadang merupakan tanda yang lebih
serius dari kondisi medis yang mendasari. Sebagian besar kasus laringitis berakhir
kurang dari beberapa minggu dan disebabkan cuaca dingin.
Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas (misalnya common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis, pneumonia,
influenza, pertusis, campak dan difteri.
1) Laringitis Akut
Pada laringitis akut biasanya penyebabnya oleh infeksi virus. Infeksi
bakteri seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi.
Laringitis akut dapat juga terjadi saat anda menderita suatu penyakit atau setelah
anda sembuh dari suatu penyakit, seperti selesma, flu atau radang paru-paru
(pneumonia).
a) Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan
B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain
adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
 Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
 Pemakaian suara yang berlebihan
 Trauma
 Bahan kimia
 Merokok dan minum-minum alkohol serta alergi
Laringitis Akut
2) Laringitis Kronik
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang
terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak
merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan
dan tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroesophageal reflux disease
(GERD).
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang
berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut
dan disebut kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu.
Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut
berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat
dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema
laring.

E. Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin
berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet,
malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan
mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host
serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis
dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi
mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus
secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan
merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan
memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan
nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.

F. Manifestasi Klinis
1) Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang
kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari
suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan
dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara
menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
2) Sesak nafas dan stridor
3) Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4) Gejala radang umum seperti demam, malaise
5) Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6) Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam
dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
7) Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang
sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas
yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .
8) Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan
tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9) Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak
menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik
akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan
keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.
 Laringitis Akut
Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai afoni, nyeri
ketika menelan atau berbicara, rasa kering ditenggorokan, batuk kering yang
kelamaan disertau dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis.
Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di
atas dan bahwa pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda
radang akut dihitung sinus peranasak, atau paru.
 Laringitis Kronik
Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering
mendehem tanpa sekret. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis.
Tidak rata, dan menebal. Bila tumor dapat dilakukan biopsi.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple
sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi
sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang
sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan
subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan
tampak dibawah pita suara.

H. Penatalaksanaan Medis
1) Laringitis Akut
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik,
menambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping
yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional
yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang
mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses
radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan
perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya. Terapi pada laringitis kronis
terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan
latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik
dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara
waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi
obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu. Pada pasien dengan
gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton
inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari
polutan. Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi
sumbatan laring.
Hindari iritasi pada laring dan faring. Untuk terapi mendikamentosa
diberikan antibiotic penisilin anak 3 x 0 kg BB dan dewasa 3 x 500 mg. bila
alergi dapat diganti eritromisin atau basitrasin. Dan diberikan kortikosteroid
untuk mengatasi edema. Dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila
terdapat sumbatan laring.
2) Laringitis Kronik
Diminta untuk tidak banyak bicara dan mengonati peradangan di hitung,
faring, serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila
terdapat tanda infeksi dan ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan
steroid.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan
pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling
sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat
menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya
dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan
merokok.

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul:


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
sekunder akibat proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat
infeksi.
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri Haemophilus Influenzae.
4. Resiko terhadap ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan masukan oral dan kenyamanan mulut.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta :EGC


Cohen JL. 2007. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar Penyakit
THT.Edisi ke6.Jakarta:EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B. 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi-3, Jilid-1. Jakarta; Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai