Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

Batuk

Pengertian batuk

Batuk adalah salah satu keluhan yang sering diungkapkan pasien kepada dokter.

Batuk sebenarnya adalah suatu cara yang penting bagi tubuh kita untuk membersihkan

tenggorokan dan saluran pernafasan kita. Tetapi batuk yang berlebihan dapat berarti

bahwa kita mempunyai suatu gangguan atau penyakit.

Batuk adalah sebuah refleks fisiologi untuk melindungi tubuh dari benda-benda

asing yang masuk ke tenggorokan. Dalam jalan udara di tenggorokan ada banyak rambut

getar yang terus bergerak dan berfungsi untuk menyapu bersih benda-benda asing yang

masuk ke tenggorokan, tubuh akan berusaha mengeluarkannya dengan cara batuk. Tapi

batuk juga bisa menjadi gejala dari sesuatu penyakit.

Penyebab batuk

Faktor Penyebab. Batuk disebabkan oleh adanya peradangan pada lapisan lendir

saluran pernapasan. Ada batuk berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri atau

virus, misalnya tubercolosa, influenza, dan campak. Sedangkan batuk berdahak yang

tidak disebabkan oleh infeksi, antara lain alergi, asma, atau pun debu. Sekadar diketahui,

penyakit asma juga disertai batuk. Jika penderita asma terkena udara dingin, asma yang

dideritanya akan kambuh. Dan itu biasanya disertai dengan batuk.

Selain itu, ada pula batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi yaitu

makanan yang merangsang tenggorokan. Ada pula karena kanker. Batuk karena orang

sering merokok sulit diatasi hanya dengan obat batuk simtomatik. Batuk berdahak pada
orang yang sakit disebabkan oleh adanya kalainan dalam tubuh terutama pada saluran

napas atau bronchitis

Gejala-gejala. Batuk berdahak pada umumnya disebabkan oleh influenza. Gejalanya

yaitu demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku, bersin-bersin, hidung tersumbat,

dan sakit tenggorokan. Namun batuk berdahak juga timbul akibat peradangan pada paru-

paru.

Jika tidak segera diobati, bisa terjadi batuk berdahak akut. Bila sudah akut

kemungkinan besar sulit diobati. Tambahan lagi, batuk berdahak yang berlebihan akan

menimbulkan infeksi. Batuk berdahak yang terlalu sering akan membuat tenggorokan

menjadi luka dan mengakibatkan tersumbatnya saluran pernapasan.

Macam- macam batuk

a. Berdasarkan waktu

1. Batuk Akut : adalah batuk yang berlangsung kurang dari 14 hari serta dalam satu

episode.

2. Batuk kronis : merupakan kelanjutan dari batuk akut. Terjadi jika sudah lebih dari

14 hari sampai 3 bulan. Batuk kronis berulang yang sering menyerang anak-anak

adalah karena asma, TB, dan pertusis.

b. Berdasarkan faktor penyebab

1. Batu berdahak

 Batuk berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.

Misalnya tubercolosa, influenza dan campak.

 Batuk berdahak yang tidak disebabkan oleh infeksi, antara lain alergi, asma,

atau karena debu, juga bisa karena makanan yang merangsang tenggorokan.
Patofisiologi Batuk

Reflek batuk muncul karena adanya mekanisme yang berurutan dari komponen

reflek batuk, adapun komponen reflek batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk,

saraf eferan dan efektor. Reseptor batuk tersebar di larings, trakea, bronkus, telinga,

lambung, hidung, sinus paranasal, faring dan perikardium serta diafragma. Saraf yang

berperan sebagai aferen yaitu n.vagus, trigeminus dan frenikus. Pusat batuk tersebar

merata di medula dekat dengan pusat pernafasan

Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan

oleh saraf aferen ke pusat batuk di medula. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan

oleh saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses

respiratorik.

Mekanisme batuk

Rangsang

Reseptor (serabut saraf non mielin halus di dalam laring, trakea, bronkus,

bronkiolus)

serabut aferen pada cabang nervus vagus mengalirkan dari laring, trakea, bronkus,

bronkiolus, alveolus

Pusat batuk (di medula oblongata, dekat dengan pusat pernafasan dan pusat muntah)

oleh serabut eferen nervus vagus

Efektor
Tahapan batuk

1. Fase iritasi

Iritasi pada salah satu saraf sensori nervus vagus di laring,trakea, bronkus /

serat afferen cabang faring dari nervus glossopharingeus dapat menimbulkan

batuk. Membawa impuls ke medula oblongata

2. Fase inspirasi

Terjadi kontraksi otot abduktor kartilago arytenoideus yang mengakibatkan

glotis secara refleks terbuka lebar. Volume udara yang diinspirasi berkisar

antara 200-3500 ml di atas kapasitas residu fungsional

3. Fase kompres

Terjadi kontraksi otot adduktor kartilago arytenoideus yang mengakibatkan

tertutupnya glotis selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan di paru dan

abdomen akan meningkat 50-100 mmHg

Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu

meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka

4. Fase ekspirasi

Glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi sehingga

terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi

disertai dengan pengeluaran benda-benda asing

5. Relaksasi

Terjadi relaksasi dari otot-otot respiratorik. Waktu relaksasi dapat terjadi

singkat ataupun lama tergantung rangsangan pada reseptor batuk

berikutnya.
Komponen batuk

a. Reseptor Batuk  Berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak di dalam dan

di luar rongga toraks. Sebagian besar ada di laring,trakea,karina dan daerah

percabangan bronkus

b. Serabut saraf aferen

 N. Vagus (laring,trakea,bronkus,pleura,lambung,telinga)

 N. Trigeminus mengalirkan rangsang dari sinus paranasalis

 N. Glossopharyngeus mengalirkan rangsang dari faring

 N. Frenikus mengalirkan rangsang dari perikardium dan diafragma

c. Pusat Batuk  Berada di medulla, dekat pusat pernafasan dan pusat muntah

d. Serabut saraf eferen  N.vagus, n.frenikus, n.intercostal,n.trigeminus,n.facialis dll

dibawa menuju ke efektor

e. Efektor  Terdiri dari otot-otot laring,trakea,bronkus,diafragma,otot-otot intercostal

dll. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk terjadi

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Riwayat kesehatan dahulu

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum

perawat menanyakan tentang :

Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru,

emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non

perokok.

Anamnesis harus mencakup hal-hal :

b. Usia mulainya merokok secara rutin.

c. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari


d. Usia melepas kebiasaan merokok.

e. Pengobatan saat ini dan masa lalu

f. Alergi

g. Tempat tinggal

2. Riwayat kesehatan keluarga

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-

kurangnya ada tiga, yaitu:

a. Penyakit infeksi tertentu: khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang

ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang

terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.

b. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi

keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik

keluarga atau kenalan dekat.

c. Pasien bronchitis kronik, mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya

tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya

memperburuk penyakit tersebut.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

 Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.

 Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.

 Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.

 Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,

massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis.

 Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan

dada.
 Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan

diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.

 Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase

ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang

memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering

ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COP.

 Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)

dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1 : 2

sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien.

Kelainan pada bentuk dada

a. BarrelChest

Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan

diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.

b. Funnel Chest (Pectus Excavatum)

Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan

menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan

murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,

marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja

c. Pigeon Chest (Pectus Carinatum)

Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi

peningkatan diameter AP,timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.

 Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak

adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.

 Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat

mengindikasikan obstruksi jalan nafas.


b. Palpasi

 Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan

mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan

mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).

 Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi

seperti : massa, lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika

klien mengeluh nyeri.

 Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

c. Perkusi

Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang

ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.

Jenis suara perkusi:

 Suara perkusi normal: Resonan (Sonor): bergaung, nada rendah.

Dihasilkan pada jaringan paru normal. Dihasilkan di atas bagian jantung

atau paru.

 Suara Perkusi Abnormal: Hiperresonan Flatness: bergaung lebih

rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian

paru yang abnormal berisi udara.

d. Auskultasi

Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara

nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.

Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari

laring ke alveoli, dengan sifat bersih.

Suara nafas normal:


1. Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini

dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar

keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih

panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.

Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.

2. Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan

vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang.

Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah

thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

3. Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi

lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.

Suara nafas tambahan

4. Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara

nyaring, musikal, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran

udara melalui jalan nafas yang menyempit.

5. Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara

terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus, berhubungan

dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.

6. Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara :

kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah

pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernafas dalam.

7. Crackles Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.

Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang

lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang

digesekkan.
4. Pengkajian Psikososial

Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh

terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stress. Penyakit

pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan

dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.

Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien

terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN APLIKASI NOC DAN NIC

1. Ketidakbersihan jalan nafas berhubungan dengan lingkingan (merokok) obstruksi

jalan nafas (materi asing dalam jalan nafas). (Nanda, 2009)

NOC (tujuan keperawatan)

Respiratory Status : Ventilation

Respiratory Status : Airway Patency

a. Klien bisa mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,

tidak ada sianosis, dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa dadanya

tertekan,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

NIC (rencana tindakan)

Airway Management

a. Buka jalan nafas,gunakan tekhnik chinlift atau jaw thrust bila perlu

b. Posisikan pasien untuk memaksimalakan ventilasi


c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

d. Lakukan fisioterapi dada bila perlu

e. Keluarkan secret dengan batuk atau suction

f. Auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan

g. Berikan bronkodilator bila perlu

h. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari

i. Monitor respirasi dan identifikasi pemberian O2

j. Kolaboras pemberian oksigen dan obat – obatan sesuai dengan indikasi

Airway Suction

a. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning

b. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

c. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan

d. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction

nasotrakeal

e. Gunakan alat yang steril setiap melakukan melakukan tindakan

f. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah catheter

dikeluarkan dari nasotrakeal

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen dalam tubuh. (Nanda, 2009)

NOC (tujuan keperawatan)

Energy conservation

a. Dapat melakukan aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,

nadi dan RR.

b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri (mandi,

berpakaian, toileting, berjalan, makan dll)


NIC (rencana keperawatan)

Energy Management :

a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

b. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas

c. Monitor tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebih

e. Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat

Activity Therapy:

a. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas.

b. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program

terapi yang tepat

c. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

d. Pantau respon kardiopulmonal sebelum dan sesudah beraktivitas.

e. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan

untuk aktivitas yang di inginkan

f. Ajarkan kepada klien bagaimana bagaimana menggunakan teknik

pernafasan ketika beraktivitas.

3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (Nanda, 2009)

NOC (tujuan keperawatan)

Knowledge deseases proses

a. Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program pengobatan.

b. Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar.
c. Klien dan keluarga memapu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

perawat/tim kesahatan lainnya.

NIC (rencana keperawatan)

Teaching : disease Process

a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik

b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan

cara yang tepat

d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Makmuri MS, Retno A, Landia S. Patofisiologi batuk. Continuing education ilmu kesehatan

anak. Surabaya: FK UNAIR; 2009

Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997.

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States

Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of

America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009.

Anda mungkin juga menyukai