Anda di halaman 1dari 20

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA An. P DENGAN KASUS TONSILITIS KRONIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANREAPI KEC. ANREAPI

NURHIDAYAH

Nim : N.

CI LAHAN CI INSTITUSI

_______________ _______________

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS KRONIS

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan
dan kiri tenggorok (Sriyono, 2006).
Tonsilitis Kronik adalah tonsil yang mengalami peradangan menahun
(Henderson, 2006).
Tonsilitis Kronik adalah tonsilitis akibat dari peradangan, faktor
predisposisi, rangsanagna kronik (rokok dan makanan), pengaruh cuaca,
pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene, mulut yang tidak baik
atau buruk (Hembing, 2004).

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang


tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam
waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti
dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4
bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis
kronis yang merupakan infeksi fokal.

2. Etiologi
Bakteri penyebab tonsilitis kronik sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu
kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus
viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus, Hemophilus influenza, namun
terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif.
Faktor predisposisi timbulnya radang kronik ini ialah yang menahun
(misalnya cuaca, makanan, pengobatan, radang akut yang tidak adekuat.
3. Patogenesis dan patofisiologi

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-


kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang
mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil),
maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan.
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh
makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi
maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya,
akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan
tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi).
Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan
umum yang menurun.

Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya
terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia
adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan
jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit
sampai beberapa jam setelah tindakan.

4. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan


terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar
dengan permukaan yang tidak rata.

Gejala tonsillitis kronis dibagi menjadi :

a. Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
tenggorok, sulit sampai sakit menelan.
b. Gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam
subfebris, nyeri otot dan persendian.
c. Gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya atau hipertrofi tonsil terjadi
pembengkakan kelenjar limfe regional.8

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis Tonsilitis Kronis


Eksaserbasi akut
Hiperemis dan edema Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil tapi
tidak hiperemis
Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar
Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)
Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)
Antibiotika, analgetika, Sembuhkan radangnya, Bila mengganggu lakukan
obat kumur Jika perlu lakukan Tonsilektomi
tonsilektomi 2 – 6 minggu
setelah peradangan tenang

Tonsil dapat membesar bervariasi. Kadang-kadang tonsil dapat bertemu di


tengah. Standart untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik
diklasifikasikan berdasarkan rasio tonsil terhadap orofaring (dari medial ke lateral)
yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri.

1) T0 : Tonsil terletak pada fosa tonsil,


2) T1 : kurang dari 25%,
3) T2 : 25%-50%,
4) T3 : 50%-75%,
5) T4 : lebih dari 75% (Brodsky, 2006)

Sedangkan menurut Thane & Cody (1993) pembesaran tonsil dikatagorikan


dalam ukuran T1 – T4 :
1) T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior
– uvula
2) T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½
jarak anterior – uvula
3) T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾
jarak pilar anterior – uvula

5. Faktor Risiko Tonsilitis Kronis


Faktor risiko untuk terjadinya tonsilitis kronis antara lain disebabkan oleh
iritasi yang bersifat kronis misalnya akibat paparan asap rokok menahun
ataumakanan, higiene mulut yang buruk, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah
dan pengaruh cuaca serta pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Tunjung Sari tahun 2014 di Klaten didapatkan
data bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan gorengan dan minum
minuman dingin serta higiene mulut yang buruk dengan kejadian tonsilitis pada
anak dengan kelompok usia 5-6 tahun.
6. Pemeriksaan Penunjang
Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.
7. Komplikasi
Peradangan kronis pada tonsil ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara
lain:
a. Abses peritonsilar. Abses ini terjadi karena adanya perluasan infeksi ke
kapsul tonsil hingga mengenai jaringan sekitarnya. Pasien akan
mengeluhkan demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, pembesaran tonsil
unilateral, kesulitan membuka mulut (trismus) dan membutuhkan
penanganan berupa insisi dan drainase abses, pemberian antibiotik dan
tonsilektomi. Komplikasi ini paling sering terjadi pada kasus tonsilitis
berulang.
b. Abses parafaring. Terjadi karena proses supurasi kelenjar getah bening
leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal dan
mastoid.
c. Obstruksi jalan napas atas (Obstructive sleep apnea) biasanya terjadi pada
anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang
dewasa. Hal ini dapat terjadi jika terdapat pembesaran pada tonsil dan
adenoid terutama pada anak-anak, sehingga tonsilektomi dan atau
adenoidektomi harus segera dilakukan.
d. Tonsilolith merupakan perwujudan dari debris epitelial dan dapat
ditemukan pada tonsilitis kronis bila kripte diblokade oleh sisa-sisa dari
debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium tersimpan memicu
terbentuknya batu. Batu tersebut lalu membesar secara bertahap, lalu
terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith ini akan tampak seperti pasir,
berwarna putih kekuningan dengan ukuran sekitar 1 cm atau lebih dan
berbau tidak sedap.15 Lebih sering ditemukan pada dewasa sebagai rasa
tidak nyaman bersifat lokal atau foreign body sensation.
e. Glomerulonefritis. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A pada tonsil dan faring. Seperti yang
dikutip oleh N.Amalia, pada penelitian Xie dilaporkan bahwa
antistreptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita glomerulonefritis
dan 33% diantaranya mendapatkan kuman streptokokus beta hemolitikus
grup A pada swab tonsil dan faring sebagai kuman terbanyak.
8. Penatalaksanaan
Menurut Firman di buku Tonsiliktomi Penatalaksanaan Tonsilitis Kronik
adalah
- Terapi lokal untuk hygien mulut untuk obat kumur/ hisap
- Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.
9. Terapi dan pengobatan
Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan

status nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu

dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil menyebabkan

kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan nafsu

makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan

operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari

perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic, obat

kumur dan vitamin C dan B.

Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan

karena resiko komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan

kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan

drainage dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas oral tidak

dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih.


Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau

berwarna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan

pernafasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat

harus mempunyai alat yang disiapkan untuk memeriksa temapt operasi terhadap

perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung dan basin

pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang operasi,

dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak

terjadi perdarahan berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan

untuk menghindari banyak bicara dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan

nyeri tengkorak.

Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan

normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang

mungkin ada. Diet cairan atau semi cair diberikan selama beberapa hari serbet

dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan. Makanan pedas, panas, dingin,

asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk lunak (es krim) mungkin

dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus yang

terbentuk.

1. Penatalaksanaan tonsilitis akut

a) Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat

kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan

eritromisin atau klindomisin.

b) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,

kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat

simptomatik.
c)  Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari

komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan

tenggorok 3x negatif.

d) Pemberian antipiretik.

2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik

a) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.

b) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau

terapi konservatif tidak berhasil.

3. Perawatan Paska-bedah

a) Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.

b) Memantau tanda-tanda perdarahan

c) Menelan berulang

d) Muntah darah segar

e) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur

Diet

a) Memberikan cairan bila muntah telah reda

b) Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih

nyaman dari ada kepingan kecil).

c) Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).

d) Menawarkan makanan

e) Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.

f) Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati

pada pagi hari setelah perdarahan.

g) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu

selama 1 minggu.
Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan

a) Menggunakan ice color (kompres es) bila mau

b) Memberikan anakgesik (hindari aspirin)

c) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.

d) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.

e) Mengajari pasien mengenal hal berikut

f) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung

segera selama 1-2 minggu.

g) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.

h) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan

ke-8 setelah operasi.


10. Pathway
Bakteri Virus

(dalam udara & makanan) ( dalam udara & makanan)

Peradangan tonsil prod. Secret berlebih

Tonsilitis Bersihan jalan nafas tidak efektif

Pembesaran tonsil peningkatan suhu tubuh

benda asing di jalan nafas Diprose

obstruksi jalan nafas Kekurangan volume cairan

obstruksi mekanik

resiko kerusakan menelan gangguan rasa nyaman (nyeri)

anoreksia

resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tonsilektomi

kurang pemahaman resiko perdarahan

kurang pengetahuan darah di saluran nafas

bersihan jalan nafas tidak efektif


B. Asuhan Keperawatan Klien dengan Tonsilitis Kronik
a) Pengkajian
1. Identitas Pasien
Yang dikaji berupa nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dan
tanggal pemeriksaan
2. Anamnesis
 Keluhan utama: apakah ada nyeri dan sulit menelan
 Riwayat penyakit sekarang: apakah ada keluhan napas berbau kadang
dirasakan
 Riwayat penyakit dahulu: tanyakan pasien apakah penyakit seperti ini
sudah sering dirasakan sejak dulu, kira-kira lebih dari 2 tahun yang
lalu.
 Riwayat penyakit keluarga/sosial:
 Tanyakan apakah ada keluarga yang mengalami keluhan dan penyakit
seperti pasien.
 Riwayat pengobatan:
 Riwayat alergi:
 Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi makanan, obat-
obatan, atau pernah meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau
dingin.
3. Pengkajian Dasar Klien

Data dasar pengkajian klien :


a. Aktivitas istirahat
Gelaja : kelemahan dan keletihan
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri, dada pada pengarahan kerja.
Kebiasaan : perubahan pada TD
c. Integritas ego
Gejala : alopesia, lesi cacat pembedahan
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darh pada feces,
nyaeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urunarius misalnya nyeri atau ras terbakar pada
saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk ( rendah serat, tinggi lemak, aditif bahan
pengawet). Anoreksisa, mual/muntah.
Intoleransi makanan
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat,
berkuranganya massa otot.
Tanda : perubahan pada kelembapan/tugor kulit, edema.
f. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkan dengan
proses penyakit)
h. Pernafasan
Gejala : merokok(tembakau, mariyuana, hidup denan sesoramh yang
merokok.)Pemajanan asbes.
i. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik. Karsinogen
j. Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
k. Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan
perubahan pada tingkat kepuasan.
l. Interaksi social
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
b) Diagnosan Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
2. Gangguan rasa nyaman
3. Kurang pengetahuan
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c) Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Kekurangan volume cairan NOC NIC
Definisi : Penurunan cairan  Fluid Balance Fluid Management
intravaskular, intersitial dan  Hydration  Pertahankan catatan intake dan output
atau intraseluler. Ini mengacu  Nutritional status : Food and Fluid yang akurat
pada dehidrai, kehilangan cairan  Intake  Monitor status hidrasi
saat tanpa perubahan pada Kriteria Hasil :  Monitor vital sign
natrium  Monitor masukan makanan/cairan
 Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal,  Kolaborasikan pemberian cairan IV
HT normal.  Monitor status nutrisi
 TTV dalam batas normal  Dorong masukan oral
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi  Dorong keluarga untuk membantu pasien
 Elastisitas turgor kulit baik, membran makan.
mukosa lembab, tidak ada rasa haus Hypovolemia Management
yang berlebihan.  Monitor status cairan termasuk intake
dan out put cairan
 Monitor tanda vital monitor respon
pasien terhadap penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah intake
oral
 Monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan.

2. Gangguan Rasa Nyaman NOC NIC


Definisi : Merasa kurang  Anxiety Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
senang, lega, dan sempurna  Fear leavel  Gunakan pendekatan yang menenangkan
dalam dimensi fisik,  Sleep Deprivation  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
psikospiritual, lingkungab, dan  Comfort, readines for Enchaced pelaku pasien
social. Kriteria Hasil :  Pahami perspektif pasien terhadap situasi
 Mampu mengontrol kecemasan stres

 Status lingkungan yang nyaman  Temani pasien untuk memberikan

 Mengontrol nyeri keamanan dan mengurangi takut.

 Kualitas tidur dan istirahat adekuat  Identifikasi tingkat kecemasan

 Agresi pengendalian diri  Bantu pasien mengenal situasi yang


menimbulkan kecemasan
 Respon terhadap pengobatan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan
 Control gejala
perasaan, ketakutan, persepsi.
 Status kenyamanan meningkat
 Instruksikan pasien menggunakan teknik
 Dapat mengontrol ketakutan
relaksasi.
 Support social
 Berikan obat untuk mengurangi
 Keinginan untuk hidup
kecemasan.

3. Kurang Pengetahuan NOC NIC


Definisi : Tidak adanya atau  Knowledge : disease process Teaching : disease Process
kurangnya indormasi kognitif  Knowledge : health behavior  Berikan penilaian tentang tingkat
sehubungan dengan topic Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
spesifik.  Pasien dan keluarga menyatakan penyakit yang spesifik
pemahaman tentang penyakit, kondiri,  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
prognosis, dan program pengobatan bagaimana hal ini berhubungan dengan
 Pasien dan keluarga mampu anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
melaksanan prosedur yang dijelaskan tepat.
secara benar  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
 Pasien dan keluarga mampu muncul pada penyakit, dengan cara yang
menjelaskankembali apa yang tepat.
dijelaskan perawat/tim kesehatan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara
lainnya. yang tepat
 Hindari harapan yang kosong
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat.
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komlikasi dimasa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit.
 Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan.
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan.
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat.
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat.
5. Bersihan jalan nafas tidak NOC NIC
efektif  Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan  Respiratory status : Airway Patency  Pastikan kebetuhan oral/tracheal
untuk membersihkan
sekresi Kriteria Hasil : suctioning
atau obstruksi dari saluran  Menunjukkan jalan nafas yang paten  Auskultasi suara nafas ebelum dan
pernafasan untuk (klien tidak merasa tercekik, irama sesudah suctioning
mempertahankan kebersihan nafa, frekuensi pernafasan dalam  Minta klien untuk nafas dalam sebelum
jalan nafas. rentang normal, tidak ada suara nafas suction dilakukan
abnormal).  Berikan O2 dengan menffunakan nasal
 Mampu mengidentifikasi dan untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
mencegah faktor yang dapat  Gunakan alat yang steril setiap
menghambat jalan nafas. melakukan tindakan
 Anjurkan pasien untuk itirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluargka dari
nasotrakeal
 Monitor status oksigen pasien
 Hentikan uction dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan O2, dll.
Airway Management
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu.
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan.
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
suara tambahan.
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan status O2
DAFTAR PUSTAKA

Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Cermin


Dunia Kedokteran. [Available from : http://www.cerminduniakedoteran.com]
Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition,
New York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM).
Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada
Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.
Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.
EMedicine.com.inc.2002 : 1 – 10
Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:
http://repository.usu.ac.id/]
Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human palatine
tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.
Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw
Hill.
Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar
Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Seeley, Stephens, Tate. 2004. The Special Senses. Anatomy and Physiology, Ch.15, 6th
Ed. The McGraw−Hill Companies, New York
Scottish Intercollegiate Guidlines Network. Management of Sore Throat and
Indications for Tonsillectomy: A National Clinical Guidline. SIGN: 2010.
[accessed from: http://www.sign.ac.uk/pdf/sign117.pdf]

20

Anda mungkin juga menyukai