Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ADENOTONSILITIS KRONIS

A. Pengertian
Adenotonsilitis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatine dan adenoid
(Gotlieb, 2005).
Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil
dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan
infeksi 6x atau lebih per tahun. Cirri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan
dari terapi dengan antibiotic. (George, 1997)
Adenotonsilitis kronik adalah keradangan kronik pada tonsil sebagai akibat
hipertrofi folikel-folikel getah bening disertai hipertrofi adenoid yang terjadi pada anak.

B. Anatomi Dan Fisiologi


1. Anatomi
a. Adenoid
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfosid sepanjang dinding posterior
nasofaring di atas batas platum mole.adenoid terletak posterior-superior dinding
nasofaring di antara basis tengkorak dan dinding belakang nasofaring pada garis
media. Permukaan bebasnya di lapisi epitel pseudo kompleks kolumner bersilia,
permukaan dalamnya tidak berkapsul. Permukaan bebasnya mempunyai celah-
celah (kripte) yang dangkal seperti lekukan saja.
b. Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada kanan kiri
orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika anterior yang di bentuk
oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang plika posterior yang dibentuk oleh
otot palatofaringeus terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid),
tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk lingkaran yang di
sebut cincin waldeyer.
2. Fungsi
a. Adenoid
Adenod yang dalam keadaan normal berperan membantu sistem imunitas tetapi
bila telah terjadi infeksi kronis maka akan terjadi pengikisan dan fibrosis dari
jaringan limfoid. Pada penyembuhan jaringan limfoid tersebut akan diganti oleh
jaringan perut yang tidak berguna.
b. Tonsil
Fungsi tonsil yang sesungguhnya belum jelas di ketahui, tetapi ada beberapa teori
yang dapat diterima antara lain :
1) Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler
2) Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
3) Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme
yang masuk ke dalam tubuh melalui tubuh dan hidung.
(Supardi dan Iskandar, 2007)

C. Etiologi
Penyebab tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri
streptococcus hemoliticus grup A, selain karena bakteri dapat di sebabkan oleh virus,
kadang-kadang dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta dan treponema
Vincent (Marenstein, 2001)
Faktor predisposisi :
1. Rangsangan yang menahun.(merokok, makanan)
2. Pengaruh cuaca
3. Hygiene mulut yang buruk.
(Nurbaiti dan Eliaty. 1995)

D. Patofisiologi
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang posterior dan
nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini
apabila terjadi invasi bakteri melalui ujung hidung yang menuju nasofaring, maka sering
terjadi invasi sistem pertahananya berupa sel-sel leucosit, apabila sering terjadi invasi
kuman maka adenoid semakin lama akan semakin membesar karena sebagai
kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid. Akibat dari hiperplasi ini
akan timbul sumbatan kuana dan sumbatan tuba eusthacius. Akibat sumbatan tuba
eusthacius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya
dapat terjadi otitis media superatif kronik. Akibat hyperplasia adenoid juga akan
menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental, dan pertumbuhan fisik
berkurang.
Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa
dan jaringan limfoid di ganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus. proses ini
berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi pelekatan dengan jaringan sekitar
fosa tonsilaris.(Gotlieb, 2005)

E. Tanda dan Gejala


Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung tersumbat sehingga
nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas lewat mulut sedangkan otot-
otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula, sleep
apnea symptoms, dan maloklusi. Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil
tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar
menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis media,
rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif (Mansjoer, 2001). Pasien yang
datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara yang berubah,
merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.

F. Penatalaksanaan
Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun
selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi
adenotonsilektomi dengan cara kuretase.
Indikasi adenotonsilektomi :
1. Fokal infeksi
2. Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang lain, contoh :
sakit menelan.
(Gotlieb , J , 2005)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid, untuk melihat
adanya pembesaran pada adenotonsilitis kronis.
2. Pemeriksaan ASTO

H. Komplikasi
1. Faringitis
2. Bronchitis
3. Sinusitis kronik
4. Otitis media kronik
5. Otitis media superativ kronik
6. Komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis, nefritis,
indosiklitis, dermatitis, dan furunkulosis)
(Gotlieb , J , 2005)
I. Pathway ATK
Bakteri streptococcus  hemotiticus, virus

Invasi tonsil dan adenoid

Adenotonsilitis

Epitel mukosa dan jaringan melebar

Kripte diisi oleh detritus

Hiperplasi adenoid

Sakit menelan hidung tersumbat

Peradangan Adenoiektomi
Pola nafas tidak efektif
Prosedur pembedahan
Hipertermia
Anastesi

Pra operasi post operasi

Kurang pengetahuan

luka insisi
Cemas /takut situasi krisis
Hemoragi permukaan tonsil

Resiko cedera Kasar dan gundul Perubahan proses keluarga

sakit menelan ketidak nyamanan

Ganggan menelan

menolak untuk menelan Nyeri

Defisit Nutrisi
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas.
2. Keluhan utama.
Biasanya klien dengan Adenotonsilitis kronik akan mengalami nyeri telan, demam,
badan lesu, nafsu makan berkurang (anorexia), hidung buntu, tidur mendengkur.
3. Riwayat Keperawatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Pada umumnya klien adenotonsilitis mengalami nyeri telan, peningkatan suhu
tubuh, anorexia (hilangnya nafsu makan).
b. Riwayat penyakit dahulu.
Sebelumnya klien pernah sakit adenotonsilitis atau tidak, sebelumnya klien
pernah masuk rumah sakit atau tidak, nama penyebab penyakitnya.
c. Riwayat penyakit keluarga.
Di keluarga ada yang pernah menderita penyakit adenotonsilitis atau penyakit
tertentu (misal : TBC, DM, HT dll).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum.
Biasanya klien adenotonsilitis akan mengalami peningkatan suhu, tonsil
membengkak dan adanya nyeri tekan.
b. Kepala dan leher.
Adanya pembengkakan pada tonsil, kemerahan pada tonsil, bibir kering, kriptus
melebar dan terisi detritus.
c. Tingkat kesadaran.
Klien tidak mengalami gangguan kesadaran (compos mentis).
d. Tingkat respirasi.
Klien tidak sesak (RR 20 kali/menit), tidak menggunakan alat bantu pernafasan,
suara nafas tambahan tidak ada.
e. Sistem thorak dan abdomen.
Tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris, pada nafas teratur, pada daerah
abdomen tidak ditemukan nyeri tekan.
f. Sistem integuman.
Akral hangat, turgor kulit baik, kelembaban kulit baik.
g. Sistem cardiovaskuler.
Pada pemeriksaan jantung iramnya teratur, tidak didapatkan takikardia mapun
bradikardia.
h. Sistem gastrointestinal.
Lidah kotor, nyeri telan, penurunan nafsu makan.
i. Sistem muskuluskeletal.
Tidak ada gangguan otot pada anggota gerak.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan berhubungan dengan proses penyakit (inflamasi).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dan agen pencedera fisiologis
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
C.Intervensi
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Hipertermia b.d Proses Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia Mengidentifikasi dan
penyakit selama...x… jam mengelola peningkatan suhu
diharapkan termoregulasi Observasi: tubuh akibat disfungsi
pasien membaik dengan  Identifikasi penyebab hipertermia ( termoregulasi
kriteria hasil: mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
 Suhu tubuh membaik panas, penggunaan incubator)
 Kulit merah menurun  Monitor suhu tubuh
 Kejang menurun  Monitor kadar elektrolit
 Takikardia menurun  Monitor haluaran urine
 Takipnea menurun  Monitor komplikasi akibat
 Suhu kulit membaik hipertermia
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen tiap hari atau lebih sering
jika mengalami hyperhidrosis atau
keringat berlebihan
 Lakukan pendinginan eksternal (mis.
Selimut hipertermia atau kompres
hangat/dingin pada dahi, leher,dada,
abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik/aspirin
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena jika perlu
2 Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri Mengidentifikasi dan
pencedera fisiologis dan selama...x... jam diharapkan mengelola pengalaman
pencedera fisik tingkat nyeri pasien sensorik atau emosional yang
menurun dengan kriteria berkaitan dengan kerusakan
hasil: jaringan atau fungsional
 Keluhan Nyeri menurun dengan onset mendadak atau
 Meringis menurun lambat dan berintensitas
 Sikap protektif menurun ringan hingga berat dan
 Gelisah menurun konstan
 Frekuensi nadi membaik
 Kesulitan tidur menurun Observasi:

 Tekanan darah membaik  Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
 Pola nafas membaik frekuensi kualitas, intensitas nyeri
 Nafsu makan membaik  Identifikasi skala nyeri
 Proses berfikir membaik  Identifikasi skala nyeri nonverbal
 Menarik diri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat
 Berfokus pada diri dan memperingan nyeri
sendiri menurun  Identifikasi pengetahuan dan
 Diaforesis menurun keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik:
 Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri( mis.TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi,teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat dan
dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri( mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
 Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian analgetik,jika
perlu
Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi Mengidentifikasi dan
ketidakmampuan selama...x...jam diharapkan mengelola asupan nutrisi yang
mencerna makanan status nutrisi pasien seimbang
(gangguan fungsi hati dan membaik dengan kriteria Observasi:
empedu) hasil:  Identifikasi status nutrisi
 Berat badan membaik  Identifikasi alergi dan intoleransi
 Perasaan cepat kenyang makanan
menurun  Identifikasi makanan yang disukai
 Nyeri abdomen menurun  Identifikasi kebutuhan kalor dan jenis
 Nafsu makan membaik nutrien
 Bising usus membaik  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien
 Kekuatan otot  Identifikasi perlunya penggunaan
pengunyah meningkat selang nasogastrik
 Membran mukosa  Monitor asupan makanan
membaik  Monitor berat badan
 Sariawan menurun  Monitor hasil pemeriksaan
 Serum albumin laobratorium
meningkat
 Rambut rontok menurun
 Diare menurun
Terapeutik:
 Lakukan Oral Hygiene sebelum
makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,jika
perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan( mis.pereda nyeri,
anti emetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu
4 Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan Dukungan Ventilasi Memfasilitasi dalam
Intervensi selama....x....jam mempertahankan pernafasan
diharapkan pola nafas spontan untuk memaksimalkan
pasien membaik dengan pertukaran gas di paru-paru
kriteria hasil:
 Dispnea Menurun Observasi:
 Penggunaan otot bantu  Identifikasi adanya kelelahan otot
nafas menurun bantu nafas
 Pemanjangan fase  Identifikasi efek perubahan posisi
ekspirasi menurun terhadap status pernafasan
 Orthopnea menurun  Monitor status respirasi dan
 Pernafasan Pursed-lip oksigenasi( mis.frekuensi dan
Menurun kedalaman nafas, penggunaan otot
 Diameter toraks bantu nafas, bunyi nafas tambahan,
anterior-posterior saturasi oksigen
meningkat Terapeutik:
 Ventilasi semenit  Pertahankan kepatenan jalan nafas
meningkat  Berikan posisi semifowler/fowler
 Kapasitas vital  Fasilitasi mengubah posisi senyaman
meningkat mungkin
 Tekanan ekspirasi  Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
meningkat (Mis. Nasal kanul,masker wajah,
 Tekanan inspirasi masker rebreathing atau non
meningkat rebreathing)
 Ekskursi dada  Gunakan bag-valve mask,jika perlu.
membaik Edukasi:
 Ajarkan melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
 Ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,Jika perlu
D.Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. (Erb,
Kozier,1991:169).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah
dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai.
Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan
intervensi dievaluasi untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara
efektif atau tidak. (Erb,Olivieri,Kozier,1991:169).
Daftar Pustaka

Gotlieb, J, The Future Risk Of Child Hood Sleep Disordered Breathing, SLEEP, vol 28,
No.7, 2005.
Supardi, E.A., Iskandar, N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher, Ed. 6, Balai FKUI, Jakarta, 2007.
Adams, George L., dkk, BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, ed. 6, 1997, EGC, Jakarta.
Mansjoer Arief,dkk.,2001, Tonsilitis Kronis, dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aeskulapius, FKUI, Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai