Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks ,yang


saling berkaitan dengan masalah lain diluar masalah kesehatan itu sendiri
demikian pula untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya
dilihat dari segi kesehatannya sendiri akan tetapi harus dari segi
lingkungannya yang mempengaruhi derajat kesehatan tersebut, salah satu
masalah masyarakat yang harus mendapat penyakit demam tifoid.

Demam tifoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri


Salmonella typhi. Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia di perkirakan
terdapat 21 juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000 kematian setiap kasus,
kasus terbanyak terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara (WHO,2018).

Demam typhoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di


Indonesia,karena karakteristik iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang
berhubungan dengan musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan
musim yang ada di indonesia dapat dilihat meningkatnya kejadian penyakit
berbasis lingkungan pada musim hujan. Penyakit yang harus di waspadai
pada saat musim hujan adalah ISPA, leptosiposis, penyakit kulit, diare,
demam berdarah, dan demam tifoid (Kementrian Kesehatan RI 2012).

Kejadian penyakit demam typhoid berhubungan dengan perilaku


hidup bersih sehat diantaranya sanitasi lingkungan yang belum memenuhi
syarat (tidak menggunakan jamban saat BAB, kualitas sumber air tidak bersih
buruk) hygiene perorangan yang buruk (tidak mencuci tangan sebelum
makan). Hygiene makanan dan minuman yang rendah seperti mencuci
sayuran dengan air yang terkontaminasi atau penyajian makanan yang kurang
sehat, tersedianya pembuangan sampah dan limbah rumah tangga. Dari hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan
2

dengan sabun dan air yang bersih merupakan terjadinya demam tifoid
(Whidy,2012).

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang


mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya (Notoadmojo,2003). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan
sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan
standar kondisi lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan
manusia.

Hygiene perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara


kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seorang tidak melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya. Hygiene perorangan merupakan ciri
berperilaku hidup sehat, peningkatan hygiene perorangan adalah salah satu
dari program pencegahan yakni perlindungan diri terhadap penularan tifoid
(Depkes RI 2010 dalam Nurvina, 2013).

Kebiasaan mencuci tangan merupakan salah satu perilaku hidup sehat


yang pasti tetapi kenyataannya perilaku hidup sehat ini belum menjadi
budaya masyarakat kita dan biasanya hanya dilakukan dengan sekedarnya.

Pathogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri 3 proses,yaitu


proses invasi bakteri Salmonella typhi ke dinding sel epitel usus. Dan melalui
peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh tertentu terutama hati dan
limpa. Proses kemampuan hidup dalam makrofaq dan proses berkembang
biaknya kuman dalam makrofaq. Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan atau minuman
yang terkontaminasi.

Sumber penularan utama demam tifoid adalah penderita itu sendiri


dan carrier,yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman
Salmonella typhi, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan.
3

Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat salmonella typhi,


demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di
Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Anonymous. Vaksinasi
typus,2004).

Di Indonesia, demam typhoid bersifat endemic penderita dewasa


muda sering mengalami komplikasi berat berupa pendarahan dan perforasi
usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian, berdasarkan Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2011 demam typhoid menempati urutan ke 3 dari
10 penyakit terbanyak rawat inap sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal
274 orang dengan case fatality rate sebanyak 0,67% (Depkes RI, 2011).

Angka kejadian demam di Indonesia di perkirakan 800 per 100.000


penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ini tersebar
di seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak berbeda antar daerah
(Widoyono,2011). Hasil demam typhoid di Indonesia, prevelensi 91% kasus
demam typhoid terjadi pada umur 3-44 tahun karena pada usia tersebut orang-
orang cenderung memiliki aktivitas yang banyak, sehingga kurang
memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih
makanan di luar rumah, yang sebagian kurang memperatikan kebersihannya.
Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi proses
tumbuh,kembang,produktivitas kerja.

Berdasarkan data wawancara yang diperoleh oleh perawat di Wilayah


Kerja Puskemas Anreapi mengatakan, 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2017
sebanyak 89 kasus, dan pada tahun 2018 sebanyak 92 kasus, dan pada tahun
2019 meningkat sebanyak 101 kasus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, dapat


dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah faktor yang
4

berhubungan dengan kejadian demam typhoid di Wilayah Kerja Puskesmas


Anreapi” ?

1.3 Tujuan Penelitian


A. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Faktor yang berhubungan dengan
kejadian demam typhoid di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi
B. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi
2. Untuk mengetahui Personal Hygiene dengan kejadian demam tifoid di
Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi
3. Untuk mengetahui usia di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi
4. Untuk mengetahui faktor pengetahuan dengan kejadian demam tifoid
5. Untuk mengetahui faktor Personal Hygiene dengan kejadian demam
tifoid
6. Untuk mengetahui faktor usia dengan kejadian demam tifoid
7. Untuk mengenalisa faktor yang berhubungan dengan kejadian demam
tifoid

1.4 Manfaat Penelitian


A. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan sebagai data
dasar untuk penelitian selanjutnya dengan metode yang berbeda.
B. Manfaat Praktis
1. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kesehatan
Kabupaten Polewali Mandar mengenai kejadian demam
tifoid dalam hal peningkatan derajat kesehatan masyarakat
5

2. Bagi Pofesi Keperawatan


Sebagai salah satu data dasar untuk melaksanakan penelitian
lebih lanjutn tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian demam tifoid.
3. Bagi Stikes Bina Generasi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan penambah referensi
bacaan di perpustakaan.
4. Bagi Puskesmas Anreapi
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sarana informasi
dan pengetahuan dalam menurunkan angka kejadian demam
tifoid.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Tifoid

A. Defenisi Penyakit Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri


Salmonella typhi. Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia di
perkirakan terdapat terdapat 21 juta kasus dengan 128.000 sampai
161.000 kematian setiap kasus, kasus terbanyak terdapat di Asia Selatan
dan Asia Tenggara (WHO, 2018).
Demam tifoid atau biasa di kenal dengan tipus abdominalis adalah
penyakit yang biasa mengancam kematian atau infeksi akut usus halus,
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella dengan gejala-gejala panas, sakit
kepala, anoreksia, batuk non produktif, muntah-muntah dan pendarahan
usus bila sudah kronik. (Depkes RI 2004).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, terjadi
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus.
Penyakit demam tifoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi.
Seseorang yang menderita penyakit tifus mendandakan bahwa ia sering
mengkomsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini
(Akhsin Zulkoni, 2010).

B. Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau


Salmonella Parathypi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang
, gram negatif tidak membentik spora, motil, berkapsul dan mempunyai
7

flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai
beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.

Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 derajat celcius)


selama 15 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Genus
Salmonella terdirindari dua species, yaitu Salmonella enterica, dan
Salmonella bongori (disebut juga subspecies V). Salmonella enterica
dibagi ke dalam enam jenis subspecies yang dibedakan berdasarkan
komposisi karbohidrat, flagell, dan/serta struktur lipopolisakarida.
Subspecies dari Salmonella enterica antara lain subsp. Enterica, subsp.
Salamae, subsp. Arizone, subsp. Diarizonae, subsp. Houtenae, subsp.
Indica.

C. Sumber Penularan

Sumber penularan utama demam typhoid adalah penderita itu sendiri


dan carrier yang dapat menularkan berjuta-juta bakteri Salmonella typi
dalam tinja yang menjadi sumber penularan.

Penularan demam typhoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu


dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers ( jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntahan dari
penderita demam typhoid dapat menularkan bakteri Salmonella typhi
kepada orang lain. Kuman tersebut ditularkan melalui makanan atau
minuman yang telah terkontaminasi dan melalui perantara lalat, di mana
lalat tersebut akan hinggap di makanan yang akan dikomsumsi oleh orang
sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar oleh Salmonella typhi
masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut selanjutnya orang sehat
tersebut akan menjadi sakit.
8

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi dari demam typhoid yaitu :

1. Gejala pada anak : Inkubasi antara 5-40 ari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, Stupor dan Koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung
7. Mual, muntah
8. Diare
9. Konstipasi
10. Pusing, bradikardi
11. Nyeri otot
12. Batuk
13. Epistaksis
14. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta
tremor)
15. Hepatomegali
16. Splenomegali
17. Meteroismus
18. Gangguan metal berupa samnolen
19. Delirium atau psikosis
20. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
(SudoyoAru,dkk 2009)
9

F. Patofisiologi Demam Typhoid

Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal


yang akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan
oleh makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari Salmonella
typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke
jaringan limfoid usus halus (plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika.
Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke saluran
limpatik dan sirkulasi darah sistematik sehingga terjadi bakterimia.
Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES)
yaitu: hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh
organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan
limpa (Curtis,2006)

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian
lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat
Payer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti
infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus (Sjamsuhidayat, 2005)

Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak.


Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak
Peyer yang ada di sana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih
dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang
menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik
tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (Brusch, 2009)

Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama


dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik
pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang
terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik-
turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan
suhu tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas
suhu, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya.
10

Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi


sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan
tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali,
dan hepatomegali (Chatterjee, 2009)

Pada minggu selanjutnya di mana infeksi fokal Intestinal terjadi


dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih
rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus-menerus (demam
kontinu), lidah kotor, tepi lidah hiperemesis, penurunan peristaltik,
gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan
pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus,
perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik
menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran (Parry,
2002)

G. Komplikasi dari demam typhoid

Menurut sodikin (2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus


halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi
pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus
halus ini dapat berupa:

1. Perdarahan usus;
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikt, perdarahan tersebut
hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan
benzidin; jika perdarahan bayak, maka dapat terjadi melena yang bisa
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus
biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian usus distal ileum.
2. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen
yang dibuat dalam keadaan tegak.
11

3. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi
tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri
perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence musculair), dan
nyeri tekan
4. Komplikasi di luar usus
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepesis (bakterimia), yaitu
meningitis, kolesistis, ensefelopati, dan lain-lain. Komplikasi di luar
usus terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis


demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Pemeriksaan darah tepi
a) Anemia normokromi normositik, pada umumnya terjadi karena
supresi sumsum tulang, defesiensi tulang, defesiensi fe, atau
perdarahan usus.
b) Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
c) Limfositosis relative
d) Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
2. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap bakteri Salmonella thphi . Uji Widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam tifoid.
Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang
pernah ketularan salmonella dan pada orang yang penuh divaksinasi
terhadap demam tifoid.
12

Anti gen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi


salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Akibat
infeksi oleh kuman salmonella, pasien membuat anti bodi (aglutinin),
yaitu :

a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari


tubuh kuman)
b) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman)
c) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernyauntuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar
kemungkinan pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif,
titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
selang paling sedikit 5 hari
1. Pemeriksaan biakan salmonella:
a) Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan
penyakit.
b) Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
2. Pemeriksaan radiologik:
a) Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia.
b) Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal
seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
c) Pada perforasi usus tampak:
– Distribusi udara tak merata
– Airfluid level
– Bayangan radiolusen didaerah hepar
1. Anti Salmonella typhi IgM
2. Kultur
a. Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama
13

b. Kultur urin: bisa positif pada akhir minggu kedua


c. Kultur feses: bisa positif dari minggu kedua hingga
minggu ketiga

I. Diagnosis Demam Typhoid:


Diagnosis pasti demam typhoid atau bukan diperoleh dengan
identifikasi Salmonella tyhi melalui kultur darah. Sampel untuk kultur dapat
diambil dari darah, sumsum tulang, tinja, atau urin, sampal darah diambil
saat demam tinggi padaa minggu ke-1. Sampel tinja dan urin pada minggu
ke-3 dan minggu selanjutnya. Kultur memerlukan waktu kurang lebih 5-7
hari. Sampel ditahan dalam biakan empedu (goal kultur).
Sekali kita diagnosis demam typhoid, betul-betul harus kita
eradikasi, jangan sampai nantinya jadi carrier. Untuk diagnosa pasti demam
harus diperiksa bakteri Salmonella typhi ada atau tidak. Kalau hasilnya
positif, sudah pasti sakit (demam tifoid) dan itu harus di obati dengan benar.
Kultur harus disebutkan terhadap Salmonella. Karena memerlukan media
empedu, jadi bukan sembarang kultur. Bila positif ditemukan bakteri
Salmonella typhi, maka penderita sudah pasti mengidap demam tifoid.
Kultur sumsum tulang belakang merupakan tes yang sensitif untuk
Salmonella typhi. Kultur sampel tinja dan urin dimulai pada minggu ke-2
demam dan dilaksanakan setiap minggu. Bila pada minggu ke-4 biakan tinja
masih positif maka pasien sudah tergolong carrier.
Pada orang dewasa, bakteri Salmonella dapat bersembunyi di
kantung empedu sehingga orang tersebut menjadi carrier. Seorang carrier
mengidap kuman Salmonella tapi tidak sakit. Sewaktu-waktu Salmonella ini
dapat keluar bersama empedu jika carrier mengkomsumsi makanan yang
mengandung lemak. Pada waktu empedu keluar, bakteri Salmonella juga
ikut keluar, sehingga terus saja dibuang melalui tinja. Orang yang seperti ini
yang berpotensi menularkan demam tifoid. Sumber carrier ini umumnya
orang dewasa mempunyai Salmonella di kantung empedu. Pada anak
biasanya jarang sekali menjadi carrier (Wahyu RU, 2015)
14

J. Pencegahan Demam Typhoid


Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini yaitu :
A. Dari sisi manusia :
Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari
penyakit ini dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau
tifoid yang disuntikkan atau diminum dan dapat melinduingi
seseorang dalam waktu 3 tahun yang diberikan pada usia 5-14
tahun.
B. Dari sisi lingkungan hidup :
1. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan seperti
sumber air yang tidak mengandung kaporit dan endapan tanah.
2. Pembuangan kotoran manusia yang higiene seperti penyediaan
jamban.
3. Pemberantasan lalat.
4. Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada
penjual makanan (Akhsin Zulkoni, 2010)

K. Penatalaksanaan demam tifoid yang dapat dilakukan yaitu:


A. Perawatan
Pasien demam tifoid perlu di rawat di rumah sakit untuk di
isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Maksud tirah baring adalah mencegah terjadinya komplikasi yaitu
perdarah usus atau perforasi usus, mobilisasi pasien di lakukan
secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pada
pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perubahan-
perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi.

B. Diet

Pasien demam tifoid di beri bubur lunak. Pemberian bubur


lunak tersebut di maksudkan untuk menghindari komplikasi
15

perdarahan usus. Pemberian makanan padat dini yaitu dan lauk


pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid

C. Pemberian antibiotik
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab
demam tifoid. Obat yang sering dipergunakan
adalahkloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14
hari
1. Amoksili 100mg/kg berat /hari/4 kali.
2. Kontrimoksazol 480 mg, 2x2 tablet selama 14 hari.
3. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2x500 mg selama 6
hari, ofloxacin 600mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari
selama 3 hari)

L. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Typhoid

A. Usia

Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang


paling utama, karena umur mempunyai hubungan sangat erat. Rentang
dengan keterpaparan. Umur juga mempunyai hubungan dengan besarnya
resiko terhadap penyakit tertentu serta sifat resistensi pada berbagai
kelompok umur. (Noor, 2000)

Penyakit ini sering dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa muda
mungkin karena frekuensi paparan yang lebih sering pada kelompok usia
ini, karena seringnya makan makanan dari luar dan belum menyadari
pentingnya higienis dan sanitasi. Kemungkinan lain karena system
kekebalan mereka masih belum sering terpapar kuman penyakit ini sehingga
belum terbentuk kekebalan yang memadai pada kelompok usia ini.
(Punjabi,2000).
16

B. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan kejadian


demam tifoid, pada laki-laki di mungkinkan lebih kerap terinfeksi kuman
Salmonella di bandingkan perempuan karena laki-laki-laki lebih suka
berkelompok, oleh karena itu laki-laki lebih banyak terpapar dan terin
feksi. Akan tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara kejadian pada
laki-laki atau perempuan sehingga dapat di artikan bahwa resiko terinfeksi
kuman Salmonella dapat terjadi di antara laki-laki atau perempuan.
C.Pendidikan
Pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang untuk
melakukan kebiasaan hidup sehat. Seseorang yang mempunyai pendidikan
yang tinggi mempunyai resiko yang lebih kecil untuk tertular penyakit
demam tifoid (Notoatmodjo, 2010)

D.Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia, yang sekedar
menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Ada beberapa proses yang terjadi
untuk memperoleh pengetahuan antara lain; awarenes (kesadaran), dimana
orang tersebut menyadari dalam arti pengetahuan terlebih dahulu stimulus
(obyek), interes (tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut,
evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya, trial (mencoba) dimana subyek sudah mulai
mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendai oleh stimulus,
adopsi (meniru) dimana subyek berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
E.Sanitasi Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar, umumnya
digolongkan menjadi dua kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek
fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik
contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim, perumahan, dan sebagainya.
17

Sedangkan lingkungan sosial meruapakan hasil interaksi antar manusia


seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit demam tifoid
yaitu rumah sehat yang belum memenuhi syarat seperti tersedianya air
bersih, tersedianya jamban, tersedianya tempat pembuangan sampah, dan
limbah rumah tangga, dan tempat penyimpanan makanan yang aman agar
terhindar dari vektor yang menyebabkan makanan terkontaminasi dengan
bakteri Salmonella typhi. (HL.Blum, 2011)

G.Hygiene perorangan
Hygiene perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seorang tidak melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya. Beberapa perilaku hidup sehat antara
lain kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Hygiene perorangan adalah cara diri manusia untuk memelihara
kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk
kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan. Praktek higienis sama
dengan meningkatkan kesehatan (Potter dan Perry, 2012)

2.3Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara


konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian
yang akan dilakukan. Kerangka konsep yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid di
Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi”. Dari uraian diatas, maka kerangka konsep
yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan pada skema
berikut :
18

Variabel Independen Variabel Dependen


Usia

Pengetahuan

Hygiene Tifoid

Pendidikan

Jenis Kelamin

Sanitasi Lingkungan
Keteranan :

Dependen :

Variabel diteliti :

Variabel tidak diteliti : \

B.3Kerangka Teori

Salmonella Typhi masuk tubuh

Berkembang biak dan viremia (patogenesis)

Suspek tifoid
19

Manifestasi Laboratorium

 Demam  Kultur
 Nyeri kepala  Widal
 Melaise  ELISA
 Mual
 Muntah
 Diare
 Konstipasi
 Batuk
 melena
Diagnosis

B.4Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefenisikan tersebut (Nursalam, 2011)

Tabel 2.5 Defenisi Operasional

N Variabel Defenesi Oprasional Alat Ukur Skala Hasil


o
1 INDEPENDE
N
Wawaasan/Pemaham Kuesioner Nomin 1. Baik
Pengetahuan an kepala keluarga al Jika
tentang tifoid nilainya
≥ 76-
100%
2. Cukup
Jika
20

nilainya
60-75%
3. Kurang
Jika
nilainya
≤ 60%
(Arikunt
o, 2013)

Usia dari responden Kuesioner


Usia Nomin 1. Baik
al 2. Kurang
Personal hygiene kuesioner
Personal yang dimaksud 1. Baik
Hygiene dalam penelitian ini Nomin 2. Kurang
adalah perawatan diri al
sendiri yang
dilakukan untuk
mempertahankan
kesehatan
2 DEPENDEN

Tifoid Penderita yang Responde Nomin 1. Iya


dirawat inap dengan n yang al 2. Tidak
diagnosa yang terdiagno
ditemukannya sa dan
kuman salmonella tercatat
typhi pada dalam
pemeriksaan buku
laboratorium yang rekam
dinyatakan oleh medik
21

dokter yang merawat


dan tercantum dalam
rekam medik
puskesmas
22
23

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan ialah rancangan penelitian survey


analitik dengan jenis penelitian cross sectional yang merupakan penelitian
atau penelahan hubungan antara dua variabel pada satu situasi atau
sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan suatu dalil atau kaidah, tetapi


kebenarannya belum terujikan. Ciri hipotesis adalah merupakan kalimat
deklaratif, mengekspresikan korelasi dua variabel atau lebih, merupakan
jawaban sementara terhadap permasalahan, serta memungkinkan untuk
dibuktikan secara empirik (Sugiyono, 2015).

Hipotesis dari rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

Ho :

1. Tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian demam tifoid


2. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian demam tifoid
3. Tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian demam
tifoid

Ha :

1. Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian demam typhoid


2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demam typhoid
3. Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam typhoid
24

3.3 Variabel Penelitian


A. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen. Variabel bebas
(independen) sering juga disebut variable stimulus, predicktor, atau
attecendent. Variabel ini dapat berupa factor risiko, predictor,
kausa/penyebab (Sugiyono, 2015).Variabel independen dalam penelitian
ini adalah usia, pengetahuan dan hygine.

B. Variabel Tergantung/terikat (dependen)


Variebel terikat adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel
tergantung disebut juga kejadia, manfaat, efek, atas dampak. Variabel
tergantung juga disebut varabel indogen (Sugiyono, 2015)
Variabel dependen (tergantung) sering juga disebut variabel output,
critteria atau konsekuen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah tifoid.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


A. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono,2015). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien yang
dirawat inap dengan diagnosis positif typhoid .
B. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap mewakili populasinya. Sampel adalah keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili keseluruhan populasi
(Nursalam & Siti Pariani, 2011).
25

Besar sampel penelitian didasarkan pada presentase dari besarnya


populasi. Tehnik ini cocok dipakai pada penelitian survey dengan
pengambilan sampel 5% dari total populasi atas pertimbangan biaya
(Saryono, 2010). Sampel penelitian ini diambil dengan kriteria-kriteria
sampel yang meliputi :
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini :
a. Bersedia menjadi responden
b. Bisa baca tulis
c. Wilayah kerja puskesmas Anreapi
2. Sedangkan kriteria ekslusi sebagai berikut :
a. Tidak bersedia menjadi responden
b. Tidak bisa baca tulis

Rumus sampel menggunakan rumus Slovin dalam Nursalam (2011) :


n= N
1 + N(d)2
n = besar sampel
N= besarnya populasi
d= derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan
Dari jumlah populasi yang ada dapat ditentukan sampel sebesar :

101
n=
1+ 101(0,05)

101
= 1+ 0,57

101
= 1,57

= 64,33 dibulatkan menjadi 64.


26

C. Teknik Sampling
Sampling merupakan cara atau metode pengambilan sampel. Sampling
merupakan suatu proses seleksi yang digunakan dalam penelitian dari
populasi yang sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan
populasi yang ada.
Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling, yang
merupakan salah satu teknik sampling nonrandom sampling yang dimana
peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-
ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian


A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Anreapi. Penelitian ini
dilaksanakan setelah mendapat izin dari pihak tertentu.
Tabel 3.5 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Dandiuraikandalamtabelberikut :

Bulan
No UraianKegiatan
5 6 7 8 9 10
Persiapan (Pengajuan proposal
1.
usulanpenelitian)
Presentasiproposal
2.
usulanpenelitian
3. Pengumpulan data
4. Penyusunanlaporan
5. Presentasi seminar hasil

3.6 Intrumen Penelitian, Metode Pengambilan data


A. Instrumen
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, menyelidiki suatu masalah atau mengumpulkan, mengolah,
menganalisis dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif
27

dengan tujuan untuk menguji suatu hipotesis (Adi, Rian Pamungkas,


2017)
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner (Nursalam, 2008). Kuesioner merupakan pertanyaan yang
dibuat secara terstruktur dan sistematis yang diberikan kepada responden
untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam,
2013)

B. Metode Pengumpulan Data


1). Metode
a). Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer
diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan
alat pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada subjek
sebagai sumber informasi yang dicari.
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari kuesioner dan
berdasarkan variabel-variabel yang diteliti.
b). Data Sekunder
Data sekunder disebut juga data tangan kedua. Data sekunder
adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
diperoleh dari peneliti dari subjek penelitiannya. Bisa berupa data
dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia.
Data sekunder dari penelitian ini adalah di ambil dari rekam
medik Puskesmas yang akan dilakukan penelitian.
2). Prosedur pengumpulan data
a). Langkah Administratif
1) Mengajukan surat permohonan izin penelitian ke kampus
STIKES Bina Generasi Polewali Mandar.
2) Setelah mendapatkan surat dari kampus, dilanjutkan surat
perijinan ke Puskesmas Anreapi sekaligus mengajukan surat
kepada Kepala Puskesmas Anreapi.
28

3) mengajukan permohonan izin pengumpulan data pasien demam


tifoid di Puskesmas Anreapi.
4) menentukan responden penelitian sesuai kriteria inklusidan
ekslusi.
5) menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian.
6) mengajukan izin dan kesepakatan kepada responden untuk
menjadi sampel dan mendatangani lembar persetujuan menjadi
responden (informed consent).
7) peneliti memberikan lembaran kuesioner kepada responden
yang bersedia.
Setelah soal selesai dikerjakan oleh responden, maka soal
dikumpulkan pada peneliti untuk dilakukan editing, tabulating, dan
analisa serta penarikan kesimpulan.
3.7 Uji Validasi Reabilitas
A. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo,2010).
Uji validitas ialah relevan tidaknya pengukuran dan pengamatan yang
dilakukan pada penelitian (Nursalam,2011).
Setelah diperoleh data dari responden kemudian di uji dengan uji
korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap (pertanyaan) dengan skor total
kuesioner tersebut. Dengan demikian uji korelasi sebanyak jumlah
pertanyaan yang diajukan. Adapun tehnik korelasi yang dipakai adalah
tehnik korelasi “product moment” yang merumuskan sebagai berikut :

n ∑ xy −( ∑ x ) ( ∑ y )
r=
√¿¿

Keterangan rumus korelasi product momen :

n adalah banyaknya pasangan data x dan y

∑x adalah total dari jumlah variabel X


29

∑y adalah total dari jumlah variabel Y

∑x2 adalah kuadrat total jumlah dari variabel X

∑y2 adalah kuadrat total jumlah dari variabel Y

∑xy adalah hasil perkalian dari total jumlah dari variabel X dan total
jumlah dari variabel Y.

B. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran ini tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Arikunto, 2011). Uji reabilitas
dengan uji Alpha Cronbach, rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :

K s 2r −∑ s2i
α= ( K −1 )( s 2x )
a=Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
K=Jumlah item pertanyaan yang diuji∑ s2i =Jumlah varians skor item

S X 2=Varians skor−skor tes ( seluruh item K )


Uji validitas dan reabilitas akan dilaksanakan di Puskesmas
Anreapi dengan jumlah sampel 64 orang.
3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data
A. Metode Pengolahan Data
1). Editing Data
Tahap editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data penelitian
atau data statistik. Editing merupakan proses memeriksa data yang
dikumpulkan melalui alat pengumpulan data (instrumen penelitian).
Tujuan pada tahap editing ini yaitu melengkapi data yang kurang dan
memperbaiki atau mengoreksi data yang sebelumnya belum jelas.
30

2). Coding Data


Coding adalah memberi tanda kode pada jawaban berupa angka
1 untuk jawaban “ya”, 2 untuk jawaban “tidak”. Hal ini
dimaksudkan agar lebih mudah dalam melakukan tabulasi dan
analisa data.
3). Tabulasi Data
Setelah data terkumpul dan tersusun, data di kelompokkan
dalam satu tabel menurut sifat-sifat pengelompokannya atau sesuai
tujuan penelitian selanjutnya akan di analisa.
4). Entry
Entry yaitu memasukkan data ke dalam program untuk dilakukan
analisis lebih lanjut.
5). Cleaning Data
Pengecekan terakhir terhadap data yang sudah di entry untuk
memastikan adanya kesalahan data.
B. Analisis Data
1). Analisa univariat
Analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variable
penelitian pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi
dan presentase dari tiap variabel (Notoadmojo, 2012).
2). Analisa bivariat
Untuk melihat hubungan dari tiap-tiap variabel independen dengan
variabele dependen, maka digunakan uji statistik chi square dengan
nilai kemaknaan α = 0,05 dengan bantuan SPSS versi 20.
Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square. Uji chi square
adalah suatu tehnik statistik yang dimaksudkan untuk menguji
perbedaan antara dua kelompok atau lebih.

Rumus chi square :


RUMUS DASAR
31

x 2=∑¿ ¿
Keterangan
X2 = Nilai khai-kuadrat
fo = frekuensi observasi/pengamatan
fe = frekuensi ekspektasi/harapan
Hipotesis :
HO = Tidak ada hubungan
H1 = Ada hubungan
Tolak hipotesis nol (HO) apabila nilai signifikan chi-
square<0,05 nilai chi square hitung besar (>) dari nilai chi-
square tabel.
C. Etika Penelitian
Persetujuan dan kerahasiaan responden hal utama yang perlu
diperhatikan. Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting, karena berhubungan dengan manusia secara langsung. Etika yang
perlu dan harus diterapkan adalah :
1). Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed concent).
Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Jika
subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan
dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati
hak responden.
2). Anominitity
Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak mencantumkan
nama pada lembar pengumpulan data maupun pada lembar kuesioner,
tetapi hanya dengan memberikan kode-kode tertentu sebagai
identifikasi responden.
3). Confidentiality
32

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasian dari hasil


penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti.
33
34

Anda mungkin juga menyukai