Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Tifoid

2.1.1 Defenisi Penyakit Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia di perkirakan terdapat terdapat 21 juta kasus
dengan 128.000 sampai 161.000 kematian setiap kasus, kasus terbanyak terdapat di Asia
Selatan dan Asia Tenggara (WHO, 2018). Dari jurnal

Demam tifoid atau biasa di kenal dengan tipus abdominalis adalah penyakit yang biasa
mengancam kematian atau infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
dengan gejala-gejala panas, sakit kepala, anoreksia, batuk non produktif, muntah-muntah dan
pendarahan usus bila sudah kronik. (Depkes RI 2004)

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, terjadi gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama
Tipes atau thypus. Penyakit demam tifoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi. Seseorang yang
menderita penyakit tifus mendandakan bahwa ia sering mengkomsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi bakteri ini (Akhsin Zulkoni, 2010).

2.1.2 Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella Parathypi dari
Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang , gram negatif tidak membentik spora, motil,
berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup
sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.

Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 derajat celcius) selama 15 menit,
pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Genus Salmonella terdirindari dua species, yaitu
Salmonella enterica, dan Salmonella bongori (disebut juga subspecies V). Salmonella
enterica dibagi ke dalam enam jenis subspecies yang dibedakan berdasarkan komposisi
karbohidrat, flagell, dan/serta struktur lipopolisakarida. Subspecies dari Salmonella enterica
antara lain subsp. Enterica, subsp. Salamae, subsp. Arizone, subsp. Diarizonae, subsp.
Houtenae, subsp. Indica. Dari jurnal

2.1.3 Sumber Penularan

Sumber penularan utama demam tifoid adalah penderita itu sendiri dan carrier yang
dapat menularkan berjuta-juta bakteri Salmonella typi dalam tinja yang menjadi sumber
penularan.
Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers ( jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui
Feses. Feses dan muntahan dari penderita demam tifoid dapat menularkan bakteri Salmonella
typhi kepada orang lain. Kuman tersebut ditularkan melalui makanan atau minuman yang
telah terkontaminasi dan melalui perantara lalat, di mana lalat tersebut akan hinggap di
makanan yang akan dikomsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar oleh
Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut selanjutnya orang sehat
tersebut akan menjadi sakit

2.1.4 manifestasi Klinis

Manifestasi dari demam tifoid yaitu :

1. gejala pada anak : Inkubasi antara 5-40 ari dengan rata-rata 10-14 hari
2. demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, Stupor dan Koma
4. ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
5. nyeri kepala, nyeri perut
6. kembung
7. mual, muntah
8. diare
9. konstipasi
10. pusing, bradikardi
11. nyeri otot
12. batuk
13. epistaksis
14. lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
15. hepatomegali
16. splenomegali
17. meteroismus
18. gangguan metal berupa samnolen
19. delirium atau psikosis
20. dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia. (SudoyoAru,dkk 2009)

2.1.5 Patofisiologi Demam Tifoid

Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal yang akan ditelan oleh
sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina
propia. Sebagian dari Salmonella typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan
invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika.
Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke saluran limpatik dan sirkulasi
darah sistematik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang sistem
retikulo endotelial (RES) yaitu: hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai
seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa
(Curtis,2006)

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dan
kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat Payer penuh dengan fagosit,
membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus
(Sjamsuhidayat, 2005)

Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di
ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak Peyer yang ada di sana. Kebanyakan
tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus
membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (Brusch, 2009)

Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan
gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun
menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu
yang tinggi, naik-turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan suhu
tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun hal ini
tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal
intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang
sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali,
dan hepatomegali (Chatterjee, 2009)

Pada minggu selanjutnya di mana infeksi fokal Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu
tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung
terus-menerus (demam kontinu), lidah kotor, tepi lidah hiperemesis, penurunan peristaltik,
gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak
nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi, dan peritonitis dengan tanda
distensi abdomen berat, peristaltik menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan
kesadaran (Parry, 2002)

2.1.6 Komplikasi dari demam tifoid

Menurut sodikin (2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal
tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat
berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat berupa:

1) perdarahan usus;
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikt, perdarahan tersebut hanya dapat
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin; jika perdarahan bayak, maka
dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi
usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus
distal ileum.
2) Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di
rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan
diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3) Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang
(defence musculair), dan nyeri tekan
4) Komplikasi di luar usus
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepesis (bakterimia), yaitu meningitis, kolesistis,
ensefelopati, dan lain-lain. Komplikasi di luar usus terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi
dalam empat kelompok, yaitu:
1. Pemeriksaan darah tepi
a. Anemia normokromi normositik, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum
tulang, defesiensi tulang, defesiensi fe, atau perdarahan usus.
b. Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
c. Limfositosis relative
d. Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
2. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella
thphi . Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita
membuat antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat
dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella
dan pada orang yang penuh divaksinasi terhadap demam tifoid.
Anti gen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Akibat infeksi oleh kuman salmonella, pasien
membuat anti bodi (aglutinin), yaitu :
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
 Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman)
 Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernyauntuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan
pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari
3. Pemeriksaan biakan salmonella:
a. Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
b. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
4. Pemeriksaan radiologik:
a. Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia.
b. Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi
usus atau perdarahan saluran cerna.
c. Pada perforasi usus tampak:
– distribusi udara tak merata
– airfluid level
–bayangan radiolusen didaerah hepar
5. Anti Salmonella typhi IgM
6. Kultur
a. Kultur darah: bisa positif pada minggu pertama
b. Kultur urin: bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kultur feses: bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga

2.1.8 Diagnosa Demam Tifoid:


Menurut mutaqin & kumala (2011), diagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada penyakit demam tifoid adalah:
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan saluran gastrointestinal.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
5. Diare berhubungan dengan proses infeksi
6. Konstipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi
informasi
8. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi informasi
9. Defenisi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah
intreprestasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dan belajar
10. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

2.1.9 Penatalaksanaan demam tifoid yang dapat dilakukan yaitu:


a. Perawatan
pasien demam tifoid perlu di rawat di rumah sakit untuk di isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah
mencegah terjadinya komplikasi yaitu perdarah usus atau perforasi usus,
mobilisasi pasien di lakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. Pada pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perubahan-
perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi.
b. Diet

Pasien demam tifoid di beri bubur lunak. Pemberian bubur lunak


tersebut di maksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan
usus. Pemberian makanan padat dini yaitu dan lauk pauk rendah
selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid

c. pemberian antibiotik
terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab
demam tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah
1. kloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14
hari
2. amoksili 100mg/kg berat /hari/4 kali.
3. Kontrimoksazol 480 mg, 2x2 tablet selama 14 hari.
4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2x500 mg
selama 6 hari, ofloxacin 600mg/hari selama 7 hari;
ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari)

2.1.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid


2.2.1

Anda mungkin juga menyukai