Anda di halaman 1dari 114

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2018

Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Gejala Dermatitis Kontak pada
Pekerja Harian Lepas di PT.Indojaya
Agrinusa Medan Unit Poultryfeed
Tahun 2018

Marwah, Ayunda
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4485
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA
DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA HARIAN LEPAS
DI PT.INDOJAYA AGRINUSA MEDAN
UNIT POULTRYFEED TAHUN 2018

SKRIPSI

OLEH :

AYUNDA MARWAH
141000232

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA
DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA HARIAN LEPAS
DI PT.INDOJAYA AGRINUSA MEDAN
UNIT POULTRYFEED TAHUN 2018

Skripsi ini Diajukan Sebagai


Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

AYUNDA MARWAH
141000232

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi daya yang berjudul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA

DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA HARIAN LEPAS DI

PT.INDOJAYA AGRINUSA MEDAN UNIT POULTRYFEED TAHUN

2018” ini beserta seluruh isinya adlaah benar karya saay sendiri dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas penyataan ini saya siap menanggung risiko atau sanksiyang siajukan

kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Juli 2018

Yang membuat pernyataan

Ayunda Marwah

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan


kulit yang paling sering timbul pada pekerja industri seperti industri pakan ternak.
Kontak langsung dengan bahan kimia dalam proses kerja dapat menyebabkan
gejala dermatitis kontak seperti gatal, kemerahan, panas, dan vesikel. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
gejala dermatitis kontak pada pekerja harian lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit
Poultryfeed Medan tahun 2018.
Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional. Populasi
adalah seluruh pekerja harian lepas sejumlah 160 orang. Sampel diambil dengan
purposive sampling yaitu pekerja yang kontak dengan bahan kimia pada bagian
bongkar muat,inteks bahan baku, dan penimbangan vitamin sejumlah 62 orang.
Metode pengumpulan data dilaksanakan dengan mengisi kuesioner melalui
wawancara langsung. Analisa data menggunakan uji chi square antara faktor
langsung (lama kontak) dan faktor tidak langsung (masa kerja, umur, personal
hygiene, riwayat penyakit kulit, dan penggunaan APD) dengan gejala dermatitis
kontak.
Hasil penelitian menunjukan sebanyak 24 orang mengalami gejala
dermatitis kontak pada bagian kerja bongkar muat dan inteks bahan baku. Pekerja
yang memiliki riwayat penyakit kulit sebanyak 12 orang dan seluruhnya
mengalami gejala dematitis kontak. masa kerja paling banyak >3 bulan yaitu 52
orang, ≤3 bulan sebanyak 10 orang, delapan diantaranya mengalami gejala
dermatitis kontak. Lama kontak dengan bahan kimia paling banyak >5 jam yaitu
46 orang, 17 diantaranya mengalami gejala dermatitis kontak. pekerja paling
banyak berumur <50 tahun, 23 diantaranya mengalami gejala dermatitis kontak.
Pekerja yang tidak menggunakan APD lengkap sebanyak 48 orang, 22
diantaranya mengalami gejala dermatitis kontak. pekerja yang melakukan
personal hygiene dengan baik sebanyak 50 orang. hasil uji chi square menunjukan
ada hubungan signifikan antara masa kerja (p=0,003), riwayat penyakit kulit
(p=0,0001) dan penggunaan APD (p=0,033) terhadap gejala dermatitis kontak.
Saran untuk seluruh pekerja harus menggunakan APD lengkap yaitu
sarung tangan, baju lengan panjang, dan sepatu boot untuk mengurangi potensi
mengalami dermatitis kontak.

Kata Kunci : Dermatitis Kontak, Pabrik Pakan Ternak, Pekerja Harian


Lepas

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Dermatitis contact from occupation is a kind of skin disease which often


occurs in industrial workers such as workers who work at animal food (poultry
food) industry. Direct contact with chemical substances in the work process can
cause the symptoms of dermatitis contact such as irritating, getting red in the
face, fever, and vesicles. The objective of the research was to find out some
factors which were correlated with the symptoms of dermatitis contact in day
workers at the Poultry Feed Unit of PT. Indojaya Agrinusa, in 2018.
The research used an analytic study with cross sectional design. The
population was all 160 day workers, and 62 of them were used as the samples that
had the contact with chemical substances in the loading and unloading unit, raw
material intense, and vitamin stockpiling. The data were gathered by distributing
questionnaires and direct interviews and analyzed by using chi square test
between direct factor (the duration of contact) and indirect factor (length of
service, age, history of skin disease, personal hygiene, and the use of APD or
Personal Protective Device) with the symptoms of dermatitis contact.
The result of the research showed that 24 respondents were affected by
dermatitis contact in the loading and loading and raw material intense units. 12
respondents had the history of skin disease, and all of them had the symptoms of
dermatitis contact. 52 respondents had work for > 3 months and 10 respondents
had worked < 3 months, and 8 of them had the symptoms of dermatitis contact. 46
respondents had contact duration of > 5 hours with chemical substances, and 17
of them had the symptoms of dermatitis contact, and 17 of them had the symptoms
of dermatitis contact. Most of the respondents were < 50 years old, and 23 of
them had the symptoms of dermatitis contact. 48 respondents did not use complete
APD, and 22 of them had the symptoms of dermatitis contact. 50 respondents did
good personal hygiene. The result of chi square test showed that there was
significant correlation of length of service (p=0.003), history of skin disease
(p=0.0001), and the use of APD (p=0.033) with the symptoms of dermatitis
contact.
It is recommended that all workers use complete APD such as gloves, long
sleeves, and boots in order to reduce the potential for being infected by dermatitis
contact.

Keywords: Dermatitis Contact, Poultry Food Industry, Day Workers

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan kesehatan dan kesabaran serta semangat hidup untuk dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang

Berhubungan Dengan Gejala Dermatitis Kontak Pada Pekerja Harian Lepas di

PT.Indojaya Agrinusa Medan Unit Poultryfeed Tahun 2018”.

Dalam penyelesaian Skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan dan

hambatan, namun berkat doa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya

skripsi ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr.Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Kepala Departemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

4. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt.M.S selaku Dosen pembimbing atas segala saran,

masukan, dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK dan Ibu Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM.,

M.Kes selaku Dosen penguji I dan Dosen penguji II atas segala saran dan

masukan yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Bapak Jemadi, M.Kes selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingan studi kepada penulis selama mengikuti

pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Dosen khususnya Departemen Keselamatan dan Kesehatan

kerja serta seluruh civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara atas segala wawasan dan pembelajaran yang telah

diberikan.

8. Head of Unit PT.Indojaya Agrinusa beserta jajarannya khususnya Bapak

Irsyad dan Bapak Safri yang telah banyak membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

9. Kepada kedua Orang Tua saya Ayahanda Jumani dan Ibunda Yasih yang

telah membesarkan dengan penuh cinta, mendukung, mendidik,

membimbing, mendoakan memberikan dukungan moril maupun materil dan

memberikan kasih sayang yang tidak terhingga sehingga penulis skripsi ini

bisa selesai dengan baik.

10. Kepada Abang kandung saya Yuda Kelana dan Juni Alfian, ST yang telah

memberikan dukungan dan bimbingannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Kepada sahabat terdekat (Dini Annisa Barkah, Rr. Syarifah Halima, Desi

Nurbalqis, Desi Putri Sari, Karina Purnomo, Wiwik Anjani, Tika Wulandari,

Aizka Safira, Bayu Pratiwi, Almira) yang telah memberikan motivasi,

semangat, dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Kepada sahabat dan seluruh keluarga besar peminatan K3 FKM USU 2014

atas segala semangat dan dukungan dan bantuan yang diberikan dalam

mengerjakan skripsi ini.

13. Kepada sahabat PBL desa Pematang Tatal Abangda Heru, Arianggada, Ibu

bidan Ummu Habiba, Ibu Atik Elan, keluarga bapak Supirman atas dukungan

dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga

dengan kerendahan hati penulis menerima kritikan dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Mei 2018

Penulis

Ayunda Marwah

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH...........................................................................................xiii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 5
1.3 TujuanPenelitian ........................................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 5
1.3.2 TujuanKhusus ............................................................................. 6
1.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penyakit Akibat Kerja ............................................................................. . 8
2.1.1 Defenisi.................................................... ................................... 8
2.1.2 Jenis Penyakit Akibat Kerja................... ..................................... 8
2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja ...................................................................... 9
2.3 Kulit ........................................................................................................... 11
2.3.1 Anatomi Kulit.............................................................................. 11
2.3.2 Fungsi Kulit ................................................................................ 13
2.4 Dermatitis Kontak...................................................................................... 14
2.4.1 Defenisi............................................... ........................................ 14
2.4.2 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak........................ ................... 15
2.5 Dermatitis Kontak Iritan ........................................................................... 17
2.5.1 Epidemiologi ............................................................................... 19
2.5.2 Gejala Klinis ................................................................................ 19
2.6 Dermatitis Kontak Alergi .......................................................................... 20
2.6.1. Manifestasi Klinis........................................................................ .... 22
2.7 Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak ............................. 23
2.7.1. Faktor langsung.. ............................................................................. 23
2.7.2. Faktor Tidak Langsung .................................................................... 24
2.8. Pekerja Harian Lepas ................................................................................... 28
2.9. Kerangka konsep .......................................................................................... 29

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 JenisPenelitian ........................................................................................... 30
3.2 LokasidanWaktuPenelitian ........................................................................ 30
3.2.1 Lokasi...................................................................................... ........ 30
3.2.2 Waktu............................................................................................... 31
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................................. 31
3.3.1 Populasi............................................................................................ 31
3.3.2 Sampel.............................................................................................. 31
3.4 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 32
3.4.1 Data Primer............................................................................. ......... 32
3.4.2 Data Sekunder.................................................................................. 32
3.5 Variabel dan Definisi Operasional............................................................. 32
3.5.1. Variabel penelitian ........................................................................... 32
3.5.2. Defenisi Operasional ....................................................................... 33
3.6 Metode Pengukuran ................................................................................... 34
3.7 Metode Analisi Data .................................................................................. 36
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum PT. Indojaya Agrinusa .................................................... 37
4.1.1. Ruang Lingkup Usaha........................................................................ 37
4.1.2. Proses Produksi. ................................................................................. 38
4.1.3. Bagian kerja. ...................................................................................... 41
4.1.4. Bahan Baku Pakan Ternak. ................................................................ 42
4.2 Analisis univariat ......................................................................................... 45
4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ....................... 46
4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ..................................... 46
4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa kerja ............................ 47
4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kontak ........................ 47
4.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Pekerjaan ............... 48
4.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat penyakit Kulit ........ 49
4.2.7 Karakteristik Responden Berdasarkan penggunaan APD .................. 49
4.2.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Personal Hygiene ................. 50
4.2.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Gejala
dermatitis Kontak ............................................................................... 51
4.3 Analisi Bivariat ............................................................................................. 52
4.3.1 Hubungan Lama Kontak Terhadap Gejala dermatitis Kontak. .......... 52
4.3.2 Hubungan Masa Kerja Terhadap Gejala dermatitis Kontak. ............. 53
4.3.3 Hubungan Umur Terhadap Gejala dermatitis Kontak. ...................... 54
4.3.4 Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Terhadap Gejala
dermatitis Kontak. .............................................................................. 55
4.3.5 Hubungan Personal hygiene Terhadap Gejala dermatitis
Kontak. ............................................................................................... 56
4.3.6 Hubungan Penggunaan APD Terhadap Gejala dermatitis
Kontak ................................................................................................ 57

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kejadian Dermatitis Kontak .................................................................. 59
5.2 Hubungan Umur Terhadap Gejala dermatitis Kontak .......................... 61
5.3 Hubungan Masa Kerja Terhadap Gejala dermatitis Kontak ................. 62
5.4. Hubungan Lama Kontak Terhadap Gejala dermatitis Kontak .............. 64
5.5 Hubungan Riwayat penyakit kulit Terhadap Gejala dermatitis
Kontak ................................................................................................... 65
5.6 Hubungan Personal Hygiene Terhadap Gejala dermatitis
Kontak. .................................................................................................. 66
5.7 Hubungan Penggunaan APD Terhadap Gejala dermatitis
Kontak. .................................................................................................... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 70
6.2 Saran...................................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 72

LAMPIRAN

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep............................................................. 29

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Bahan Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis
Kontak .................................................................................... 18
Tabel 2.2 Alergen yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak ......... 21
Tabel 3.1 Metode Pengukuran variabel Independen dan Variabel
Dependen. ............................................................................... 35
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin. ........................................................................ 45
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur. ...................................................................................... 45
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Masa Kerja.............................................................................. 46
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Lama Kontak. ......................................................................... 46
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Riwayat Pekerjaan. ................................................................. 47
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Riwayat Penyakit Kulit. .......................................................... 48
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Penggunaan APD. ................................................................... 48
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan APD yang Digunakan . .... 49
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Personal hygiene .................................................................... 49
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Gejala Dermatitis Kontak. ...................................................... 50
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi berdasarkan Gejala Dermatitis Kontak
yang Dirasakan. ...................................................................... 50
Tabel 4.12 Hubungan Lama Kontak Terhadap Gejala Dermatitis
Kontak. ................................................................................... 51
Tabel 4.13 Hubungan Masa Kerja Terhadap Gejala Dermatitis
Kontak. ................................................................................... 52
Tabel 4.14 Hubungan UmurTerhadap Gejala Dermatitis
Kontak. ................................................................................... 53
Tabel 4.15 Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Terhadap Gejala Dermatitis
Kontak. ................................................................................... 54
Tabel 4.16 Hubungan Personal Hygiene Terhadap Gejala Dermatitis
Kontak. ................................................................................... 55
Tabel 4.17 Hubungan Penggunaan APD Terhadap Gejala Dermatitis
Kontak. ................................................................................... 56

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner………………………………………………………75
Lampiran 2 Hasil Pengelolaan Data SPSS………………………………….77
Lampiran 3 Master Data…………………………………………………….89
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian……………………………………………93
Lampiran 5 Surat Keterangan Izin Penelitian dari PT.Indojaya Agrinusa......94
Lampiran 6 Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian………….....95
Lampiran 7 Dokumentasi…………………………………………………....96

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH

WHO : World Health Organization


ILO : Internasional Labour Organization
APD : Alat Pelindung Diri
PT : Perseroan Terbatas
SBB : Soya Bone Meal
DDGS : Dried Disttillers Grains with Soluble
CGM : Corn Gluten Meal
DCP : Dicalsium Phosphate
MCP : Monocalsium Phosphate
MBM : Meat Bone Meal
RSM : Rape Seed Meal
SPSS : Statistical Product and Service Solution

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ayunda Marwah, lahir pada tanggal 06 Februari 1996 di

Aek Tarum. Beragama Islam. Merupakan anak ke tiga dari pasangan ayahanda

Jumani dan Ibunda yasih. Alamat penulis di Dusun I desa Gonting Malaha

Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Sumatera Utara.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari SD Negeri 014659 Desa

Perkebunan Aek Tarum (2002-2008), MTs Swasta Dinul Islam Desa Gonting

Malaha (2008-2011), MAN Kisaran (2011-2014), dan SI Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2014-

2018).

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang

sangat menentukan sumber daya manusia. Kesehatan dan keselamatan kerja bagi

masyarakat pekerja memiliki korelasi yang langsung dan nyata terhadap

kesejahteraan tenaga kerja. Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan

pelindungan terhadap pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan (Daulay,

2016). Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang “Kesehatan” pasal 164

sampai 166 menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi

pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh

buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja di

sektor formal dan informal. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala

bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan , peningkatan, pengobatan,

dan pemulihan bagi tenaga kerja.

Era pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia melibatkan

berbagai pekerjaan dan lingkungan kerja yang beraneka ragam dengan segala

akibatnya. Kebutuhan pengenalan terhadap penyakit akibat kerja umumnya dan

dermatosis akibat kerja khususnya makin meningkat disebabkan karena kesadaran

akan besarnya permasalahan dan dampak ekonomi yang dapat diakibatkan oleh

adanya penyakit dalam pekerjaan (Dewan Kesehatan dan Kesehatan Kerja

Nasional, 2007).

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Dermatitis kontak bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis

kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini

menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang

bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani, dan pekerja

yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain (Orton, 2014). Berdasarkan

data International Labour Organization (ILO) tahun 2013 , satu pekerja di dunia

meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami

sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian

dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus

setiap tahun (ILO dalam Daulay 2016). .Penyakit akibat kerja adalah setiap tenaga

kerja yang menderita penyakit karena hubungan kerjanya. Persentase dermatosis

akibat kerja dari seluruh penyakit akibat kerja menduduki porsi tertinggi sekitar

50-60%. Selain prevalensi yang tinggi, dermatosis akibat kerja kelainannya

biasanya terdapat pada lengan, tangan, dan jari. Hal ini sangat mengganggu

penderita dalam melakukan pekerjaan sehingga sangat berpengaruh negatif

terhadap produktifitas kerjanya, maka dari itu penyakit tersebut perlu mendapat

perhatian khusus (Suma’mur, 2014).

Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit

akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis

kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi

menduduki urutan kedua dengan 14-20% (Tylor et al, 2008). Di Amerika Serikat,

90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja yang diakibatkan oleh

dermatitis kontak dengan 2% dari populasi merupakan dermatitis pada tangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

(Harrianto, 2009). Penelitian pada pabrik manufaktur pakaian di Beijing Cina 529

pekerja diperoleh prevalensi dermatitis kontak sebanyak 28,5% dari seluruh

sampel. Kejadian dermatitis kontak pada pekerja manufaktur pakaian

berhubungan dengan lama kontak pekerja dengan bahan kimia. Gejala yang

ditimbulkan gatal-gatal, kulit kering dan iritasi (Chen yu, et al, 2017).

Studi epidemiologis tentang dermatitis kerja di 15 pabrik pakan ternak Italia Utara

yang berbeda, 204 pekerja diwawancarai dan diperiksa pada 34 alergen, dipilih

dari aditif yang paling umum digunakan di pabrik pakan ternak. Prevalensi

dermatitis kontak akibat kerja adalah 13,7%, 7,8% dermatitis kontak iritan dan

5,8% dermatitis kontak alergi dari bahan tambahan pakan ternak. Dermatitis

kontak meningkat berkenaan dengan lama kerja: perbedaan tingkat dermatitis

kontak antara pekerja yang dipekerjakan di pabrik pakan ternak selama > 10 tahun

dan mereka yang dipekerjakan untuk <10 tahun (Mancuso et al, 2014).

Prevalensi penyakit dermatitis di Indonesia adalah 6,78%. Pada studi

epidemologi di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 97% dari 339 kasus

merupakan dermatitis kotak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak

iritan (Putri, 2016) . Efendi dalam Daulay (2016) melaporkan dermatitis kontak

akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh kasus dermatitis

kontak yang didiagnosis di poliklinik ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI-

RSUPN dr. Cipto Mangunkusomo Jakarta. Untuk data insidensi dan prevalensi

penyakit kulit akibat kerja di Indonesia sukar didapat karena pelapor yang tidak

lengkap atau tidak terdiagnosis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Penelitian yang dilakukan Daulay (2016) pada 36 pekerja pembuat tahu di Desa

Maju Binjai Barat didapat sebanyak 19 responden (52,8%) mengalami dermatitis

kontak dan sebanyak 17 responden (47,2%) tidak mengalami dermatitis kontak.

Pekerja pembuat tahu mengaku merasa gatal dan panas pada bagian telapak

tangan setelah kontak dengan bahan yang mengandung asam. Hasil penelitian

Putri (2016) pada 60 pekerja mebel di PT. X Jepara menemukan bahwa

berdasarkan pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh tenaga medis diketahui 21,7

% pekerja bagian pengamplasan positif dermatitis kontak iritan dan bagian tubuh

yang paling sering dijumpai adalah telapak tangan. Penelitian lain yang dilakukan

pada pekerja premix pada PT.X Cirebon ditemukan ada 82,5% pekerja premix

menderita dermatitis kontak iritan. Faktor yang mempengaruhinya antara lain

lama paparan, kontak dengan bahan kimia, umur, dan jenis kelamin. (Irawan,

Dkk. 2014).

PT. Indojaya Agrinusa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

industri pakan ternak. Pekerja harian lepas pada PT.Indojaya Agrinusa merupakan

pekerja outsourching yang berasal dari PT. Bangun Sari Gemilang yang

merupakan suatu unit usaha penyedia jasa tenaga kerja. Bekerja pada pabrik

pakan ternak merupakan salah satu pekerjaan yang beresiko untuk terpapar bahan

yang dapat menimbulkan gejala dermatitis kontak. Salah satu faktornya adalah

berkontak dengan bahan baku pakan ternak yang berbentuk tepung dan aktifitas

pekerjaan yang hampir 90% dilakukan di luar ruangan dengan kondisi panas dan

lembab.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Pekerja pada PT.Indojaya Agrinusa terbagi atas pekerja tetap (Staff),

pekerja outsourching/pekerja harian lepas , dan pekerja kontrak. Berdasarkan

survei awal yang dilakukan oleh peneliti, selama melakukan latihan kerja

peminatan di PT.Indojaya Agrinusa, setelah melakukan wawancara singkat

terhadap beberapa pekerja, diantaranya mengeluhkan adanya rasa gatal dan

kemerahan pada telapak tangan setelah berkontak dengan bahan baku. Kondisi

lingkungan kerja dan personal hygiene pekerja serta kepatuhan pekerja dalam

menggunakan APD, semakin memperkuat landasan bahwa pekerja sangat rentan

mengalami gejala dermatitis kontak. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

gejala dermatitis kontak pada pekerja harian lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit

Poultryfeed Medan tahun 2018.

1.2. Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut yang menjadi pokok permasalahan yaitufaktor-

faktor apa saja yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja

harian lepas di PT. Indojaya Agrinusa Medan Unit Poultryfeed.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala

dermatitis kontak pada pekerja harian lepas di PT. Indojaya Agrinusa Medan unit

Poultryfeed.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor usia dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja

2. Mengetahui faktor riwayat penyakit kulit dengan gejala dermatitis kontak

pada pekerja

3. Mengetahui faktor lama kontak dengan bahan kimia dengan gejala

dermatitis kontak pada pekerja

4. Mengetahui faktor masa kerja dengan gejala dermatitis kontak pada

pekerja

5. Mengetahui faktor penggunaan APD dengan gejala dermatitis kontak pada

pekerja

6. Mengetahui faktor personal hygiene dengan gejala dermatitis kontak pada

pekerja.

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor faktor usia dengan gejala dermatitis kontak

pada pekerja

2. Ada hubungan antara faktor riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan

gejala dermatitis kontak pada pekerja

3. Ada hubungan antara faktor masa kerja dengan gejala dermatitis kontak

pada pekerja

4. Ada hubungan antara faktor lama kontak dengan bahan kimia dengan

gejala dermatitis kontak pada pekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

5. Ada hubungan antara faktor penggunaan APD dengan gejala dermatitis

kontak pada pekerja

6. Ada hubungan antara faktor personal hygiene dengan gejala dermatitis

kontak pada pekerja.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan kepada Head Of Unit PT. Indojaya Agrinusa untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala timbulnya

dermatitis kontak pada pekerjanya.

2. Sebagai masukan kepada pekerja mengenai penyebab dan faktor-faktor

yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak.

3. Penambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya terhadap

gejala dermatitis kontak.

4. Dapat menerapkan teori ilmu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang

diperoleh pada saat kuliah dalam praktek kondisi kerja sebenarnya.

5. Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti

selanjutnya yang berhubungan dengan dermatitis kontak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penyakit Akibat Kerja

2.1.1. Defenisi

Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul

karena hubungan kerja yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja. Menurut ILO dan WHO, penyakit akibat kerja merupakan

aspek/unsur kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan

yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan tenaga

kerja (Yulianto, 2013).Diagnosa penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting

bagi manajemen penyakit yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Secara umum ada lima langka yang harus diambil guna menegakan diagnosa

suatu penyakit akibat kerja antara lain :

1. Anamnesis tentang riwayat penyakit

2. Pemeriksaan klinis

3. Pemeriksaan laboratorium

4. Pemeriksaan rontgen

5. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja untuk mengukur faktor penyebab

penyakit ditempat kerja.

2.1.2. Jenis Penyakit Akibat Kerja

Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 menetapkan 31 jenis penyakit

yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dari 31 jenis penyakit

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

akibat kerja terdapat penyakit kulit (dermatitis). Penyebab dari penyakit akibat

kerja adalah pekerjaan atau lingkungan kerja yaitu faktor fisik, kimiawi, biologi,

cara kerja, peralatan kerja, dan proses kerja (Suma’mur, 2013).

2.2.Penyakit Kulit Akibat Kerja

Penyakit kulit akibat kerja adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit kulit akibat kerja meliputi tidak saja

penyakit kulit baru yang didapat selama menjalankan pekerjaan, tetapi juga

meliputi penyakit kulit yang telah dialami dan kambuh kembali atau menjadi

bertambah.

Secara umum sajian klinis penyakit kulit akibat kerja tidak berbeda dari

penyakit kulit sejenis yang tidak disebabkan oleh pekerjaan sehingga

penatalaksanaan dapat mengacu pada penatalaksanaan umum penyakit sejenis.

Dalam menetapkan penyakit kulit tersebut sebagai penyakit kulit akibat kerja,

perlu dilakukan serbagai langka antara lain mencari/menetapkan hubungan

penyakit dengan pekerjaan atau lingkungan kerja dengan melaksanakan

kunjungan ke tempat kerja (plan visit) dan mempelajari bahan yang digunakan

pada proses produksi (Material Safety Data Sheet/MSDS) (Salami, 2015).

Menurut Soedirman (2014) dermatosis akibat kerja adalah segala kelainan

yang terjadi pada saat atau setelah bekerja atau disebabkan oleh pekerjaan.

Pengertian dermatosis akibat kerja termasuk tumor dan alergi. Presentase

dermatosis akibat kerja mencapai sekitar 50-60% dari seluruh penyakit akibat

kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Dermatosis akibat kerja disebabkan oleh pemaparan faktor-faktor bahaya

dari berbagai jenis yaitu :

1) Faktor bahaya fisik yang meliputi tekanan udara, tekanan/stress panas,

kelembapan, suhudingin, sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sebagainya.

2) Faktor bahaya bahan-bahan berasal dari tanaman, yaitu daun-daunan,

ranting, getah, akar-akaran, umbi-umbian, serbuk, sari bunga, debu kayu,

buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya.

3) Faktor bahaya biologis seperti bakteri, virus, jamur, cacing, serangga, dan

kutu/tungau

4) Faktor bahaya kimiawi seperti senyawa asam dan garam anorganik, basa,

senyawa organik/hidrokarbon, oli, teh, bahan pewarna, dan sebagianya.

Dari faktor-faktor bahaya penyebab dermatosis tersebut, faktor bahaya

kimiawi merupakan faktor bahaya yang paling penting, karena banyak digunakan

di industri. Dermatosis akibat kerja timbul dengan dua cara, yaitu sensitisasi atau

perentanan kulit, dan iritasi atau perangsangan. Perangsangan primer adalah

senyawa kimia yang menimbulkan dermatosis oleh reaksinya langsung pada kulit

normal dilokasi terjadinya kontak dengan kulit dalam jumlah dan kekuatan yang

cukup lama. Bahan-bahan kimia penyebab sensitisasi disebut perangsang perentan

atau sensitisizer. Sensitisizer atau perentan kulit adalah senyawa kimia yang tidak

menimbulkan perubahan-perubahan pada kulit saat pertama kontak, tetapi

kemudian mengakibatkan perubahan khas di lokasi kontak atau lokasi lain di

kulit, setelah 5 atau 7 hari sejak kontak yang pertam(Daulay, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Faktor penyebab fisis dan mekanis seperti tekanan, tegangan atau gesekan

menimbulkan dermatosis akibat kerja dengan terjadinya kerusakan langsung

kepada kulit. Kerusakan demikian adalah kelainan sel atau jaringan kulit.

Penyebab dermatosis akibat kerja melalui mekanisme peradangan (infeksi) yang

tanda-tandanya meliputi warna merah di kulit (rubor), panas, sakit, dan kelainan

fungsi. Infeksi parasit adalah hidup atau menembusnya parasit di kulit yang

menyebabkan iritasi dan kerusakan kulit (Suma’mur, 2013).

2.3.Kulit

2.3.1. AnatomiKulit

Kulit adalah organ tubuh yang terbesar dan salah satu yang terpentimg.

Struktur kulit yang kompleks memberikan banyak fungsi perlindungan bagi

anatomi internal tubuh. Setiap inci kulit mengandung jutaan sel dan ratusan

kelenjar keringat, kelenjar minyak (sebasea), pembuluh darah, dan ujung saraf

(Djuanda, 2010).

Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari

pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas

ukurannya, yaitu 15 persen dari berat tubuh. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling

tebal 66 mm terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat

di pelipis. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau

korium, dan jaringan subkutan atau subkutis. Bagian-bagian kulit terdiri dari :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

1. Epidemis

Epidemis terbagi atas empat lapisan

1) Lapisan basal atau stratum germinativum

2) Lapisan malpighi atau stratum spinosum

3) Lapisan granular atau stratum granulosum dan

4) Lapisan tanduk atau stratum korneum

Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan dan tambahan diatas lapisan

granular yaitu stratum lusidum atau lapisan sel-sel jernih. Lapisan basal terdiri

dari satu lapis sel-sel yang kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Didalam sel

terdapat sitoplasma yang basofilik dengan inti yang besar dan lonjong, dan

berwarna hitam. Sel-sel basal ini tersusun sebagai tiang pagar (palisade). Lapisan

basal merupakan lapisan paling bawah dari epidemis dan berbatas dengan dermis.

Dalam lapisan basal terdapat juga melanosit. Melanosit adalah sel dendritik yang

membentuk melanin. Melanosit berasal dari bagian neural embrio.

Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari. semua ras

mempunyai jumlah melanosit yang sama. Perbedaan warna kulit tergantung pada

kegiatan melanosit. Lapisan melpighi merupakan lapisan epidermis yang paling

tebal dan kuat. Terdiri dari sel-sel poligonol yang di lapisan atas menjadi lebih

gepeng. Sel-sel mempunayi protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri-

duri. Lapisan tanduk terdiri dari 20-25 lapian sel-sel tanduk tanpa inti, gepeng,

tipis dan mati. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas

tanpa terlihat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Epidermis mengandung juga:

a. Kelenjar ekrim

b. Kelenjar apokrim

c. Kelenjar sebaseus

d. Rambut

e. Kuku

2. Dermis

Dermis atau koirum merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas

jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas terjalin

rapat (pars papillaris), sedangkan di bagian bawah terjalin lebih longgar (pars

reticularis). Lapisan pars reticularin mengandung pembuluh darah, saraf, rambut,

keringat, dan kelenjar sabeseus.

3. Jaringan subkutan (subkutis dan hipodermis)

Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas

antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah

liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf,

pembuluh darah, limfe, kandung-rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan

adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi

(Siregar, 2015).

2.3.2. Fungsi Kulit

Kulit yang sehat dan utuh memenuhi tujuan berikut agar dapat melindungi

organ internal dari infeksi dan pemajanan zat yang berbahaya (Subowo, 2009).

Fungsi kulit antara lain :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

a. Kulit menghasilkan keratin yang akan melapisi permukaan luar epidermis

sebagai stratum corneum, sebagai pembungkus yang melindungi alat-alat

dalam mencegah kontak dengan bahan berbahaya dari luar.

b. Kulit menghasilkan melanosit yang berfungsi melindungi tubuh terhadap

pengaruh sinar ultraviolet.

c. Kulit menghasilkan kelenjar keringat dan kelenjar sebasae sebagai alat

sekresi.

d. Kulit mempunyai imunologi berperan dalam reaksi kekebalan tubuh.

e. Pembentukan vitamin D.

2.4.Dermatitis Kontak

2.4.1. Defenisi

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/subtansi

yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis

kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Keduanya dapat bersifat akut maupun

kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-

imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses

pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada

seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan

penyebab/alergen.

Menurut Harianto (2009) dermatitis kontak ialah reaksi peradangan yang

terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu subtansi dari luar tubuh, baik oleh

subtansi iritan, muapun subtansi alergen. Dalam era industrialisasi saat ini,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

terdapat kecendrungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan

industri, yang merupakan subtansi alergen dan iritan, sehingga menyebabkan

kenaikan prevalensi dermatitis kontak.

Kulit sensitif bila terjadi kontak dengan substansi eksternal, sensitivitas

kulit akan timbul bergantung pada kerentanan individu dan sifat-sifat kimia/fisika

yang terkandung di dalamnya. Asam dan basa kuat menyebabkan peradangan

yang cepat pada kulit akibat cedera langsung pada lapisan superfisial kulit. Asam

dan basa lemah serta pelarutnya biasanya menyebabkan peradangan kulit yang

tidak begitu jelas terlihat dengan merusak lapisan ini termasuk iritasi kulit yang

ringan. Gejala peradangan terjadi di tempat terjadinya kontak di kulit berupa,

eritema (kemerahan pada kulit), edema, panas di daerah yang terkena kontak

langsung dan nyeri (Djuanda, 2010).

2.4.2. Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Efek dari dermatitis kontak bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan

dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan lepuh

kulit. Ruam sering kali terdiri dari lepuh kecil yang terasa gatal (vesikel). Pada

awalnya ruam hanya terbatas di daerah yang kontak langsung dengan alergen (zat

penyebab terjadinya reaksi alergi), tetapi selanjutnya ruam bisa menyebar.

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan

dermatitis (Susanto dan Ari,2013).

1. Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan, satu kali kontak yang pendek dengan sutau

bahan kimia sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Tipe reaksi tergantung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

pada bahan kontak, dan lamanya berkontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi

merah atau coklat. Kadang-kadang terjadi edema dan rasa panas. Atau ada papula,

vesikula, pustula. Bahan kontak untuk dermatitis kontak iritan kuat adalah asam

dan basa keras yang sering digunakan dalam industri (Harahap, 2000).

Dalam dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-28

jam setelah proses sensitasi, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang

ringan dan ada pula yang berat. Pada reaksi yang ringan mungkin hanya berupa

eritema (kemerahan) dan endema (bengkak), papula, vesikel, berair, krusta, dan

gatal-gatal (Harahap, 2000).

2. Fase Kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan

lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh kerjasama berbagai

macam faktor.Kelianan kulit baru nyata terlihat setelah berhari-hari, berminggu-

minggu atau berbulan, bahkan bisa beberapa tahun kemudian, sehingga waktu

rentetan kontak merupakan faktor paling penting.Manifestasi kulit dapat dibagi

dalam dua stadium. Stadium satu, kulit kering dan pecah-pecah. Stadium ini dapat

sembuh dengan sendirinya. Stadium dua, ada kerusakan epidermis dan reaksi

dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak, terasa panas, dan mudah terangsang.

Kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenifikasi.

Keadaan ini menyebabkan retensi keringat dan perubahan flora bakteri (Harahap.

2000).

Dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang

akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cendrung simetris,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

biasanya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi papula, skuama, terlihat bekas

garukan berupa erosi atau ekskroriasi, krusta seta eritema ringan, walau

bahanyang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan

oleh karena umunya terjadi kotak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda,

2010). Dermatitis kronis padatangan terjadi sebagai akibat kontak berulang

dengan zat kimia, dermatitis kronis menyebabkan kulit pada tangan terasa gatal.

Pomfoliks adalah suatu keadaan menahun dimana lephan-lepuhan yang terasa

gatal timbul ditelapak tangan dan pinggiran jari-jari telapak tangan, lepuhan ini

seringakli disertai kulit kemerahan dan bengkak (Susanto dan Ari, 2013).

2.5. Dermatitis Kontak Iritasi

Dermatitis kontak iritasi merupakan peradangan kulit akibat kontak

langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis kontak akibat iritasi

merupakan jenis yang paling umum diantara penyakit kulit akibat kerja.

Dermatitis kontak iritasi akan dapat terjadi saat paparan pertama dengan bahan-

bahan iritan (Djuanda, 2010).

Menurut Harianto (2009) dermatitis kontak akibat iritasi meliputi sekitar

dua pertiga kasus penyakit kulit akibat kerja. Penyakit ini lebih sering terjadi di

industri yang berkaitan dengan pekerjaan yang basah. Dermatitis kontak iritasi

akut disebabkan oleh substansi iritasi yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi

tinggi secara campurannya. Penyakit ini dapat terjadi akibat kontak untuk pertama

kalinya atau kontak berulang kali dengan substansi iritasi yang membakar kulit

dan mudah diketahui secara jelas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Berbeda dengan dermatitis kotak iritasi akut, dermatitis kontak menahun

(serangan dermatitis kontak iritasi kumulatif) disebabkan oleh kontak yang

berulang kali oleh substansi iritasi yang lemah. Etiologinya sering kali

multifaktorial dan memilki interval yang bervariasi dari mulai keterpajanan

pertama kali sampai timbul kelainan kulit khas. Interval dermatitis kontak iritasi

menahun tersebut dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai tahun,

bergantung pada jenis iritan dan sensitivitas individu.

Dermatitis kontak iritasi dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan

diperkirakan cukup banyak, terutama berhubungan dengan pekerjaan, namun

angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain banyak

penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda, 2010).

Tabel 2.1
Bahan Iritan Yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritasi
No Bahan Iritan

1 Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)

2 Basa kuat ( kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida)

3 Detergen

4 Resin epokin

5 Etilen oksida

6 Fiberglass

7 Minyak (lubrikan)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

8 Pelarut-pelarut organik

9 Agen oksidator

10 Serpihna kayu

Sumber : keefner, K.P. 2004 dalam agung S. 2008. Dermatitis kontak swamedikasi

2.5.1. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritasi dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun

perempuan. Pada orang dewasa, dermatitis kontak iritasi terjadi pada telapak

tangan dan punggung tangan, karena dermatitis kontak iritaso berkaitan dengan

pekerjaan, maka dapat terkena oleh bahanyang menguap (Graham dan Brown,

2005). Jumlah pederita dermatitis kontak cukup banyak, terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya secara sulit diketahui, hal ini

disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak datang

berobat (Djuanda, 2010).

2.5.2. Gejala Klinis

Efek dari dermatitis kontak sangat bervariasi, mulai dari kemerahan yang

ringan dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan

lepuhan kulit. Ruang sering kali terdiri dari lepuhan kecil yang terasa gatal

(vasikel).Pada awalnya ruam hanya terbatas pada daerah yang kontak langsung

dengan bahan kimia, tetapi selanjutnya ruam bias menyebar (Susanto dan Ari,

2013).

1. Dermatitis Kontak Iritasi Akut

Dermatitis iritan akut terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-

bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

peradangan. Biasanya dermatitis iritan akut terjadi karena kecelakaan kerja.

Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkurasnya lapisan tanduk,

denaturasi keratin, dan pembengkakakan sel. Tipe reaksinya tergantung pada

bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lama berkontak, reaksi

dapat berupa kulit menjadi merah atau coklat.Terjadi edema dan rasa pansa, atau

ada papula, vesikula, puntula, kadang-kadang berbentuk bula yang perulen dengan

kulit disekitarnya normal. Contoh bahan kontak yang menyebabkan dermatitis

iritasi akut adalah asam dan basa keras yang sering digunakan pada industri

(Harahap, 2000).

2. Dermatitis Kontak Iritasi Kronik

Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahna-bahna iritan

yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik. Gejala

klasik berupa kulit kering, eritema, dan skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difusi. Bila kontak terus menerus akhirnya kulit

dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang

mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan pad apenderita pad

aumumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya

berupa kulit kering atau skuama tanpa eriteme, sehingga diabaikan oleh penderita,

setelah mengganggu baru mendapat perhatian (Harahap, 2000).

2.6. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan akibat kontak

dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat iritasi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses immunologis, sensitisasi adalah

syarat utama sebelum terjadi dermatitis kontak alergi. Seseorang yang telah

tersensitisasi, hanya dengan jumlah alergen yang sangat sedikit, dapat mengalami

reaksi alergi (Djuanda, 2010).

Kapasitas masing-masing alergen berbeda untuk tiap individu. Beberapa

bahan kimia dapat lebih sensitif terhadap individu tertentu tetapi mungkin sama

sekali tidak sensitif pada individu lain. Usaha pencegahannya sangat sulit karena

gejala akan timbul pada para pekerja yang sensitif walaupun hanya kontak dengan

alergen dalam jumlah yang lebih kecil, dibandingan dengan kuantitas iritan yang

dibutuhkan untuk timbulnya gejala dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu,

berbeda dengan dermatitis kontak iritasi, biasanya pekerja dengan dermatitis

kontak alergi harus pindah bagian atau pindah kerja karena tidak boleh kontak

sama sekali dengan alergen yang bersangkutan (Harriano, 2009).

Tabel 2.2
Alergen yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi
Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen
Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe-kain, baik
pada penggunaan topikal maupun oral
Garam 2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen,
kromium detergen, pewarna
Lanolin 3,3 Lation, pelembam, kosmetik, sabun
Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, syringes
Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi
Kobal klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat
Formaldehid 9,3 Germisida, palstik, pakaian, perekat
Pewangi 11,7 Sinamat, graniol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Balsam peru 11,9 Pengobatan, salep, kosmetik


Neomisin 13,1 Aminoglikosida
sulfat
Nikel sulfat 14,2 Perabotan rumah tangga, koin spesies
toxicodendron
Tanaman Tidak ditemukan
Sumber : Keefner ,K.P. 2004 dalam Agung S,2008. Dermatitis kontak swamedikasi

2.6.1. Manifestasi Klinik

Secara umum tingkat keparahan dermatitis kontak alergi dibagi menjadi

tiga (agung S, 2008) :

a) Dermatitis Ringan

Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah

gatal dan eritema yang terlokasi, kemudian diikuti terbuktinya vesikel dan

bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada

kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan

bengkak didaerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang

terkontaminasi urosiol. Secara klinis, penderita mengalami reaksi didaerah

bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindungi.

b) Dermatitis Sedang

Selain rasa gatal, rotema, papula dan vesikel padadermatitis ringan,

gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bullla dan bengkak

eritematous dari bagian tubuh.

c) Dermatitis Berat

Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke

daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

yang berlebihan, pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi .

selian itu, aktivitas harian penderita dapat tergangu, sehingga kadangkala

membutuhkan terapi yang segera, khususnya dermatitis yang telah

mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi

dengan penyakit lain yang dapat terjadi ialah eosinofilia, serima,

multiform, sindrom pernapasan akut, gangguan akut, gangguan ginjal,

dishidrosis dan uretritis.

2.7. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak

2.7.1. Faktor Langsung

1) Lama Kontak

Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel

kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan bahan kimia maka akan

semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk

terjadinya dermatitis. Kontak dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau

allergen secara terus menerus akan menyebabkan kulit pekerja mengalami

kerentanan mulai dari tahap ringan sampai tahap yang berat (Hudyono dalam

Daulay, 2016).

Lama kontak adalah lamanya pekerja bekerja dibagian yang kontak

langsung dengan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak. Setiap pekerja

memiliki lama kontak yang berbeda-beda sesuai dengan proses kerjanya. Semakin

lama berkontak dengan bahan kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit seperti dermatitis kontak (Lestari,

2007).

2.7.2. Faktor Tidak Langsung

1) Umur

Umur salah satu faktor host atau karakteristik individu yang dapat

mempengaruhi status kesehatan karena ada kecenderungan penyakit menyerang

umur tertentu. Usia balita dan usia lanjut rentan terhadap penyakit karena usia

balita sistem pertahanan belum stabil dan usia lanjut sistem pertahanan tubuhnya

sudah menurun (Maryani , L dalam Daulay 2016). Usia lanjut yang dimaksud

adalah usia >60 tahun. Semakin bertambah umur manusia, maka semakin

berkurang imunitas kulit terhadap penyakit, seperti dermatitis kontak yang

dipengaruhi factor eksternal atau environmental aging yang terjadi akibat pajanan

setiap hari dengan berbagai bahan/substansi (Legiawati, 2009).Kulit manusia

mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia, sehingga kulit kehilangan

lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini

memudahkan bahan kimia menginfeksikulit, sehingga kulit mudah terkena

penyakit (Djuanda, 2010). Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, usia pekerja mulai dari pekerja anak yaitu 15 tahun dengan

pekerjaan ringan dan usia pensiun 65 tahun. Dalam penelitian ini usia pekerja

dikelompokkan pada usia ≥50 tahun dan <50 tahun, sesuai dengan teori dan batas

usia pekerja yang ada.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

2) Masa Kerja

Masa kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian

dermatitis kontak akibat kerja. Masa kerja penting diketahui untuk melihat

lamanya seseorang telah terpajan dengan berbagai sumber penyakit yang dapat

mengakibatkan kejadian dermatitis. Adanya perbedaan masa kerja berhubungan

dengan pajanan terhadap bahan kimia yang menyebabkan kejadian dermatitis

kontak (Djuanda, 2010).Menurut Suma’mur (2013) semakin lama seseorang

dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan

oleh lingkungan kerjanya.

3) Riwayat Penyakit Kulit

pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non occupational

cenderung lebih mudah mendapat occupational dermatoses, seperti pekerja-

pekerja dengan acne yang bekerja terpapar dengan cutting oil dan ter, sering

menderita dermatosis. Pekerja dengan riwayat otopic dermatitis bila bekerja di

lingkungan panas atau terpapar debu kimia dan pengaruh faktor psikis, akan

kambuh dalam stadium yang lebih berat. Karyawan dengan dermatitis kronik akan

menjadi lebih berat bila tempat lesi dikenal bahan kimia atau terjadi penekanan

(Emasari dalam Daulay, 2016).

4) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh pelaksanaan UU No. 1

tahun 1970 yaitu instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 2/M/ BW/ BK/ 1984

tentang pengesahan Alat Pelindung Diri. Jenis alat pelindung diri menurut

ketentuan tentang pengesahan, pengawasan, dan penggunaan meliputi alat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

pelindung kepala, alat pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat

pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki, sabuk

pengaman, dan lain-lain (Suma’mur, 2014).

Menurut Ridley (2008) APD yang efektif harus sesuai dengan bahaya yang

dihadapi, terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut, cocok

bagi orang yang akab menggunakannya, memiliki konstruksi yang sangat kuat,

tidak meningkatkan risiko terhadap pemakaiannya, disediakan secara gratis,

diberikan satu per orang, harus dibersihkan setelah dipakai, hanya digunakan

sesuai peruntukannya, diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan, dan

disimpan ditempat yang sesuai ketika tidak digunakan.Penggunaan APD

merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak.

Alat Pelindung Diri Menurut Faktor Bahaya dan Bagian Tubuh yang Perlu

Dilindungi pada Dermatosis atau radang kulit adalah:

1) Kepala : topi plastic, karet, pici (kap) kapas

atau wol

2) Muka : barrier cream, pelindung plastik

3) Jari, tangan lengan : barrier cream, sarung tangan karet,

plastik

4) Tubuh : penutup karet, plastic, baju lengan

Panjang

5) Betis, tungkai, mata kaki, kaki: sepatu karet, sol kayu,

sandal kayu (bakiak) (suma’mur, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

5) Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi nilai dan tingka laku. Dalam hal penyakit kulit

perempuan dikatakan lebih beresiko mendapat penyakit kulit dibandingkan

dengan pria. Berdasarkn aesthentic surgery journal terdapat perbedaan antara

kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut,

kelenjar sebaeceous atau kelenjar keringat dan hormon.

Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu endogen yang dapat

menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak

bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis dari pada kulit pria sehingga lebih rentan

terhadap kerusakan kulit. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memperoduksi

lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu

juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk

menderita dermatitis (Daulay, 2016).

6) Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah

terjadinya penyakit dermatis khususnya dermatitis kontak. Salah satu hal yang

menjadi penilain adalah masalah mencuci tangan. Karena tangan merupakan

anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Dengan mencuci

tangan setelah melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan dan menetralkan

PH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan

pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia (Cohen dalam Suryani, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Selain mencuci tangan, membersihkan bagian tubuh lain yang terkontak

dengan bahan kimia juga berhubungan dengan pencegahan terjadinya penyakit

dermatitis kontak. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara

personal hygiene dengan gejala dermatitis kontak, salah satunya penelitianyang

dilakukan oleh Suryani pada pekerja di pabrik cosmetik di Tanggerang Selatan,

81.8% pekerja dengan personal hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak,

sedangkan hanya 38,5% pekerja dengan personal hygiene baik menderita

dermatitis kontak. (suryani, 2011).

2.8. Pekerja Harian Lepas

Pekerja harian lepas adalah pekerja yang menerima upah harian. Upah

tersebut dapat diterima secara mingguan atau bulanan berdasarkan hasil kerjanya,

termasuk juga pekerja harian yang dibayar berdasarkan volume/hasil kerja yang

dilakukan. Perjanjian kerja harian lepas diatur dalam pasal 10 sampai dengan

pasal 12 Keputusan Menteri Nomor 100 tahun 2004 tentang ketentuan

pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja harian lepas ini

mengecualikan beberapa ketentuan umum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT), yang mana dalam Perjanjian kerja harian lepas dimuat beberapa syarat

antara lain:

1. Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan

tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta

upah di dasarkan pada kehadiran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

2. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh

bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.

3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian

lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu.

2.9. Kerangka konsep

kerangka konsep pada penlitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel

terikat (dependen) gejala dermatitis kontak dan variabel bebas (independen) yaitu

lama kontak, umur, masa kerja, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal

hygiene dan penggunaan alat pelindung diri.

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Langsung Pada


Pekerja Harian Lepas :

1. Lama kontak
Gejala Dermatitis
Faktor tidak langsung Kontak
Pada Pekerja Harian
Lepas :

1. Umur
2. Masa kerja
3. Riwayat penyakit
kulit sebelumnya
4. Personal hygiene
5. Penggunaan APD

Gambar 2.1
Kerangka konsep

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Analitik dengan metode

observasional dengan cara pendekatan cross sectional yaitu pengumpulan dan

pengukuran data dilakukan dalam waktu bersamaan atau sekaligus dalam satu

waktu.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT.Indojaya Agrinusa Medan unit

Poultryfeed berlokasi di Jalan Tanjung Morawa Km 12,8 Desa Bangunsari

Kabupaten Deli Serdang. Alasan dilakukan di lokasi ini adalah :

1. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis

2. Pada observasi awal beberapa pekerja mengalami gatal-gatal pada

tangan yang merupakan gejala dermatitis kontak dan apabila pekerja

istirahat beberapa hari, maka gejala dermatitis hilang dan kambuh bila

mereka bekerja kembali pada tempat yang sama sebelumnya.

3. Pekerja harian lepas di PT. Indojaya Agrinusa bekerja selama 8 jam

perhari dan kontak langsung dengan bahan kimia yang berpotensi

menimbulkan gejala dermatitis kontak.

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari Januari 2018 sampai dengan

selesai, yang dimulai dengan survei awal, penelusuran pustaka,

konsultasi pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian,

pengumpulan data, pengolahan data, dan hasil.

3.3. Populasi dan Sample

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pekerja harian lepas yang

bekerja di PT.Indojaya Agrinusa unit Poultryfeed Medan sebanyak 160

pekerja.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus

slovin, sebagai berikut :

Keterangan :

n = ukuran sampel / jumlah responden

N = ukuran populasi

e = presentasi kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan

yang masih bisa ditolerir e = 0,1 (10%)

perhitungan sampel dalam penelitian ini adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Dibulatkan menjadi 62 orang pekerja yang akan dijadikan sampel penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu

pengambilan sampel dengan syarat tertentu yang sesuai dengan penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh menggunakan kuesioner

dengan metode wawancara dan observasi langsung oleh peneliti pada

waktu pekerja melakukan pekerjaannya.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari officer HSE PT.

Indojaya Agrinusa berupa data jumlah pekerja harian lepas di PT.Indojaya

Agrinusa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

1. Variabel pengaruh (independent variable), yaitu lama kontak

dengan bahan kimia, masa kerja, umur, riwayat penyakit kulit,

personal hygien, dan penggunaan APD.

2. Variabel terpengaruh (dependent variable), yaitu gejala

dermatitis kontak pada pekerja harian lepas di PT.Indojaya

Agrinusa Unit Poultryfeed.

3.5.2. Defenisi Operasional

1. Gejala Dermatitis Kontak adalah reaksi yang timbul akibat

kontak langsung dengan bahan kimia pembuat pakan ternak di

PT.Indojaya Agrinusa unit Poultryfeed Medan, dengan gejala

kemerahan, gatal-gatal, terasa panas dan adanya vesikel.

2. Lama kontak adalah jangka waktu pekerja berhubungan

langsung dengan bahan kimia pembuat pakan ternak di

PT.Indojaya Agrinusa unit Poultryfeed Medan.

3. Masa kerja adalah jangka waktu pekerja mulai bekerja di

PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed sampai waktu penelitian

dilakukan.

4. Umur adalah jumlah tahun hidup pekerja dihitung sejak tahun

kelahiran sampai penelitian berlangsung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

5. Riwayat penyakit kulit adalah pekerja yang perna atau sedang

menderita penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaannya

maupun yang tidak.

6. Personal hygiene adalah kebiasaan pekerja untuk menjaga

kebersihan diri sebelum melakukan pekerjaan meliputi, mencuci

tangan, kaki dan muka

7. Penggunaan APD adalah alat pelindung diri yang digunakan

pekerja untuk menghindar dari bahaya dermatitis kontak. APD

yang digunakan yaitu, sarung tangan, baju lengan panjang, dan

sepatu karet (both)

3.6. Metode Pengukuran

1. Gejala dermatitis kontak dilakukan pengisian kuesioner oleh peneliti

dengan wawancara langsung dan observasi sebagai penguat jawaban yang

diberikan oleh pekerja untuk mengetahui gejala yang dialami pekerja

berkaitan dengan dermatitis kotak, seperti gatal-gatal, kemerahan pada

kulit, dan terasa panas. jawaban ada salah satu gejala dermatitis diberi

skor “1” dan tidak ada gejala diberi skor “2”.

2. Umur dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh peneliti melalui

wawancara langsung dengan pekerja. Jawaban usia ≥50 tahun diberi skor

“1” dan <50 tahun diberi skor 2.

3. Masa kerja dilakukan dengan pengisisna kuesioner oleh peneliti melalui

wawancara langsung dengan pekerja. Jawaban bekerja >3 bulan diberi

skor “1” dan ≤3 bulan diberi skor “2”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

4. Lama kontak yaitu waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam

hitungan jam/hari. Jawaban >5 jam perhari diberi skor “1” dan ≤5 jam

diberi skor “2”.

5. Pengukuran riwayat penyakit kulit dilakukan dengan pengisian kuesioner

melalui wawancara langsung dan observasi sebagai penguat jawaban, jika

memiliki riwayat penyakit kulit diberi skor “1”, dan jika tidak memilki

riwayat penyakit kulit diberi skor “2”.

6. Penggunaan APD diukur berdasarkan pada skala nominal, jawaban tidak

lengkap (tidak menggunakan salah satu dari APD) diberi nilai “1” dan

lengkap (sarung tangan, baju lengan panjang, dan sepatu karet) diberi skor

“2”

7. Personal hygiene diukur berdasarkkan pada skala Nominal, jawaban tidak

baik (tidak melakukan salah satu dari personal hygiene) diberi skor “1”

dan jawaban baik (mencuci tangan, kaki dan muka) diberi skor “2”, dan

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen

No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala


1 Gejala Kuesioner Observasi 1. ada gejala Nominal
Dermatitis dan dermatitis
Kontak wawancara kontak
2. tidak Ada
dermatitis
kontak
2 Lama Kuesioner Wawancara 1. ≥ 5 jam/hari Nominal
Kontak langsung 2. < 5 jam/hari
3 Umur kuesioner Wawancara 1. ≥ 50 tahun Nominal
langsung 2. < 50 tahun
4 Masa kerja kuesioner Wawancara 1. > 3 bulam Nominal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

langsung 2. ≤ 3 bulan
5 Riwayat kuesioner Wawancara 1. ada riwayat Nominal
Penyakit dan observasi 2. tidak Ada
Kulit langsung riwayat
6 Personal kuesioner Wawancara 1. tidak baik Nominal
Hygiene dan observasi 2. baik
langsung
7 Penggunaan Kuesioner Observasi 1. tidak Nominal
APD langsung lengkap
2. lengkap

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan penelitian ini baik secara univariat,

bevariat, dan multivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan

presentasi dari variabel dependen dan variabel independen, variabel

tersebut adalah lama kontak, masa kerja, umur, riwayat penyakit

kulit sebelumnya, penggunaan APD, personal hygiene, dan gejala

dermatitis kontak di PT. Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara variabel

bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) dengan uji

statistik dan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah

chi-square untuk menghubungkan variabel kategorik dan kategorik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
HASIL

4.1 Gambaran Umum PT.Inodojaya Agrinusa Medan

4.1.1 Ruang Lingkup Usaha

PT. Indojaya Agrinusa merupakan industri yang memproduksi pakan ternak,

seperti pakan ayam, pakan puyuh, dan pakan ikan. PT. Indojaya Agrinusa berdiri

pada tanggal 26 Oktober 1995 dan merupakan anak perusahaan PT. Japfa Comfeed

Indonesia. PT. Indojaya Agrinusa berlokasi di Jl. Tanjung Morawa Km 12,8 Desa

Bangunsari Kabupaten Deli Serdang yang memiliki luas tanah sebesar 8 Ha.

PT. Indojaya Agrinusa adalah perusahaan yang bergerak dibidang pakan

ternak (animal feed) memproduksi jenis pakan ternak, yaitu :

1. Pakan Ayam

Pakan ayam terdiri atas 3 jenis, yaitu :

a. Ayam petelur

b. Ayam pedaging

c. Anak ayam

2. Pakan Ikan

Pakan ikan terdiri atas 2 jenis, yaitu :

a. Pakan apung

Jenis ikan pada pakan apung misalnya ikan lele, ikan mas, dan ikan nilai.

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38

b. Pakan tenggelam

Jenis ikan pada pakan tenggelam misalnya ikan gurame, udang, dan lain-lain.

Pakan yang diproduksi oleh PT. Indojaya Agrinusa terbagi atas 3 jenis pakan

yaitu:

1. Butiran Pellet dan Crumble

Pakan yang berbentuk butiran diberikan untuk pedaging dan ikan yang

berguna untuk mempercepat pertumbuhan.

2. Tepung

Pakan yang berbentuk tepung diberikan untuk anak ayam dan ikan yang

berguna untuk mempercepat pertumbuhan.

3. Consentrat

Pakan yang berbentuk consentrat diberikan untuk petelur yang berguna

untuk mengeraskan cangkang telur. Jenus produk ini berbentuk consentrat yaitu

consentrat grower.

4.1.2 Proses Produksi

Proses produksi pakan ternak di PT. Indojaya Agrinusa meliputi :

1. Penyaringan

Semua bahan yang akan digunakan akan dimasukan ke dalam bin bahan

baku. Sebelum dimasukan ke dalam bahan baku, material yang digunakan akan

dibersihkan dengan menggunakan drum pengayak. Setelah itu dibawa ke rotary

distributor yaitu sistem penyaringan dengan mengisap kotoran debu yang prinsip

kerjannya sama dengan vacuum cleaner.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

2. Penimbangan (Batching)

Penimbangan masing-masing material dilakukan dengan menggunakan

alat yang disebut dosing weigher dengan komposisi yang telah ditentukan. Proses

penimbangan ini dilakukan secara otomatis (terkomputerisasi), kemudian bahan-

bahan tersebut dimasukan ke dalam shifer untuk memisahkan bahan yang kasar

dengan bahan baku yang halus dengan ukuran 8-10 mesh. Bahan baku yang kasar

akan digiling ke dalam mesin bin hammermill untuk dijadikan tepung, sedangkan

bahan baku yang halus akan dimasukan ke mixermachine.

3. Penggilingan (Milling)

Bahan baku yang kasar dimasukan ke dalam bin hammermill untuk

digiling sesuai ukuran yang telah ditentukan dan kemudian akan dimasukan ke

hooper.

4. Pencampuran (Mixing)

Bahan baku yang berasal dari hopper dan bahan baku yang halus akan

bercampur di mixer machine, dimana akan ditambahkan bahan lain seperti PO,

vitamin, dan premix. Pencampuran ini menggunakan horizontal mixer machine.

Hasil pencampuran tersebut berupa tepung, sedangkan untuk menghasilkan

produk butiran berupa pellet dan crumble, hasil pencampuran akan dibawa

menuju bin sementara untuk menunggu proses selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

5. Pemeletan (Pelleting)

Dari bin sementara. Campuran akan dibawa ke mesin press, tetapi

sebelumnya akan terjadi pemanasan di mixer conditioner agar memudahkan

proses pemeletan. Pada proses pemanasan terjadi proses glamitisir (proses yang

berfungsi untuk meningkatkan daya ikat diantara bahan), bahan yang dipanaskan

dengan steam yang berasal dari boiler. Suhu steam yang dimasukan ke dalam

conditioner sekitar 70-90C dan digunakan sampai bin memenuhi hardness yang

dibutuhkan melalui alat pengontrol, untuk mengetahui hardness-nya, dilakukan

pemeriksaan oleh quality control dibagian laboratorium. Setelah proses

pemanasan dan penekanan tekanan dari bin sementara bahan akan berubah

berbentuk menjadi butiran-butiran (pelet) dan dimasukan ke dalam cooler

machine dengan bantuan blower untuk didinginkan.

6. Proses Crumble

Dari bin sementara, kemudian msuk ke mesin crumble, pada mesin ini

terjadi proses pemotongan pelet menjadi ukuran yang lebih kecil sesuai dengan

yang ditentukan. Setelah proses crumble selesai, bahan kemudian diangkat ke

mesin pengayak dengan chain conveyor dan bucket elevator.

7. Pengayakan (Shiftering)

Butiran-butiran yang dihasilkan oleh mesin crumble akan diayak dengan

menggunakan mesin pengayak yang berukuran 8 sampai 12 mesh. Kemudian

hasil pengayakan dibawa ke bin produk jadi dengan pipa gravitasi, sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

untuk butiran yang lebih kecil (12 mesh) dibawa kembali di press untuk proses

pembutiran.

8. Pengemasan (Packing Off)

Produk jadi berupa tepung, pelet, dan crumble dari bin produk jadi untuk

masing-masing produk akan dibawa ke proses pengarungan dengan pipa gravitasi.

Produk jadi tersebut akan dimasukan ke dalam karung plastik berukuran 50Kg.

Proses pengemasan berlangsung secara otomatis. Setelah produk dikemas, produk

tersebut dibawa ke gudang produk jadi dengan menggunakan belt conveyor.

4.1.3. Bagian Kerja dalam Penelitian

4.1.3.1. Bongkar Muat

Bongkar muat di pabrik pakan ternak adalah suatu proses kegiatan

memindahkan muatan dari dalam kontainer yang berupa bahan baku pakan ternak dan

dimuat ulang kedalam karung untuk selanjutnya disusun diatas palet kemudian

dimasukan ke dalam gudang penyimpanan bahan baku. Kegiatan bongkar muat

dilakukan oleh pekerja harian lepas atau pekerja outsorcing yang berasal dari

PT.Bangun Sari gemilang. PT. Bangun Sari Gemilang Merupakan perusahaan

penyedia jasa tenaga kerja. Kegiatan kerja dilakukan diarea outdoor. Alat yang sering

digunakan pekerja bongkar muat adalah skop dan gancu untuk memindahkan karung

yang telah berisi bahan baku ke atas palet atau papan penyusun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

4.1.3.2. Inteks Bahan baku

Inteks bahan baku merupakan proses kerja memasukan bahan baku kedalam

mesin inteks kemudian diproduksi didalam mesin bin. Kegiatan ini meliputi

memasukan bahan baku dari karung kedalam mesin inteks secara manual, pada

proses ini pekerja sering berkontak dengan bahan baku. Kegiatan kerja dilakukan

diarea indor, berdekatan dengan area produksi. Alat yang sering digunakan pada

proses kerja ini adalah gancu untuk memindahkan karung dari palet ke atas mesin

inteks dan pisau untuk membuka karung bahan baku. Posisi kerja yang paling

banyak dilakukan pekerja adalah berdiri dan membungkuk.

4.1.4. Bahan Baku Pakan Ternak

Bahan baku adalah semua bahan yang digunakan dalam proses produksi.

Dalam proses produksi PT. Indojaya Agrinusa menggunakan bahan baku terbagi atas

3 sumber, yaitu :

1. Sumber Energi

a. Jagung

Jagung merupakan sumber bahan utama dalam produk pakan ternak

karena mengandung protein dan air yang baik buat ternak. Jagung yang

digunakan berasal dari jagung lokal. PT. Indojaya Agrinusa juga mengimpor

jagung yang berasal dari USA, Thailand, India, dan Brazil. Karena pada

umumnya jagung yang berasal dari negara tersebut lebih lunak.penggunaan

jagung untuk pembuatan pakan sebesar 50-60%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

b. Wheat Bran pellet

Wheat Bran Pellet atau kulit ari gandum merupakan hasil akhir dari

gandum dan berbentuk pellet. Wheat Bran Pellet digunakan pada pakan ternak

sebesar 10-20%.

2. Sumber Protein

a. Hewani

1) Meat Bone Meal (MBM)

Tepung daging atau Meat Bone Meal (MBM), mengandung protein

kasar yang tinggi dan sangat baik untuk ayam pedaging. Meat Bone Meal

(MBM) diimpor langsung dari USA dan Australia.

2) Poultry by Product Meal

Poultry by Product Meal dipakai tidak lebih dari 10%.

3) Hidrolisa Chicken Feather Meal

Hidrolisa Chicken Feather Meal atau dikenal dengan tepung bulu.

Tepung bulu memiliki kandungan protein hewani dan kaya akan animo

esensial. Pemakaian tepung bulu sekitar 5%.

b. Nabati

1) Soya Bone Meal (SBM)

Merupakan salah satu sumber protein nabati untuk hewan yang

berasal dari bungkil kacang kedelai. Soya Bone Meal biasanya digunakan

sebesar 18-38%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

2) Corn Gluten Meal

Merupakan hasil by product jagung dimana Corn Gluten Meal

mengandung kadar protein yang tinggi.

3) DDGS

Merupakan hasil by product jagung yang difermentasikan. Dimana

DDGS ini mengandung kadar protein yang tinggi.

4) Rape Seed Meal (RSM)

Berasal dari biji bunga matahari, dimana Rape Seed Meal

mengandung kadar protein yang tinggi.

3. Sumber Kalsium

a. Tepung Batu

Tepung batu berfungsi sebagai alat pembantu pencernaan pada ayam

dan merupakan sumber kalsium (ca) dan phospor (p). Tepung batu didapat

dari batu-batuan yang berasal dari pegunungan.

b. Dicalsium Phosphate (DCP)

Discalsium Phosphate merupakan bahan yang atau penambahan

kalsium dan pospat.

c. Monocalsium Phosphate (MCP)

Monocalsium Phosphate merupakan bahan yang digunakan untuk

penambahan kalsium dan pospat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

4.2 Analisis Univariat

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang hubungan lama kontak

dengan bahan kimia, masa kerja, umur, riwayat penyakit kulit, personal hygiene, dan

penggunaan APD terhadap gejala dermatitis kontak pada pekerja dengan jumlah

responden sebanyak 62 responden. Pengumpulan data yang diperoleh dengan

menggunakan kuesioner.

Deskripsi dimulai dari analisa univariat yaitu gambaran keadaan responden

yang digunakan dalam penelitian ini meliputi keadaan responden berdasarkan jenis

kelamin, lama kontak dengan bahan baku, masa kerja, usia, riwayat penyakit kulit,

personal hygiene, penggunaan APD, dan gejala dermatitis kontak. Sedangkan analisis

bivariat menampilkan hubungan atau pengaruh antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Hasil pengumpulan data diolah menggunakan program komputer SPSS versi

25 yang disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan. Analisa data dilakukan

dengan menggunakan uji statistik Chi-Square dengan nilai derajat kemaknaan p <

0,05. Bila probabilitas lebih kecil dari pada α = 0.05, maka Ho di tolak dan Ha

diterima yang berarti ada hubungan bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Dari hasil penelitian ini, data yang diperoleh setelah diolah, disajikan dalam

bentuk tabel sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan Tahun 2018
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 62 100,0
Perempuan 0 0,0
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa seluruh responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini sebanyak 62 responden berjenis kelamin laki-laki dan

tidak ada responden yang berjenis kelamin perempuan.

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di


PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun 2018
Umur N %
≥ 50 tahun 3 4,8
< 50 tahun 59 95,2
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden pekerja harian

lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun 2018 yang menjadi

sampel dalam penelitian ini berumur < 50 tahun yaitu sebanyak 59 responden atau

95,2% dan sisanya berumur ≥50 tahun yaitu sebanyak 3 responden atau 4,8%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Masa


Kerja di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun 2018
Masa Kerja N %
> 3 bulan 52 83,9
≤ 3 bulan 10 16,1
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini memiliki masa kerja > 3 bulan yaitu sebanyak 52

responden atau 83,9% dan sisanya memiliki masa kerja ≤ 3 bulan yaitu sebanyak 10

responden atau 16,1%.

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kontak

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama


Kontak dengan Bahan Baku di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan
Tahun 2018
Lama Kontak N %
> 5 jam/hari 46 74,2
≤ 5 jam/hari 16 25,8
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini berkontak dengan bahan baku > 5 jam/hari yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

sebanyak 46 responden atau 74,2% dan sisanya berkontak dengan bahan baku ≤ 5

jam/hari yaitu sebanyak 16 responden atau 25,8%.

4.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Pekerjaan dengan Bahan

Kimia

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat

Pekerjaan dengan Bahan Kimia

Riwayat Pekerjaan dengan Bahan Kimia N %


Ada 25 40,3
Tidak Ada 37 59,7
Total 62 100,0
Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini tidak memiliki riwayat pekerjaan dengan bahan kimia

yaitu sebanyak 37 responden (59,7%) dan sisanya memiliki riwayat sebanyak 25

responden (40,3%). Pekerja yang memiliki riwayat pekerjaan dengan bahan kimia

mayoritas bekerja di pabrik pengamplasan kayu dan pembuatan sarung tangan lateks.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

4.2.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Kulit

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat


Penyakit Kulit di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun 2018
Riwayat Penyakit Kulit N %
Ada 12 19,4
Tidak Ada 50 80,6
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas yang menjadi sampel

dalam penelitian ini tidak memiliki riwayat penyakit kulit yaitu sebanyak 50

responden atau 80,6 % dan sisanya memiliki riwayat penyakit kulit yaitu sebanyak 12

responden atau 19.4%.

4.2.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Penggunaan APD

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Penggunaan APD di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun 2018
Penggunaan APD N %
Tidak lengkap 48 77,4
Lengkap 14 22,6
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini tidak lengkap dalam menggunakan APD yaitu sebanyak

48 responden atau 77,4% dan sisanya lengkap dalam menggunakan APD yaitu

sebanyak 14 responden atau 22,6%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Tabel 4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan APD yang Digunakan

di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan Tahun 2018

Penggunaan APD Mengunakan Tidak Menggunakan


N % N %
Sarung Tangan 38 61,3 24 38,7
Baju Lengan panjang 37 59,7 25 40,3
Sepatu Boot 25 40,3 37 59,7

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa APD yang paling banyak digunakan

adalah sarung tangan dan baju lengan panjang. Responden yang mengunakan sarung

tangan sebanyak 38 (61,3%) pekerja , menggunakan baju lengan panjang 37 (59,7%)

pekerja , dan menggunakan sepatu boot sebanyak 25 (40,3%) pekerja.

4.2.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Personal Hygiene

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Personal


Hygiene di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun 2018
Personal Hygiene N %
Baik 50 80,6
Tidak baik 12 19,4
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini baik dalam personal hygiene yaitu sebanyak 50

responden atau 80,6% dan sisanya tidak baik dalam personal hygiene yaitu sebanyak

12 responden atau 19,4%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

4.2.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Gejala Dermatitis Kontak

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Gejala


Dermatitis Kontak di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan tahun
2018
Gejala Dermatitis Kontak N %
Ada gejala 24 38,7
Tidak ada gejala 38 61,3
Total 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas responden yang menjadi

sampel dalam penelitian ini tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak

38 responden atau 61,3% dan sisanya mengalami gejala dermatitis kontak yaitu

sebanyak 24 responden atau 38,7%.

Tabel 4.11. Karakteristik responden Berdasarkan Gejala dermatitis

Kontak yang dirasakan di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan

tahun 2018

Gejala dermatitis Kontak Ada Tidak Ada


N % N %
Gatal 13 21,0 49 79,0
Panas 23 37,1 39 62,9
Kemerahan 20 32,3 42 66,7
Vesikel 0 0,0 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Berdasarkan tabel di atas gejala dermatitis kontak yang paling banyak

dirasakan adalah panas pada telapak tangan. Responden yang mengalami gejala

dermatitis kontak gatal sebanyak 13 (21.0%) pekerja, panas sebanyak 23 (37,1%)

pekerja, kemerahan 20 (32,3%) pekerja, dan tidak ada pekerja yang mengeluhkan

sampai pada gejala vesikel.

4.3. Analisis Bivariat

4.3.1. Hubungan Lama Kontak dengan Bahan Kimia terhadap Gejala

Dermatitis Kontak

Tabel 4.12. Hubungan Lama Kontak dengan Bahan Kimia terhadap Gejala
Dermatitis Kontak Pada Harian Lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit
Poultryfeed Medan Tahun 2018
Gejala Dermatitis Kontak
Lama Kontak Tidak ada Total
Ada gejala p-value
dengan Bahan Kimia gejala
N % N % N %
> 5 jam/hari 17 27,4 29 48,6 46 74,2
0,631
≤ 5 jam/hari 7 11,3 9 14,5 16 25,8
Total 24 38,7 38 61,3 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan analisa data mengenai hubungan lama kontak dengan bahan

kimia terhadap gejala dermatitis kontak dilihat dari Tabel 4.12 menunjukkan bahwa

dari 62 responden, pekerja yang berkontak dengan bahan baku > 5 jam/hari dan

mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 17 responden (27,4%), pekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

yang berkontak dengan bahan baku > 5 jam/hari tetapi tidak mengalami gejala

dermatitis kontak yaitu sebanyak 29 responden (48,6%), pekerja yang berkontak

dengan bahan baku ≤ 5 jam/hari tetapi mengalami gejala dermatitis kontak yaitu

sebanyak 7 responden (11,3%), dan pekerja yang berkontak dengan bahan baku ≤ 5

jam/hari dan tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 9 responden

(14,5%).

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square maka

diperoleh nilai p=0,631 > (α =0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan/pengaruh antara lama

kontak dengan bahan kimia terhadap gejala dermatitis kontak.

4.3.2. Hubungan Masa Kerja terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Tabel 4.13. Hubungan Masa Kerja terhadap Gejala Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Harian Lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan Tahun
2018
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada Total
Masa Kerja Ada gejala p-value
gejala
N % N % N %
> 3 bulan 16 25,8 36 58,1 52 83,9
0,010
≤ 3 bulan 8 12,9 2 3,2 10 16,1
Total 24 38,7 38 61,3 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

Berdasarkan analisa data mengenai hubungan masa kerja terhadap gejala

dermatitis kontak dilihat dari Tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari 62 responden,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

pekerja yang memiliki masa kerja > 3 bulan dan mengalami gejala dermatitis kontak

yaitu sebanyak 16 responden (25,8%), pekerja yang memiliki masa kerja > 3 bulan

tetapi tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 36 responden

(58,1%), pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 3 bulan tetapi mengalami gejala

dermatitis kontak yaitu sebanyak 8 responden (12,9%), dan pekerja yang memiliki

masa kerja ≤ 3 bulan dan tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 2

responden (3,2%).

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square maka

diperoleh nilai p=0,010 < (α =0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja terhadap

gejala dermatitis kontak.

4.3.3. Hubungan Umur terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Tabel 4.14. Hubungan Umur terhadap Gejala Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Harian Lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan Tahun 2018
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada Total
Umur Ada gejala p-value
gejala
N % N % N %
≥ 50 tahun 1 1,6 2 3,2 3 4,8
1,0
< 50 tahun 23 37,1 36 58,1 59 95,2
Total 24 38,7 38 61,3 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Berdasarkan analisa data mengenai umur terhadap gejala dermatitis kontak

dilihat dari Tabel 4.14 menunjukkan bahwa dari 62 responden, pekerja yang berumur

≥ 50 tahun dan mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 1 responden

(1,6%), pekerja yang berumur ≥ 50 tahun tetapi tidak mengalami gejala dermatitis

kontak yaitu sebanyak 2 responden (3,2%), pekerja yang berumur < 50 tahun tetapi

mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 23 responden (37,1%), dan

pekerja yang berumur < 50 tahun dan tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu

sebanyak 36 responden (58,1%).

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square maka

diperoleh nilai p=1,0 > (α =0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur terhadap

gejala dermatitis kontak.

4.3.4. Hubungan Riwayat Penyakit Kulit terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Tabel 4.15. Hubungan Riwayat Penyakit Kulit terhadap Gejala Dermatitis


Kontak Pada Pekerja Harian Lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed
Medan Tahun 2018
Gejala Dermatitis Kontak
Riwayat Penyakit Tidak ada Total
Ada gejala p-value
Kulit gejala
N % N % N %
Ada 12 19,4 0 0,0 12 19,4
0,001
Tidak ada 12 19,4 38 61,3 50 80,6
Total 24 38,7 38 61,3 62 100,0

Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Berdasarkan analisa data mengenai riwayat penyakit kulit terhadap gejala

dermatitis kontak dilihat dari Tabel 4.15 menunjukkan bahwa dari 62 responden,

pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan mengalami gejala dermatitis kontak

yaitu sebanyak 12 responden (19,4%), pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit

tetapi tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 0 responden (0,0%),

pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit tetapi mengalami gejala dermatitis

kontak yaitu sebanyak 12 responden (19,4%), dan pekerja yang tidak memiliki

riwayat penyakit kulit dan tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak

38 responden (61,3%).

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square maka

diperoleh nilai p=0,001 < (α =0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat penyakit kulit

terhadap gejala dermatitis kontak.

4.3.5. Hubungan Personal Hygiene terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Tabel 4.16. Hubungan Personal Hygiene terhadap Gejala Dermatitis Kontak


Pada Pekerja Harian Lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan
Tahun 2018
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada Total
Personal Hygiene Ada gejala p-value
gejala
N % N % N %
Tidak Baik 5 8,1 7 11,3 12 19,4
1,0
Baik 19 30,6 31 50,0 50 80,6
Total 24 38,7 38 61,3 62 100,0
Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Berdasarkan analisa data mengenai personal hygiene terhadap gejala

dermatitis kontak dilihat dari Tabel 4.16 menunjukkan bahwa dari 62 responden,

pekerja yang memiliki personal hygiene tidak baik dan mengalami gejala dermatitis

kontak yaitu sebanyak 5 responden (8,1%), pekerja yang memiliki personal hygiene

tidak baik tetapi tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 7

responden (11,3%), pekerja yang memiliki personal hygiene baik tetapi mengalami

gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 19 responden (30,6%), dan pekerja yang

memiliki personal hygiene baik dan tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu

sebanyak 31 responden (50,0%).

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square maka

diperoleh nilai p=1,0 > (α =0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara personal hygiene

terhadap gejala dermatitis kontak.

4.3.6. Hubungan Penggunaan APD terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Tabel 4.17. Hubungan Penggunaan APD terhadap Gejala Dermatitis Kontak


Pada Pekerja Harian Lepas di PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed Medan
Tahun 2018
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada Total
Penggunaan APD Ada gejala p-value
gejala
N % N % N %
Tidak Lengkap 22 35,5 26 41,9 48 77,4
0,033
Lengkap 2 3,2 12 19,4 14 22,6
Total 24 38,7 38 61,3 62 100,0
Sumber : Hasil Olah Data SPSS 25, 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Berdasarkan analisa data mengenai penggunaan APD terhadap gejala

dermatitis kontak dilihat dari Tabel 4.17 menunjukkan bahwa dari 62 responden,

pekerja yang menggunakan APD tidak lengkap dan mengalami gejala dermatitis

kontak yaitu sebanyak 22 responden (35,5%), pekerja yang menggunakan APD tidak

lengkap tetapi tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 26 responden

(41,9%), pekerja yang menggunakan APD lengkap tetapi mengalami gejala dermatitis

kontak yaitu sebanyak 2 responden (3,2%), dan pekerja yang menggunakan APD

lengkap dan tidak mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 12 responden

(19,4%).

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan uji Chi-Square maka

diperoleh nilai p=0,033 < (α =0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan APD

terhadap gejala dermatitis kontak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat

terpajan suatu substansi dari luar tubuh, baik oleh susbtansi iritan maupun

substansi alergen (Harianto, 2004). Gejala paling banyak dirasakan pada area

tangan, mulai dari telapak tangan bahkan ada yang mengalami kemerahan pada

bagian lengan hingga siku. Gejala yang paling banyak dirasakan adalah rasa panas

yaitu sebanyak 23 responden, kemerahan sebanyak 20 responden, gatal sebanyak

13 responden dan tidak ada responden yang mengeluh memiliki vesikel pada kulit

mereka.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 62 responden, sebanyak 38 responden

tidak mengalami gejala dermatitis kontak atau 61,3% dan 24 responden atau

38,7% mengalami gejala dermatitis kontak. Pekerja mengaku rasa gatal dan panas

akan dirasakan seseorang jika baru pertama kali bekerja, ditambah jika

sebelumnya belum pernah bersentuhan dengan bahan tersebut. Terbukti dari 10

pekerja yang bekerja ≤3 bulan 8 diantaranya mengeluhkan adanya gejala

dermatitis kontak, hal ini dikarenakan mereka belum perna bersentuhan dengan

bahan baku pakan ternak sebelumnya sehingga kulit mereka belum resisten

dengan bahan tersebut. Dengan demikian lama kontak dengan bahan baku tidak

menjadi faktor penentu pekerja dapat merasakan gejala dermatitis kontak, pekerja

yang bekerja >5 jam dan ≤5 jam memiliki potensi yang sama untuk mengalami

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60

gejala dermatitis kontak. Hasil uji chi square menunjukan p=0,631 yang berarti

tidak ada hubungan antara lama kontak dengan gejala dermatitis kontak.

Bahan baku pakan ternak yang sering menimbulkan gejala dermatitis

kontak dengan pekerja diantaranya bahan CGM ( Corn Gluten Meal). Banyak

pekerja yang mengeluhkan rasa gatal, panas dan kemerahan jika bersentuhan

dengan bahan baku tersebut. CGM merupakan limbah pengolahan minyak jagung

yang berasal dari proses penggilingan jagung secara basah dari jagung yang

digunakan dalam industri tepung jagung dan syrup. Dalam proses sentrifugasi

untuk memisahkan pati akan dihasilkan produk sampingan Corn Gluten meal

(CGM) yang mengandung protein jagung mencapai 60% yang berguna untuk

pakan ternak. Sifat basa yang dikandung oleh bahan tersebut membuat gejala

dermatitis kontak lebih berpotensi dirasakan oleh pekerja. Gejala dermatitis

kontak juga paling banyak dikeluhkan oleh pekerja yang sering berkontak dengan

bahan bekatul, yaitu bagian terluar dari bji tumbuhan serealia seperti padi,

gandum, dan jelai.

Pekerja banyak tidak mengetahui gejala yang mereka rasakan adalah

dermatitis kontak sehingga kebanyakan dari mereka tidak melakukan pengobatan

karena gejala ringan seperti gatal, panas dan kemerahan, dan gejala itu akan

hilang setelah mereka berhenti melakukan pekerjaan. Lokasi terjadinya dermatitis

kontak pada pekerja paling banyak terdapat pada telapak tangan. Hal ini karena

sebagian besar dari pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung

tangan dan baju lengan panjang guna menghindari dari kontak lansung dengan

bahan baku. Selain tidak menggunakan alat pelindung diri, adanya riwayat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

penyakit kulit sebelumnya yang diderita oleh pekerja baik karena pekerjaan

ataupun tidak juga dapat meningkatkan peluang terjadinya dermatitis. Sebanyak

12 orang pekerja menyatakan memilki riwayat penyakit kulit dan seluruhnya

mengeluhkan adanya gejala dermatitis kontak. Hal ini menunjukan bahwa ada

hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan gejala dermatitis

kontak.

5.2. Hubungan Umur terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis data didapatkan

nilai p-value sebesar 1,0 (p > 0,05), hal ini menunjukan bahwa tidak ada

hubungan antara umur terhadap gejala dermatitis kontak. Hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2014) pada pekerja di

PT.X Cirebon yang merupakan pabrik pakan ternak, yang menyatakan bahwa

salah satu faktor penyebab kejadian dermatitis kontak adalah umur. Djuanda

(2010) juga mengatakan kulit manusia mengalami degenerasi seiring

bertambahnya usia sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi

kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia menginfeksi kulit

sehingga kulit mudah terkena penyakit.

Penelitian ini sejalan dengan Erlina (2008) bahwa umur bukan merupakan

faktor resiko yang mempengaruhi dermatitis kontak. Menurut Erlina (2008) dalam

konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan umur, dermatitis

dapat menyerang semua kelompok umur artinya umur bukan merupakan faktor

utama terhadap bahan-bahan penyebab dermatitis kontak. Dalam penelitian ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

umur termudah responden adalah 21 tahun dan tertua adalah 51 tahun. Mayoritas

usia pekerja harian lepas di PT.Indojaya Agrinusa relatif muda dengan usia 20-40

tahun. Pekerja yang mengalami gejala dermatitis kontak 23 (37,1%) berumur < 50

tahun dan 1 pekerja berumur ≤50 tahun. Menurut Harianto (2010) umur yang

rentan terkena dermatitis kontak adalah dibawah umur 8 tahun dan lansia > 50

tahun, namun dalam hal ini gejala dermatitis kontak banyak dialami oleh

kelompok umur muda. Dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa

walaupun sebagian besar usia pekerja relatif muda, tetapi tidak menutup

kemungkinan untuk mengalami gejala dermatitis kontak. Pekerja muda

mempunyai fungsi proteksi kulit yang lebih baik dibandingkan pekerja tua, akan

tetapi apabila dalam melakukan prosedur kerjanya tidak memperhatikan aspek

keselamatan dan kesehatan kerja, maka akan berpotensi untuk mengalami

dermatitis kontak.

5.3. Hubungan Masa Kerja terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis data yang dilakukan oleh

peneliti didapat nilai p-value = 0,010 (p < 0,05) sehingga secara statistik

menunjukan bahwa ada hubungan antara masa kerja terhadap gejala dermatitis

kontak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Erliana (2008) pada pekerja paving blok, mengungkapkan adanya hubungan

yang bermakna antara masa kerja dengan dermatitis kontak. Dalam penelitian

tersebut juga dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami dermatitis kontak

paling banyak adalah pekerja dengan masa kerja ≥ 8 tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Penelitian ini menemukan bahwa 10 responden yang bekerja ≤3 bulan 8

diantaranya mengeluhkan adanya gejala dermatitis kontak, 52 responden yang

bekerja >3 bulan 16 diantaranya mengeluhkan adanya gejala dermatitis kontak.

Hal ini menunjukan bahwa semakin lama pekerja berkontak dengan bahan baku

pakan ternak maka semakin resisten kulit mereka dengan bahan tersebut sehingga

tidak lagi merasakan gejala dermatitis kontak. Hasil wawancara dengan

kuesioner, pekerja dengan masa kerja yang lama merasa sudah kebal dengan baku

CGM yang paling banyak menimbulkan gejala dermatitis kontak. Meskipun

terjadi gejala kelainan kulit yang timbul dikulit mereka, mereka menganggap hal

tersebut sudah biasa dan hanya merupakan resiko pekerjaan. Banyak dari

responden dengan masa kerja yang lama namun masih merasakan gejala

dermatitis kontak karena mengabaikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja

seperti penggunaan APD dan adanya riwayat penyakit kulit yang diderita oleh

pekerja. Responden dalam penelitian ini adalah pekerja harian lepas. Masa kerja

reponden paling lama yaitu 6 bulan dan yang paling sedikit adalah 2 bulan.

Banyak pekerja yang mengeluhkan gejala dermatitis kontak sering mereka

rasakan diawal-awal berkontak dengan bahan baku pakan ternak. Menurut

Suma’mur (2013) Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak

dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerjanya.

Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap

pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, semakin lama ia bekerja semakin

banyak pengalamannya. Menurut Anogoro, tenaga kerja yang memiliki masa

kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman didalam mengerjakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih baik. Pekerja yang berkontak dengan

bahan kimia secara terus menerus akan memiliki resistensi terhadap bahan kimia

yang digunakan oleh perusahaan.

5.4. Hubungan Lama Kontak dengan Bahan Baku terhadap Gejala

Dermatitis Kontak

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis data yang dilakukan oleh

peneliti didapat nilai signifikan yaitu 0,631 (p>0,05) hal ini menunjukan bahwa

tidak ada hubungan antara lama kontak dengan bahan baku terhadap gejala

dermatitis kontak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Irawan (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara lama kontak dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja di

PT.X Cirebon. Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan

kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan bahan kimia

maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan

untuk terjadinya dermatitis kontak. Menurut Chew, pekerja yang terpapar lebih

dari 2 jam perhari akan memberikan peluang yang lebih besar terkena dermatitis

kontak iritan.

Pekerja berkontak dengan bahan baku pakan ternak > 5 jam/hari yaitu

sebanyak 46 responden atau 74,2% dan sisanya berkontak dengan bahan kimia ≤ 5

jam/hari yaitu sebanyak 16 responden atau 25,8%. Bahan baku yang digunakan di

PT.Indojaya Agrinusa Unit Poultryfeed berasal dari bahan nabati dan hewani

yang lebih bersifat alergen. Sehingga gejala dermatitis kontak paling sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

dirasakan oleh pekerja yang baru bersentuhan dengan bahan baku. Adanaya

perbedaan lama kontak dengan bahan kimia pada pekerja dikarenakan perbedaan

jenis pekerjaan yang dilakukan. Terkadang dalam seharinya pekerja tidak hanya

memuat bahan baku saja tetapi juga menyusun atau stapel bahan baku untuk

disusun didalam gudang. Pada proses kerja stapel kecil kemungkinan pekerja

berkontak dengan bahan baku atau bahkan tidak berkontak sama sekali.

5.5. Hubungan Riwayat Penyakit Kulit terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis data yang dilakukan oleh

peneliti didapat nilai p-value = 0,001 ( p < 0,05) hal ini menunjukan ada hubungan

antara riwayat penyakit kulit terhadap gejala dermatitis. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya dari Daulay (2016) yang menyatakan

bahwa salah satu faktor penyebab kejadian dermatitis kontak yaitu riwayat

penyakit kulit. Pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebanyak 17 pekerja

dan 11 diantaranya mengalami dermatitis kontak sedangkan dari 19 pekerja yang

tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya hanya 6 orang yang mengalami

dermatitis kontak, berarti responden yang memilki riwayat penyakit kulit

sebelumnya memiliki resiko 1,9 kali mengalami dermatitis kontak jika

dibandingkan dengan responden yang tidak memilki riwayat penyakit kulit.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sarfiah (2016) yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan

dermatitis kontak iritan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Hasil penelitian ini dari 62 responden, yang tidak memiliki riwayat

penyakit kulit yaitu sebanyak 50 (80,6%) responden dan 12 (19,4%) responden

memiliki gejala dermatitis kontak. Responden yang mengaku memiliki riwayat

penyakit kulit seluruhnya mengalami gejala dermatitis kontak. Pekerja yang

sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non occupational cenderung lebih mudah

mendapat occupational dermatoses. Bekerja di tempat outdoor dengan kondisi

lingkungan kerja panas dan lembab dapat memicu lebih mudah mengalami gejala

dermatitis kontak. Pekerja yang banyak menderita riwayat penyakit kulit

sebelumnya juga disertai dengan pengalaman kerja di tempat yang terpapar bahan

kimia lain. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada pekerja, yang

mengaku memiliki riwayat penyakit kulit karena juga perna bekerja di pabrik

pengamplasan kayu, pembuatan sarung tangan lateks dan pekerja serabutan

seperti buruh tani dan buruh bangunan. Orang yang memiliki riwayat penyakit

kulit sebelumnya memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan orang

yang belum perna sama sekali menderita penyakit kulit untuk mengalami gejala

dermatitis kontak

5.6. Hubungan Personal Hygiene terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis data yang dilakukan oleh

peneliti didapat nilai p-value 1,0 (p>0,05) maka, tidak ada hubungan antara

personal hygiene terhadap gejala dermatitis kontak. Hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan (2014) di PT.X

Cirebon yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara personal hygiene

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

dengan gejala dermatitis kontak. Dengan mencuci tangan setelah melakukan

proses pekerjaan dapat menghilangkan dan menetralkan PH dari zat-zat kimia

yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak

dengan bahan kimia. Sebaliknya, penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari

(2007) di PT Inti Pantja Press Industri yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara personal hygiene dengan dermatitis kontak.

Sebanyak 62 responden, 50 diantaranya melakukan personal higyene baik

atau 80,6% dan sisanya tidak baik dalam personal hygiene yaitu sebanyak 12

responden atau 19,4%. Dari 50 responden yang melakukan personal hygiene baik

19 diantaranya mengeluhkan adanya gejala dermatitis kontak dan dari 12

responden yang melakukan personal hygiene tidak baik 5 diantaranya

mengeluhkan adanya gejala dermatitis kontak. Hal ini menunjukan tidak ada

hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan gejala dermatitis

kontak. Kegiatan personal higyene yang dilakukan meliputi mencuci tangan, kaki,

wajah ,dan mengganti pakaian setelah pekerja selesai melakukan pekerjaan atau

berkontak dengan bahan baku. Hal ini didukung oleh ketersediaan sarana kamar

mandi dan wastafel yang memadai hampir setiap bagian kerja sehingga mudah

dijangkau oleh pekerja. Dari pihak perusahaan juga berkomitmen untuk tetap

menjaga kebersihan lingkungan kerja dan kebersihan diri setiap pekerja sehingga

pekerja sudah terbiasa menjaga personal hygiene setiap selesai melakukan

pekerjaan. Dengan demikian personal hygiene tidak menjadi salah satu faktor

yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak. Dalam penelitian ini, praktek

personal hygiene berfungsi untuk mengurangi/menghilangkan bahan kimia yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

telah kontak dan menempel pada kulit pekerja sehingga personal hygiene tidak

dapat digunakan sebagai upaya pencegahan dermatitis kontak, tetapi sebagai

upaya pengurangi dampak bahan kimia terhadap dermatitis kontak yang terjadi.

5.7. Hubungan Penggunaan APD terhadap Gejala Dermatitis Kontak

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisa data yang dilakukan oleh

peneliti didapat nilai signifikan yaitu 0,033 (p<0,05) maka, ada hubungan antara

penggunaan APD terhadap gejala dermatitis kontak. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian sebelumnya dari Daulay (2016) yang menyatakan bahwa satu

salah faktor penyebab kejadian dermatitis kontak yaitu penggunaan APD, dalam

penelitian ini peneliti juga menyimpulkan bahwa responden yang tidak

menggunakan alat pelindung diri 2 kali beresiko mengalami dermatitsi kotak jika

dibandingkan dengan responden yang menggunakan alat pelindung diri yang

sesuai. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Lestari (2007) di PT Inti

Pantja Press Industri, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

penggunaan APD dengan dermatitis kontak.

Sebanyak 62 responden, yang tidak lengkap dalam menggunakan APD

yaitu sebanyak 48 (77,4%) responden dan sebanyak 14 (22,6%) responden

lengkap dalam penggunaan APD. reponden yang tidak lengkap menggunakan

APD dan mengalami gejala dermatitis kontak yaitu sebanyak 22 responden

(35,5%), pekerja yang menggunakan APD lengkap tetapi mengalami gejala

dermatitis kontak yaitu sebanyak 2 responden (3,2%). Alat pelindung diri yang

peling banyak digunakan adalah sarung tangan yaitu 38 responden dan baju

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

lengan panjang yaitu 37 responden, sedangkan penggunaan sepatu boot sebanyak

25 responden. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan sarung tangan dan baju

lengan panjang efektif dalam mencegah terjadinya gejala dermatitis kontak karena

bagian tubuh yang paling banyak berkontak dengan bahan baku pakan ternak

adalah tangan sehingga penggunaan sarung tangan dapat melindungi pekerja dari

kontak langsung dari bahan baku pakan ternak.

Penggunaan alat pelindung diri memilki pengaruh yang sangat besar

terhadap kejadian dermatitis kontak karena APD merupakan alat pelindung dari

potensi-potensi bahaya yang ada di tempat kerja salah satunya agar terhindar

kontak langsung dengan bahan kimia/bahan baku yang dapat mengakibatkan

dermatitis kontak. Namun secara teknis diakui bahwa alat pelindung diri tidak

sempurna untuk melindungi tubuh, akan tetapi dapat mengurangi tingkat

keparahan pada kecelakaan dan potensi dermatitis kontak yang terjadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di PT.Indojaya Agrinusa unit Poultrydfeed Medan

tahun 2018 maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

7. Pekerja harian lepas di PT.Indojaya Agrinusa unit Poultryfeed yang

mengalami gejala dermatitis kontak sebanyak 24 orang (38,7%)

8. Kejadian dermatitis kontak pada pekerja harian lepas berdasarkan hasil

kuesioner dan teori yang ada tergolong dalam Dermatitis Kontak Alergi

(DKA).

9. Tidak ada hubungan antara umur, lama kontak dengan bahan baku dan

personal hygiene dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja harian

lepas.

10. Ada hubungan antara masa kerja, penggunaan APD dan riwayat penyakit

penyakit kulit sebelumnya dengan gejala dermatitis kontak pada pekerja

harian lepas.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Pekerja

a. Pekerja harus menggunakan alat pelindung diri secara lengkap yaitu

sarung tangan, baju lengan panjang, dan sepatu boot

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

6.2.2 Bagi Perusahaan

a. Perusahaan harus mengatur penggunaan alat pelindung diri secara tegas

sehingga tidak ada lagi pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung

diri.

6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan peneliti meneliti variabel berbeda

yang behubungan dengan gejala dermatitis kontak guna memperkaya

wawasan dan keilmuan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Arisuwondo. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Dermatitis Kontak Pada Pekerja Tekstil “X” Di Jepara. Prosiding
Seminar Nasional.
Behroozy A, Keelgel TG. Wet-Work Exposure: A.Main Risk Factor For
Occupational Hand Dermatitis. Safety Health Work. 2014; 5 (4): 175-
180
Chen, Yu-xin MD. 2017. Prevalence and Risk Factors of Contact Dermatitis
among cloting manufakturring: employees in beijing : A cross-
sectionalstudy. Maret 2017. Diakses dari:
http://journals.iww.com/mdjournal/fulltext/2017 (7 Februari 2018).
Clever. S, Ari. 2013. Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan: pertama.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Cohen,DE. 1999. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety
and Health, Second Ediotion, Canada
Daulay, rini Andriani. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di Pabrik Tahu Desa
Suka Maju Binjai Tahun 2016. Tesis, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kenam. Cetakan
Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Erliana, 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan APD dan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Paving Block CV. F.
Lhoksemawe Tahun 2008. TESIS, Universitas Sumatera Utara.
Graham, R.Brown. Burns, T. 2015. Dermatologi. Edisi kedelapan. Jakarta:
Erlangga .
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan pertama. Jakarta:
Hipokrates
Harianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC

Irawan, Irvan Ade. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Bagain Premix Di PT. X
Cirebon. Jurnal Kesehatan Masyarakat.Vol.2, No.2. Februari 2014.
Diambil dari : http://ejournal-S1.unidip.ac.id/index.php/jkm (1 Februari
2018).

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73

Kementerian Kesehataan Republik Indonesia. 1 orang pekerja di dunia


meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja. Jakarta 28
oktober 2014. Diakses pada 2 Maret 2018.
http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-orang-pekerja-
di-dunia-meninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993. Penyakit yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
Keputusan Menteri Nomor 100 Tahun 2004. Ketentuan Pelaksaan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu.
Lestari, F. Utomo, H.S. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Dermatitis Kontak Pada Pekerja di PT Pantja Press Industri.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.11, No.2. Desember 2007 : 61-68
Mancuso G, M.Stafa, A. Errani. 2014. Environment and Occupationa
Dermatitis. Vol 22. Issue 1, Januari 2014. Diambil dari:
onlinelibrary.wiley.com (7 Februari 2018).
Nugraha, Wisnu. 2008. Dermatitis Kontak Pada Pekrja Yang Terpajan
Dengan Bahan Kimia Di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan
Industri Cibitun Jawa Barat. Vol. 12, No.2. jurnal kesehtaan
masyarakat. Desember 2008.
Orton, D. I, Wilkinson, J.D. 2004. Cosmetic allergy : incidence, diagnosis and
Management. Am J Clin dermatol, 5 (5): 327-337
Putri, Fara Yudhisfiari. 2016. Hubungan Paparan Debu Kayu Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Mebel PT. X
Jepara. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 4, No.4. Oktober 2016.
Diakses dari : http://ejournal-S1.unidip.ac.id/index.php/jkm (1 Februari
2018).
Ridley, J. 2008. Keselamatan dan kesehatan kerja. Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga
Saragi, Vita Insani. 2016. Analisis Kesehatan Pekerja Terhadap Penggunaan
APD Study Kasus Area Produksi Di PT.X. Jurnal Kesehtaan
Masyarakat Vol.4, No.4. Oktober 2016. Diakses dari: http://ejournal-
S1.unidip.ac.id/index.php/jkmn (7 februari 2018).
Siregar, R.S. 2006, Saripati Penyakit Kulit Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Soedirman. Suma’mur. Pk. 2014. Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes
dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga
Subowo. 2009. Immunobiologi. Cetakan: Kedua. Jakarta: CV Sagung Selo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Suma’mur, 2013, Hygiene Perusahaan Dan Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja (Hiperkes), Jakarta : CV. Sagung Seto
Suma’mur. 2014. Higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja. Edisi Kedua.
Cetakan Pertama. Jakarta: Sagung Seto.
Suriani, Febriani. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis
Kontak Pada Pekerja Bagian Processing Dan Filling PT.Cosmar
Indonesia Tanggerang Selatan Tahun 2011. Skripsi, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayahtullah, Jakarta.
Suryani, Dewi Norma. 2017. Perbandingan Faktor Resiko Kejadian
Dermatitis Kontak Iritan Antara Petani Garam dan Petani Sawah
Di Kecamatan Koliori Kabupaten Rembang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol.5, No.4. Oktober 2017. Diakses dari: http://ejournal-
S1.unidip.ac.id/index.php/jkm (7 Februari 2018).
Susanto, R.C, Ari, GA.M. 2013. Penyakit kulit dan kelamin. Yogyakarta: Nuha
medika
Tylor J.Sood, Amado. Occupational Skin Diseases due to Irritans and Allergens.
7 Vol 2. Fitzpatricks at al. Editor . New York : Mc Graw Hill
Medical;2008;2067-2073
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.Ketenaga Kerjaan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 164-166 Perihal


Kesehatan Kerja
Yulianto, B. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dan Kesehtan
Lingkungan. Jakarta:Kedokteran EGC

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Lampiran 1

KUESIONER

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Dermatitis Kontak Pada

Pekerja Haran Lepas PT.Indojaya Agrinusa Medan Unit Poultryfeed Medan

Tahun 2018.

I. IdentitasPekerja

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Bagian kerja :

II. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis

Kontak

1. Lama kontak jam/hari

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Apakah saat bekerja pekerja mengunakan APD lengkap (sarung

tangan, baju lengan panjang, dan sepatu karet)

a. Sarung tangan Ya Tidak

b. Baju lengan panjang Ya Tidak

c. Sepatu karet Ya Tidak

3. Personal Hygiene

Apakah pekerja mencuci tangan kaki dan wajahdan menganti

pakaian setelah melakukan pekerjaannya:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

a. Mencuci tangan Ya Tidak

b. Mencuci kaki Ya Tidak

c. Mencuci wajah Ya Tidak

d. Mengganti pakaian setelah Ya Tidak

melakukan pekerjaan

4. Riwayat Penyakit Kulit

a. Apakah pekerja perna bekerja di tempat Ya Tidak

lain dengan bahan kimia

b. Apakah pekerja pernahmemiliki riwayat penyakit

kulit Ya Tidak

c. Gejala Dermatitis Kontak

Apakah pekerja merasakan keluhan gejala dermatitis kontak pada

bagian tangan, kaki, dan daerah tubuh lain yang berkontak dengan

bahan kimia ?

a. Gatal Ya Tidak

b. Kemerahan Ya Tidak

c. Terasa Panas Ya Tidak

d. Vesikel Ya Tidak

Sumber : Djuanda(2010), Marwali Harahap (2000), Ari, Susanto (2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Lampiran 2

Hasil Pengolahan Data SPSS

A. Analisis Univariat

Jenis Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Laki-laki 62 100.0 100.0 100.0

Umur
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid ≥50 tahun 3 4.8 4.8 4.8
<50 tahun 59 95.2 95.2 100.0
Total 62 100.0 100.0

Masa Kerja
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid >3 bulan 52 83.9 83.9 83.9
≤3 bulan 10 16.1 16.1 100.0
Total 62 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Lama Kontak
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid >5 jam perhari 46 74.2 74.2 74.2
≤5 jam perhari 16 25.8 25.8 100.0
Total 62 100.0 100.0

Riwayat Pekerjaan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ada 25 40.3 40.3 40.3
Tidak Ada 37 59.7 59.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Riwayat Penyakit Kulit


Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ada 12 19.4 19.4 19.4
Tidak Ada 50 80.6 80.6 100.0
Total 62 100.0 100.0

Penggunaan APD
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak Lengkap 48 77.4 77.4 77.4
Lengkap 14 22.6 22.6 100.0
Total 62 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Penggunaan Sarung Tangan

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Tidakmengguna 38 61.3 61.3 61.3
kan
Menggunakan 24 38.7 38.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Penggunaan Baju Lengan Panjang

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Tidakmengguna 37 59.7 59.7 59.7
kan
Menggunakan 25 40.3 40.3 100.0
Total 62 100.0 100.0

Penggunaan Sepatu Boot

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Tidakmengguna 25 40.3 40.3 40.3
kan
Menggunakan 37 59.7 59.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Gejala Dermatitis Kontak

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Ada 24 38.7 38.7 38.7
Tidak Ada 38 61.3 61.3 100.0
Total 62 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Gatal

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Ada 13 21.0 21.0 21.0
Tidak Ada 49 79.0 79.0 100.0
Total 62 100.0 100.0
Kemerahan

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Ada 20 32.3 32.3 32.3
Tidak Ada 42 66.7 66.7 100.0
Total 62 100.0 100.0

Panas

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Ada 23 37.1 37.1 37.1
Tidak Ada 39 62.9 62.9 100.0
Total 62 100.0 100.0

Vesikel

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Tidak Ada 62 100.0 100.0 100.0

Bagian Kerja

Frequency Percent Valid Cumulative


Percent Percent
Valid Bongkat Muat 52 83.9 83.9 83.9
Inteks 6 9.7 9.7 9.7
Penimbangan 4 6.5 6.5 100.0
Vitamin
Total 62 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Personal Hygiene
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak Baik 12 19.4 19.4 19.4
Baik 50 80.6 80.6 100.0
Total 62 100.0 100.0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

B. Analisis Bivariat

Lama Kontak * Gejala Dermatitis Kontak

Crosstab
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada
Ada gejala gejala Total
Lama >5 jam perhari Count 17 29 46
Kontak % of 27.4% 46.8% 74.2%
Total
≤5 jam perhari Count 7 9 16
% of 11.3% 14.5% 25.8%
Total
Total Count 24 38 62
% of 38.7% 61.3% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .231a 1 .631
Continuity Correctionb .033 1 .855
Likelihood Ratio .229 1 .632
Fisher's Exact Test .767 .424
Linear-by-Linear .227 1 .634
Association
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.19.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Masa Kerja * Gejala Dermatitis Kontak

Crosstab
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada
Ada gejala gejala Total
Masa Kerja >3 bulan Count 16 36 52
% of 25.8% 58.1% 83.9%
Total
≤3 bulan Count 8 2 10
% of 12.9% 3.2% 16.1%
Total
Total Count 24 38 62
% of 38.7% 61.3% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.568a 1 .003
Continuity Correctionb 6.618 1 .010
Likelihood Ratio 8.560 1 .003
Fisher's Exact Test .010 .005
Linear-by-Linear 8.430 1 .004
Association
N of Valid Cases 62
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.87.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Umur * Gejala Dermatitis Kontak


Crosstab
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada
Ada gejala gejala Total
Umur ≥50 tahun Count 1 2 3
% of 1.6% 3.2% 4.8%
Total
<50 tahun Count 23 36 59
% of 37.1% 58.1% 95.2%
Total
Total Count 24 38 62
% of 38.7% 61.3% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-

Value df (2-sided) sided) sided)


Pearson Chi-Square .038a 1 .845
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .039 1 .843
Fisher's Exact Test 1.000 .669
Linear-by-Linear .038 1 .846
Association
N of Valid Cases 62
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.16.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Riwayat Penyakit Kulit * Gejala Dermatitis Kontak


Crosstab
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada
Ada gejala gejala Total
Riwayat Penyakit Ada Count 12 0 12
Kulit % of 19.4% 0.0% 19.4%
Total
Tidak Count 12 38 50
Ada % of 19.4% 61.3% 80.6%
Total
Total Count 24 38 62
% of 38.7% 61.3% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 23.560a 1 .000
Continuity Correctionb 20.466 1 .000
Likelihood Ratio 27.654 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 23.180 1 .000
Association
N of Valid Cases 62
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.65.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

Personal Hygiene * Gejala Dermatitis Kontak


Crosstab
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada
Ada gejala gejala Total
Personal Tidak Count 5 7 12
Hygiene Baik % of 8.1% 11.3% 19.4%
Total
Baik Count 19 31 50
% of 30.6% 50.0% 80.6%
Total
Total Count 24 38 62
% of 38.7% 61.3% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-

Value df (2-sided) sided) sided)


Pearson Chi-Square .055a 1 .815
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .054 1 .815
Fisher's Exact Test 1.000 .532
Linear-by-Linear .054 1 .816
Association
N of Valid Cases 62
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.65.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Penggunaan APD * Gejala Dermatitis Kontak


Crosstab
Gejala Dermatitis Kontak
Tidak ada
Ada gejala gejala Total
Penggunaan Tidak Count 22 26 47
APD Lengkap % of 35.5% 41.9% 77.4%
Total
Lengkap Count 2 12 14
% of 3.2% 19.4% 22.6%
Total
Total Count 24 38 62
% of 38.7% 61.3% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.547a 1 .033
Continuity Correctionb 3.314 1 .069
Likelihood Ratio 5.070 1 .024
Fisher's Exact Test .059 .030
Linear-by-Linear 4.473 1 .034
Association
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.81.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Lampiran 3.
MASTER DATA

Jenis kelamin
Riwayat

Penggunaan

Dermatitis
Penggunaan APD Personal Hygiene Gejala Dermatitis Kontak

Personal
Hygiene
(Tahun)

(Tahun)

Kontak
Lama Lama Masa Masa Pekerjaan Riwayat Riwayat

Gejala
Umur

Umur

APD
No.
Tanggal kontak kontak Kerja Kerja dengan Penaykit Penaykit Bagian Kerja
Responden
(Jam) (Jam) (Bulan) (Bulan) Sepatu Sarung Baju Mencuci Mencuci Mencuci Mengganti Bahan Kulit Kulit Gatal Kemerahan Panas Vesikel
Boot Tangan Panjang Tangan Muka Kaki Pakaian Kimia

10-Apr 1 L 29 2 7 1 3 2 0 0 0 1 √ √ 0 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 2 L 27 2 7 1 3 2 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 3 L 27 2 7 1 6 1 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 4 L 27 2 7 1 6 1 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 5 L 21 2 7 1 6 1 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 6 L 29 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 7 L 32 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ 0 √ √ 1 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 8 L 40 2 7 1 5 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 9 L 33 2 7 1 3 2 √ 0 0 1 √ 0 √ 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 10 L 23 2 7 1 3 2 √ 0 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 11 L 35 2 7 1 4 1 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 12 L 48 2 7 1 6 1 √ 0 √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 13 L 35 2 7 1 4 1 √ 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 14 L 40 2 7 1 6 1 √ √ √ 2 √ √ √ 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 15 L 35 2 7 1 4 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

11-Apr 16 L 21 2 5 2 2 2 0 0 √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 √ 0 √ 0 1 Bongkar Muat

" 17 L 23 2 5 2 2 2 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 √ 0 0 0 1 Bongkar Muat

" 18 L 42 2 5 2 5 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 19 L 32 2 5 2 4 1 0 0 √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

12-Apr 20 L 40 2 7 1 5 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 21 L 29 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 22 L 28 2 7 1 4 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 23 L 25 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 24 L 40 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 25 L 38 2 7 1 5 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 26 L 33 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 27 L 25 2 7 1 4 1 √ √ 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 28 L 43 2 7 1 5 1 √ 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 29 L 41 2 7 1 5 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

13-Apr 30 L 43 2 7 1 5 1 0 0 0 1 √ 0 √ 0 1 Ada Ada 1 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 31 L 46 2 7 1 5 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 32 L 26 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 33 L 26 2 7 1 5 1 0 √ √ 1 √ 0 √ 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 34 L 35 2 7 1 4 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

16-Apr 35 L 35 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 36 L 36 2 7 1 4 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 37 L 30 2 7 1 5 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 38 L 30 2 7 1 6 1 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 39 L 36 2 7 1 5 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 40 L 25 2 7 1 6 1 o √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

17-Apr 41 L 32 2 5 2 3 2 0 √ √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 42 L 38 2 5 2 6 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

Data Sebelum dikode

Pengkodean dengan SPSS

Vitamin
" 62 L 32 2 7 1 6 1 √ 0 √ 1 √ √ 0 0 1 Ada Ada 1 0 √ √ 0 1
Penimbangan
Vitamin
" 61 L 38 2 7 1 6 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2
Penimbangan
Vitamin
" 60 L 50 1 7 1 6 1 √ 0 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 √ 0 1
Penimbangan
Vitamin
" 59 L 27 2 7 1 6 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2
Penimbangan

" 58 L 32 2 7 1 6 1 √ √ 0 1 √ 0 √ √ 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Inteks

" 57 L 46 2 7 1 6 1 0 0 0 1 √ √ 0 0 1 Ada Ada 1 0 √ √ 0 1 Inteks

" 56 L 22 2 7 1 6 1 √ 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 0 √ √ 0 1 Inteks

" 55 L 50 1 7 1 6 1 √ √ 0 1 √ 0 √ 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Inteks

" 54 L 33 2 7 1 6 1 √ √ 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Inteks

18-Apr 53 L 51 1 7 1 6 1 √ √ √ 2 √ 0 √ 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Inteks

" 52 L 29 2 5 2 3 2 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 √ 0 √ 0 1 Bongkar Muat

" 51 L 38 2 5 2 6 1 √ √ √ 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 50 L 21 2 5 2 5 1 0 0 0 2 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 √ √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 49 L 21 2 5 2 4 1 0 0 √ 1 √ √ √ √ 2 Ada Ada 1 V V V 0 1 Bongkar Muat

" 48 L 32 2 5 2 3 2 0 0 0 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 47 L 38 2 5 2 3 2 0 0 0 1 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 √ √ 0 1 Bongkar Muat

" 46 L 23 2 5 2 4 1 0 √ √ 1 √ √ √ 0 1 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 45 L 21 2 5 2 5 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Tidak Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 44 L 28 2 5 2 4 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

" 43 L 36 2 5 2 6 1 √ √ √ 2 √ √ √ √ 2 Ada Tidak Ada 2 0 0 0 0 2 Bongkar Muat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Lampiran 4

Surat Izin Melakukan Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Lampiran 5

Surat Balasan Dapat Melakukan Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Lampiran 6

Surat Selesai Melakukan Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Lampiran 7

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Pengisian kuesioner melalui wawancara langsung kepada pekerja

Gambar 1. Pengisian kuesioner melalui wawancara langsung kepada pekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

Gambar 2. Kegiatan kerja bongkar muat

Gambar 5. Telapak tangan pekerja mengalami kemerahan dan panas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

Gambar 6.telapak tangan pekerja yang mengeluhkan gatal-gatal

Gambar 6. Kemerahan pada lengan pekerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai