Anda di halaman 1dari 121

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA


CLEANING SERVICE DI KANTOR WALIKOTA JAKARTA
UTARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana


Kesehatan Masyakat

ARUM ANGGITA MOYO DEWI


2014 31 272

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Arum Anggita Moyo Dewi
Nim : 201431272
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Proposal : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service Di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ”

Menyetujui,
Pembimbing

( Nayla Kamilia Fithri, S,KM M.PH )

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning
Service Di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019”. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Kesehatan Keselamatan Kerja
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.

Dalam Penyusun skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari


berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M.Biomed, Apt, Selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul.
2. Ibu Putri Handayani, S,KM, MKKK, selaku Ketua Program Studi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul.
3. Ibu Nayla Kamilia Fithri, S,KM, M.P.H, selaku Dosen Pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Somad, S,KM, Bagian Umum Kantor Walikota Jakarta Utara yang
telah membantu dalam memperoleh data saya butuhkan.
5. Kedua Orang Tua saya, Bapak Moyo Edi dan Ibu Siti Chotijah yang selalu
mendoakan dan mendukung saya dalam penulisan skripsi.
6. Keluarga Besar Moyo Edi yang selalu mendoakan saya dalam penulisan
skripsi.
7. Adi Subrata, yang selalu mendukung, mendoakan dan selalu menemani
dalam proses penulisan skripsi.
8. Teman-teman Teller Bank DKI Cabang Walikota Jakarta Utara, yang selalu
mendukung dalam penulisan skripsi.
9. Sahabat terdekat saya yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan proposal ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal
masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Semoga proposal ini

iii
dapat diterima oleh Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji sehingga penulis dapat
melanjutkan peneltian sesuai dengan waktu yang di tentukan.

Jakarta, Juli 2019


Penulis

iv
ABSTRAK

Nama : Arum Anggita Moyo Dewi


Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau


substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis disebabkan oleh faktor-faktor
yang berada pada lingkungan kerja seperti bahan kimia.
Penelitan ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019 dengan jumlah sampel
sebanyak 125 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Tujuannya untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada
pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019.
Pengumpulan data menggunakan instrument berupa lembar pemeriksaan dokter,
lembar kuesioner dan lembar observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami dermatitis
kontak sebanyak 65 pekerja (52%). Berdasarkan hasil analisis uji statistik
diketahui variabel yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah
masa kerja (pvalue=0,000), lama kontak (pvalue=0,028), personal hygiene
(pvalue=0,000) dan penggunaan apd (pvalue=0,000). Proporsi tertinggi gambaran
kejadian dermatitis kontak ialah yang tidak memiliki riwayat alergi sebesar 96%
dan yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya 92%.
Untuk meminimalisir risiko terjadinya dermatitis kontak disarankan agar
pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memerhatikan kebersihan diri
selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala
dermatitis kontak.

Kata kunci : Dermatitis kontak pada pekerja cleaning service


viii+100 halaman; 7gambar; 31 daftar tabel, 6 daftar gambar
Pustaka : 60 ( 1981-2017)

v
ABSTRACT

Name : Arum Anggita Moyo Dewi


Study Program : Public Health
Title : Factors Relating to Dermatitis Events Contact at
Cleaning Service Workers at the North Jakarta Mayor's Office in 2019

Contact dermatitis is a dermatitis caused by a substance or substance that


attaches to the skin. Dermatitis is caused by factors that are in the work
environment such as chemicals.
This research is a quantitative research, with a cross sectional approach.
This research was conducted in June 2019 with a total sample of 125 people using
total sampling techniques. The aim is to find out the factors associated with
contact dermatitis in cleaning service workers at the North Jakarta Mayor's Office
in 2019. Data collection uses instruments in the form of a doctor's examination
sheet, questionnaire sheet and observation sheet.
The results showed that 65 workers (52%) had contact dermatitis. Based on the
results of statistical test analysis, it is known that the variables associated with the
incidence of contact dermatitis are working period (p value = 0,000), duration of
contact (pvalue = 0.028), personal hygiene (pvalue = 0,000) and use of apd
(pvalue = 0,000). The highest proportion of images of contact dermatitis is those
who have no allergic history of 96% and who have no previous history of skin
disease 92%.
To minimize the risk of contact dermatitis it is recommended that workers
use PPE completely and pay attention to personal hygiene during work,
counseling workers to recognize the symptoms of contact dermatitis.

Keywords : Contact dermatitis in cleaning service workers


viii + 100 pages; 7 picture; 31 table lists
Library : 60 (1981-2017)

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian..................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 7
1.4.2 Tujuan Khusus...................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8
1.5.1 Bagi Kantor Walikota Jakarta Utara .................................................... 8
1.5.2 Bagi Mahasiswa ................................................................................... 8
1.5.3 Bagi Masyarakat ................................................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 8
BAB II ................................................................................................................... 10
2.1 Landasan Teori ............................................................................................ 10
2.1.1 Cleaning Service ................................................................................ 10
2.1.1.1 Kondisi Kerja .......................................................................... 10
2.1.1.2 Potensi Bahaya Terkait Pekerjaan Cleaning Service .............. 10
2.1.1.3 Rute Eksposur ......................................................................... 13
2.1.2 Penyakit Akibat Kerja ........................................................................ 15
2.1.2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja ................................................... 15
2.1.2 Dermatitis ........................................................................................... 18
2.1.2.1 Anatomi Kulit Manusia .......................................................... 18
2.1.3 Dermatitis Kontak .............................................................................. 19
2.1.3.1 Dermatitis Kontak Iritan ......................................................... 20
2.1.3.2 Dermatitis Kontak Alergi........................................................ 21
2.1.3.3 Epidemiologi ........................................................................... 23
2.1.3.4 Etiologi.................................................................................... 24

vii
2.1.3.5 Patogenesis.............................................................................. 24
2.1.4 Dermatitis Akibat Kerja ..................................................................... 25
2.1.4.1 Diagnosa Dermatotis Akibat Kerja ......................................... 27
2.1.4.2 Pencegahan dan Pengobatan ................................................... 28
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak ...................... 29
2.1.5.1 Bahan Kimia ........................................................................... 30
2.1.5.2 Jenis Kelamin.......................................................................... 31
2.1.5.3 Lama Kontak........................................................................... 32
2.1.5.4 Masa kerja ............................................................................... 33
2.1.5.5 Riwayat Alergi ........................................................................ 34
2.1.5.6 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ...................................... 35
2.1.5.7 Personal Hygiene .................................................................... 36
2.1.5.8 Alat Pelindung Diri ................................................................. 39
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................ 41
2.3 Penelitian Terkait ......................................................................................... 42
BAB III.................................................................................................................. 45
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 45
3.2 Definisi Operasional .................................................................................... 46
3.3 Hipotesis ...................................................................................................... 48
3.4 Tempat & Waktu Penelitian ........................................................................ 48
3.5 Jenis Penelitian ............................................................................................ 48
3.6 Populasi & Sampel ...................................................................................... 49
3.7 Instrumen Penelitian .................................................................................... 49
3.8 Uji Normalitas ............................................................................................. 50
3.9 Analisa Data ................................................................................................ 51
3.9.1 Univariat ............................................................................................. 51
3.9.2 Bivariat ............................................................................................... 51
BAB IV ................................................................................................................. 53
4.1 Analisis Univariat ........................................................................................ 53
4.1.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service
di Kantor Walikota Jakarta Utara ....................................................... 53
4.1.2 Gambaran Jenis Kelamin Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 54

viii
4.1.3 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 54
4.1.4 Gambaran Lama Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 55
4.1.5 Gambaran Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ...... 56
4.1.6 Gambaran Riwayat Alergi Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 56
4.1.7 Gambaran Personal Hygiene Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 57
4.1.8 Gambaran penggunaan APD Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 58
4.2 Analisis Bivariat .......................................................................................... 59
4.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 59
4.2.2 Hubungan Masa Kerja Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 60
4.2.3 Hubungan Lama Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 61
4.2.4 Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019 .................................................................. 62
4.2.5 Hubungan Riwayat Alergi Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 63
4.2.6 Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019......................................................................................... 64
4.2.7 Hubungan Penggunaan APD Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019......................................................................................... 65
BAB V................................................................................................................... 66
5.1 Analisis Univariat ........................................................................................ 66

ix
5.1.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service
di Kantor Walikota Jakarta Utara. ...................................................... 66
5.1.2 Gambaran Jenis Kelamin Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 68
5.1.3 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 68
5.1.4 Gambaran Lama Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 69
5.1.5 Gambaran Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ...... 70
5.1.6 Gambaran Riwayat Alergi Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 71
5.1.7 Gambaran Personal Hygiene Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 71
5.1.8 Gambaran penggunaan APD Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019 ................................................... 73
5.2 Analisis Bivariat .......................................................................................... 74
5.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 74
5.2.2 Hubungan Masa Kerja Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 75
5.2.3 Hubungan Lama Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 77
5.2.4 Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019 .................................................................. 78
5.2.5 Hubungan Riwayat Alergi Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019 .................................................................................................... 80
5.2.6 Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019......................................................................................... 81

x
5.2.7 Hubungan Penggunaan APD Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019......................................................................................... 82
BAB VI ................................................................................................................. 84
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 84
6.2 Saran ............................................................................................................ 85
6.2.1 Bagi Pekerja ....................................................................................... 85
6.2.2 Bagi Kantor Walikota Jakarta Utara .................................................. 86
6.2.3 Bagi Peneliti ....................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 88
LEMBAR KUESIONER ....................................................................................... vi
LEMBAR OBSERVASI ...................................................................................... viii
LEMBAR PEMERIKSAAN DOKTER ................................................................ ix
LAMPIRAN ............................................................................................................ x
LAMPIRAN GAMBAR .................................................................................... xxiii

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja telah diatur dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 pasal 3 tentang Keselamatan
Kerja, bahwa mencegah dan mengendalikan timbulnya Penyakit Akibat Kerja
(PAK) baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan, termasuk
dalam syarat-syarat keselamatan kerja. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang
aman, sehat, sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja (Suma’mur, 2009). Masalah keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
salah satu masalah dunia. Telah banyak diketahui bahwa bekerja di manapun
selalu ada resiko terkena penyakit akibat kerja (Kurniawidjaja, 2010).
Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO), pada tahun
2013 ILO mencatat angka kematian yang diakibatkan karena Penyakit Akibat
Kerja (PAK) sebanyak 2,2 juta kasus setiap tahun. Berdasarkan data International
Labour Organization (ILO) tahun 2013, bahwa 160 pekerja didunia mengalami
sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian
dikarenakan penyakit akibat kerja sebanyak 1 juta kasus setiap tahun.
Penyakit Akibat Kerja (PAK), adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan
atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik,
kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja (DepKes, 2008). Penyakit-
penyakit akibat kerja telah lama dikenal dan diketahui, termasuk penyakit kulit
akibat kerja yang lebih dikenal dengan occupational dermatitis. Penyakit kulit
akibat kerja merupakan sebagian besar dari penyakit akibat kerja pada umunya
dan diperkirakan 50-75% dari seluruh penyakit akibat kerja (Sulakmono, 2000).
Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu
peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis
kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat
nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Penyakit kulit akibat kerja sebagai salah
satu bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis penyakit akibat kerja

1
terbanyak kedua setelah penyakit musculoskeletal, berjumlah sekitar 22% dari
seluruh penyakit akibat kerja (Depkes, 2008). Sebanyak 90% penyakit kulit akibat
kerja diderita ditangan (Depkes, 2008). Penyakit kulit akibat kerja di sebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain ialah faktor kimiawi ( iritasi primer, allergen atau
karsinogen), faktor mekanis (getaran, tekanan, trauma, panas, dingin, kelembaban
udara), faktor biologis (jamur, parasite dan virus), dan faktro psikologis (Siregar,
2004).
Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO)
menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak.
Menurut Taylor (2008) diantara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan
menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergik menduduki
urutan kedua dengan 14%-20%. Data di Inggris menunjukkan bahwa 1,29
kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis
penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak.
Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi, menurut
PERDOSKI (2009) sekitar 90 penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis
kontak, baik iritan maupu alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan
dermatitis kontak sebesar 92,5% sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1%
penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana
66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan (DKI) dan 33,7% diantaranya
adalah dermatitis kontak alergi (DKA). Insiden dermatitis kontak akibat kerja
diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit
kulit diperkirakan menempati 9% sampai 34% dari penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan. Menurut Tombeng, 2012 Dermatitis kontak akibat kerja
biasanya terjadi di tangan dan angka insiden untuk dermatitis bervariasi antara 2%
sampai 10%. Diperkirakan sebanyak 5% sampai 7% penderita dermatitis menjadi
kronik dan 2% sampai 4% diantaranya sulit untuk disembuhkan dengan
pengobatan topical.
Penyakit kulit akibat kerja merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang
paling umum. Dermatitis tangan terdapat sebanyak 75% dari berbagai penyakit
kulit akibat kerja, sedangkan urtikaria, chloracne, atau infeksi lainnya jarang

2
diamati. Pekerjaan yang paling umum terlibat adalah tenaga kesehatan, juru
masak dan penata rambut. Pekerjaan basah (sering kontak dengan air) dapat
mengubah fungsi sawar kulit, meningkatkan kemungkinan berkembangnya
dermatitis kontak iritan dan sensitisasi terhadap suatu allergen, bahan kimia dan
protein (Escala,dkk, 2010).
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu
dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya
dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007). Penyakit ini ditandai dengan
peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri-ciri yang luas, meliputi : rasa
gatal, eritema (kemerahan), edema (bengkak), papel (tonjolan padat diameter
kurang dari 55 mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55 mm),
crust dan skuama (Freedberg, 2003).
Produk pembersih telah dikembangkan untuk menghilangkan debu, kotoran,
melarutkan kotoran berminyak dan sebagai disinfektan. Namun produk ini
mengandung berbagai jenis kimia yang dapat membahayakan kesehatan (OSHA,
2008). Bahan iritan yang umum digunakan dalam produk pembersih yang dapat
menyebabkan dermatitis ialah asam dan basa, detergen, surfaktan dan solvent.
Bahan tambahan yang sering digunakan seperti pewangi, pewarna, dan lain-lain
merupakan zat sensitizer bagi kulit dan detergen keras biasanya mengandung
senyawa ammonium surfaktan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Produk
pembersih yang mengandung zat berbahaya tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak kulit. Jika paparan terlalu tinggi dan terlalu lama dapat
menimbulkan risiko penyakit. Oleh karena itu cleaning service merupakan salah
pekerjaan yang berisiko tinggi terhadap kejadian dermatitis kontak (Frosch,
2011).
Berdasarkan teori-teori dari para ahli yaitu Cohen (2002), Djuanda (2007),
Hutomo (2005), Maibach (2006), Sassevile (2006), Sulaksmono (2000), faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak disebabkan oleh lama
kontak, bahan kimia, jenis kelamin, masa kerja, riwayat alergi, riwayat penyakit
kulit sebelumnya, personal hygiene, dan alat pelindung diri.

3
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ismiyanti dkk (2016) menunjukkan
bahwa adanya hubungan antara lama kontak dan penggunaan APD dengan
kejadian dermatitis kontak pada pekerja kebersihan di Rumah Sakit Dustira.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2012) menunjukkan
bahawa adanya hubungan antara riwayat alergi, riwayat penyakit kulit
sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di
Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Dinanti dkk (2015) menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara masa kerja,
personal hygiene, dan bahan kimia pada pekerja cleaning service di Rumah Sakit
Abdul Moeloek. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Indrawan dkk (2014)
menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
dermatitis pada pekerja bagian premix di PT. X Cirebon.
Kantor Walikota Administrasi Jakarta Utara merupakan kantor Pemerintah
Daerah yang berada di Wilayah Tanjung Priok Jakarta Utara. Kantor Walikota
Administrasi Jakarta Utara memiliki 3 gedung perkantoran dan 1 gedung parkir,
yang terdiri dari 1 Gedung utama Kantor Walikota Administrasi Jakarta Utara
dengn 13 lantai, 1 Gedung Balai Yos Sudarso dengan 4 lantai, 1 Gedung
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan 4 lantai, dan 1 Gedung Parkir
dengan 8 lantai. Cleaning Service merupakan bagian dari karyawan yang bekerja
di Kantor Walikota Administrasi Jakarta Utara yang bertugas menjaga kebersihan
lingkungan kantor, baik di dalam gedung maupun di luar gedung Kantor Walikota
Administrasi Jakarta Utara dengan jumlah karyawan di tahun 2019 sebanyak 125
orang.
Selama berkerja di lingkungan Kantor Walikota Administrasi Jakarta
Utara, para pekerja cleaning service sering kontak langsung dengan air, sabun dan
bahan kimia dari pembersih lantai maupun toilet yang mengandung zat iritan
berupa detergen, solvent, surfaktan, asam dan basa, sehingga berpotensi
menimbulkan penyakit dermatitis kontak akibat kerja. Penggunaan bahan kimia
yang terlalu sering dapat menimbulkan penyakit kulit akibat kerja berupa
dermatitis kontak.
Berdasarkan data 3 bulan terakhir dari Suku Badan Kesehatan Wilayah
Jakarta Utara pada tahun 2018, kasus dermatitis kontak yang di alami oleh para

4
pekerja cleaning service Kantor Walikota Jakarta Utara sebanyak 81,5% (97
pekerja) yang mengalami dermatitis kontak dan 18,5% (22 pekerja) yang tidak
mengalami dermatitis kontak dari 119 orang pekerja. Keluhan yang dialami oleh
pekerja ketika terkena dermatitis kontak adalah gatal-gatal, kemerahan, lepuh
kecil, mengelupas dan rasa perih setelah beberapa menit terpajan bahan kimia.
Sehingga berdampak pada produktivitas pekerja dan menghambat pekerjaan yang
diakibatkan oleh dermatitis. Hal ini juga dapat menjadikan peningkatan hari tidak
masuknya pekerja dikarenakan sakit, dalam satu tahun jumlah pekerja yang tidak
masuk karena dermatitis sebanyak 25 orang (21%).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang “ Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data 3 bulan terakhir dari Suku Badan Kesehatan Wilayah
Jakarta Utara pada tahun 2018, kasus dermatitis kontak yang di alami oleh para
pekerja cleaning service Kantor Walikota Jakarta Utara sebanyak 97 (81,5%)
orang yang positif terkena dermatitis kontak dan 22 (18,5%) orang yang tidak
terkena dermatitis kontak dari 119 orang pekerja. Maka peneliti tertarik untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara jenis kelamin, lama kontak,
masa kerja, bahan kimia, riwayat alergi, riwayat penyakit sebelumnya, personal
hygiene dan alat pelindung diri dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Administrasi Jakarta Utara sehingga dengan
mengetahui faktor-faktor risiko tersebut diharapkan menurunkan risiko dermatitis
kontak akibat kerja.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis kontak akibat kerja
pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun
2019 ?
2. Mengetahui gambaran dermatitis kontak pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019?

5
3. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
4. Bagaimana gambaran lama kontak pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
5. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
6. Bagaimana gambaran riwayat alergi pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
7. Bagaimana gambaran riwayat penyakit kulit sebelumnya pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
8. Bagaimana gambaran personal hygiene pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
9. Bagaimana gambaran penggunaan Alat Pelindung Diri pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
10. Apakah ada hubungan jenis kelamin pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
11. Apakah ada hubungan lama kerja pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
12. Apakah ada hubungan masa kerja pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
13. Apakah ada hubungan riwayat alergi pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
14. Apakah ada hubungan riwayat penyakit sebelumnya pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
15. Apakah ada hubungan personal hygiene pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
16. Apakah ada hubungan alat pelindung diri pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?

6
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Dermatitis
Kontak Akibat Kerja Pada Pekerja Cleaning service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran dermatitis kontak pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019?
2. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
3. Bagaimana gambaran lama kontak pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
4. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
5. Bagaimana gambaran riwayat alergi pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
6. Bagaimana gambaran riwayat penyakit kulit sebelumnya pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
7. Bagaimana gambaran personal hygiene pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
8. Bagaimana gambaran penggunaan Alat Pelindung Diri pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
9. Apakah ada hubungan jenis kelamin pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
10. Apakah ada hubungan lama kontak pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
11. Apakah ada hubungan masa kerja pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
12. Apakah ada hubungan riwayat alergi pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
13. Apakah ada hubungan riwayat penyakit sebelumnya pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?

7
14. Apakah ada hubungan personal hygiene pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
15. Apakah ada hubungan alat pelindung diri pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 ?
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Kantor Walikota Jakarta Utara
Bagi Instansi Kantor Pemerintahan Walikota Jakarta Utara dapat
memberikan informasi kepada seluruh pekerja Cleaning service mengenai
faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja
dan sebagai bahan masukan dalam menyediakan upayakan tindakan yang
dapat mengurangi resiko terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
1.5.2 Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai
dermatitis kontak akibat kerja dan kesehatan kerja serta dapat menjadi
pengalaman bagi penulis dalam melakukan studi ilmiah.
1.5.3 Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada pekerja dan masyarakat mengenai
faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja
pada pekerja Cleaning service dan memotivasi pekerja untuk menggunakan
alat perlindungan diri (APD) sehingga hal tersebut dapat mengurangi angka
morbiditas dan menurunkan resiko pekerjaan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor
Walikota Jakarta Utara. Penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu 5 bulan
terakhir di tahun 2018 yakni pada bulan Februari – Juni 2019. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat gambaran antara usia, jenis kelamin, frekuensi kontak,
lama kontak, suhu, masa kerja, riwayat alergi, personal hygiene, dan alat
pelindung diri. Jenis penelitian ini adalah obsevasional menggunakan pendekatan
kuantitatif, untuk mengetahui hubungan antara variable independen dan dependen,
serti diteliti secara bersamaan dalam satu waktu. Peneliti menggunakan instrument
kuesioner dalam melakukan pengumpulan data dan melakukan wawancara

8
berstruktur dengan, jenis data yang digunakan adalah data primer. Karena
tingginya angka (81,5%) Dermatitis Kontak maka peneliti akan melakukan
penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak
pada cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, penelitian ini
menggunakan design studi cross-sectional.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Cleaning Service
Cleaning service adalah pekerjaan umum yang dilakukan di semua sektor
dan tempat kerja baik di luar ruangan dan dalam ruangan, baik perusahaan swasta
serta di tempat umum. Pekerja cleaning service biasanya sering tidak diberikan
pelatihan, peralatan dan informasi untuk melakukan pekerjaan mereka dengan
cara yang terbaik, sehat dan aman (Emmanuelle, 2009).
2.1.1.1 Kondisi Kerja
Cleaning service terdapat dalam berbagai kegiatan dan dilakukan
dalam lingkungan kerja yang berbeda, seperti rumah, kantor, industry,
sekolah, toko, bandara, dan rumah sakit. Risiko dari seorang jasa kebersihan
terpajan bahaya tergantung pada tugas mereka lakukan dan tempat bekerja
mereka (Emmanuelle, 2009).
2.1.1.2 Potensi Bahaya Terkait Pekerjaan Cleaning Service
a. Bahaya Kimia
Paparan bahan kimia pada seorang cleaning service tergantung pada
jenis produk yang digunakan dan karakteristik lingkungan kerja dimana
mereka bekerja dan kondisi penggunaan. Pekerja cleaning service
mungkin dapat terpapar berbagai bahan kimia yang berbeda
(Emmanuelle, 2009).
Oleh karena itu ketika menilai risiko kimia yang mungkin terpajan
pada pekerja cleaning service, zat kimia yang ada di kotoran, debu,
partikel, dan lain-lain yang sedang dibersihkan, serta karakteristik
lingkungan dan proses kerja harus diperhitungkan selain komponen
kimia dari produk pembersih yang digunakan. Tergantung pada zat kimia
yang terlibat, berbagai jenis risiko kesehatan dapat menyebabkan seperti
iritasi pada mata dan selaput lendir, dermatitis kulit, gangguan
pernapasan, termasuk asma dan kanker. Bahan kimia yang terkandung
dalam beberapa bahan pembersih mungkin juga bersifat mudah terbakar
atau mudah meledak (Emmanuelle, 2009).

10
Tabel 2.1 Bahaya Kimia di Tempat Kerja Cleaning Service
Kandungan Bahan Produk yang Kemungkinan Pengaruh
Kimia Pada Produk Mengandung Bahan Terhadap Kesehatan
Pembersih Kimia Manusia
Bersifat korosif
Kulit terbakar-dermatitis,
jika kontak dengan mata
dapat mengurangi
Asam (sulfur, asam Produk pembersih penglihatan atau kebutaan
asetat, asam sitrat, kimia, terutama produk misalnya karena asam
hydrochloric) pembersih toilet. hydrochloric
Iritasi kulit, mata dan
selaput lendir, masalah
pernafasan, adanya
kemungkinan asma
Alkali (ammonium Produk pembersih Iritasi kulit, mata dan
hidroksida, sodium lemak selaput lendir, keracunan
hidroksida, silika
karbon)
Hipoklorit, aldehid, Disinfektan Sensitisasi, iritasi selaput
senyawa ammonium lendir
Solvent (toluene, Produk pembersih Iritasi kulit, sistem
alkohol, glikol eter lantai, produk pernafasan, racun bagi
seperti 2- pembersih lemak, saraf atau reproduksi
butoxyethanol) disinfektan, deterjen,
wax
Fatty acid salts, Deterjen, sabun Iritasi kulit, mata dan
organic sulphonates selaput lendir
Bahan pencampur Pelarut pembersih Iritasi kulit, mata dan
(EDTA, selaput lendir
Nitrilotriacetc acid
(NTA))
Film formers, semir Produk perawatan Sensitisasi
(wax, acryl permukaan
polymers,
polyethylene)
Ethanolamine Anti korosif: surfaktan Sensitisasi kulit: iritasi
biasa digunakan pada jalur pernafasan dan paru-
produk perawatan paru; berhubungan dengan
lantai, pemakaian asma akibat kerja
umum, kaca dan
pembersih kamar mandi
Sumber : Emmanuelle Brun, 2009. The Occupational Safety and Health of
Cleaning Workers (EU-OSHA)

11
b. Bahaya Biologi
Pekerja cleaning service dapat juga terpajan berbagai jenis agen
biologi seperti mikroorganisme (bakteri, virus dan jamur) yang terdapat
dalam debu dan dalam aerosol yang terjadi selama proses pembersihan.
Rute eksposur utama adalah sama seperti pada bahaya kimia, yang berarti
terutama melalui inhalasi, kulit dan pencernaan (Emmanuelle, 2009).
c. Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang dihadapi pekerja cleaning service mencakup antara
lain jatuh dari tangga, permukaan yang tinggi dan lantai yang basah atau
licin serta kejatuhan benda yang tidak hanya dari peralatan kerja yang
digunakan tetapi juga dari lingkungan dimana pekerjaan pembersihan
dilakukan (Emmanuelle, 2009).
Beberapa studi penelitian pada pekerjaan yang berhubungan dengan
penyakit pada pekerja cleaning service ditemukan di Belgia, Denmark,
Finlandia, Jeman, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia dan Inggris
menunjukkan bahwa MSDS, penyakit pernapasan dan penyakit kulit
merupakan masalah kesehatan yang paling umum yang ditentukan pada
pekerja cleaning service. Penyakit kulit seperti dermatitis kontak dan
eczema merupakan salah satu penyakit terkait kerja yang sering muncul
pada petugas kebersihan, misalnya karena paparan terhadap kulit yang
disebabkan oleh bahan kimiawi dan agen biologi, sering bekerja di tempat
basah, dan luka pada kulit disebabkan oleh faktor mekanis karena pekerjaan
(Emmanuelle, 2009).
Selain memiliki manfaat dari aspek hygiene dan estetika, dengan
menggunakan bahan pembersih juga dapat menimbulkan risiko seperti
menghirup zat berbahaya yang terkandung dalam deterjen. Produk
pembersih yang digunakan petugas pembersihan umum biasanya terdiri dari
campuran bahan kimia yang berbeda, yang termasuk dapat menimbulkan
iritasi kulit, pernafasan dan sensitizer. Bahan pembersih biasanya terdiri dari
satu atau beberapa komponen aktif, tergantung pada fungsi teknis dari bahan
pembersih, serta biasanya ada bahan tambahan dan air (Emmanuelle, 2009).

12
Surfactant dianggap sebagai komponen aktif yang paling utama pada
bahan pembersih dan juga sebagai penyebab berbagai masalah kulit yang
dilaporkan oleh pekerja cleaning service dan dikaitkan dengan pekerjaan
cleaning service. Zat aktif lain mungkin juga asam atau basa, desinfektan,
pelarut atau zat pencampur. Produk dengan zat asam seperti asam klorida
termasuk misalnya dalam produk pembersih dapat menimbulkan risiko
tinggi dan bersifat korosif pada mata dan kulit (Emmanuelle, 2009).
Bahan pencampur (zat yang mampu membentuk senyawa kompleks
dengan bahan lain dalam larutan) seperti EDTA (Ethylene Diamin Tetra
Acetic Acid) dapat menyebabkan iritasi mata atau iritasi kulit. Beberapa
bahan kimia dapat menimbulkan iritasi pada konsentrasi rendah dan bersifat
korosif pada konsentrasi tinggi, misalnya asam atau basa. Salah satu
penyakit kulit seperti dermatitis pada tangan yang dapat disebabkan oleh
kontak kulit dengan deterjen, serta kontak yang lama dan berulang dengan
air, bekerja ditempat basah atau bekerja dengan mengenakan sarung tangan
(Emmanuelle, 2009).
Mengingat peningkatan jumlah penyakit kulit akibat kerja dalam
profesi cleaning service dan juga pada profesi lain seperti petugas kesehatan
dan pekerja di dapur, langkah-langkah pencegahan dan perlindungan kulit
sangat dibutuhkan. Selain itu menurut EU-OSHA (2009) ada kebutuhan
yang tinggi untuk mempromosikan budaya perawatan kulit yang lebih baik
melalui langkah-langkah peningkatan kesadaran dan program pendidikan,
layanan konsultasi, diagnostic dan terapi tambahan dalam dermatologi
terkait kerja.
2.1.1.3 Rute Eksposur
Zat kimia dapat memasuki tubuh manusia dengan cara yang berbeda,
tergantung pada sifat mereka (misalnya caira, gas, dll) dan jalan yang
mereka digunakan. Zat kimia dapat menembus ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan bila terhirup, kontak langsung dengan mata atau kulit,
atau tertelan dan masuk ke dalam pencernaan. Rute pajanan melalui kulit
dijelaskan sebagai berikut :

13
Tangan adalah bagian tubuh yang utama dimana dapat terjadi kulit
kontak dengan bahan pembersih. Selain mungkin bersifat iritan atau
beracun, bahan pembersih juga mengandung zat yang dapat menurunkan
dan menghancurkan penghalang alami bagi kulit. Sering terpapar air
(pekerjaan basah) juga dapat mengubah mekanisme pertahanan penghalang
kulit dengan konsekuensi bahwa kulit menjadi lebih “permeable” dan lebih
sensitive terhadap zat kimia lainnya. Sebuah pertahanan alami kulit yang
rusak dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan. Asupan zat sistemik juga
dapat meningkatkan kerusakan kulit (Emmanuelle, 2009).
Meskipun sarung tangan dapat melindungi kulit dari pekerjaan basah
dan kontak dengan bahan kimia, sarung tangan anehnya dapat menyebabkan
masalah kulit jika selama pemakaian sarung tangan tidak memungkinkan
kulit untuk bernafas. Penggunaan sarung tangan lateks sekali pakai dapat
menjadi faktor risiko alergi lateks pada kulit. Selain itu, dalam praktek,
sarung tangan kadang-kadang tidak tepat digunakan, atau sarung tangan
yang benar digunakan tapi seiring terlalu lama jangka waktu tanpa
memperhitungkan berapa lama sarung tangan sebenarnya mampu
menyediakan perlindungan. Adanya pengobatan yang tepat, bersama dengan
pelatihan dan peningkatan kesadaran pekerja atau risiko merupakan suatu
perlindungan terhadap risiko pada kulit. Program perawatan kulit yang
tepat, mencakup perlindungan kulit, membersihkan kulit dan perawatan
kulit juga penting (Emmanuelle, 2009).
Pekerjaan basah (cleaning service) di industry, pekerja yang
membersihkan kantor diklasifikasikan sebagai pekerjaan basah. Kegiatan
pembersihan utama dilakukan di gedung kantor untuk membersihkan lantai,
toilet, perabot dan tempat sampah dan lebih dari 50% proses pembersihan
dari seluruh pekerjaan dilakukan dalam kondisi tangan basah karena kontak
dengan air dan menyebabkan iritasi kulit (misalnya karena kontak dengan
asam, basa, maupun pelarut) untuk sebagian dari waktu pembersihan.
Produk yang mengandung zat iritan atau alergi digunakan setiap hari dan
sering terjadi kontak dengan kulit (Emmanuelle, 2009).

14
2.1.2 Penyakit Akibat Kerja
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat
kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan oleh penyebab
spesifik, ditentukan oleh pemajan ditempat kerja dan ada atau tidaknya
kompensasi (Djuanda, 2007).
Diagnosis penyakit akibat kerja berbeda dengan penyakit pada umumnya.
Terdapat beberapa tahapan sebelum ditetapkan apakah penyakit yang diderita
pekerja merupakan penyakit akibat kerja atau tidak, yaitu dengan cara (Budiono,
2003) :
1. Anamnesis, berupa wawancara mengenai identitas, riwayat kesehatan,
riwayat penyakit, dan keluhan yang dialami.
2. Riwayat pekerjaan, sebagai kunci awal diagnosa, meliputi waktu awal
bekerja, bahan yang digunakan, APD yang digunakan, cara melakukan
pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran, dan kebiasaan lain
seperti merokok atau alkohol.
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja.
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygieneperusahaan.
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain.
2.1.2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja
Pada prinsipnya penyebab terjadinya penyakit kulit akibat kerja sama
dengan penyakit lainnya yaitu tidak adanya keseimbangan antara host
(manusia), agent (penyebab) dengan environment (lingkungan) (Erliana,
2008). Penyakit kuliat akibat kerja adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit kulit ini meliputi penyakit
kulit (baru) yang timbul karena pekerjaan atau lingkungan kerja dan
penyakit kulit (lama) yang kambuh karena pekerjaan atau lingkungan kerja
(WHO, 1995).

15
Penyakit kulit akibat kerja atau yang dikenal dengan Occupational
Dermatosis adalah segala kelainan pada kulit yang diakibatkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Adapun beberapa penyebab kulit akibat
kerja dapat dikategorikan sebagai berikut (Florence, 2008) :
a. Faktor Mekanik
Gesekan, tekanan, trauma, menyebabkan hilangnya barrier (penghalang)
sehingga memudahkan terjadinya infeksi sekunder. Penekanan kronis
menimbulkan penebalan kulit seperti kuli bangunan.
b. Faktor Fisik
1. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliara, combustion
2. Suhu rendah menyebabkan chilblans, trench foot, frosbite
3. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir
saluran pernafasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat
terjadi perdarahan pada kulit dan selaput lendir.
4. Radiasi elektromagnetik non ionisasi seperti ultraviolet dan
inframerah
5. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat
menyebabkan
c. Faktor Biologi
Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit
pada karyawan perkebunan, rumah potong, pertambangan, peternakan,
tukang cuci dan lain-lain.
d. Mental Psikologis
Seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan-pekerjaan yang
monoton dan faktor-faktor psikis lainnya.
e. Faktor Kimia
Apabila kulit dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa
dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak alergi. Faktor penyebab
terbanyak adalah agen kimia yang terdiri 4 kategori :
1. Iritan primer berupa asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam
logam (arsen, air raksa, dan lain-lain).

16
2. Sensitizer, logam dan garam-garamnya (kromium, nikel, kobal, dan
lain-lain) bahan-bahan kimia, obat-obatan dan antibiotiok, kosmetik
dan lain-lain.
3. Agen-agen aknegik, naftalen dan bifenil klor, minyak mineral dan
lain-lain.
4. Photosensitizer-anrtrasen, pitch, derivate asam benzoate, hidrokarbon
aromatic, pewarna akridin dan lain-lain.
Sedangkan menurt Fregert (2000), zat-zat kimia yang dapat
menyebabkan penyakit kulit antara lain adalah kromium, nikel, cobalt dan
mercuri.
a. Kromium, adalah suatu logam putih keras dengan titik lebur 1.890oC.
Senyawa-senyawa kromium relative tidak stabil dan mudah
teroksidasi menjadi kromium stabil.
b. Nikel, logam nikel bersifat alergen karena larut pada permukaan kulit.
Dalam kenyataannya logam ini merupakan penyebab utama pada
dermatitis nikel. Dermatitis nikel umumnya ditemukan akibat
penyepuhan dengan nikel, yaitu penyepuhan nikel pada permukaan
loga, lain. Dermatitis nikel mempunyai kecenderungan tertentu untuk
menyebar ke seluruh lengan dan bagian tubuh yang lain.
c. Cobalt, bersifat alergenik seperti nikel, dimana kedua ligam tersebut
mempunyai hubungan erat. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat
cobalt sebagai kotoran pada logam nikel. Oksida cobalt yang bersifat
alergenik terdapat dalam pigmen yang digunakan untuk pengecatan
gambar serta keramik.
d. Mercuri, logam mercuri seperti logam nikel dan cobalt, bersifat
alergenik. Mercuri bisa menimbulkan dermatitis alergika pada
industry atau pembuatan amalgam untuk bahan penambal gigi. Logam
mercuri juga ditemukan dalam krim anti jerawat. Logam mercuri
organik kadang menimbulkan sensitisasi kalau digunakan sebagai
pengawet obat-obatan.

17
2.1.2 Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan dermis) yang pada
fase akut ditandai secara objektif adanya efloresensi polimorfi (missal eritem,
vesikel,erosi) dan keluhan subjektif gatal, sedangkan pada fase kronis efloresensi
yang dominan adalah skauma, fisura, kulit kering (xerosis) dan likenifikasi
(Djuanda, 2007).
2.1.2.1 Anatomi Kulit Manusia
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh manusia, serta
bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-
lubang masuk. Kulit didalamnya terdapat ujung saraf peraba mempunyai
banyak fungsi, antara lain membantu mengatur suhu tubuh, mengendalikan
hilangnya air dari tubuh, dan mempunyai sedikit kemampuan ekskretori,
sekretori, serta absorpsi (Pearce, 2011).
Kulit dibagi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan epidermis atau kutikula
dan lapisan dermis atau korium :
1. Lapisan Epidermis atau Kutikula Epidermis tidak terisi pembuluh
darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis dan membatasi
folikel rambut. Diatas permukaan epidermis terdapat garis lekukan
yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Epidermis
terdiri lima lapis (Pearce, 2011) :
a. Stratum korneum(lapisan tanduk), merupakan luar yang tipis, datar,
seperti sisik, dan terus menerus dilepaskan karena terdiri dari
kumpulan sel diganti oleh sel baru.
b. Stratum lusidum (lapisan jernih), selnya mempunyai batas tegas
tetapi tidak mempunyai inti, terdiri dari protein dan lemak.
c. Stratum granulosum (lapisan berbutr jelas, tampak berisi inti dan
granulosum.
d. Stratum spinosum (lapisan malpighi) atau sel berduri, yaitu sel
dengan fibril halus yang menyambung sel yang sat lainnya didalam
lapisan ini, sehingga setiap sel seakan berduri.
e. Stratum germinativum (lapisan basal), sel ini terus menerus
memproduksi sel epidermis baru. Sel ini disusun dengan teratur,

18
berderet dengan rapat membentuk lapisan pertama atau lapisan dua
sel pertama dari sel basal yang duduk diatas papila dermis.
2. Lapisan Dermis atau Korium Tersusun atas jaringan fibrus dan
jaringan ikat yang elastik. Pada permukaan dermis tersusun papil-
papil kecil yang berisi ranting-ranting pembuluh darah kapiler.
Tersusun dari dua lapisan jaringan ikat, yaitu (Tranggono dkk, 2007) :
a. Lapisan papilar adalah jaringan ikat areolar renggang dengan
fibroblas, sel mast, dan makrofag. Lapisan ini mengandung banyak
pembuluh darah yang memberi nutrisi pada epidermis atasnya.
b. Lapisan retukular, terletak lebih dalam dari lapisan papilar. Lapisan
ini tersusun dari jaringan ikat ireguler yang rapat, kolagen, dan
serat elastik. Sejalan dengan penambahan usia, deteriosal normal
pada simpul kolagen dan serat elastik mengakibatkan pengeriputan
kulit.
3. Lapisan Subkutan dan Hipodermis Lapisan ini mengikat kulit secara
longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Lapisan ini
mengandung jumlah sel lemak yang beragam, tergantung pada area
tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh darah dan
ujung saraf (Sloane, 2004).
2.1.3 Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah respon inflamasi akut ataupun kronis yang
disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua
macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergi, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Menetapkan penyebab
dermatitis kontak tidak selalu mudah dikeranakan banyak sekali kemungkinan
yang ada. Selain itu banyak yang tidak tahu atau menyadari seluruh zat-zat kimia
yang bersentuhan dengan kulit mereka. Dermatitis iritan merupakn reaksi
peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitisasi ( Djuanda, 2007).

19
2.1.3.1 Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan adalah suatu peradangan pada kulit karena
berkontak dengan bahan iritan dalam waktu dan konsentrasi cukup. Sedang
iritan adalah substansi yang pada kebanykan orang dapat mengakibatkan
kerusakan sel bila dioleskan untuk waktu tertentu dengan konsentrasi
tertentu (Harnowo dan Fitri, 2001). Dermatitis kontak iritan dapat diderita
oleh semua orang dari berbagai golongan usia, ras dan jenis kelamin.
Kelainan kulit yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan (terus menerus atau
berselang), gesekan, trauma fisis, suhu dan kelembaban lingkungan kerja
serta adanya faktor individu berupa ketebalan kulit, usia, ras dan jenis
kelamin (Partogi, 2008).
Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Gejala klinis pada kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung
pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah
memberi gejala kronis. Berdasarkan penyebab dan pengaruhnya dermatitis
kontak iritan dapat dibagi menjadi 3 macam, antara lain (Djuanda, 2007) :
a. Dermatitis Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab dermatitis iritan akut adalah iritan kuat, mislnya larutan asam kuat
dan basa kuat. Biasanya reaksi kelainan terjadi langsung setelah konak.
Intensitas reaksi sebandi dengan konsentrasi dan lama kontak dengan iritan,
terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,
eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas
tegas dan pada umumnya asimetris (Djuanda, 2002).
b. Dermatitis Akut Lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan dermatitis kontak iritan akut
tetapi baru muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang
dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan akut lambat, misalnya
podofilin, antralin, etilen, oksida, dan asam hidrofluorat (Djuanda, 2002).

20
c. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, disebut juga dermatitis
iritan kronis. Penyebanya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah
(faktor fisis maupun bahan kimia, misalnya deterjen, sabun dan pelarut).
Dermatitis kontak iritan kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama
berbagai faktor. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun. Gejala berupa kulit kering, eritema,
skuama, lambat laun kulit tebal dan likenifikasi. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa
kulit kering sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakan
menggangu, baru mendapat perhatian. Dermatitis kontak iritan kumulatif
sering berhubungan dengan pekerjaan. Oleh karena itu lebih banyak
ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya (Djuanda,
2002).
Table 2.2 Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan.
No Bahan
1. Asam kuat (Hidroklorida, Asam nitrat, Asam sulfat)
2. Basa kuat (Natrium hidroksida, Kalium hidroksida)
3. Detergen
4. Resin epoksi
5. Etilen oksida
6. Fiberglass
7. Minyak (lubrikan)
8. Pelarut-pelarut organik
9. Agen oksidator
10 Plasticizer
11. Serpihan kayu
Sumber : Keefmer, 2004. Dermatitis Kontak Swamedikasi
2.1.3.2 Dermatitis Kontak Alergi
Terjadi pada orang-orang yang telah mengalami sensitisasi dengan
bahan-bahan alergen atau suatu peradangan kulit yang terjadi karena proses
imunologik yaitu hipersensitivitas tipe lambat (Djuanda, 2007). Syarat-
syarat dari alergen pada dermatitis kontak :
a. Asing bagi tubuh
b. Harus dapat berdifusi melalui kulit (epidermis)

21
c. Harus dapat mengikat diri dengan protein/asam amino kuat sehingga
membentuk kompleks antigen.
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergi lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang
keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Penderita umumnya mengeluh
gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan
lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edeman dan papulovesikel. Sedangkan
dermatitis kontak alergi kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi dan batasnya tidak jelas karena dapat meluas ketempat lain
(Djuanda, 2007).
Table 2.3 Alergen yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi
Allergen Uji Patch Positif Sumber Antigen
Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe-kain, baik
pada penggunaan topukal maupun oral
Garam 2,8 Plat elektonik kalium dikromat,
kromium semen, detergen, pewarna
Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun
Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, syringes
Bacitracin 8,7 Pengobatan topical maupun injeksi
Kobal klorida 9 Semen, plat logam. Pewarna cat
Formaldehid 9,3 Germisida, plastic, pakaian, perekat
Tiomersal 10,9 Pengawet dalan sediaan obat,
kosmetik
Pewangi 11,7 Produk rumah tangga, kosmetik, asam
sinamat, geranol
Balsam peru 11,9 Sirup untuk obat batuk, penyedap
Neomisin sulfat 13,1 Pengobatan, salep antibiotic,
aminoglikosida
Nikel sulfat 14,2 Aksesoris pada celana jeans, pewarna,
perabot rumah tangga, koin
Tanaman Tidak ditemukan Spesies toxicodendron (racun ivy, oak,
sumac), primrose, tulip
Sumber : Agung dkk, 2008, Dermatitis Kontak Swamedikasi
Secara umum, tingkat keparahan dermatitis kontak alergi dapat dibagi
menjadi tiga (Agung dkk, 2008) :
a. Dermatitis ringan
Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal
dan eritema yang terlokalisasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan

22
bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak
mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di
daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi
urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi didaerah bawah tubuh dan
lengan yang kurang terlindungi (Suma’mur, 2009).
b. Dermatitis sedang
Selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan,
gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak
eritematous dari bagian tubuh (Suma’mur, 2009).
c. Dermatitis berat
Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas kedaerah
tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang
berlebihan, pembuka vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu,
aktivitas harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan
terapi yang segera, khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian
besar wajah, mata maupun genital. Kompilasi dengan penyakit lain yang
dapat terjadi ialah eosinophilia, serima multiform, sindrom pernafasan akut,
gangguan ginjal, dishidrosis dan urethritis (Suma’mur, 2009).
2.1.3.3 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan usia, ras, dan jenis kelamin. Kelainan kulit yang terjadi dihentikan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), gesekan, trauma fisis, suhu dan
kelembaban lingkungan serta adanya faktor individu berupa ketebalan kulit,
usia, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan
diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan
(dermatitis kontak akibat kerja), naum angka secara tepat sulit untuk
diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan
kelainan ringan dan tidak datang untuk berobat, atau bahkan tidak mengeluh
(Djuanda, 2007).

23
2.1.3.4 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang berfisat
iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit
lebih permebel, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2002). Faktor individu
juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas,
usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit
hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis
kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang penah atau
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya
dermatitis atopik (Djuanda, 2002).
2.1.3.5 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikat di kulit (Djuanda, 2007).
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membrane lemak
keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membrane sel dan merusak
lisosom, mitokondria, ataupun komponen inti. Kerusakan membrane akan
mengaktifkan enzim fosfolipase yang akan merubah fosfolipid menjadi
asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet activating factor, dan inositida.
Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin.
Prostaglandin dan leukotrin menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vascular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. Prostaglandin dan leukotrin juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat
untuk limfost dan neutrophil, serta mengaktivasi sel mast melepaskan

24
histamine, prostaglandin dan leukotrin lain, sehingga memperkuat
perubahan vascular (Djuanda, 2007).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik
ditempat terjadinya kontak di kulit yang berupa eritema, edema, panas, nyeri
bila iritannya kuat. Apabila iritan lemah, akan menimbulkan kelainan kulit
setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum
oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi
sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya (Djuanda,
2007).
2.1.4 Dermatitis Akibat Kerja
Dermatitis akibat kerja adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Penyakit tersebut timbul pada tenaga kerja
bekerja melakukan pekerjaan atau disebebkan oleh faktor-faktor yang berada pada
lingkungan kerja. Istilah dermatosis lebih tepat daripada penggunaan kata
dermatitis, sebab kelainan kulit akibat kerja tidak selalu berupa suatu peradangan
(infeksi), melainkan juga tumor atau alergi atau rangsangan fisik dan lainnya
dapat menjadi penyebab penyakit tersebut (Djuanda, 2002).
Dermatitis kontak akibat kerja adalah bentuk paling umum dari penyakit
kulit akibat kerja. Data epidemiologi di Negara Jerman terdapat 50-190 kasus
pada 100.000 pekerja, dan terdapat 20,5 kasus pada 100.000 pekerja di Victoria.
Dimana dermatitis kontak iritan memiliki tingkat insidensi yang lebih tinggi
dibandingkan dermatitis kontak alergik (Keegel, 2012).
Presentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit akibat kerja
menduduki porsi tertingga sekitar 50-60%, maka dari itu penyakit ini pada
tempatnya mendapat perhatiam yang proporsional. Selain prevalensi yang tinggi,
dermatosis akibat kerja yang kelainannya biasanya terdapat pada lengan, tangan
dan jari sangat mengganggu penderita melakukan pekerjaan sehingga sangat
berpengaruh negatif terhadapa produktivitas kerja (Suma’mur, 2009).
Penyebab dermatosis akibat kerja dapat digolongkan sebagai berikut
(Suma’mur, 2009) :
1. Faktor fisik, yaitu tekanan, tegangan, gesekan, kelembaban, panas, suhu
dingin, sinar matahari, sinar X dan sinar eleltromagnesis lainnya.

25
2. bahan yang berasal dari tanaman, yaitu daun, ranting, getah, akar, umbi,
bunga, debu, kayu dan lainnya.
3. Makhluk hidup yaitu bakteri, virus, jamur, cacing, serangga, dan kutu.
4. Bahan kimia, yaitu asam dan garam zat kimia anorganik, persenyawaan
kimia organis hidrokarbon, oli, tiner, zat pewarna dan lainnya.
Dari semua penyebab itu faktor kimiawi adalah yang terpenting, oleh karena
zat dan bahan kimia banyak digunakan pada proses produksi dalam berbagai
industri. Ada dua mekanisme zat atau bahan kimia yang menimbulkan dermatosis,
yaitu pertama dengan jalan perangsangan primer dan penyebabnya disebut iritan
primer dan kedua melalui sensitisasi dan penyebabnya disebut pemeka (sensitizer)
(Suma’mur, 2009).
Iritan primer mengadakan rangsangan kepada kulit, dengan jalan melarutkan
lemak kulit, mengambil air dari lapisan kulit, mengoksidasi dan atau mereduksi
susunan kimia kulit, sehingga keseimbangan kulit terganggu akibatknya timbul
dermatosis. Sensitisasi oleh zat kimia pemeka bisanyan disebabkan oleh zat kimia
organis dengan strutus molekul lebih sedemikian rupa sehingga dapat bergabung
dengan zat putih telur tubuh membentuk antigen (Suma’mur, 2009).
Perangsang primer adalah zat atau bahan kimia yang menimbulkan
dermatosis oleh efeknya yang langsung pada kulit normal di tempat terjadinya
kontak zat atau bahan tersebut dengan kulit untuk kuantitas dan kadar zat atau
bahan dimaksud yang cukup serta untuk waktu yang cukup lama pula. Pemeka
kulit adalah zat atau bahan kimia yang tidak usah menimbulkan perubahan pada
kulit ketika berlangsungnya kontak pertama dengan kulit tetapi menyebabkan efek
khas di kulit tempat terjadinya kontak maupun pada tempat lain setelah selang
waktu 5 atau 7 hari sejak kontak yang pertama (Suma’mur, 2009).
Faktor penyebab fisik mekanis tekanan, tegangan atau gosekan
menimbulkan dermatosis akibat kerja dengan terjadinya kerusakan langsung pada
kulit. Bakteri, virus, jamur dan lain-lain menyebabkan dermatosis akibat kerja
melalui mekanisme peradangan (infeksi) yang tanda-tandanya meliputi warna
merah dikulit (rubor), panas (color), sakit (dolor), dan kelainan fungsi (function
laesa). Infestasi parasit adalah hidup atau menembusnya parasit di kulit yang
menyebabkan iritasi dan kerusakan kulit (Suma’mur, 2009).

26
2.1.4.1 Diagnosa Dermatotis Akibat Kerja
Diagnosa dermatosis prosedurnya hampir sama dengan dermatitis
harus diikuti dengan cara diagnosa penyakit-penyakit pada umumnya.
Dalam hal ini sengat penting untuk memperoleh kejelasan kapan tepatnya
dermatosis itu mulai timbul, agar dapat mengetahui dengan pasti mulai
timbulnya dermatosis akibat kerja, sangat membantu ada dan
terdokumentasinya temuan hasil pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan
pemeriksaan kesehatan berkala. Demikian pula perlu informasi yang
lengkap tentang pekerjaan dan lingkungan kerja penderita, yang dengannya
dapat dinilai apakah benar penyebab penyakit itu berada dalam pekerjaan
atau lingkungan kerja tenaga kerja yang bersangkutan bila ada, dilakukan
identifikasi bagaimana cara penyebab itu menyebabkan terjadinya
dermatosis akibat kerja, apakah dengan cara infeksi, perangsangan primer,
pemekaan atau lainnya. Dalam hal ini dapat dijawab dengan menganalisis
dan tentang faktor penyebab yang terdapat dalam pekerjaan atau lingkungan
kerja, dengan melakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut dan juga pengujian
laboratoris (Suma’mur, 2009).
“Patch test” adalah cara uji klinis untuk menentukan, apakah suatu
bahan kimia bersifat sensitizer atau tidak. Terdapat banyak cara untuk
melakukan “patch test”. Patch test dapat digunakan sebagai alat diagnostic
ataupun preventis. Sebagai alat diagnotik, bahan dalam konsentrasi sangan
rendah dibiarkan kontak dengan kulit dan ditutup dengan plester. Bila
penderita peka, timbullah tanda kelainan di kulit (Suma’mur, 2009).
Sebagai alat preventif dimaksudkan untuk menguji suatu bahan yang
akan diproduksi oleh suatu industri, apakah bahan itu bersifat sensitizer atau
tidak. Untuk maksud tersebt bahan dalam kadar rendah dibiarkan kontak
dengan kulit dan ditutup dengan plaster untuk kira-kira 5 hari. Lalu
plasternya dibuka dan bahannya dibersihkan sekali. Biarkan dahulu untuk
waktu 10 hari. Kemudian bahan yang sama dikontakkan pula di kulit. Bila
reaksi timbul berarti bahan itu sensitizer (Suma’mur, 2009).
Demikian pula faktor psikis tidak jarang menimbulkan kesulitan
dalam menegakkan diagnosis dermatosis akibat kerja ataukah suatu kelainan

27
yang latar belakangnya penyakit psikosomatis. Untuk mengatasi hal
demikian kadang-kadang diperlukan konsiltasi kepada psikiater (Suma’mur,
2009).
Langkah-langkah diagnosa dermatitis akibat kerja, yaitu (Depkes,
2008) :
1. Anamnesis
Pertanyaan tersebut memuat riwayat perjalanan penyakit, antara lain :
a. Waktu kejadian
b. Lokasi kelainan
c. Adanya rasa gatal
d. Perbaikan selama cuti
e. Pengobatan yang telah di dapat
f. Riwayat pekerjaan terdahulu
g. Hobi atau pekerjaan terdahulu
h. Riwayat penyakit terdahulu atau riwayat penyakit keluarga
2. Perubahan Fisik
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tubuh secara menyeluruh.
Tanda karakteristik untuk penyakit dapat terlewatkan tanpa pemeriksaan
seluruh bagian tubuh secara teliti.
3. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam pemeriksaan penunjang diagnosis diperlukan sesuai
dengan jenis penyakit kulit yang diderita. Misalnya uji temple (patch
test) untuk dermatitis kontak ditangan sebagai akibat reaksi tipe cepat,
pemeriksaan kerokan kulit tangan dengan KOH 20% dan kultur pada
agar Sabouraud untuk jamur kulit dan biopsy digunakan terutama untuk
menyingkirkan diagnosis lain, misalnya psoriasis.
4. Kunjungan tempat kerja (plant visit )
Diperlukan untuk menunjang diagnosis Dermatitis Kontak.
2.1.4.2 Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan terhadap kejadian dermatitis merupakan upaya yang
paling penting dan jauh lebih berarti daripada pengobatan. Satu-satunya
upaya yang akan berhasil adalah meniadakan faktor penybab dermatitis dari

28
pekerjaan dan lingkungan kerja dan menghilangkan seluruh risiko tenaga
kerja kontak kulit dengan faktor penyebab yang bersangkutan. Penggunaan
pakaian kerja dan alat pelindung diri adalah salah satu bentuk upaya
preventif. Memindahkan penderita dari pekerjaan dan lingkungan yang
mengandung faktor penyebab penyakit ke pekerjaan dan lingkungan kerja
lain yang tidak berbahaya bagi kulit yang bersangkutan merupakan upaya
terkahir dan hal itu biasanya tidak mudah dilaksanakan (Suma’mur, 2009).
Yang perlu diperhatikan untuk pencegahan dermatitis yaitu masalah
kebersihan perseorangan (personal hygiene) dan sanitasi lingkungan kerja
serta pemeliharaan ketatarumahtanggaan perusahaan yang baik. Kebersihan
perseorangan misalnya cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja, pakain
bersih dan berganti pakaian setiap hari, alat pelindung diri yang bersih dan
lain-lain. Kebersihan lingkungan dan pemeliharaan ketatarumahtanggaan
meliputi pembuangan air bekas dan sampah industri, pembersihan debu,
penerapan proses produksi, yang tidak menimbulkan pencemaran udara dan
juga permukaan, cara sehat dan selamat penimbunan dan penyimpanan
barang dan lainnya (Suma’mur, 2009).
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak
Faktor-faktor yang menyebabkan dermatitis diantaranya lama kontak, jenis
kelamin, riwayat penyakit sebelumnya dan bahan kimia (Djuanda, 2007). Faktor
yang mempengaruhi penyakit kulit akibat kerja antara lain riwayat alergi,
personal hygiene dan penggunaan APD (Gilles dkk, 1990). Faktor yang
menyebabkan dermatitis terbagi dua, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung berupa bahan kimia dan penyebab tidak langsung adalah
riwayat penyakit sebelumnya, dan personal hygiene (Cohen, 2002).
Dari hasil penelitian sebelumnya, dermatitis kontak disebabkan oleh
berbagai faktor yaitu, jenis kelamin, lama kontak, masa kerja, personal hygiene,
penggunaan APD dan bahan kimia (Nuraga, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada
kerja antara lain :

29
2.1.5.1 Bahan Kimia
Paparan bahan kimia ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama
kontak (durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agus R,
2006). Sehingga terjadinya resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan
dan dikontrol seperti membatasi jumlah kontak yang terjadi. Oleh karena itu
bahan kimia merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya dermatitis kontak (Djuanda, 2007).
Bahan kimia cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa. Asam
menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dengan proses perusakan
jaringan lunak. Cairan korosif memerlukan pH yang rendah atau sangat
tinggi untuk menyebabkan korosif, namun pada paparan awal tidak timbul
rasa sakit (Linins, 2006).
Beberapa bahan kimia yang memiliki potensi iritasi dan sensitisasi
pada kulit menurut National Safety Council Itasca, Illnois dalam buletin
SHARP tahun 2001 sebagai berikut :
Table 2.4 Bahan Kimia yang Menimbulkan Kelainan Kulit
Iritan
No Bahan Kimia Sensitizers Bentuk Kelainan Kulit
Primer
Asam :
Asetat x Dermatitis, ulserasi
Karbonat x Korosif, rasa kebal
Format Iritasi berat
Hidrokolat x Iritasi dan ulserasi
1.
Hidro-laurat x Luka bakar
Nitrat x Luka bakar, ulkus
Oksalat x Korosif berat
Pikrat x Kemerahan, dermatitis
Basa :
Ammonia x Iritasi
Kalsium sianida x Iritasi
2. Kalsium oksida x Dermatitis
Natrium hidrolida x Korosif berat
Natrium hidroksida x Korosif berat
Pelarut :
Aseto x Iritasi
Benzene x Iritasi
3. Karbon disulfide x Iritasi
Terpentin x Dermatitis
Alcohol x Dermatitis

30
Sumber : Emmanuelle Brun, 2009. The Occupational Safety and Health of
Cleaning Workers (EU-OSHA)
Dermatitis kontak paling banyak disebabkan oleh air dan pekerjaan
yang basah sabun dan detergen, panas dan berkeringat, minyak, bahan kimia
asam dan basa. Sabun, detergen, sarung tangan dan air merupakan agen basa
lemah yang akan menimbulkan gangguan atau kerusakan pada kulit secara
perlahan setelah paparan yang berulang (Nuraga, 2008).
Detergen merupakan bahan iritan lemah yang di dalamnya
mengandung surfaktan, seperti alkali benzene sulfonat, adanya bahan ini
dapat mempengaruhi lapisan lipid dikulit seperfisial dan kondisi hidrasi
kulit. Bahan kandungan detergen lainnya adalah soda abu (Na2CO3) yang
berbentuk serbuk putih. Bahan ini berfungsi meningkatkan daya bersih.
Keberadaan bahan ini dalam detergen dapat menimbulkan efek panas pada
tangan saat mencuci (Nuraga, 2008).
Kaporit, polisher floor, pembersih lantai, pembersih kaca dan
desinfektan merupakan agen iritan kuat karena mengandung bahan kimia
asam kuat dan basa kuat. Adapun bahan kimia yang terkandung diantaranya
calcium hypachlorite yang terdapat pada kaporit, aliphatic amine epoxy
pada poolisher floor, isothiazolinone biocides pada pembersih lantai dan
kaca, dan sodium hypochlorite 0,05-0,5%, senyawa fenol, amonium
quaterner, dan peroksigen pada desinfektan yang akan menyebabkan reaksi
iritan segera, rasa seperti terbakar pada kulit bahkan dapat menimbulkan
respon inflamasi seperti eritema, edema dan bula (Nuraga, 2008).
Berdasarkan penelitian Dinanti dkk (2015) menunjukkan bahwa
adanya hubungan bahan kimia dengan pekerja cleaning service di Rumah
Sakit Umum Abdul Moeloek.
2.1.5.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World
Dictionary). Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih beresiko
mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Jenis kelamin
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis

31
akibat kerja dan perempuan lebih sering menderita dermatitis daripada laki-
laki (Hutomo, 2005). Jenis kelamin perempuan lebih rentan terhadap
penyakit kulit daripada laki-laki, selain itu permukaan kulit perempuan lebih
sensitif terhadap bahan-bahan iritan. Terdapat perbedaan antara kulit wanita
dan laki-laki misalnya, folikel rambut laki-laki lebih kasar, rambut yang
tumbuh lebih panjang dan laki-laki lebih cepat berkeringat sedangkan untuk
wanita folikel rambut lebih lembut, rambut yang tumbuh lebih pendek dan
wanita agak sukar berkeringat (Sulakmono, 2000). Kulit pria mempunyai
hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria
lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit
wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap
kerusakan kulit. Perempuan ternyata lebih berisiko mendapat penyakit kulit
akibat kerja dibandingkan dengan laki-laki. Insiden pada perempuan lebih
tinggi pada usia muda, sedangkan pada laki-laki kejadian meningkat sesuai
usia (Nuraga, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Indrawan dkk (2014)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja bagian premix di PT.
X Cirebon. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Suryani (2011)
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing
dan filling PT. Cosmar Indonesia tahun 2011.
2.1.5.3 Lama Kontak
Lama kontak adalah waktu paparan bahan kimia pada pekerja dalam
satu hari bekerja. Lama kontak mempengaruhi kerjadian dermatitis kontak
akibat kerja (Djuanda, 2007). Lama kontak antar pekerja berbeda-beda,
sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak dengan bahan kimia yang
terjadi akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
Semakin lama kulit kontak dengan bahan kimia maka dapat menyebabkan
rusaknya sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka semakin
rusaknya sel kulit lapisan yang lebih dalam sehingga kejadian dermatitis
kontak semakin berisiko tinggi (Cohen, 2002).

32
Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau
iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbukan kelainan kulit. Pengendalian
resiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi
perlu dilakukan. Kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iriran atau
alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan
kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat
(Nuraga, 2008). Kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau
alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan
kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat.
Penggunaan bahan kimia berupa detergen ( surfaktan ) yang sering
digunakan oleh pekerja cleaning service dapat menimbulkan dermatitis
kontak apabila kontak dengan air lebih dari 2 jam perhari atau > 20 kali
perhari (Emmanuelle, 2009).
Hasil penelitian Dinanti dkk (2015) menunjukkan bahwa lama kontak
dengan bahan kimia mempunyai hubungan dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum Abdul
Moeloek.
2.1.5.4 Masa kerja
Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan
bahan kimia sampai waktu penelitian. Masa kerja penting diketahui untuk
melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia (Erliana,
2008). Dengan perbedaan masa kerja akan berhubungan dengan pajanan
terhadap pencemar atau bahan yang berisiko terhadap gangguan kesehatan
kulit (Notoatmodjo, 2000). Pada setiap kelompok tertentu dari orang-orang
yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka
yang keluar terjadi pada akhir tiga tahun pertama masa bakti, lebih dari
setengahnya sudah terjadi pada akhir tahun pertama (Istijanto, 2010).
Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja.
Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan
berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan
kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak (Suma’mur, 2009).
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah

33
terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja. Pekerja yang lebih
lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan
sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit
hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis
(Fatma, 2007).
Masa kerja juga berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis. Hal ini
berhubungan dengan pengalaman kerja, sehingga pekerja yang lebih lama
bekerja jarang terkena dermatitis dibandingkan dengan pekerja yang masih
sedikit pengalamannya. Namun, pekerja yang telah lebih lama bekerja akan
meningkat resiko terkena dermatitis karena lebih banyak terpajan bahan
kimia (Erliana, 2008). Pekerja yang berpengalaman akan lebih berhati-hati
sehingga kemungkinan terpajan bahan kimia lebih sedikit. Selain itu adanya
masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia pada pekerja
dengan masa kerja pendek. Pada pekerja dengan masa kerja panjang dapat
dimungkinkan telah mengalami resistensi terhadap bahan kimia yang
digunakan. Resistensi ini dikenal sebagai proses hardenig yaitu kemampuan
kulit yang menjadi lebih tahan terhadap bahan kimia yang terus menerus
(Cohen, 2002).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinanti dkk (2015) menunjukkan
bahwa hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
2.1.5.5 Riwayat Alergi
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas pertahanan tubuh baik humoral
maupun selular tergantung pada aktivitas sel B dan sel T. Aktivasi
berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini akan menimbulkan
suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Hipersensitivitas sendiri berarti gejala atau tanda yang secara objektif dapat
ditimbulkan kembali dengan diawali oleh pajanan terhadap suatu stimulus
tertentu pada dosis yang ditoleransi oleh individu yang normal (Putu,2010).
Dermatitis kontak (terutama dermatitis kontak alergi) akan lebih mudah
timbul jika terdapat riwayat alergi sebelumnya. Dalam melakukan diagnosis
dermatitis kontak dapat dilakukan dengan melihat sejarah dermatologi

34
termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat
kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu) dan
riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis. Riwayat alergi
merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan
terhadap penyakit dermatitis kontak (Lestari dan Hari, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan Septiani (2012) menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja cleaning service di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.1.5.6 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan
berbagai cara dintaranya adalah dengan melihat sejahar dermatologi
termasuk riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi
dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra, 2008). Adanya penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami akan mempengaruhi ambang rangsang terhadap
bahan iritan menjadi menurun. Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang
sakit kulit bukan akibat kerja cenderung lebih mudah mendapat dermatosis
akibat kerja, seperti pekerja-pekerja dengan acne yang bekerja terpapar
dengan cutting oil dan tiner, sering menderita dermatitis (Djuanda, 2007).
Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu
tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita
penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja
yang baru. Penyakit dermatitis kontak yang memungkinkan untuk kambuh
(muncul kembali) apabila kulit kontak dengan zat tertentu yang terdapat di
tempat kerja. Pada pekerja yang sebelumya memiliki riwayat penyakit
dermatitis, merupakan kandidat utama untuk terkena penyakit dermatitis.
Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitive terhadap berbagai macam zat
kimia. Jika terjadi inflamasi maka zat kimia akan lebih mudah dalam
mengiritasi kulit, sehingga kulit lebih mudah terkena dermatitis (Cohen,
2002).
Berdasarkan penelitian Septiani (2012) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kerjadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kampus UIN Syarif

35
Hidayatullah tahun 2012. Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani
(2011) mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak di PT.
Cosmar Indonesia tahun 2011.
2.1.5.7 Personal Hygiene
Personal hygiene berawal dari bahasa Yunani, berasal dari kata
Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Wartonah, 2010).
Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara
kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk
kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan. Seseorang yang sakit
biasanya dikarenakan masalah kebersihan yang kurang diperhatikan. Hal ini
terjadi karena kita mengganggap masalah kebersihan adalah masalah yang
biasa saja, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mmpengaruhi
kesehatan secara umum. Oleh karena itu hendaknya setiap orang selalu
berusaha agar personal hygienenya dipelihara dan ditingkatkan (Potter dan
Perry, 2012).
Kebiasaan pekerja yang kurang baik untuk tidak segera mencuci
setelah terkena kontak dengan agen bahan kimia merupakan penyebab
dermatitis kontak. Kebersihan pribadi seperti mencuci tangan setelah
menyelesaikan setiap pekerjaan merupakan preventif yang baik, namun
tergantung fasilitas mencuci tangan, yaitu dengan air kran yang mengalir,
kualitas saat mencuci tangan, pengetahuan tentang pentingnya kebiasaan
mencuci tangan (OSHA, 2008).
Pekerja yang kurang bersih, misalnya tidak membersihkan badan
sehabis bekerja, tidak memakai alat pelindung diri atau memakai pakaian
yang telah terkontaminasi akan lebih mudah terkena dermatosis akibat kerja
(Ernasari, 2012).
Kebersihan perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan,
kerapihan dan perawatan badan kita. Kebersihan perorangan pekerja dapat
mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada

36
bahan kimia dan kontaminasi, serta melakukan pencegahan alergi kulit,
kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan
yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain :
a. Mencuci tangan
Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasan mencuci
tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak
langsung dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk
justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi
merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini
juga tergantung pada fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari
pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala
fasilitas yang ada (Cohen, 2002).
Mencuci tangan bukan hanya sekedar menggunakan sabun dan
membilasnya dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur agar
tangan kita di katakana benar-benar bersih. Kesalahan dalam mencuci
tangan ternyata dapat menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya
kurang bersih dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemilihian
jenis sabun yang dapat menyebabkan masih terdapatnya sisa-sisa bahan
kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan kebiasaan tidak
mengeringkan tangan seteleh selesai mencuci tangan yang dapat
menyebabkan tangan menjadi lembab (Cohen, 2002).
Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap
kebersihan sekaligus kesehatan kulit pekerja. Sebaiknya memilih sabun
cuci tangan yang dapat menghilangkan bahan kimia tangan namun tidak
merusak lapisan pelindung tangan. Jika jenis sabun ini sulit ditemukan
dapat menggunakan pelembab tangan setelah mencuci tangan. Usaha
mengeringkan tangan setelah mencuci tangan juga dapat berperan dalam
mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan yang lembab
(Cohen, 2002).

37
Langkah-langkah mencuci tangan yang benar, sebagai berikut (WHO,
2005) :

Gambar 2.1
Prosedur Mencuci tangan

Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya


dermatitis kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang
menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak
langsung dengan zat kimia.
b. Mencuci Pakaian
Mencuci pakaian juga merupakan salah satu usaha untuk mencegah
terjadinya dermatitis kontak. Sebaiknya pakaian kerja yang telh
terkontaminasi bahan kimia tidak digunakan kembali sebelum dicuci.
Akan lebih baik lagi jika pencucian baju kerja dilakukan setiap hari
setelah digunakan. Selain itu cara pencucian baju perlu diperhatikan.
Jangan mencampur/merendam baju kerja dengan pakaian yang dikenakan
sehari-hari. Usahakan mencuci pakaian kerja dengan menggunakan
mesin cuci, namun dengan cara manual tidak menjadi masalah asalkan
setelah mencuci baju, tangan dibersihkan kembali dengan baik (WHO,
2005).
c. Kebiasaan Mandi
Kebersihan diri seorang pekerja sangat perlu diperhatikan, terutama
pada area tubuh yang tertutup seharian setelah bekerja. Maka dari itu
pekerja diwajibkan untuk mandi setelah bekerja seharian, agar kuman
dan kotoran yang nempel selama bekerja dapat dibersihkan dari tubuh.
Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri,
menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu

38
sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun
orang lain (Wartonah, 2010).
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu
banyaknya gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
memelihara kesehatan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku
(Wartonah,2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Dinanti dkk (2015) menunjukkan
bahwa ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum Abdul
Moeloek.
2.1.5.8 Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang
berbahaya. Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan,
memproses dan membuang bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat
kerja yang berbahaya. Perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan
potensi bahaya yang ada (Cahyono, 2004).
Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja maka
pemakaian alat pelindung diri (APD) untuk perlindungan kulit sangat
penting karena dengan pemakaian APD yang tidak sesuai atau tidak tepat
dapat menyebabkan suatu gangguan dari aktivitas pekerja yaitu bila pekerja
tersebut kontak dengan bahan berbahaya maka penyakit kulit seperti
dermatitis dapat terjadi. Perlindungan kulit ini tidak hanya melibatkan
pekerja tapi juga pemberi kerja. Yang penting ialah keterlibatan peraturan
atau perundang-undangan (Nuraga, 2006).
Peraturan Menteri Ketenagaan Kerjaan dan Transmigrasi No.
Per.01/MEN/1981 pasal 4 ayat 3 tentang kewajiban melapor Penyakit
Akibat Kerja menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung
diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakan sebagai pencegahan
penyakit. Sebaiknya para karyawan dilengkapi dengan alat pelindung diri

39
yang bertujuan menghindari kontak dengan bahan yag sifatnya merangsang
atau karsinogen, alat pelindunga yang dapat dipergunakan misalnya baju
pelindung, sarung tangan, sepatu, topi, krim pelindung dan lainnya (Siregar,
2004).
Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya
dermatitis kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari
cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan
kimia. Berikut merupakan jenis alat pelindung diri yang perlu digunakan
pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, yaitu :
a. Alat Pelindung Tangan ( Sarung Tangan )
Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan0bahan kimia,
benda-benda tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat
pelindung ini dapat terbuat dari karet, kulit dan kain katun. Sarung tangan
untuk kontak dengan bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan
bentuknya menutupi lengan.

Gambar 2.2
Alat Pelindung Tangan

b. Alat Pelindung Kaki


Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam,
larutan kimia, benda panas dan kontak listrik.

Gambar 2.3
Alat Pelindung Kaki

40
c. Pakaian Pelindung
Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli. Bahan daoat terbuat dari
kain drill, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi alumunium.
Penggunaan APD sangat penting untuk melindungi tubuh dari bahaya
pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja. Agar
terhindari dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung
dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung,
sarung tangan, dan safety shoes.
Hasil penelitian Dinanti,dkk (2015) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja cleaning service di Rumah Sakit Abdul Moeloek.

2.2 Kerangka Teori


Berdasarkan teori-teori yang dikemukan oleh para ahli yaitu Cohen (2002),
Djuanda (2007), Hutomo (2005), Maibach (2006), Sassevile (2006), dan Siregar
(2004) mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis
kontak adalah Bahan Kimia, Lama Kontak, Riwayat Alergi, Masa Kerja, Jenis
Kelamin, Personal Hygiene dan Alat Pelindung Diri.
Maka dapat diperoleh kerangka teori sebagai berikut :

1. Jenis kelamin
2. Masa kerja
3. Lama kontak Dermatitis Kontak
4. Riwayat Alergi Akibat Kerja
5. Riwayat Penyakit sebelumnya
6. Personal Hygiene
7. Penggunaan APD

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Modifikasi dari Cohen (2002), Djuanda (2007), Ernasari (2012), Hutomo
(2005), Maibach (2006), Sassevile (2006), dan Siregar (2004).

41
2.3 Penelitian Terkait
Tabel 2.5 Penelitian Terkait
Judul Penulis/ Asal/
No Universitas/ Tahun Metodologi Variabel Hasil
Penelitian
1. Judul : Deskriptif Variabel : Hasil :
Faktor-faktor Yang Lama kerja, masa Terdapat hubungan
Mempengaruhi kerja, riwayat bermakna antara
Kejadian Dermatitis penyakit kulit lama kerja, masa
Kontak Akibat Kerja sebelumnya, kerja, riwayat
pada Karyawan Salon di penggunaan APD, penyakit kulit,
Kelurahan Pahoman personal hygiene penggunaan APD
Bandar Lampung. dan personal hygiene

Penulis :
Viera Rininda Mauli
Dinar

Sumber :
Skripsi

Universitas :
Universitas Lampung
Tahun Penelitian :
2016
2. Judul : Deskriptif Lama kontak, Hasil :
Faktor-Faktor Yang melalui frekuansi kontak, Terdapat hubungan
berhubungan dengan pendekatan usia, masa kerja, yang bermakna
Kejadian Dermatitis cross sectional riwayat atopi, antara lama kerja,
Kontak Pada Pekerja riwayat alergi, frekuensi kontak,
Cleaning Service di riwayat penyakit riwayat penyakit
Kampus UIN Syarif kulit sebelumnya, kulit sebelumnya.
Hidayatullah Jakarta suhu, kelembaban,
personal hygiene,
Penulis : APD
Sofia Serptiani

Sumber :
Skripsi

Universitas :
Universitas Islam
Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tahun :
2012

42
Judul Penulis/ Asal/
No Universitas/ Tahun Metodologi Variabel Hasil
Penelitian
3. Judul : Deskriptif Variabel Laju insidensi
Faktor-faktor yang independen : dermatitis kontak
Mempengaruhi Bahan kimia, akibat kerja sebanyak
Kejadian Dermatitis pengaruh cuaca, 65% per seratus
Kontak Pada Pekerja lingkungan dan karyawan, dengan
yang Terpajan Dengan beban kerja. angka prevalensi
Bahan Kimia di sebesar 74%
Perusahaan Industri Variabel perseratus karyawan.
Otomotif Kawasan tambahan : Dilihat dari
Industri Cibitung Jawa Perilaku pekerja, perjalanan
Barat umur, jenis penyakitnya, maka
kelamin, APD, penderita dermatitis
Penulis : personal hygiene, akut 26%, sub akut
Wisnu Nuraga riwayat atopi. 39%, dan kronik 9%.

Sumber :
Skripsi

Universitas :
Universitas Indonesia

Tahun :
2008
4. Judul : Menggunakan Variabel Hanya variabel masa
Faktor-faktor yang penelitian independen : kerja yang memiliki
berhubungan dengan kuantitatif Bahan iritan, hubungan dengan
kejadian dermatitis dengan survey riwayat pekerjaan, kejadian dermatitis
kontak iritan pada analitik (cross usia, lama kontak, kontak pada pekerja
pekerja steam kendaraan sectional) masa kerja, APD, steam kendaraan
bermotor di kecamatan riwayat penyakit bermotor di
Ciputat Timur sebelumnya, Kecamatan Ciputat.
personal hygiene,
Penulis : pengetahuan
Nova Rizki Prakoso
Variabel dependen
Sumber : :
Skripsi Dermatitis kontak
iritan pada pekerja
Universitas : steam kendaraam
Universitas Islam bermotor
Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta

Tahun :
2017

43
Judul Penulis/ Asal/
No Universitas/ Tahun Metodologi Variabel Hasil
Penelitian
5 Judul : Penelitian Usia, jenis Faktor-faktor yang
Faktor-faktor yang Kuantitif kelamin, masa berhubungan dengan
berhubungan dengan kerja, penggunaan kejadian dermatitis
kejadian Dermatitis Metode : APD, bahan kontak iritan pada
Kontak Iritan pada Observasi kimia, lama pekerja adalah
Pekerja Bagian Premix paparan kontak dengan bahan
di PT. X Cirebon kimia, lama paparan,
umur, dan jenis
Penulis : kelamin.
Irvan Ade Sebesar 82,5%
Indrawan pekerja menderita
Ari Suwondo dermatitis kontak
Daru Lestantyo iritan.

Sumber :
Jurnal Kesehatan

Universitas :
Universitas Diponogoro

Tahun :
2014

44
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Dermatitis Kontak pada pekerja cleaning service di Kantor
Walikota Jakarta Utara tahun 2019. Berdasarkan teori yang ada, faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak ialah usia, jenis
kelamin, lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja, riwayat alergi, riwayat
penyakit sebelumnya, suhu, personal hygiene, dan alat pelindung diri. Pada
penelitian ini, peneliti hanya akan meneliti variabel yang tercantum di dalam
bagan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Jenis kelamin
2. Masa kerja Kejadian Dermatitis Kontak
3. Lama Kontak Pada Pekerja Cleaning
4. Riwayat Alergi Service di Kantor Walikota
5. Riwayat Penyakit Sebelumya Jakarta Utara
6. Personal Hygiene
7. Alat Pelindung Diri

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

45
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


Variabel Dependen
0. Ya, jika terdiagnosa
Peradangan kulit yang
dermatitis kontak
disebabkan oleh bahan/substansi Diagnosa Pemeriksaan
1 Dermatitis Kontak 1. Tidak, jika tidak Ordinal
yang menempel pada kulit dokter dokter
terdiagnosa dermatitis
pekerja.
kontak
Variabel Independen
Perbedaan perempuan dengan
0. Perempuan
2 Jenis kelamin laki-laki secara biologis sejak Wawancara Kuesioner Nominal
1. Laki-laki
seseorang lahir
Kurun waktu atau lamanya 0. Beresiko, jika > mean
pekerja bekerja di perushaan (6tahun)
3 Masa kerja Wawancara Kuesioner Ordinal
tersebut mulai dari perekrutan 1. Tidak Beresiko, jika ≤
sampai penelitian di lakukan mean (6 tahun)
0. Beresiko, jika kontak
Lama waktu pekerja kontak dengan bahan kimia > 2
dengan bahan kimia di tempat jam/hari
4 Lama kontak kerja dalam satu hari. Wawancara Kuesioner 1. Tidak beresiko, jika Ordinal
Berdasarkan bahan kimia kontak dengan bahan ≤ 2
Detergen (Surfaktan) jam/hari
(Emmanuelle, 2009)

46
No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Pekerja yang sebelumnya atau


Riwayat penyakit 0. Ya
5 sedang menderita penyakit kulit Wawancara Kuesioner Nominal
kulit sebelumnya 1. Tidak
akibat kerja pada bagian tangan
Reaksi tubuh yang berlebihan
terhadap benda asing 0. Ya
6 Riwayat Alergi Wawancara Kuesioner Nominal
tertentu/bahan yang bersifat 1. tidak
alergen.
Kebiasaan pekerja untuk
menjada kebersihan diri sebelum 0. Baik, jika > median (14)
7 Personal Hygiene dan setelah bekerja, seperti Wawancara Kuesioner 1. Tidak baik, jika ≤ Ordinal
mencuci tangan dan mengganti median (14)
pakaian setelah bekerja
0. Lengkap, jika hasil
observasi minimal 2 kali
Pekerja menggunakan alat menggunakan sarung
pelindung diri berupa sarung tangan dan sepatu
Lembar
8 Penggunaan APD tangan untuk melindungi tangan Observasi 1. Tidak lengkap, jika hasil Ordinal
Ceklist
dari kontak langsung terhadap observasi minimal 2 kali
bahan kimia selama bekerja tidak menggunakan
sarung tangan dan sepatu
atau salah satunya

47
3.3 Hipotesis
1) Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
2) Adanya hubungan antara lama kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
3) Adanya hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
4) Adanya hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
5) Adanya hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan
kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota
Jakarta Utara tahun 2019.
6) Adanya hubungan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
tahun 2019.
7) Adanya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta
Utara tahun 2019.
3.4 Tempat & Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut
dilakukan. Adapun penelitian dilakukan oleh penulis, mengambil lokasi di Kantor
Walikota Jakarta Utara. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini mulai bulan
Februari – Juni 2019.
3.5 Jenis Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
pendekatan cross sectional, yaitu pada penelitian ini variabel independen dan
dependen pada waktu (periode) bersamaan. Jenis penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dermatitis pada pekerja cleaning service di Kantor
Walikota Jakarta Utara tahun 2019.

48
3.6 Populasi & Sampel
Populasi penelitian ini adalah pekerja cleaning service di Kantor Walikota
Jakarta Utara yang berjumlah 125 orang. Sedangkan untuk sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh populasi pekerja cleaning service. Pengambilan
sampel dilakukan dengan metode total sampling.
3.7 Instrumen Penelitian
Intrumen penelitian adalah alat bantu yang dipergunakan dalam
pengumpulan data untuk mendapatkan data primer langsung dari sampel yang
diteliti.
a. Pemeriksaan Dokter
1. Dermatitis Kontak
Dilakukan dengan menegakkan diagnosis oleh seorang dokter terhadap
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service dengan cara melakukan
anamnesis dengan kuesioner dan obervasi dengan melakukan pemeriksaan
fisik wujud kelainan kulit. Jika Dermatitis maka di beri skor 0, dan jika
Tidak Dermatitis di beri skor 1.
b. Kuesioner
1. Jenis kelamin
Penulis menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 1 pertanyaan dan
dalam pengisian kuesioner pekerja diwawancarai oleh penulis.
2. Lama kontak
Penulis menggunakan lembar kuesioner untuk mendapatkan data lama
kontak berdasarkan kandungan bahan kimia, memiliki 1 pertanyaan dan
dalam pengisian kuesioner pekerja diwawancarai oleh penulis. Jika pekerja
menjawab ≤ 2 jam maka di beri skor 1, dan jika pekerja menjawab < 2 jam
maka di beri skor 2.
3. Masa kerja
Penulis menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 1 pertanyaan dan
dalam pengisian kuesioner pekerja diwawancarai oleh penulis. Jawaban
terdiri dari Bulan dan Tahun.

49
4. Riwayat Alergi
Penulis menggunakan lembar yang terdiri dari 1 pertanyaan dan dalam
pengisian kuesioner pekerja diwawancarai oleh penulis. Jika pekerja
menjawab Ya maka diberi skor 1, dan jika pekerja menjawab Tidak maka
diberi skor 2.
5. Riwayat Penyakit kulit sebelumya
Penulis menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 2 pertanyaan dan
dalam pengisian kuesioner pekerja diwawancarai oleh penulis. Jika pekerja
menjawab Ya maka diberi skor 1, dan jika menjawab Tidak maka diberi
skor 2.
6. Personal Hygiene
Penulis menggunakan lembar kuesioner terdiri dari 8 pertanyaan dan dalam
pengisian kuesioner pekerja diwawancarai oleh penulis. Jika pekerja
menjawab Tidak Pernah maka diberi skor 0, jika menjawab Pernah diberi
skor 1 dan jika menjawab Selalu diberi skor 2.
c. Observasi
1. Alat Pelindung Diri
Penulis melakukan 3 kali observasi selama 3 hari berturut-turut pada saat
cleaning service bekerja. Lembar observasi terdiri dari 2 kriteria, jika
selama 2 kali oberservasi pekerja menggunakan sarung tangan dan sepatu
maka diberi skor 0 (lengkap) dan jika selama 2 kali observasi pekerja tidak
menggunakan sarung tangan dan sepatu ataupun salah satunya maka diberi
skor 1 (tidak lengkap).
3.8 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk menguji apakah nilai residual yang dihasilkan
dari regresi distribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Untuk mengetahui bentuk
distribusi data, biasa dilakukan dengan grafik distribusi yang dilakukan dengan
analisis statistik. Pengujian dengan distribusi dilakukan dengan melihat grafik
histogram yang membandingkan antara dua observasi dengan distribusi yang
mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus
diagonal dan ploating data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Uji

50
analisis statistik. Pengujian dengan distribusi dilakukan dengan melihat grafik
histogram yang membandingkan antara dua observasi dengan distribusi yang
mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus
diagonal dengan ploating data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal.
Uji normalitas dengan grafik dapat dilakukan dengan program SPSS dengan
analisis grafik Niormal Probability Plot (Priyatno, 2012).
Untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak dapat menggunakan
Uji Kolmogrov Smiirnov data dikatakan normal, jika nilai sig. (p-value) Uji KS >
0,05. Jika sig. (p-value) Uji KS < 0,05, maka data tidak terdistribusi normal.
Variabel yang akan diuji normalitasnya adalah masa kerja dan personal hygiene.
3.9 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan
bivariat yang dilakukan secara bertahap.
3.9.1 Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa
distribusi frekuensi dari masing-masing variabel independen dan dependen.
Variabel tersebut antara lain (usia, lama kontak, masa kerja, riwayat alergi,
riwayat penyakit sebelumnya, personal hygiene dan alat pelindung diri).
3.9.2 Bivariat
Analisis bivariat yaitu bertujuan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dan dependen dengan dermatitis kontak. Uji statistik
yang digunakan adalah uji Chi Square, yang merupakan uji untuk
mengetahui hubungan antara variabel kategorik dengan katagorik. Dalam uji
Chi Square, besarnya alpha yang ditentukan adalah 0,05 (α=5%) dan
interbal kepercayaan (CI=95%). Dengan derajat kepercayaan 95% dapat
diperoleh asumsi bahwa :
a. Bila p value ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen.
b. Bila p value > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen.

51
Dalam penelitian ini apabila nilai harapan dari sel pada tabel kurang
dari 5 maka uji alternatifnya adalah dengan menggunakan uji Fisher Exact.
Uji Fisher Exact merupakan salah satu uji non-parametrik yang digunakan
untuk menganalisis 2 sampel independen yang berskala nominal atau
ordinal.
Pada tabulasi silang 2x2 akan dicari nilai POR (Prevalance Odds
Ratio) yang merupakan ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan
kejadian penyakit. Intepretasi nilai POR yaitu :
a. POR ≤ 1 : CI (Confident Interval) < 1, faktor risiko mencegah sakit.
b. POR = 1, faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpajan sama
dengan kelompok tidak terpajan.
c. POR > 1 : CI (Confident Interval) > 1, faktor risiko menyebabkan sakit.

52
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor


Walikota Jakarta Utara sebanyak 125 orang dengan variabel yang diteliti
diantaranya yaitu jenis kelamin, masa kerja, lama kontak, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat alergi, personal hygiene dan penggunaan alat pelingdung
diri.
4.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian yang diteliti. Dilakukan untuk memperoleh gambaran
setiap variabel baik dependen maupun independen. Analisis univariat dapat
dilihat pada tabel berikut :
4.1.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning
Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara yang
di peroleh dari hasil pemeriksaan dokter. Hasil penelitian menggunakan
kategori “Ya” jika pekerja mengalami dermatitis kontak dan “Tidak” jika
pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil penelitian dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Kejadian Dermatitis Kontak Jumlah Presentase
1 Ya 65 52%
2 Tidak 60 48%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari
125 pekerja cleaning service, yaitu sebanyak 65 orang (52%) yang
mengalami dermatitis kontak, sedangkan 60 orang (48%) yang tidak
mengalami dermatitis kontak.

53
4.1.2 Gambaran Jenis Kelamin Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
dengan jenis kelamin, data variabel jenis kelamin didapatkan dari hasil
pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Hasil
penelitian jenis kelamin menggunakan kategori “Perempuan” dan “Laki-
laki”. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Kejadian Dermatitis Kontak Jumlah Presentase
1 Perempuan 47 37,6%
2 Laki-laki 78 62,4%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari
125 pekerja cleaning service, sebanyak 47 orang (37,6%) berjenis kelamin
Perempuan dan 78 orang (62,4%) berjenis kelamin laki-laki.
4.1.3 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Pada variabel masa kerja digunakan cut off point mean/median.
Sebelum nilai mean/median tersebut, tahap pertama yaitu dilakukan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampe > 50. Dasar
pengambilan keputusan ini yaitu nilai signifikasi uji Kolmogorov-Smirnov
> 0.05 variabel dikatakan normal dan sebaliknya apabila nilai signifikansi
Kolmogorov-Smirnov < 0.05 maka variabel tersebut dikatakan tidak
normal. Hasil dari uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Uji Normalitas Variabel Masa Kerja
Kolmogorov-Smirnov
Variabel Min Max P value
Mean Median
Masa Kerja 6.37 6.00 1 17 0.95
Hasil uji normalitas diperoleh nilai p value 0.95 > 0.05 sehingga data
dikatakan normal, maka pengkategorian menggunakan mean yaitu sebesar
6,37, apabila > 6,37 dikategorikan beresiko dan jika ≤ 6,37 dikategorikan
tidak beresiko.

54
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan lembar kuesioner
pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh
distribusi frekuensi jenis kelamin pada tabel 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pada Pekerja Cleaning
Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Masa Kerja Jumlah Presentase
1 Beresiko 39 31,2%
2 Tidak Beresiko 86 68,8%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari
125 pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh
masa kerja paling lama yaitu 17 tahun dan masa kerja paling sedikit yaitu 1
tahun. Dari hasil penelitian ini jumlah responden yang memiliki masa kerja
yang beresiko yaitu > 6 tahun sebanyak 39 orang (31,2%) dan responden
yang memiliki masa kerja tidak beresiko yaitu ≤ 6 tahun sebanyak 86 orang
(68,8%).
4.1.4 Gambaran Lama Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
dengan lama kontak, data variabel lama kontak didapatkan dari hasil
pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner kepada responden. Hasil
penelitian lama kontak menggunakan kategori “Beresiko” dan “Tidak
Beresiko”. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lama Kontak Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Lama Kontak Jumlah Presentase
1 Beresiko 80 64%
2 Tidak Beresiko 45 36%

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari 125
orang pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, proporsi
tertinggi yaitu yang beresiko yang bekerja selama > 2 jam/hari sebanyak 80

55
orang pekerja (64%) dan proporsi terendah yaitu yang tidak beresiko yang
bekerja selama ≤ 2 jam/hari sebanyak 45 orang pekerja (36%).
4.1.5 Gambaran Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
dengan riwayat penyakit sebelumnya, data variabel riwayat penyakit
sebelumnya didapatkan dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner kepada responden. Hasil penelitian lama kontak menggunakan
kategori “Ya” dan “Tidak”, dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Kulit
Sebelumnya Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019
No Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Jumlah Presentase
1 Ya 10 8%
2 Tidak 115 92%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari
125 pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, proporsi
tertinggi yaitu yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya
sebanyak 115 orang pekerja (92%), sedangkan proporsi terendah yaitu yang
memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya sebanyak 10 orang pekerja
(8%).
4.1.6 Gambaran Riwayat Alergi Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
dengan riwayat alergi, data variabel riwayat penyakit sebelumnya
didapatkan dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner
kepada responden. Hasil penelitian lama kontak menggunakan kategori
“Ya” dan “Tidak”, dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut :

56
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Riwayat Alergi Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Riwayat Alergi Jumlah Presentase
1 Ya 5 4%
2 Tidak 120 96%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari
125 pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, proporsi
tertinggi yaitu yang tidak memiliki riwayat alergi sebanyak 120 orang
pekerja (96%), sedangkan proporsi terendah yaitu yang memiliki riwayat
alergi sebanyak 5 orang pekerja (4%).
4.1.7 Gambaran Personal Hygiene Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Pada variabel personal hygiene digunakan cut off point mean/median.
Sebelum nilai mean/median tersebut, tahap pertama yaitu dilakukan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampe < 50. Dasar
pengambilan keputusan ini yaitu nilai signifikasi uji Kolmogorov-Smirnov
> 0.05 variabel dikatakan normal dan sebaliknya apabila nilai signifikansi
Kolmogorov-Smirnov < 0.05 maka variabel tersebut dikatakan tidak
normal. Hasil dari uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.8 Uji Normalitas Variabel Masa Kerja
Kolmogorov-Smirnov
Variabel Min Max P value
Mean Median
Personal Hygiene 13,57 14 10 16 0,000

Hasil uji normalitas diperoleh nilai p value 0,000 < 0.05 sehingga data
dikatakan tidak normal, maka pengkategorian menggunakan median yaitu
sebesar 14, apabila > 14 maka dikategorikan baik dan jika ≤ 14
dikategorikan tidak baik.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan lembar kuesioner
pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh
distribusi frekuensi jenis kelamin pada tabel 4.9 sebagai berikut :

57
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Personal Hygiene Jumlah Presentase
1 Baik 67 53,6%
2 Tidak Baik 58 46,4%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari
125 pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara yang
memiliki personal hygiene yang baik yaitu sebanyak 67 orang (53,6%) dan
pekerja yang memiliki personal hygiene yang tidak baik yaitu 58 orang
(30,4%).
4.1.8 Gambaran penggunaan APD Pada Pekerja Cleaning Service di
Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
dengan penggunaan apd, data variabel riwayat penyakit sebelumnya
didapatkan dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner
kepada responden. Hasil penelitian lama kontak menggunakan kategori
“Lengkap” dan “Tidak Lengkap”, dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai
berikut :
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi penggunaan APD Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
No Alat Pelindung Diri Jumlah Presentase
1 Lengkap 72 57,6%
2 Tidak Lengkap 53 42,4%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa


dari 125 pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, proporsi
tertinggi yaitu yang menggunakan apd secara lengkap sebanyak 72 orang
(75,6%), sedangkan proporsi terendah yaitu yang tidak menggunakan apd
tidak lengkap sebanyak 53 orang (42,4%).

58
4.2 Analisis Bivariat
4.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara jenis kelamin dengan dermatitis kontak pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dapat di lihat pada tabel 4.11
berikut :
Tabel 4.11 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Dermatitis Kontak
Variabel Total P
Ya Tidak PR CI 95%
(Jenis Kelamin) value
n % n % n %
Perempuan 25 53,2 22 46,8 47 100
0,982 1,037 0,735-1,464
Laki-laki 40 51,3 38 48,7 78 100

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service dengan jenis kelamin perempuan memiliki proporsi tertinggi yaitu
yang mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 25 orang (53,2%),
sedangkan untuk pekerja cleaning service berjenis kelamin laki-laki
memiliki proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu
sebanyak 40 orang (51,3%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,982
> 0,05, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan dermatitis kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai Prevalance Risk
(PR) yaitu 1,037 dengan tingkat kepercayaan CI 95% (0,735-1,464), artinya
pekerja cleaning service dengan jenis kelamin perempuan memiliki risiko
1,037 kali lebih besar untuk mengalami dermatitis kontak dibandingkan
dengan pekerja cleaning service dengan jenis kelamin laki – laki.

59
4.2.2 Hubungan Masa Kerja Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dapat di lihat pada
tabel 4.12 berikut :
Tabel 4.12 Analisis Hubungan Antara Masa Kerja Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Dermatitis Kontak
Total P
Masa Kerja Ya Tidak PR CI 95%
value
n % n % n %
Beresiko 32 82,1 7 17,9 39 100
0,000 2,138 1,576 - 2,902
Tidak Beresiko 33 38,4 53 61,6 86 100

Berdasarkan tabel 4.12 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service dengan masa kerja beresiko memiliki proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 32 orang (82,1%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service dengan masa kerja tidak beresiko memiliki
proporsi tertinggi yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak
53 orang (61,6%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,000
> 0,05, artinya ada hubungan yang bermaksna antara masa kerja dengan
kejadian dermatitis kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai Prevalance Risk
(PR) yaitu 2,138 dengan tingkat kepercayaan CI 95% (1,576 – 2,902),
artinya pekerja cleaning service dengan masa kerja beresiko memilik risiko
2,138 kali lebih besar untuk mengalami dermatitis kontak dibandingkan
dengan pekerja cleaning service dengan masa kerja yang tidak beresiko.

60
4.2.3 Hubungan Lama Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dapat di lihat pada
tabel 4.13 berikut :
Tabel 4.13 Analisis Hubungan Antara Lama Kontak Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Dermatitis Kontak
Total P
Lama Kontak Ya Tidak PR CI 95%
value
n % n % n %
Beresiko 48 60 32 40 80 100
0,028 1,588 1,048 – 2,406
Tidak Beresiko 17 37,8 28 62,2 45 100

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service dengan lama kontak beresiko memiliki proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 48 orang (60%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service dengan lama kontak tidak beresiko memiliki
proporsi tertinggi yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak
28 orang (62,2%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,028
> 0,05, artinya ada hubungan yang bermakna antara lama kontak dengan
dermatitis kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai Prevalance Risk (PR)
yaitu 1,588 dengan tingkat kepercayaan CI 95% (1,048-2,406), artinya
pekerja cleaning service dengan lama kontak beresiko memiliki risiko 1,588
kali lebih besar untuk mengalami dermatitis kontak dibandingkan dengan
pekerja cleaning service dengan lama kontak yang tidak beresiko.

61
4.2.4 Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019
dapat di lihat pada tabel 4.14 berikut :
Tabel 4.14 Analisis Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit
Sebelumnya Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Riwayat Dermatitis Kontak
Total P
Penyakit Kulit Ya Tidak PR CI 95%
value
Sebelumnya N % N % n %
Ya 4 40 6 60 10 100
0,644 0,754 0,346 – 1,642
Tidak 61 53 54 47 115 100

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya mempunyai
proporsi tertinggi yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 6
orang (60%), sedangkan untuk pekerja cleaning service tidak memiliki
riwayat penyakit kulit sebelumnya memiliki proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 61 orang (53%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,644
> 0,05, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit
kulit sebelumnya dengan dermatitis kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai
Prevalance Risk (PR) yaitu 0,754 dengan tingkat kepercayaan CI 95%
(0,346-1,642), artinya pekerja cleaning service yang memiliki riwayat
penyakit kulit sebelumnya memiliki risiko 0,644 kali lebih besar untuk
mencegah terjadinya dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja
cleaning service yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.

62
4.2.5 Hubungan Riwayat Alergi Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dapat di lihat
pada tabel 4.15 berikut :
Tabel 4.15 Analisis Hubungan Antara Riwayat Alergi Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Dermatitis Kontak
Total P
Riwayat Alergi Ya Tidak PR CI 95%
value
N % N % n %
Ya 4 80 1 20 5 100
0,411 1,574 0,981-2,524
Tidak 61 50,8 59 49,2 120 100

Berdasarkan tabel 4.15 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service yang memiliki riwayat alergi mempunyai proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 4 orang (80%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service tidak memiliki riwayat alergi memiliki
proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 61
orang (50,8%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,411
> 0,05, artinya tidak ada hubungan antara riwayat alergi dengan dermatitis
kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai Prevalance Risk (PR) yaitu 1,574
dengan tingkat kepercayaan CI 95% (0,981-2,524), artinya pekerja cleaning
service yang memiliki riwayat alergi memiliki risiko 1,574 kali lebih besar
untuk mengalami dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja cleaning
service yang tidak memiliki riwayat alergi.

63
4.2.6 Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dapat di lihat
pada tabel 4.16 berikut :
Tabel 4.16 Analisis Hubungan Antara Personal Hygiene Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Dermatitis Kontak
Personal Total P
Ya Tidak PR CI 95%
Hygiene value
n % n % n %
Baik 24 35,8 43 64,2 67 100
0,000 0,507 0,353 – 0,727
Tidak Baik 41 70,7 17 29,3 58 100

Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service dengan personal hygiene baik memiliki proporsi tertinggi yang tidak
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 43 orang (64,2%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service dengan personal hygiene tidak baik memiliki
proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 41
orang (70,7%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,000
> 0,05, artinya ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian
dermatitis kontak. Dari hasil PR diperoleh nilai Prevalance Risk (PR) yaitu
0,507 dengan tingkat kepercayaan CI 95% (0,353-0,727), artinya pekerja
cleaning service dengan personal hygiene baik memiliki risiko 0,507 kali
lebih besar untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak dibandingkan
dengan pekerja cleaning service dengan personal hygiene yang tidak baik.

64
4.2.7 Hubungan Penggunaan APD Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 125 pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, diperoleh data hubungan
antara penggunaan apd dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dapat di lihat
pada tabel 4.17 berikut :
Tabel 4.17 Analisis Hubungan Antara Penggunaan APD Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Dermatitis Kontak
Penggunaan Total P
Ya Tidak PR CI 95%
APD value
n % n % n %
Lengkap 20 27,8 52 72,2 72 100
0,000 0,327 0,222 – 0,483
Tidak Lengkap 45 84,9 8 15,1 53 100

Berdasarkan tabel 4.17 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning


service dengan penggunaan apd lengkap memiliki proporsi tertinggi yang
tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 52 orang (72,2%),
sedangkan untuk pekerja cleaning service dengan penggunaan apd tidak
lengkap memiliki proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu
sebanyak 45 orang (84,9%).
Hasil uji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p value = 0,000
> 0,05, artinya ada hubungan antara penggunaan apd dengan kejadian
dermatitis kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai Prevalance Risk (PR)
yaitu 0,327 dengan tingkat kepercayaan CI 95% (0,222-0,483), artinya
pekerja cleaning service dengan penggunaan apd lengkap memiliki risiko
0,327 kali lebih besar untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak
dibandingkan dengan pekerja cleaning service dengan penggunaan apd tidak
lengkap.

65
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat


5.1.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service
di Kantor Walikota Jakarta Utara.
Berdasarkan hasil penelitian kejadian Dermatitis Kontak dari 125
pekerja cleaning service pada Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019,
sebanyak 65 orang (52%) mengalami dermatitis kontak, sedangkan 60 orang
(48%) tidak mengalami dermatitis kontak. Pada 52% pekerja yang
mengalami dermatitis kontak disebabkan karena berkontak dengan zat
kimia.
Dermatitis kontak merupakan inflamasi yang diakibatkan oleh kontak
bahan eksternal baik alergen kimiawi atau iritan mekanis (Harnowo, 2001).
Penyebab dermatosis akibat kerja dapat dikarenakan oleh adanya faktor
fisik, biologi, maupun kimiawi. Ada dua mekanisme zat atau bahan kimia
sehingga dapat menimbulkan dermatosis, yaitu, pertama, dengan jalan
perangsangan primer dan penyebabnya disebut iritan primer dan kedua,
melalui sensitisasi dan penyebabnya disebut pemeka (sensitizer)
(Suma’mur, 2009). Penyakit kulit, seperti dermatitis kontak merupakan
salah satu penyakit terkait pekerjaan yang sering muncul pada petugas
kebersihan karena paparan terhadap kulit yang disebabkan oleh bahan
kimiawi dan sering bekerja di tempat basah (Emmanuelle, 2009).
Kelainan kulit pada pekerja yang terdiagnosa dermatitis kontak berupa
lichenifikasi (kulit mengkilap), kemerahan, hyperkeratosis (kapalen), fissure
(kulit pecah-pecah), kerusakan kuku jari serta timbul gejala seperti gatal,
nyeri, panas dan kulit kering. Umunya pekerja yang mengalami dermatitis
tidak menyadari bahwa gangguan kulit tersebut merupakan gejala dermatitis
kontak. Dermatitis akibat kerja lebih banyak ditemukan ditangan
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya (Djuanda, 2002). Tangan
merupakan bagian tubuh yang utama dimana dapat terjadi kontak kulit
dengan bahan pembersih (Emmanuelle, 2009).

66
Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dibagian tangan meliputi telapak
tangan, punggung tangan, lengan tangan, dan sela–sela jari tangan. Hal
tersebut terjadi karena dalam melakukan proses pekerjaan yang berkontak
langsung dengan bahan kimia adalah tangan pekerja, sehingga
memungkinkan untuk terkena percikan atau tumpuhan bahan kimia saat
melakukan pekerjaan apabila tidak menggunakan APD yang sesuai.
Berdasarkan pengamatan peneliti diketahui bahwa masih ada beberapa
pekerja yang tidak menggunakan APD dengan lengkap pada saat bekerja
dan personal hygiene yang tidak baik. Dermatitiss kontak yang terjadi pada
pekerja cleaning service dapat timbul akibat kebiasaan kerja yang kurang
baik, seperti tidak menggunakan sarung tangan, sepatu kerja, dan baju kerja
yang menutupi seluruh bagian tubuh saat melakukan proses pekerjaan serta
kurang berhati-hati dalam melakukan proses pekerjaan. Selain itu, personal
hygiene yang kurang baik juga dapat meningkatkan terjadinya dermatitis
kontak, seperti kesalahan dalam langkah mencuci tangan, mengeringkan
tangan tidak menggunakan pengering/lap khusus tangan dan pakaian pekerja
tidak selalu diganti setiap hari.
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
tahun 2019 terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja
berkontak langsung dengan bahan kimia pembersih lantai/toilet, kelalaian
pekerja dan faktor-faktor lain yang mendukung untuk terjadinya dermatitis
kontak pada pekerja.
Upaya yang dilakukan oleh Kantor Walikota Jakarta Utara terhadap
kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service, berupa mengganti
baru peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai, menjadwalkan
pengecekan kesehatan secara berkala, melakukan pengawasan terhadap
pekerja cleaning service serta menukar pekerja yang terkena dermatitis ke
area kerja yang tidak terkontak langsung dengan bahan kimia.
Oleh karena itu peneliti memberikan saran untuk mengurangi risisko
terkena dermatitis kontak sebaiknya pekerja diberikan pengarahan sebelum

67
memulai pekerjaan terkait bahan-bahan kimia yang mereka gunakan serta
memerhatikan penggunaan alat pelindung diri sesuai dengan kegunaannya.
5.1.2 Gambaran Jenis Kelamin Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis kelamin pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 yang
memiliki proporsi tinggi adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 78 orang
(62,4%).
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Menurut Sulakmono
(2000) terdapat perbedaan antara kulit wanita dan laki-laki misalnya, folikel
rambut laki-laki lebih kasar, rambut yang tumbuh lebih panjang dan laki-
laki lebih cepat berkeringat sedangkan untuk wanita folikel rambut lebih
lembut, rambut yang tumbuh lebih pendek dan wanita agak sukar
berkeringat.
Menurut Nuraga (2006) Kulit pria mempunyai hormon yang dominan
yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat
dan ditumbuhi lebih banyak bulu sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada
kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Sehingga jenis
kelamin perempuan lebih rentan terhadap penyakit kulit daripada laki-laki,
selain itu permukaan perempuan lebih sensitif terhadap bahan-bahan iritan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara lebih banyak laki-laki
dibandingkan perempuan. Hal tersebut terjadi karena persyaratan yang
ditetapkan oleh Kantor Walikota Jakarta Utara untuk pekerja cleaning
service adalah laki-laki, namun pekerja perempuan pun dibutuhkan untuk
membantu membersihkan area kerja yang dikhususkan untuk perempuan
salah satunya toilet perempuan.
5.1.3 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian masa kerja pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 yaitu dari 125 pekerja cleaning

68
service, diperoleh masa kerja paling lama yaitu 17 tahun dan masa kerja
paling sedikit yaitu 1 tahun. Dari hasil penelitian ini yang memiliki proporsi
tertinggi adalah responden yang memiliki masa kerja yang tidak beresiko
yaitu ≤ 6 tahun sebanyak 86 orang (68,8%).
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah
terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja
mulai terpajan dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Suma’mur
(2009) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut. Menurut Notoatmodjo (2000) dengan perbedaan
masa kerja akan berhubungan dengan pajanan terhadap pencemar atau
bahan yang berisiko terhadap gangguan kesehatan kulit. Menurut Cohen
(2002) Pekerja yang berpengalaman akan lebih berhati-hati sehingga
kemungkinan terpajan bahan kimia lebih sedikit. Selain itu adanya masalah
kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia pada pekerja dengan
masa kerja pendek. Pada pekerja dengan masa kerja panjang dapat
dimungkinkan telah mengalami resistensi terhadap bahan kimia yang
digunakan.
Pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara lebih
banyak yang memiliki masa kerja di atas 6 tahun, karena susahnya mencari
pekerjaan yang membuat para pekerja bertahan bekerja di Kantor Walikota
Jakarta Utara dan para pekerja merasa nyaman dengan pekerjaan yang
mereka miliki saat ini.
5.1.4 Gambaran Lama Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian lama kontak pada pekerja cleaning
service di kantor walikota Jakarta utara dari 125 orang pekerja cleaning
service, proporsi tertinggi yang beresiko yang kontak dengan bahan kimia
selama > 2 jam/hari sebanyak 80 orang pekerja (64%).
Menurut Djuanda (2007) Lama kontak adalah waktu paparan bahan
kimia pada pekerja dalam satu hari bekerja. Lama kontak mempengaruhi
kerjadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak antar pekerja

69
berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Menurut Cohen (2002)
Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kulit kontak dengan
bahan kimia maka dapat menyebabkan rusaknya sel kulit lapisan luar,
semakin sering berkontak maka semakin rusaknya sel kulit lapisan yang
lebih dalam sehingga kerjadian dermatitis kontak semakin berisiko tinggi.
Kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara
terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan
pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat. Penggunaan bahan
kimia berupa detergen (surfaktan) yang sering digunakan oleh pekerja
cleaning service.
Peneliti mendapatkan hasil pada pekerja cleaning service di Kantor
Walikota Jakarta Utara bahwa sebanyak 64% beresiko terhadap dermatitis
kontak karena jam kerja pekerja yang terhitung lama serta jadwal
membersihkan area kerja yang berkontak dengan bahan kimia setiap 3 jam
sekali.
5.1.5 Gambaran Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pada Pekerja
Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian Penyakit kulit sebelumnya pada pekerja
cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara dari 125 pekerja cleaning
service yang memiliki proporsi tertinggi yaitu yang tidak memiliki riwayat
penyakit kulit sebelumnya sebanyak 115 orang pekerja (92%).
Menurut Djuanda (2007) Adanya penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami akan mempengaruhi ambang rangsang terhadap bahan iritan
menjadi menurun. Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit
bukan akibat kerja cenderung lebih mudah mendapat dermatosis akibat
kerja, seperti pekerja-pekerja dengan acne yang bekerja terpapar dengan
cutting oil dan tiner, sering menderita dermatitis. Umunya pekerja di
Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Adanya penyakit
kulit yang pernah atau sedang dialami akan mempengaruhi ambang
rangsang terhadap bahan iritan menjadi menurun. Hal ini karena kulit
pekerja tersebut sensitif terhadap berbagai macam zat kimia. Jika terjadi

70
inflamasi maka zat kimia akan lebih mudah dalam mengiritasi kulit,
sehingga kulit lebih mudah terkena dermatitis.
Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang tidak memiliki riwayat
penyakit kulit sebelumnya lebih tinggi. Hal tersebut karena pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara sebelumnya tidak pernah
mengalami penyakit kulit atau mereka tidak mengerti tentang jenis penyakit
kulit sehingga mereka beranggapan bahwa mereka tidak pernah mengalami
penyakit kulit.
5.1.6 Gambaran Riwayat Alergi Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian pekerja cleaning service di Kantor
Walikota Jakarta Utara dari 125 pekerja cleaning service, memiliki proporsi
tertinggi yaitu yang tidak memiliki riwayat alergi sebanyak 120 orang
pekerja (96%).
Menurut Putu (2010) Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada aktivitas sel
B dan sel T. aktivitas berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini
akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi
hipersensitivitas. Hipersensitivitas sendiri berarti gejala atau tanda yang
secara objektif dapat ditimbulkan kembali dengan diawali oleh pajanan
terhadap suatu stimulus tertentu pada dosis yang ditoleransi oleh individu
yang normal.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara tidak memiliki riwayat alergi, hal
tersebut karena pekerja tidak mengetahui ciri-ciri alergi seperti apa dan
bagaimana sehingga pekerja tidak mengerti yang dimaksud alergi.
5.1.7 Gambaran Personal Hygiene Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian personal hygiene pada pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019 dari 125 pekerja
cleaning service, yang memiliki proporsi tertinggi yaitu personal hygiene
yang baik sebanyak 67 orang (53,6%).

71
Personal hygiene merupakan kebiasaan pekerja untuk membersihkan
tangan sebelum dan setelah bekerja, mencuci pakaian yang telah digunakan
bekerja, dan tidak adanya noda atau percikan bahan kimia di pakaian saat
bekerja. Menurut Potter dan Perry (2012) pemeliharaan hygiene perorangan
diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan.
Seseorang yang sakit biasanya dikarenakan masalah kebersihan yang kurang
diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan
adalah masalah yang biasa saja, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus
dapat mempengaruhi kesehatan secara umuum. Oleh karena itu hendaknya
setiap orang selalu berusaha agar personal hygienenya dipelihara dan
ditingkatkan. Menurut OSHA (2008) kebersihan pribadi seperti mencuci
tangan setelah menyelesaikan setiap pekerjaan merupakan preventif yang
baik, namun tergantung fasilitas mencuci tangan, yaitu dengan air kran yang
mengalir, kualitas saat mencuci tangan, pengetahuan pentingnya kebiasaan
mencuci tangan. Wartonah (2010) menyatakan tujuan dari personal hygiene
adalah untuk memelihara derajat kesehatan individu sehingga dapat
mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.
Personal hygiene terdiri dari mencuci tangan, mengeringkan tangan,
kebiasaan mandi, mengganti pakaian kerja dan mencuci pakaian kerja.
Perilaku pekerja cleaning service dalam mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun setelah melakukan pekerjaan serta mengeringkan tangan setelah
mencuci tangan sebagian besar telah diterapkan. Namun langkah mencuci
tangan yang mereka lakukan belum benar dan tidak menggunakan lap
pengering tangan khusus. Selain itu, ada beberapa pekerja tidak mencuci
pakaian yang telah mereka gunakan selama satu hari bekerja, mereka
mencuci pakaian kerja setelah pemakaian berulang sehingga dikhawatirkan
noda-noda dari bahan kimia masih menempel pada pakaian pekerja tersebut.
Menurut Wartonah (2010) dampak yang akan timbul pada masalah
personal hygiene yaitu banyaknya gangguan kesehatan yang diderita
seseorang karena tidak memelihara kesehatan perorangan dengan baik.
Gangguan fisik yang terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan

72
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik
pada kuku.
Berdasarkan hasil penelitian, pekerja cleaning service mempunyai
hasil personal hygiene baik. 3 presentase tertinggi yang diperoleh yaitu
mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir/air bersih sebesar 97,6%,
mandi setelah pulang kerja sebesar 92%, dan mencuci tangan menggunakan
sabun sebesar 87,2%. Kemudian 3 presentase terendah yang tidak pernah
mereka lakukan adalah mengganti baju seulang bekerja sebesar 0,8%,
mengeringkan tangan setelah cuci tangan sebesar 3,2% dan mencuci pakaian
kerja sebesar 1,6%.
Dari hasil prosentase didapatkan bahwa perilaku personal hygiene
pekerja cleaning service adalah baik, hal tersebut dikarenakan Kantor
Walikota Jakarta Utara sudah ada melakukan program pengawasan terhadap
pekerja, tetapi pengawasan masih belum rutin dilakukan.
5.1.8 Gambaran penggunaan APD Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor
Walikota Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan hasil penelitian penggunaan APD pada pekerja cleaning
service di kantor walikota Jakarta utara tahun 2019 dari 125 yang memiliki
proporsi tertinggi yaitu pekerja cleaning service yang menggunakan APD
secara lengkap sebanyak 72 orang (57,6%).
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh pekerja apabila berada pada suati tempat kerja yang
berbahaya. Menurut Nuraga (2006) untuk mencegah terjangkitnya penyakit
kulit akibat kerja maka pemakaian alat pelindung diri (APD) untuk
perlindungan kulit sangat penting karena dengan pemakaian APD yang
tidak sesuai atau tidak tepat dapat menyebabkan suatu gangguan dari
aktivitas pekerja. Sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi No.Per.01/MEN/1981 pasal 4 ayat 3 tentang kewajiban
melapor penyakit akibat kerja menyebutkan kewajiban pengurus
menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk
menggunakan sebagai pencegahan penyakit.

73
Alat pelindung diri yang disediakan oleh Kantor Walikota Jakarta
Utara berupa sarung tangan dan sepatu, hasil observasi didapatkan 98,4%
pekerja cleaning service yang lengkap menggunakan sepatu tetapi 50,4%
dari mereka tidak menggunakan sarung tangan dengan lengkap.
Berdasarkan wawancara dengan pekerja cleaning service, mereka merasa
tidak nyaman saat bekerja jika menggunakan sarung tangan, hal tersebut
karena pekerja merasa lebih berkeringat apabila menggunakan APD. Dalam
hal ini Kantor Walikota Jakarta Utara wajib memberikan sanksi kepada
pekerja yang tidak menggunakan apd dengan lengkap, dan berikan
sosialisasi kepada pekerja tentang pentingnya menggunakan apd pada saat
bekerja.
5.2 Analisis Bivariat
5.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning
service dengan jenis kelamin perempuan memiliki proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 25 orang (46,8%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service berjenis kelamin laki-laki memiliki proporsi
tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 40 orang
(51,3%).
Hasil uji chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan dermatitis kontak. Dari hasil uji PR
sebesar 1,037 dengan tingkat kepercayaan 95% (0,735-1,464), artinya
pekerja cleaning service yang berjenis kelamin perempuan memiliki risiko
dermatitis kontak sebesar 1,037 kali dibandingkan dengan pekerja cleaning
service dengan jenis kelamin laki – laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Suryani (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling di PT. Cosmar Indonesia tahun 2011.

74
Menurut Hutomo (2005) dalam hal penyakit kulit perempuan
dikatakan lebih beresiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria.
Menurut Nuraga (2006) perempuan ternyata lebih beresiko mendapat
penyakit kulit akibat kerja dibandingkan dengan laki-laki. Insiden pada
perempuan lebih tinggi pada usia muda, sedangkan pada laki-laki kejadian
meningkat sesuai usia.
Pada penelitian yang dilakukan di Kantor Walikota Jakarta Utara,
faktor jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian dermatitis kontak. Hal tersebut terjadi karena jenis kelamin
bukanlah faktor utama yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak di
Kantor Walikota Jakarta Utara. Hal ini dimungkinkan karena adanya
beberapa faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak, yaitu masa
kerja, lama kontak, personal hygiene dan penggunaan APD.
5.2.2 Hubungan Masa Kerja Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja
pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara adalah 6 tahun.
menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning service dengan masa kerja
beresiko (> 6 tahun ) memiliki proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis
kontak yaitu sebanyak 32 orang (82,1%), sedangkan untuk pekerja cleaning
service dengan masa kerja tidak beresiko (≤ 6 tahun) memiliki proporsi
tertinggi yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 53 orang
(61,6%).
Hasil uji chi square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara masa kerja dengan dermatitis kontak. Dari hasil PR diperoleh nilai
Prevelansi Risk (PR) yaitu 2,138 dengan tingkat kepercayaan CI 95%
(1,576-2,902), artinya pekerja cleaning service dengan masa kerja beresiko
memilik risiko 2,138 kali lebih besar untuk mengalami dermatitis kontak
dibandingkan dengan pekerja cleaning service dengan masa kerja yang tidak
beresiko.

75
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dinanti dkk (2015) menunjukkan bahwa hubungan antara masa kerja
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Rumah
Sakit Umum Abdul Moeloek. Hal tersebut sejalan dengan teori yang
dikemukan oleh Suma’mur (2009) masa kerja mempengaruhi kejadian
dermatitis kontak akibar kerja. Semakin lama masa kerja seseorang,
semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan bahan kimia seperti
detergen (surfaktan). Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia
akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak. Begitu pun juga menurut
Fatma (2007) semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak
dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja.
Pada penelitian yang dilakukan di Kantor Walikota Jakarta Utara,
faktor masa kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
dermatitis kontak, pada pekerja cleaning service yang memiliki masa kerja
> 6 tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kebiasan kerja mereka selama ini
tidak baik, sehingga memungkinkan mereka untuk terkena paparan bahan
kimia tanpa mereka sadari. Semakin lama terkena paparan bahan kimia
maka semakin memumpuknya paparan yang diterima, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian dan kontrol untuk
mengurangi risiko dermatitis akibat kerja, dengan cara melakukan rolling
kepada pekerja yang masa kerjanya > 6 tahun ketempat kerja yang tidak
berkontak langsung dengan bahan kimia misalnya area taman dan gedung
parkir Kantor Walikota Jakarta Utara.
Maka Kantor Walikota Jakarta Utara disarankan untuk melakukan
promosi kesehatan keselamatan kerja yang bekerja sama dengan dinas
terkait, berupa langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar,
penggunaan apd yang lengkap dan pola hidup bersih atau sehat.

76
5.2.3 Hubungan Lama Kontak Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari 125
orang pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara, proporsi
tertinggi yang beresiko yang kontak dengan bahan kimia selama > 2
jam/hari sebanyak 80 orang pekerja (64%) dan yang tidak beresiko yang
kontak dengan bahan kimia selama ≤ 2 jam/hari sebanyak 45 orang pekerja
(36%).
Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning
service dengan lama kontak beresiko memiliki proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 48 orang (60%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service dengan lama kontak tidak beresiko memiliki
proporsi tertinggi yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak
28 orang (62,2%).
Hasil uji chi square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak. Dari hasil uji PR
diperoleh nilai Prevelansi Risk (PR) yaitu 1,588 dengan tingkat kepercayaan
95% (1,048-2,406), artinya pekerja cleaning service dengan lama kontak
yang beresiko memiliki risiko 1,588 kali lebih besar untuk mengalami
dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja cleaning service dengan
lama kontak yang tidak beresiko.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinanti
dkk (2015) yang menunjukkan bahwa antara lama kontak dengan bahan
kimia mempunyai hubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Hal ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Cohen (2002) semakin lama
kontak dengan bahan kimia maka dapat menyebabkan rusaknya sel kulit
lapisan luar, semakin sering berkontak maka semakin rusaknya sel kulit
lapisan yang lebih dalam sehingga kejadian dermatitis kontak semakin
beresiko tinggi.

77
Pada penelitian yang dilakukan di Kantor Walikota Jakarta Utara,
faktor lama kontak yang > 2 jam memiliki hubungan dengan dermatitis
kontak. Sesuai dengan pendapat Emmanuelle (2009) penggunaan bahan
kimia detergen (surfaktan) yang sering digunakan oleh pekerja cleaning
service dapat menimbulkan dermatitis kontak apabila kontak dengan air
lebih dari 2 jam/hari atau > 20 kali/hari. Hal tersebut terjadi karena area
kerja di Kantor Walikota Jakarta Utara lebih banyak kontak dengan bahan
kimia, penggunaan bahan kimia yang dipakai oleh pekerja cleaning service
yang tidak mereka ketahui dampaknya sehingga menyebabkan banyaknya
pekerja yang terkena dermatitis kontak.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian dan control untuk
mengurangi risiko dermatitis kontak, dengan cara sosialisasikan kepada
pekerja tentang bahaya dari bahan kimia yang mereka gunakan serta cara
pemakaian yang baik agar kulit tidak terpajan langsung dengan bahan kimia.
Jika ada apd sarung tangan yang sudah tidak layak pakai sebaiknya diganti
dengan yang baru. Berikan prosedur mencuci tangan yang baik serta
sediakan lap khusus untuk mengeringkan tangan sehabis mencuci tangan,
karena tangan yang lembab dapat menyebabkan kejadian dermatitis kontak.
Peneliti menyarankan agar Kantor Walikota Jakarta Utara
memberikan sanksi kepada pekerja cleaning service jika masih ada yang
tidak mengikuti standar operasional yang berlaku dan melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mengetahui kesehatan pekerja.
5.2.4 Hubungan Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota
Jakarta Utara Tahun 2019
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning
service yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya mempunyai
proporsi tertinggi yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 6
orang (60%), sedangkan untuk pekerja cleaning service tidak memiliki
riwayat penyakit kulit sebelumnya memiliki proporsi tertinggi yang tidak
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 61 orang (53%).

78
Hasil uji chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian
dermatitis kontak. Dari hasil uji PR diperoleh nilai Prevelansi Risk (PR)
yaitu 0,754 dengan tingkat kepercayaan 95% (0,346-1,642), artinya pekerja
cleaning service yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya
memiliki risiko 0,754 kali lebih besar sebagai faktor protektif dermatitis
kontak dibandingkan dengan pekerja cleaning service yang tidak memiliki
riwayat penyakit kulit sebelumnya.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani
(2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat penyakit
kulit sebelumnya dengan kerjadian dermatitis kontak pada pekerja di PT.
Cosmar Indonesia tahun 2011. Dan tidak sesuai dengan pendapat Djuanda
(2007) pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit akibat kerja
cenderung lebih mudah mendapat dermatosis akibat kerja. Cohen (2002)
umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat
kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit
dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang
baru. Penyakit dermatitis kontak yang memungkinkan untuk kambuh
(muncul kembali) apabila kulit kontak dengan zat tertentu yang terdapat di
tempat kerja.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian
dermatitis kontak. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan pekerja yang
pernah mengalami riwayat penyakit kulit sebelumnya sudah melakukan
pengobatan dokter dan menjauhi faktor-faktor yang membuat penyakit kulit
tersebut kambuh, sehingga faktor riwayat penyakit kulit sebelumnya tidak
mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Namun, tidak selamanya
pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya dapat beresiko
lebih besar untuk terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja
yang tidak mempunyai riwayat penyakit kulit sebelumnya, karena pekerja
berkontak dengan bahan kimia yang sama pada saat bekerja.

79
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa kemungkinan ada
faktor lain yang mempengaruhi terjadi dermatitis kontak pada pekerja
cleaning service, yaitu masa kerja, lama kontak, personal hygiene dan
penggunaan APD.
5.2.5 Hubungan Riwayat Alergi Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara Tahun
2019
Berdasarkan tabel 4.15 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning
service yang memiliki riwayat alergi mempunyai proporsi tertinggi yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 4 orang (80%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service tidak memiliki riwayat alergi mempunyai
proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 61
orang (50,8%).
Hasil uji chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak. Dari
hasil uji PR diperoleh nilai Prevelansi Risk (PR) yaitu 1,574 dengan tingkat
kepercayaan 95% (0,981-2,524), artinya pekerja cleaning service yang
memiliki riwayat alergi memiliki risiko 1,574 kali lebih besar untuk
mengalami dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja cleaning service
yang tidak memiliki riwayat alergi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Septiani
(2012) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat alergi
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kampus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun tidak sesuai dengan pendapat
Lestari dan Hari (2007) riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang
dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis kontak.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat alergi dengan dermatitis
kontak. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan pekerja tidak mengetahui
ciri-ciri alergi yang mereka rasakan sehingga mereka beranggapan bahwa
tidak pernah memiliki riwayat alergi. Pekerja yang memiliki riwayat atau
tidak, dapat terkena dermatitis kontak, jika kontak dengan bahan kimia

80
selama bekerja dan tidak melakukan personal hygiene yang baik. Walaupun
demikian tidak menutup kemungkinan meskipun pekerja tidak memiliki
riwayat alergi, masih dapat berpeluang terkena dermatitis kontak disebabkan
adanya pengaruh faktor lain seperti personal hygiene.
5.2.6 Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019
Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning
service dengan personal hygiene baik memiliki proporsi tertinggi yang tidak
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 43 orang (64,2%), sedangkan
untuk pekerja cleaning service dengan personal hygiene tidak baik yang
mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 41 orang (70,7%).
Hasil uji chi square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak. Dari hasil uji
PR diperoleh nilai Prevelansi Risk (PR) yaitu 0,507 dengan tingkat
kepercayaan 95% (0,353-0,727), artinya pekerja cleaning service dengan
personal hygiene baik memiliki risiko 0,507 kali lebih besar sebagai faktor
protektif dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja cleaning service
dengan personal hygiene yang tidak baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dinanti
dkk (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Rumah
Sakit Umum Abdul Moeloek. Sesuai dengan pendapat Ernasari (2012)
Kebersihan pribadi seperti mencuci tangan setalah bekerja dan mengganti
pakaian serta mencuci pakaian kerja setiap hari merupakan salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak. Pekerja yang kurang bersih,
misalnya tidak membersihkan badan sehabis bekerja, tidak memakai alat
pelindung diri atau memakai pakaian yang telah terkontaminasi akan lebih
mudah terkena dermatosis akibat kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, masih terdapat beberapa pekerja yang
tidak mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan dan setelah melakukan
pekerjaan, pekerja yang tidak mencuci tangan dengan cara yang benar serta

81
tidak mengeringkan tangan dengan lap khusus dan tidak mengganti pakaian
kerja. Mereka tidak menyadari bahwa kontak dengan bahan kimia selama
proses kerja dapat menyebabkan penyakit kulit seperti dermatitis kontak.
Kebiasaan pekerja yang kurang baik untuk tidak segera mencuci tangan
setelah terkena kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab dermatitis
kontak. Kantor Walikota Jakarta Utara dalam hal ini telah melakukan
pengendalian berupa adanya prosedur personal hygiene yang harus
dilakukan oleh pekerja setelah melakukan pekerjaan. Namun, prosedur
tersebut yang tidak dibarengi dengan pengawasan kepada para pekerja
menghasilkan masih adanya pekerja yang tidak mematuhi peraturan yang
telah ditetapkan oleh Kantor Walikota Jakarta Utara.
Oleh karena itu disarankan, perlunya dilakukan sosialisasi perihal
pentingnya menjaga personal hygiene setelah bekerja, melakukan
pengawasan serta sanksi terhadap pekerja yang tidak mematuhi peraturan
dan melakukan briefing pagi sebelum bekerja tentang keselamatan dalam
bekerja.
5.2.7 Hubungan Penggunaan APD Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Cleaning Service di Kantor Walikota Jakarta Utara
Tahun 2019
Berdasarkan tabel 4.17 menunjukkan hasil bahwa pekerja cleaning
service dengan penggunaan apd lengkap memiliki proporsi tertinggi yang
tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 52 orang (72,2%)
sedangkan untuk pekerja cleaning service dengan penggunaan APD tidak
lengkap memiliki proporsi tertinggi yang mengalami dermatitis kontak yaitu
sebanyak 45 orang (84,9%).
Hasil uji chi square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara penggunaan apd dengan kejadian dermatitis kontak. Dari hasil uji PR
diperoleh nilai Prevelansi Risk (PR) yaitu 0,327 dengan tingkat kepercayaan
95% (0,222-0,483), artinya pekerja cleaning service dengan penggunaan
apd lengkap memiliki risiko 0,327 kali lebih besar sebagai faktor protektif
dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja cleaning service dengan
penggunaan apd tidak lengkap.

82
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dinanti,dkk (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan
APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di
Rumah Sakit Abdul Moeloek. Sesuai dengan pendapat Nuraga (2006) untuk
mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja maka pemakaian alat
pelindung diri (APD) untuk perlindungan julit sangat penting karena dengan
pemakaian APD yang tidak sesuai atau tidak tepat dapat menyebabkan suatu
gangguan dari aktivitas pekerja yaitu bila pekerja tersebut kontak dengan
bahan berbahaya maka penyakit kulit seperti dermatitis dapat terjadi.
Perlindungan kulit ini tidak hanya melibatkan pekerja tapi juga pemberi
kerja. Yang penting ialah keterlibatan peraturan atau perundang-undangan.
Berdasarkan hasil observasi, masih terdapat beberapa pekerja yang
tidak menggunakan apd secara lengkap terutama menggunakan sarung
tangan pada saat melakukan pekerjaan dan berkontak langsung dengan
bahan kimia, hal tersebut dikarenakan adanya rasa tidak nyaman pada
pekerja karena pekerja merasa lebih berkeringat apabila menggunakan APD,
selain itu himbauan atau sosialisai penggunaan APD hanya sebatas
pemberitahuan saja dan sanksi hanya berupa teguran. Kemudian pada
pekerja yang menggunakan apd saat melakukan pekerjaannya, juga
ditemukan mengalami dermatitis kontak pada bagian lengan, hal ini
dikarenakan adanya percikan dari bahan kimia yang mereka gunakan saat
bekerja.
Oleh karena itu, saran yang dapat dianjurkan adalah, perlu adanya
pengawasan yang lebih tegas terhadap pemakaian APD agar pekerja tidak
lagi melepas atau tidak memakai apd sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan disertai dengan adanya sanksi tegas bagi yang tidak mengikuti
prosedut tersebut. Berikan pengarahan kepada pekerja sebelum memulai
pekerjaan tentang manfaat menggunakan apd sehingga pekerja mengerti
betapa pentingnya penggunaan apd didalam pekerjaan mereka.

83
BAB VI
KESIMPULAN & SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja cleaning service
di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Gambaran pekerja yang menderita dermatitis kontak sebanyak 65 orang
(52%) mengalami dermatitis kontak, sedangkan 60 orang (48%) tidak
mengalami dermatitis kontak dari 125 pekerja cleaning service pada Kantor
Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
2. Gambaran pekerja dengan perbedaan jenis kelamin yaitu sebanyak 47 orang
(37,6%) berjenis kelamin Perempuan dan 78 orang (62,4%) berjenis
kelamin laki-laki dari 125 pekerja cleaning service pada Kantor Walikota
Jakarta Utara tahun 2019.
3. Gambaran pekerja dengan masa kerja > 6 tahun sebanyak 39 orang (31,2%)
yang beresiko dermatitis kontak dari 125 pekerja cleaning service pada
Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
4. Gambaran pekerja dengan lama kontak yaitu > 2 jam/hari sebanyak 80
orang pekerja (64%) yang beresiko dermatitis kontak dari 125 orang pekerja
cleaning service pada Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
5. Gambaran riwayat penyakit kulit sebelumnya yang tidak memiliki riwayat
penyakit kulit sebelumnya sebanyak 10 orang pekerja (8%) yang beresiko
dermatitis kontak dari 125 pekerja cleaning service pada Kantor Walikota
Jakarta Utara tahun 2019.
6. Gambaran riwayat alergi yang tidak memiliki riwayat alergi yaitu 5 orang
pekerja (4%) yang beresiko dermatitis kontak dari 125 pekerja cleaning
service pada Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
7. Gambaran personal hygiene yang baik yaitu 67 orang (53,6%) yang
beresiko dermatitis kontak orang pekerja dari 125 pekerja cleaning service
pada Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.

84
8. Gambaran penggunaan APD yang lengkap sebanyak 72 orang (57,6%) yang
beresiko dermatitis kontak dari 125 pekerja cleaning service pada Kantor
Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
9. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kantor walikota jakarta
utara tahun 2019.
10. Ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta Utara
tahun 2019.
11. Ada hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta
Utara tahun 2019.
12. Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit
sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning
service di Kantor Walikota Jakarta Utara tahun 2019.
13. Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat alergi dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta
Utara tahun 2019.
14. Ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta
Utara tahun 2019.
15. Ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di Kantor Walikota Jakarta
Utara tahun 2019.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pekerja
1. Para pekerja cleaning service sebaiknya lebih memperhatikan mengenai
personal hygiene selama berada di lingkungan kerja, seperti langkah
mencuci tangan yang benar dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan pekerjaan yang dilakukan dengan cara yang baik
dan benar yaitu menggunakan air mengalir dan menggunakan sabun
cuci tangan, dan setelah mencuci tangan para pekerja dihimbau untuk

85
mengeringkan tangan menggunakan kain pengering yang bersih.
Sebaiknya pekerja mulai membiasakan diri untuk mencuci pakaian
kerja setiap hari, dan diharapkan agar pekerja selalu mengganti pakaian
setelah pulang kerja, agar tidak mengkontaminasi anggota keluarga
lainnya akibat paparan bahan kimia yang menempel di pakaian kerja
tersebut.
2. Sebaiknya pekerja cleaning service memperhatikan himbauan yang
diberikan untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang
sesuai pada saat bekerja sehingga dapat mencegah kontak langsung
dengan bahan kimia yang berbahaya dan segera melakukan upaya
pengobatan saat mengalami gejala dari dermatitis kontak.
6.2.2 Bagi Kantor Walikota Jakarta Utara
1. Diharapkan bagi pengelola agar mengganti Alat Pelindung Diri jika
terdapat APD yang sudah tidak layak untuk digunakan.
2. Diharapkan bagi Kantor Walikota Jakarta Utara untuk diadakan
himbauan melalui briefing pagi setiap hari mengenai standar kerja dan
prosedur keselamatan kerja kepada pekerja cleaning service, serta
memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai prilaku hidup bersih dan
sehat di tempat kerja untuk meningkatkan kesadaran pekerja mengenai
pentingnya menjaga personal hygiene dengan baik untuk terhindar dari
penyakit akibat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis
kontak pada kulit pekerja.
3. Diharapkan bagi Kantor Walikota Jakarta Utara agar melakukan
Pengawasan yang lebih tegas dengan memberikan sanksi kepada
pekerja yang masi didapati tidak mematuhi standar operasional yang
berlaku.
4. Diharapkan Kantor Walikota Jakarta Utara untuk melakukan rolling
kepada pekerja cleaning service, terutama kepada pekerja yang positif
terkena dermatitis kontak.
5. Memberikan informasi kepada pekerja tentang kandungan bahan kimia
detergen (surfaktan) yang mereka gunakan untuk bekerja, serta bahaya

86
apa saja yang akan mereka rasakan jika salah dalam penggunaan bahan
kimia tersebut.
6. Melakukan promosi kesehatan keselamatan kerja kepada pekerja
terutama tentang personal hygiene dan alat pelindung diri.
7. Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala.
6.2.3 Bagi Peneliti
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti uji tempel untuk
memperkuat hasil diagnosis mengenai kejadian dermatitis kontak.
2. Penelitian mengenai dermatitis kontak sebaiknya dapat menentukan
kategori dermatitis kontak iritan atau alergi.
3. Diagnosa kejadian dermatitis kontak sebaiknya dilakukan oleh dokter
spesialis kulit.

87
DAFTAR PUSTAKA
Agus R. (2006). Practical Occupational Medicine. Retrieved from
www.agius.com
Agung S, Muhammad, Hertanti Trias Febriani dan Sriwahyuni T Musa, (2008).
Dermatitis Kontak Swamedikasi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM
(diakses melalui pharma-c.blogspot.com pada tanggal 04 Mei 2019 pukul
17.13 WIB)
American Academy of Dermatology. (2010). Heat, Humidity and Emotions:
Possible Triggers for Atopic Dermatitis. Available:
www.skincarephysicians.com/eczemanet/heat_humidity.htm
Emmanuelle, Brun. (2009). The Occupational Health and Safety of Cleaning
Workers. Eropa: European Agency for Safety and Health at Work (EU-
OSHA)
Cohen DE. (2002). OccupationalDermatosesIn: DiBerardinis LJ, editors.
Handbook of Occupational Safety and Health, 2nd edition. Canada: John
Wiley & Sons Inc. 1999: 697-737
Cahyono, A. (2004). Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri. Gajah Mada
University Press Yogyakarta
Depkes. (2008). Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI
Diepgen, TL and Coenraads PJ. (1999). The Epidemiology of Occupational
Contact Dermatitis. Jerman: Department of Social Medicine, Center of
Occupational & Environmental Dermatology, University of Heidelberg.
Dinanti Bella, Fitria dan Hendra Tarigan. (2015). Prevalensi Dermatitis Kontak
Akibat Kerja dan Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Pekerja Cleaning
Service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.
Djuanda. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Erliana. (2008). Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat
Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Paving

88
Block CV. F. Lhoksumawe Tahun 2008. Tesis: Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU
Ernasari. (2012). Pengaruh Penyuluhan Dermatitis Kontak Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Perajin Tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan
Medan Deli Tahun 2011. Tesis: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
Emmanuelle Brun. (2009). The Occupational Safety and Health of Cleaning
Workers. European Agency for Safety and Health at Work (EU-OSHA)
Escala, Martinez,dkk. (2010). Occupational Contact Dermatitis in Cleaning
Workers Our First Approach. Department of Dermatology Hospital del
Mar. Universitas Autonoma
Freedberg I.M, et all. (2003). Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th
Ed, McGraw-Hill Professional, New York.
Florence, Suryani M. (2008). Analisa Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci
Botol di PT X Medan Tahun 2008. Tesis: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatra Utara.
Frosch, Peter J. (2011). Contact Dermatitis 5th edition. New York: Springer Berlin
Heidelberg.
Fregert. (2000). Kontak Dermatitis. Jakarta: Yayasan Essentia Medika.
Gilang, Moh. (2016). Hubungan Dermatitis Kontak Iritan et Causa Zat Kimia
Cair Berupa Detergen Dengan Pekerja Cleaning Service di Restoran
Haengbok.
Gilles, dkk. (1990). The Pathophysiology of Irritant Contact Dermatitis. New
York: Marcel Dekker.
Harnowo, Sapto dan Fitri H. Susanto. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Untuk
Akademi Keperawatan (MA 320). Jakarta: Widya Medika
Hutomo, Marsudi. (2005). Dermatosis Akibat Kerja. Surabaya: Lab./UPS
Penyakit kulit dan kelamin FK Unair
Health & Safety Executive (HSE UK). (2000). The Prevalance of Occupational
Dermatitis Amongst Printers in The Midlands.
Herry, Ristya dan Ferra. (2017). Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Akibat
Kerja Pada Petugas Cleaning Service di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.

89
Indrawan, Ari Suwondo, dan Daru Lestantyo. (2014). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja
Bagian Premix Di PT. X Cirebon. Jurnal : Makara Kesehatan Vol. 2 No.2
Februari 2014.
Ismiyanti Annisa, Lina Damayanti, dan Teja Koswara. (2016). Karakteristik dan
Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Petugas
Kebersihan RS Dustira Cimahi Tahun 2016.
Istijanto. (2010). Riset Sumber Daya Manusia, Cara praktis Mengukur Stress,
Kepuasan Kerja, Komitmen, Loyalitas, Masa Kerja dan Aspek-Aspek Kerja
Karyawan Lainnya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm 102-103.
Kurniawidjaja, L. Meily. (2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Keegel T, Erbas E, Cahill J, Noonan A, Dharmage S dan Nixon R. (2012).
Occupational Contact Dermatitis: A Review Of 18 Years of Data From An
Occupational Dermatology Clinic in Australia. Occupational Dermatology
Research and Education Centre, Skin and Cancer Foundation Inc.
Kosasih A. (2004). Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta.
Lestari, Fatma dan Hari Suryo Utomo. (2007). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri.
Jurnal: Makara Kesehatan Vol. 11 No.2 Desember 2007 : 61-68
Linins I. (2006). Safety Training Columbia University. Available:
www.columbiauniversity.edu
Maibach, Howard I. (2006). Irritant Dermatitis. Jerman: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg
Notoatmodjo. (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Nuraga, Wisnu. (2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis
Kontak Pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di PT. Moric
Indonesia Tahun 2006. Tesis: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
Nuraga, Wisnu, dkk. (2008). Dermatitis Kontak Pada Pekerja yang Terpajan
dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri

90
Cibitung Jawa Barat. Jurnal: Makara Kesehatan Vo. 12 No.2 Desember
2008 : 63-69
OSHA. (2008). Cleaners and Dangerous Substances. Eropa: European Agency
for Safety and Health at Work
Partogi, Donna. (2008). Dermatitis Kontak Iritan. Medan: Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
(2009). Kategori Galeri Kesehatan; Dermatitis Kontak. www.perdoski.org,
Diakses: 15 Maret 2019.
Pearce, Evelyn C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Potter. Patricia A dan Perry, Anne G. (2012). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan edisi 7. Jakarta: EGC
Priyatno, Duwi. (2012). Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Edisi
Kesatu. Yogayakarta: ANDI
Putra, B.I. (2008). Penyakit Kulit Akibat Kerja Karena Kosmetik. Universitas
Sumatra Utara.
Putu, Luh. (2010). Hubungan Metode Persalinan Dengan Angka Kejadia Alergi
Pada Bayi.
Ruhdiat, Rudi. (2006). Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Dermatitis
Kontak Akibat Kerja pada Pekerja Laboratorium Kimia di PT. Sucofindo
area Cibitung Bekasi Tahun 2006. Tesis: Program Studi K3 FKM UI
Sasseville, Denis. (2006). Safe Work Bookshelf. Geneva: International Labour
Office (ILO)
Siregar, RS. (2004). Dermatosis Akibat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran No. 107
Sulaksmono. (2000). Pengenalan dan Pencegahan Pada Dermatosis Akibat
Kerja. Surabaya: Forum Ilmu Kesehatan Masyarakat, tahun XII No. 1-2
Suma’mur. (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto
Suryani, Febria (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis
Kontak Pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT Cosmar Indonesia
Tanggerang Selatan Tahun 2011.

91
Septiani, Sofia. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kampus UIN Syarif
Hidayatullah Tahun 2012.
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Alih Bahasa: James
Veldman. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Taylor S, Sood A. (2008). Occupational Skin Diseases. In: Fritzparicks et al,
editors Dematology in General Medicine 6 th ed. New York: Mc Graw Hill
Book co.
Tranggono, dkk. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Trihapsoro, Iwan. (2003). Dermatitis Kontak Alergi Pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Tesis: Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Universitas Sumatra Utara.
Wartonah,Tarwoto. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
WHO, (1995). Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
World Health Organization (WHO). (2005). WHO Guidelines on Hand Hygiene
in Health Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press.
Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
Permenakertrans No. 1 Tahun 1981 tentang kewajiban melapor PAK
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

92
LEMBAR KUESIONER
Identitas Responden
Nama :
Alamat :
No. Hp :
Jenis kelamin : L/P
Usia :
No Pertanyaan Kode
A. Lama Kontak
Berapa lama anda bersentuhan/kontak dengan bahan kimia
tersebut dalam satu hari ?
1
1. Lebih dari 2 jam/hari
2. Kurang dari 2 jam/hari
B. Masa Kerja
Kapan anda mulai bekerja menjadi cleaning service di Kantor
1 Walikota Jakarta Utara ?
Bulan ……… tahun …….
C. Riwayat Alergi
Apakah anda pernah menderita alergi ?
1 1. Ya
2. Tidak
D. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Apakah sebelum bekerja di Kantor Walikota Jakarta Utara anda
pernah menderita penyakit kulit / kelainan kulit ?
1
1. Ya
2. Tidak
Riwayat penyakit kulit apakah yang sebelumnya anda alami ?
1. Panu
2
2. Kudis
3. Eksim

vi
E. Personal Hygiene
Kode
No Pertanyaan Tidak
Pernah Selalu
Pernah
Apakah anda mencuci tangan dengan air bersih
1
atau mengalir ?
Apakah anda mencuci tangan menggunakan
2
sabun cuci tangan ?
Apakah anda melalukan tahapan mencuci
3
tangan dengan benar?
Apakah anda mengeringkan tangan setelah
4
mencuci tangan ?
Apakah anda menggunakan lap khusus atau
5
pengering setelah mencuci tangan ?
6 Apakah anda mandi setelah pulang kerja ?
Apakah anda mengganti pakaian setelah
7
bekerja ?
Apakah pakaian kerja anda dicuci setelah
8
bekerja ?

vii
LEMBAR OBSERVASI
Penggunaan APD

Ceklist
NO Kriteria
1 2 3
1 Menggunakan sarung tangan

2 Menggunakan sepatu

viii
LEMBAR PEMERIKSAAN DOKTER

A. Identifikasi Diri
1. Nama :
2. Usia :
3. Alamat :
4. Lama Kerja :
5. Pekerjaan sebelumnya :
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama (Gejala Klinis) :
a. Kemerahan
b. Pembengkakan
c. Vesikel/bullae
d. Kulit kering bersisik
e. Fissur (kulit pecah-pecah)
f. Exudat (cairan bening/darah)
g. Krusta/pengeringan dari krusta
h. Lichenifikasi (kulit mengkilap)
i. Sidik jari tidak tampak
j. Hyperkeratosis (kapalen)
k. Kerusakan kuku-kuku jari
l. Infeksi

Hasil Diagnosa Dokter Kode


0. Dermatitis ( )
1. Tidak Dermatitis

ix
LAMPIRAN

ANALISIS BIVARIAT

Jenis Kelamin x Dermatitis kontak


Crosstab
dermatitiskontak Total
0 1
jeniskelamin 0 Count 25 22 47
% within jeniskelamin 53.2% 46.8% 100.0%
1 Count 40 38 78
% within jeniskelamin 51.3% 48.7% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within jeniskelamin 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. Exact Sig.
Significance (2-sided) (1-sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square .043 1 .836
b
Continuity Correction .000 1 .982
Likelihood Ratio .043 1 .836
Fisher's Exact Test .855 .491
Linear-by-Linear .042 1 .837
Association
N of Valid Cases 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.56.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jeniskelamin (0 / 1) 1.080 .523 2.229
For cohort dermatitiskontak = 0 1.037 .735 1.464
For cohort dermatitiskontak = 1 .961 .657 1.406
N of Valid Cases 125

x
Masa kerja x Dermatitis kontak

Crosstab
dermatitiskontak Total
0 1
masakerja 0 Count 32 7 39
% within masakerja 82.1% 17.9% 100.0%
1 Count 33 53 86
% within masakerja 38.4% 61.6% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within masakerja 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. Exact Sig.
Significance (2-sided) (1-sided)
(2-sided)
Pearson Chi-Square 20.510 1 .000
a

b
Continuity Correction 18.797 1 .000
Likelihood Ratio 21.851 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 20.346 1 .000
Association
N of Valid Cases 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.72.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for masakerja (0 / 1) 7.342 2.908 18.536
For cohort dermatitiskontak = 0 2.138 1.576 2.902
For cohort dermatitiskontak = 1 .291 .146 .581
N of Valid Cases 125

xi
Lama Kontak x Dermatitis Kontak

lamakontak * dermatitiskontak Crosstabulation


dermatitiskontak Total
0 1
lamakontak 0 Count 48 32 80
% within lamakontak 60.0% 40.0% 100.0%
1 Count 17 28 45
% within lamakontak 37.8% 62.2% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within lamakontak 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 5.698 1 .017
b
Continuity Correction 4.842 1 .028
Likelihood Ratio 5.738 1 .017
Fisher's Exact Test .025 .014
Linear-by-Linear 5.652 1 .017
Association
N of Valid Cases 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.60.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for lamakontak (0 / 1) 2.471 1.166 5.233
For cohort dermatitiskontak = 0 1.588 1.048 2.406
For cohort dermatitiskontak = 1 .643 .452 .914
N of Valid Cases 125

xii
Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya x Dermatitis kontak

Crosstab
dermatitiskontak Total
0 1
riwayatpenyakit 0 Count 4 6 10
% within riwayatpenyakit 40.0% 60.0% 100.0%
1 Count 61 54 115
% within riwayatpenyakit 53.0% 47.0% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within riwayatpenyakit 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. Exact Sig.
Significance (2-sided) (1-sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square .627 1 .428
b
Continuity Correction .213 1 .644
Likelihood Ratio .629 1 .428
Fisher's Exact Test .519 .322
Linear-by-Linear .622 1 .430
Association
N of Valid Cases 125
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.80.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for riwayatpenyakit .590 .158 2.203
(0 / 1)
For cohort dermatitiskontak = 0 .754 .346 1.642
For cohort dermatitiskontak = 1 1.278 .743 2.197
N of Valid Cases 125

xiii
Riwayat Alergi x Dermatitis Kontak

Crosstab
dermatitiskontak Total
0 1
riwayatalergi 0 Count 4 1 5
% within riwayatalergi 80.0% 20.0% 100.0%
1 Count 61 59 120
% within riwayatalergi 50.8% 49.2% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within riwayatalergi 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. Exact Sig.
Significance (2-sided) (1-sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 1.636 1 .201
b
Continuity Correction .676 1 .411
Likelihood Ratio 1.761 1 .185
Fisher's Exact Test .367 .208
Linear-by-Linear 1.623 1 .203
Association
N of Valid Cases 125
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for riwayatalergi (0 / 3.869 .420 35.634
1)
For cohort dermatitiskontak = 0 1.574 .981 2.524
For cohort dermatitiskontak = 1 .407 .070 2.370
N of Valid Cases 125

xiv
Personal hygiene x Dermatitis Kontak

crosstab
dermatitiskontak Total
0 1
personalhygiene 0 Count 24 43 67
% within personalhygiene 35.8% 64.2% 100.0%
1 Count 41 17 58
% within personalhygiene 70.7% 29.3% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within personalhygiene 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Exact Sig.
Significance Sig. (2- (1-sided)
(2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 15.143 1 .000
b
Continuity Correction 13.779 1 .000
Likelihood Ratio 15.498 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 15.022 1 .000
Association
N of Valid Cases 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for personalhygiene .231 .109 .492
(0 / 1)
For cohort dermatitiskontak = 0 .507 .353 .727
For cohort dermatitiskontak = 1 2.190 1.413 3.393
N of Valid Cases 125

xv
Alat pelindung diri x Dermatitis Kontak

Crosstabulation
dermatitiskontak Total
0 1
APD 0 Count 20 52 72
% within APD 27.8% 72.2% 100.0%
1 Count 45 8 53
% within APD 84.9% 15.1% 100.0%
Total Count 65 60 125
% within APD 52.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. Exact Sig.
Significance (2-sided) (1-sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 39.916 1 .000
b
Continuity Correction 37.660 1 .000
Likelihood Ratio 43.025 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 39.597 1 .000
Association
N of Valid Cases 125
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.44.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for APD (0 / 1) .068 .027 .170
For cohort dermatitiskontak = 0 .327 .222 .483
For cohort dermatitiskontak = 1 4.785 2.487 9.206
N of Valid Cases 125

xvi
ANALISIS UNIVARIAT

dermatitiskontak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 65 52.0 52.0 52.0
1 60 48.0 48.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

jeniskelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 47 37.6 37.6 37.6
1 78 62.4 62.4 100.0
Total 125 100.0 100.0

masakerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 39 31.2 31.2 31.2
1 86 68.8 68.8 100.0
Total 125 100.0 100.0

lamakontak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 80 64.0 64.0 64.0
1 45 36.0 36.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

riwayatpenyakit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 10 8.0 8.0 8.0
1 115 92.0 92.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

xvii
riwayatalergi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 5 4.0 4.0 4.0
1 120 96.0 96.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

personalhygiene
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 67 53.6 53.6 53.6
1 58 46.4 46.4 100.0
Total 125 100.0 100.0

APD
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 0 72 57.6 57.6 57.6
1 53 42.4 42.4 100.0
Total 125 100.0 100.0

xviii
UJI NORMALITAS ( PERSONAL HYGIENE DAN MASA KERJA)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
personal hygiene 125 100.0% 0 0.0% 125 100.0%
masa kerja 125 100.0% 0 0.0% 125 100.0%

Descriptives
Statistic Std.
Error
personal hygiene Mean 13.57 .172
95% Confidence Interval Lower Bound 13.23
for Mean Upper Bound 13.91
5% Trimmed Mean 13.63
Median 14.00
Variance 3.715
Std. Deviation 1.927
Minimum 10
Maximum 16
Range 6
Interquartile Range 3
Skewness -.218 .217
Kurtosis -1.164 .430
masa kerja Mean 6.37 .273
95% Confidence Interval Lower Bound 6.64
for Mean Upper Bound 7.72
5% Trimmed Mean 7.16
Median 6.00
Variance 9.291
Std. Deviation 3.048
Minimum 1
Maximum 17
Range 16
Interquartile Range 4
Skewness .157 .217
Kurtosis -.009 .430

xix
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
personal hygiene .163 125 .000 .904 125 .000
masa kerja .073 125 .095 .982 125 .085
a. Lilliefors Significance Correction

xx
PRESENTASE JAWABAN RESPONDEN

sarung tangan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak lengkap 63 50.4 50.4 50.4
lengkap 62 48.8 48.8 48.8
Total 125 100.0 100.0

sepatu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid tidak lengkap 2 1.6 1.6 1.6
lengkap 123 98.4 98.4 98.4
Total 125 100.0 100.0

air bersih/mengalir
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid pernah 3 2.4 2.4 2.4
selalu 122 97.6 97.6 100.0
Total 125 100.0 100.0

sabun cuci tangan


Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent

Valid pernah 16 12.8 12.8 12.8


selalu 109 87.2 87.2 100.0
Total 125 100.0 100.0

langkah cuci tangan


Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid pernah 42 33.6 33.6 33.6
selalu 83 66.4 66.4 100.0
Total 125 100.0 100.0

xxi
mengeringkan tangan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid tidakpernah 4 3.2 3.2 3.2
pernah 62 49.6 49.6 52.8
selalu 59 47.2 47.2 100.0
Total 125 100.0 100.0

lap khusus tangan


Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid tidakpernah 8 6.4 6.4 6.4
pernah 67 53.6 53.6 60.0
selalu 50 40.0 40.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

mandi
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid pernah 10 8.0 8.0 8.0
selalu 115 92.0 92.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

ganti baju kerja


Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid tidakpernah 1 .8 .8 .8
pernah 28 22.4 22.4 23.2
selalu 96 76.8 76.8 100.0
Total 125 100.0 100.0

cuci baju kerja


Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid tidakpernah 2 1.6 1.6 1.6
pernah 53 42.4 42.4 44.0
selalu 70 56.0 56.0 100.0
Total 125 100.0 100.0

xxii
LAMPIRAN GAMBAR

xxiii

Anda mungkin juga menyukai