MAKALAH
Disusun oleh :
Dity Junita Ekayati 20201010170003
Nurjannah 20201010170027
Reny Yulita W 20201010170017
Shinta Nawangsari 20201010170022
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena Rahmat dan Hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kecelakaan Lalu Lintas”.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Penyusunan makalah ini diharapkan penulis dapat berguna bagi penulis dan
masyarakat, terutama bagi para mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Jakarta untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan, bimbingan, doa
serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa restu, dukungan, serta kasih
sayang.
2. Istianah S. SKM. M. Epid selaku Dosen Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular yang telah memberi bimbingan dengan baik.
3. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman.
Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis untuk
perbaikan dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua,
khususnya mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.5.3 Kecelakaan Berdasarkan Usia dan Pendidikan......................................... 25
2.6 Pencegahan dan Pengendalian ........................................................................... 26
2.6.1 Lima Level Prevention Kecelakaan Lalu Lintas ....................................... 26
2.6.2 Program dan Peraturan Pemerintah (Nasional) dan Internasional
(WHO/CDC) serta Evaluasi Penerapan ............................................................. 28
2.6.3 Evaluasi Program Pada Penerapannya ...................................................... 41
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Adapula insiden dan prevalensi penyakit dalam kejadian kecelakaan lalu lintas
menggunakan data dari Biro Pusat Statistik akan dipaparkan prevalensi dan insiden kasus
kecelakaan di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 dan
ditambahkan beberap detail kasus kecelakaan berdasarkan beberapa parameter tertentu di tiga
provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Banyak faktor penyebab kecelakaan lalu
lintas seperti kecelakaan berdasarkan jenis kendaraan, kecelakaan di ruas tol, dan kecelakaan
berdasarkan usia dan Pendidikan.
Pencegahan dan pengendalian dari kecelakaan lalu lintas bisa dengan lima level
prevention untuk individu, keluarga, dan masyarakat peningkatan kesehatan,
perlindungan khusus, penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat, pembatasan kecacatan, dan pemulihan kesehatan. Dalam melakukan pencegahan
dan pengendalian tentu harus ada program dan peraturan pemerintah yang dibuat baik
nasional maupun internasional serta evalusi penerapannya.
2
Dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dibidang pendidikan maupun
dibidang penelitian.
3. Manfaat bagi penulis
Sebagai proses pembelajaran dalam mengetahui tentang penyakit tidak menular
yang terjadi akibat kecelaan lalu lintas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan
lalu lintas adalah suatu kejadian yang tak diduga dan tidak diharapkan terjadi dijalan
raya yang melibatkan kendaraan bermotor maupun pengguna jalan lain dan
mengakibatkan kerusakan serta timbulnya korban manusia (mengalami luka ringan,
luka berat dan meninggal dunia) (Saputra dan Dwi 2017)
5
Tabel 2.1.
Jumlah Kecelakaan, Korban, dan Kerugian Materi, Tahun 2015-2019/ Number of Traffic Accident,
Casualties, and Material Losses, 2015-2019
Berdasarkan tabel 2.1 diatas selama kurun waktu 2015-2019, jumlah kecelakaan
lalu lintas mengalami kenaikan rata-rata 4,87 persen per tahun. Kenaikan pada jumlah
kecelakaan ternyata diikuti pula oleh kenaikan pada jumlah korban meninggal dunia dan
luka ringan yaitu masing-masing 1,41 persen dan 6,26 persen. Namun, nilai kerugian
materi akibat kecelakaan mengalami peningkatan rata-rata 4,23 persen per tahun.
Korban Meninggal
(Orang)/Killed
14.63% (Person)
7.11% Luka Berat
(Orang)/Seriously
Injured (Person)
78.26% Luka Ringan Orang)/
Slight Injured
(Person)
6
korban dengan komposisi korban luka ringan 78,26 persen, korban luka berat 7,11
persen, dan korban mati (meninggal) 14,63 persen dengan nilai kerugian materi yang
dialami tahun 2019 mencapai 254.779 juta rupiah
Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian lalu lintas di wilayah Perkotaan,
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, menyatakan bahwa faktor penyebab kecelakaan biasanya
diklasifikasikan identik dengan unsur – unsur sistem transportasi, yaitu pemakai jalan (
pengemudi dan pejalan kaki ), Kendaraan, Jalan dan Lingkungan, atau kombinasi dari
dua unsur atau lebih (Aryawan dan Surata 2019).
Menurut Oder dan Spicer, menerangkan bahwa kecelakaan lalu lintas dapat
disebabkan dari situasi – situasi konflik yang melibatkan pengemudi dengan lingkungan
sebagai peran penting pengemudi untuk melakukan tindakan mengelak atau
menghindari sesuatu. Jadi melaksanakan tindakan tersebut untuk menghindar dari
rintangan, mungkin atau tidak mungkin menyebabkan apa yang disebut dengan
kecelakaan (Djalante S. 2013).
World Health Organization (WHO) mempublikasikan bahwa kematian akibat
kecelakaan di jalan diperlakukan sebagai salah satu penyakit tidak menular dengan
jumlah kematian tertinggi di dunia. World Health Organization (WHO) telah
mempublikasikan bahwa pada tahun 2030, kecelakaan lalu lintas di jalan akan menjadi
penyebab kematian nomor 5 (lima) di dunia setelah penyakit jantung, stroke, paru-paru,
dan infeksi saluran pernapasan (Aryawan dan Surata 2019).
Berdasarkan hal-hal diatas faktor-faktor dapat dikelompokkan penyebab
kecelakaan menjadi 4 faktor yang terdiri dari :
a. Faktor manusia
b. Faktor kendaraan
c. Faktor jalan
d. Faktor lingkungan
Faktor manusia memegang peranan yang amat dominan, karena cukup banyak
faktor yang mempengaruhi perilakunya. Penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia
7
paling banyak disebabkan oleh faktor manusia (Hartono Dudi. 2016). Terdapat dua elemen
utama dari faktor manusia yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis (Ryanto et al 2019.)
Tabel 2.2
Elemen Utama Faktor Pemakai Jalan
a. Pengemudi
8
gerakan – gerakan yang tidak perlu.
Menurut hasil penelitian para psikolog ternyata bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh faktor diluar dirinya sendiri, disamping juga tergantung bentuk fisik,
jenis kelamin, intelegensia, karakter serta usia (Hartono Dudi. 2016). Pada faktor
pengemudi berbagai hal yang menyebabkan kecelakaan yaitu fisik pengemudi, tingkat
kedisiplinan dan pemahaman berlalu lintas masih rendah, kecakapan pengemudi, jarak
pandang yang kurang (dalam mengambil jarak aman antar kendaraan) dan pelanggaran
nilai batas kecepatan maksimum kendaraan (speeding).
g. Penyinaran
c. Usia Pengemudi
9
hampir 1,2 juta orang di seluruh dunia setiap tahun tewas akibat kecelakaan di jalan.
Dari jumlah itu, 40 persen berusia di bawah 25 tahun.Jutaan lagi mengalami cedera dan
sebagian lagi mengalami cacat seumur hidup.
Pada faktor kendaraan ini, sepeda motor merupakan jenis kendaraan yang paling
banyak digunakan masyarakat. Hal ini terlihat dari proporsi sepeda motor di tahun 2019
yang jauh lebih besar dibandingkan jenis kendaraan lain yaitu 81,78 persen, diikuti oleh
mobil penumpang dan mobil barang masing-masing 11,20 persen dan 5,30 persen.
Jumlah kendaraan bermotor yang cenderung meningkat, merupakan indikator semakin
tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi yang memadai sejalan
dengan mobilitas penduduk yang semakin tinggi.
Sedangkan jenis kendaraan yang memiliki proporsi jumlah paling kecil adalah
bis yaitu 1,72 persen. Hal ini disebabkan karena karakteristik yang berbeda dari jenis
kendaraan tersebut, yaitu memiliki kapasitas yang cukup besar dalam mengangkut
10
penumpang, sehingga jumlah kendaraan yang digunakan relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan jenis kendaraan yang lain (sepeda motor, mobil barang, mobil
penumpang).
Seiring bertambahnya populasi penduduk, permintaan pada kendaraan
bermotor pun semakin meningkat dari tahun ke tahin. Pada publikasi ini kendaraan
bermotor yang dianalisis antara lain mobil penumpang, bis, mobil barang, dan sepeda
motor. Hal ini berdasarkan data dari Kepolisian Republik Indonesia
11
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara otomotif telah melakukan
perubahan fisik rancangan kendaran, termasuk pula penambahan lampu kendaraan, yang
meningkatkan kualitas penglihatan pengemudi (Marsala et al 2013)
Baik/Good
43,43%
Sedang/Moderate
14,98%
Selanjutnya jika dirinci menurut kondisi jalan 43,43 persen panjang jalan di
Indonesia berada dalam kondisi baik, 21,12 persen dalam kondisi sedang, 14,98 persen
dalam kondisi rusak, dan 20,47 persen dalam kondisi rusak berat.
Tabel 2.2
Panjang Jalan Dirinci Menurut Kondisi Jalan dan Tingkat Kewenangan, Tahun 2019
12
Baik/ Good 21 107 28 952 186 434 236 493
Sedang/ Moderate
22 532 12 858 79 592 114 982
Rusak Berat/
Seriously 976 5 945 104 521 111 442
Damaged
Terdapat hubungan antara lebar jalan, kelengkungan jalan dan jarak pandang
pengemudi dengan jalanan memberikan efek besar terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Umumnya lebih peka bila mempertimbangkan faktor–faktor ini bersama – sama karena
mempunyai efek psikologis pengemudi dan mempengaruhi pilihannya pada kecepatan
gerak. Misalnya memperlebar jalan yang awalnya sempit dan tidak baik akan dapat
mengurangi kecelakaan bila kecepatan tetap sama setelah perbaikan jalan. Akan tetapi,
kecepatan biasanya semakin besar karena adanya rasa aman, sehingga laju kecelakaan
pun meningkat. Dari pertimbangan keselamatan, sebaiknya dilakukan penilaian kondisi
kecepatan yang mungkin terjadi setelah setiap jenis perbaikan jalan dan mengecek lebar
13
jalur, jarak pandang dan permukaan jalan semuanya memuaskan untuk menaikkan
kecepatan yang diperkirakan.
Pemilihan bahan untuk lapisan jalan yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas
dan menghindari kecelakaan selip tidak kurang pentingnya dibanding pemilihan untuk
tujuan – tujuan konstruksi.. Hal ini penting bila pengereman atau pembelokan atau
meninkung sering terjadi, misalnya pada bundaran jalan yang terlalu melengkung dan
persimpangan dan persimpangan pada saat mendekati tempat pemberhentian bis,
penyeberang dan pada jalan jalan miring, maka perlu diberi permukaan jalan yang
cocok. Pada kondisi jalan yang memang menikung dapat mempengaruhi jarak pandang
seseorang saat mengemudikan kendaraan, jarak pandang pengendara pada saat berada di
jalan menikung lebih terbatas dibandingkan saat di jalan lurus (Marsala et al 2013).
Pada faktor cuaca ini, pertimbangan pada iklim yang tidak menguntungkan serta
kondisi jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya
belum dapat ditentukan. Bagaimanapun pengemudi dan pejalan kaki merupakan faktor
terbesar terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Keadaan sekeliling jalan yang harus diperhatikan adalah penyeberang jalan, baik
manusia atau kadang kadang binatang. Lampu penerangan jalan perlu ditangani dengan
seksama, baik jarak penempatannya maupun kekuatan cahayanya.
Karena ahli teknik lalu lintas harus berusaha untuk merubah perilaku pengemudi
dan pejalan kaki, dengan penegasan terhadap peraturan dan pelaksanaan yang layak,
sampai dapat mereduksi tindakan – tindakan berbahaya bagi para pengemudi dijalanan.
Penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang bersangkut pautkan dengan
faktor lingkungan, khususnya yang terjadi pada anak-anak adalah sebagai berikut :
a. Naluri anak yang memang impulsif dan tidak meyakinkan.
b. Anak-anak masih minimpengalaman.
c. Anak-anak lebih kecil secara fisik dari orang dewasa.
d. Anak-anak sering tidak diawasi atau kurang diawasi oleh orang tuanya.
e. Beberapa studi penelitian menyatakan jika perilaku anak-qnak adalah kurang
dalam persepsi, konsentrasi, atensi, memori dan kontrol fisik dan emosi; kurang
pengetahuan dan pemahaman tentang tata cara berlalu lintas dan kurang dalam
14
pola perilaku pada lingkungan lalu lintas (Sugiyanto et al 2015)
15
penderita, atau adanya gejala sisa berupa cacat atau carrier. Informasi-informasi ini akan
berguna dalam strategi pencegahan, perencanaan lama perawatan, model pelayanan
yang akan dibutuhkan kemudian, dan lain sebagainya (Zata Ismah 2019).
16
2012.
Gambar 2. Jumlah Kecelakaan dan Korban. Kecelakaan Lalin di Indonesia, Tahun 2010-2014
Menurut propinsi, angka kejadian kecelakaan di atas 5000 pada tahun 2010- 2014 terjadi di
propinsi dengan penduduk banyak dan lalu lintas padat. Propinsi tersebut adalah Jawa barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan DKI Jakarta. Propinsi dengan angka kejadian
kecelakaan di bawah 2500 terjadi di Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT, NTB, pulau
Sulawesi kecuali Sulawesi Utara, serta pulau Kalimantan. 29.634 orang (15 persen dari 197.560
korban kecelakaan lalin) (Gambar 3).
Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
A. Kecelakaan Ringan
B. Kecelakaaan Sedang
C. Kecelakaan Berat
Kecelakaan berat sebagaimana dimaksud, apabila mengakibatkan korban luka berat atau
meninggal dunia. Luka berat sebagaimana dimaksud terdiri atas:
Jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut;
Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan;
Kehilangan salah satu panca indera;
Menderita cacat berat atau lumpuh;
Terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan;
17
Luka yang membutuhkan rawat inap lebih dari 30 hari.
Gambar 3. Proporsi Kematian dan Luka Akibat Kecelakaan Lalin di Indonesia, Tahun 2010-2014
Pelaku pada kejadian kecelakaaan lalin terbanyak pada usia 26-30 tahun. Kelompok usia muda
banyak yang menjadi pelaku kecelakaan lalu lintas terbanyak berusia 26-30 tahun sebanyak
145.303 orang, yang berusia 16-25 tahun sebanyak 132.315 orang (Gambar 4).
Gambar 4. Jumlah dan Proporsi Pelaku pada Kecelakaan Lalin Sepanjang Tahun 2010-2014
1
perkap-nomor-15-tahun-2013-penanganan-laka-lantas.pdf – Pasal 4 - 7
18
Kejadian kecelakaan lalin memakan korban lebih banyak dibanding dengan pelaku kecelakaan.
Sepanjang tahun 2010- 2014, korban kecelakaan lalin terbanyak pada kelompok usia 26-30
tahun (343.743 orang,rata-rata per tahun 68.748 orang), korban pada kelompok usia 16-25 tahun
102.881 orang. Proporsi kematian tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 41 persen pada
kelompok usia 26-30 tahun (Gambar 5).
Gambar 5. Jumlah dan Proporsi Korban pada Kecelakaan Lalin Sepanjang Tahun 2010-2014
19
Tabel 1. Jumlah Jenis Kendaraan (unit) yang Mengalami
Kecelakaan Lalin, Tahun 2010-2014
Selanjutnya kendaraan mobil penumpang berada pada urutan ke dua setelah sepeda motor
dan tertinggi pada tahun 2010 sebanyak 26.495 mobil. Urutan ketiga kendaraan yang terlibat
kecelakaan adalah mobil beban, pada tahun 2012 sebanyak 25.227 mobil beban. Kendaraan bus
yang terlibat kecelakaan terbanyak pada tahun 2012 mencapai 8.375 kendaraan. Kendaraan
khusus seperti kontainer yang mengalami kecelakaan sebanyak 3.109 pada tahun 2011 (Tabel 1
dan Gambar 6).
Gambar 6. Proporsi Jenis Kendaraan yang Terlibat dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2010-2014
Dari berbagai macam kendaraan yang terlibat pada kecelakaan lalin juga diidentifikasi
20
sisi/bagian kendaraan yang bertabrakan selama tahun 2010-2013. Bagian kendaraan yang
terbanyak bertabrakan adalah bagian depan dengan bagian depan. Urutan ke dua tabrakan
bagian depan dengan bagian samping dan urutan ke tiga tabrakan antara bagian depan dengan
bagian belakang. Kendaraan menabrak manusia cukup tinggi dan semakin meningkat pada
tahun 2014 menjadi 2 kali lipat dibandingkan tahun 2010 (Gambar 7).
Gambar 7. Proporsi Jenis Tabrakan pada Kendaraan dalam Kecelakaan Lalin, Tahun 2010-2013
Kasus kecelakaan lalin tahun 2013, menunjukan bahwa faktor pengemudi yang berperan pada kejadian
kecelakaan lalin adalah tidak tertib pada aturan lalu lintas (46 persen), diikuti dengan lengah (32 persen)
dan melebihi batas kecepatan (14 persen)(Gambar 8).
Gambar 8. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Pengemudi, Tahun 2013
Faktor kendaraan yang tidak aman yang menyebabkan kecelakaan tertinggi adalah lampu tidak berfungsi
dengan baik, kemudi kurang baik dan rem tidak berfungsi (Gambar 9).
21
Gambar 9. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Kendaraan, Tahun 2013
Kasus kecelakaan lalin tahun 2013, menunjukan bahwa faktor jalan yang menunjukkan proporsi terbesar
menyebabkan kecelakaan adalah jalan yang rusak atau berlubang (26 persen), diikuti dengan tidak ada
marka jalan atau rambu lalin (21 persen) dan bentuk jalan mentikung tajam (17 persen). Hal lainnya
yang penting adalah tidak berlampu. Kondisi alam juga ikut berperan dalam timbulnya kecelakaan
seperti hujan (82 persen), kabut (9 persen) (Gambar 10 dan 11).
Gambar 10. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Jalan, Tahun 2013
Gambar 11. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Alam, Tahun 2013
22
Kematian akibat kecelakaan di RS Fatmawati dari tahun 2010-2014 berkisar 10 persen dari
pasien yang dirawat. Persentase kematian dari tahun 2010-2014 berfluktuasi, tertinggi pada tahun 2010
(12,7 persen) dan terendah pada tahun 2012 (7,7 persen). Penyebab kematian terbesar cedera kepala
(S00-S09), kemudian cedera panggul, tungkai dan kaki (S70-S99). Persentase cedera thorak (S20-S29)
hampir sama dengan cedera abomen, punggung, bokong dan panggul (S30-S39) (Gambar 12).
Gambar 12. Persentase Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Lalin dan Kecelakaan Lainnya di RS. Fatmawati,
Tahun 2010-2014
Langkah Pertama :
Pastikan korban kecelakaan masih hidup atau sudah meninggal, cara mendeteksi yang cepat :
Pastikan korban dalam kondisi sadar atau tidak.
Dengar dan Rasakan hembusan napas korban dengan cara “mendekatkan telinga/ pipi ke
hidung korban” sambil melihat pergerakan naik turunnya dada korban, untuk memastikan
korban bernapas atau tidak.
Periksa kuku korban dan menekannya, bila sudah dari awal pucat dan dingin, atau
awalnya kemerahan dan diberi tekanan selama 2 detik, kemudian menjadi pucat dan tidak
kembali kemerahan maka korban sudah meninggal.
Langkah Kedua :
Bila korban masih hidup pastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, berikut
jenisnya:
- Sadar, korban merespon dan dapat berkomunikasi aktif
- Respon suara, berespon hanya bila namanya dipanggil, cenderung tidur.
- Respon nyeri, berespon hanya bila diberi rasa nyeri. Respon anya berupa erangan atau
usaha menepis.
23
- Tidak ada respon, korban tidak merespon setelah diberikan rangsang nyeri.
Bila korban sadar dan mengeluh sesak nafas, lepaskan semua yang mengikat pada tubuh
korban seperti :
- Helm
- Jaket, dasi bila ada dan buka kancing kemeja korban
- Pengait celana korban tanpa membuka resletingnya.
- Longgarkan ikat pinggang pada celana korban
- Jangan memberi minum pada korban ketika sesak napas.
- Selanjutnya tunggu sampai bantuan medis datang.
Membebaskan korban terjepit, bila korban sadar pastikan korban tidak panik.
- Jangan menarik korban secara paksa bila masih ada hambatan. Pastikan korban telah
bebas dari semua hambatan/jepitan.
- Pada kondisi korban terjepit diantara 2 benda bergerak, cukup bebaskan disatu sisi dan
jadikan sisi yang satu sebagai sandaran supaya korban tidak langsung terjatuh ketika
jepitan dilepaskan. Jepitan antara kursi mobil dan dashboard/ kemudi.
Langkah Ketiga :
Bila korban tidak sadar, pastikan saluran nafas tidak tersumbat. Tanda tanda saluran
nafas tersumbat, terdengan seperti mendengkur atau berkumur.
Periksa apakah terdapat cedera pada kepala atau leher. Jika tidak terdapat cedera
pada kepala dan leher, maka buka jalan napas dengan cara “menengadahkan kepala
korban dan mengangkat dagu korban” (Head Tilt – Chin Lift). Pada cedera kepala
hati hati kemungkinan cedera tulang leher, sehingga lakukan :
- Bila korban dalam posisi tidak terlentang, maka posisikan pasien terlentang
dengan kaidah menjaga tulang leher.
- Bila korban masih menggunakan pelindung kepala (helm), lepaskan Helm
dengan cara mengikuti kaidah melepaskan helm.
- Bila korban berada di tengah jalan, pindahkan korban dengan kaidah menjaga
tulang leher.
- Letakkan korban pada alas yang datar dan keras.
- Pastikan jalan napas korban tetap terbuka dan pernapasan cukup baik.
Kaidah menjaga tulang leher :
- Penolong memasukkan ke empat jari-jari tangan ke punggung korban persis pada
tepi kiri dan kanan leher korban dengan ibu jari mengunci pada pundak korban.
24
- Kemudian jepit kepala pasien dengan kedua lengan bawah agar posisi tetap tegak
lurus. Lakukan tindakan sampai alat pelindung leher tersedia.
Langkah Keempat :
Apabila terdapat pendarahan deras, segera lakukan :
- Hentikan pendarahan dengan menekan langsung pada tempat yang berdarah bisa
dengan menggunakan kain yang digulung ataupun alat/ benda lainnya dengan
cukup kuat.
- Jangan sembarangan memberikan benda apapun untuk menghentikan
perdarahan, seperti mengoleskan oli, minyak rem, dll.
- Posisikan daerah yang mengalami perdarahan lebih tinggi daripada jantung.
- Pertahankan balut tekan sampai bantuan medis datang.
Cara memindahkan korban.
- Pemindahan pada setiap korban yang tidak sadarkan diri harus dilakukan oleh
minimal 3 orang penolong untuk mencegah cedera tidak bertambah parah.
- Pindahkan korban seperti mengangkat jenazah, jangan memindahkan korban
seperti menenteng atau menjinjing.
- Posisi Penolong pada saat memindahkan korban adalah, satu orang pada bagian
atas meliputi kepala sampai bahu, kemudian 1 orang bagian tengah meliputi
bagian punggung sampai pantat dan 1 orang selanjutnya bagian bawah mulai dari
lutut sampai mata kaki. Hindari posisi korban menggantung terutama bagian
leher/kepala.
Penanganan korban dengan patah tulang. Tanda tanda patah tulang :
- Terdapat kelainan bentuk pada tungkai atau lengan korban
- Patah tulang dapat terbuka yaitu tulang terlihat keluar atau pun tertutup.
- Hati-hati saat memindahkan korban, berikan pertolongan dengan cara membuat
tungkai/ lengan yang patah tidak bergeser.
Pertolongan Pertama pada Korban yang Tidak Sadar / Henti Nafas.
Apabila menemukan korban tidak sadar di jalan dan nafasnya satu-satu/tidak
bernafas dan bukan korban kecelakaan lalu lintas, hal yang harus diperhatikan:
- Untuk anda yang pernah berlatih Bantuan Hidup Dasar dan penggunaan
Automated External Defibrilator (AED), bila korban tidak respon disertai
pernapasan satu-satu/tidak bernapas maka Anda lakukan tindakan pijat jantung
(RJP/CPR) selama 2 menit kemudian mengaplikasikan AED (bila tersedia) bila
25
tetap tidak berespon maka pijat jantung dilanjutkan sampai dengan pertolongan
medis datang.
- Bila anda tidak pernah terlatih Bantuan Hidup Dasar (BHD), anda bisa
menghubungi call center 119 dan menceritakan kondisi korban dan kemudian
anda mengikuti setiap instruksi/arahan dari petugas call center yang akan
membimbing anda untuk melakukan sesuatu terhadap korban.
Prognosis adalah sebuah prediksi dari kemungkinan mulai dari durasi penyakit, perawatan
dan juga hasil akhir dari suatu penyakit. Dengan dilandaskan ilmu patogenesis dan juga faktor
resiko penyakit.
Dalam kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa prognosis adalah “ramalan tentang pristiwa
yang akan terjadi, terutama yang berhubungan dengan penyakit ataupun penyembuhan setelah
operasi”.
Prognosis ini akan muncul setelah diagnosis dari dokter dan juga perencanaan sebelum
dilakukannya perawatan. Diantara faktor prognosis adalah kerakteristik yang dapat
memprediksi hasil akhir dari suatu penyakit ketika penyakit itu mulai timbul. Prognosis ini juga
sering mengacu kepada pemberitaan resiko dari penyakit. Tujuan dari prognosis ini adalah
untuk memberikan prediksi sementara kepada pasien terhadap penyakit yang dialaminya.
Hasil penelitian cedera akibat dari kecelakaan lalu lintas :
1. Cedera pada kepala dan leher
Cedera kepala adalah cedera yang paling dominan ditemukan pada studi ini, yakni 88%
dari keseluruhan kasus dan diidentifikasi sebagai penyebab kematian pada 77% kasus. Pada
studi ini tidak ditemukan kasus dengan cedera pada leher.
2. Cedera pada dada
Cedera pada dada ditemukan pada 66% dari keseluruhan kasus dan menjadi penyebab
kematian pada 22 % kasus. Cedera pada jantung terjadi pada 11 % kasus dalam studi ini. Pada
salah satu kasus dalam studi ini juga ditemukan luka bakar derajat 2 yang meliputi 16%
permukaan tubuh
3. Cedera pada perut dan panggul
Cedera pada perut ditemukan pada 55% dari keseluruhan kasus. Pada 1/5 kasus cedera
abdomen ditemukan robeknya hati, dan pada 1/5 kasus cedera abdomen yang lain ditemukan
robeknya ginjal kiri. Pada studi ini tidak ditemukan kasus dengan kerusakan anatomis limpa.
Juga tidak ditemukan cedera pada perut sebagai penyebab kematian. Cedera pada panggul
26
ditemukan pada 33% dari keseluruhan kasus; sepertiga diantaranya ditemukan cerai sendi pada
daerah panggul.
4. Cedera pada ekstremitas
Cedera pada ekstremitas ditemukan pada semua kasus. Pada 11% kasus ditemukan
patahnya kedua tulang tungkai bawah, dan 11% lainnya ditemukan terkudungnya bagian dari
ekstremitas.
Komplikasi patah pergelangan tangan yang mungkin terjadi di antaranya adalah:
Saraf-saraf ulnaris dan medianus di sekitar lokasi cedera mengalami trauma dan menjadi
lebih sensitif (terasa nyeri dan ngilu) terhadap gesekan dan sentuhan. Kondisi ini bisa
sangat menyiksa apabila pengidap patah pergelangan tangan memiliki penyakit rematik
atau gejala osteoporosis.
Tendon mengalami kerusakan sehingga memengaruhi jaringan di sekitarnya, termasuk
kondisi tulang yang rentan mengalami patah pergelangan tangan. Fungsi tendon sangat
berhubungan erta dengan tulang, karena keberadaan tendon merupakan organ halus yang
mendukung pergerakan dari tulang. Dengan begitu, seseorang dapat melakukan aktivitas
dengan gerakan tanpa batas.
Muncul masalah arthrosis dan rasa nyeri yang berkepanjangan pada area tulang yang
mengalami patah, sehingga menyebabkan seseorang terserang penyakit insomnia akibat
rasa nyeri yang selalu muncul pada malam hari.
Pada kondisi patah pergelangan tangan tertentu, terapi fisik mungkin diperlukan untuk
mengembalikan fungsi tangan seperti semula. Kondisi patah pergelangan tangan yang parah
akan membutuhkan tindakan operasi untuk menanamkan sekrup, kabel, atau piringan di area
tulang yang patah. Tindakan ini dilakukan untuk patah pergelangan tangan terbuka, yaitu ketika
tulang menembus kulit akibat kecelakaan.2
Sementara lamanya penyembuhan patah pergelangan tangan pada tiap pengidap dapat
berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh faktor usia, tingkat keparahan patah tulang, dan tingkat
kerusakan jaringan di sekitarnya. Pada orang dewasa, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
pulih adalah sekitar satu setengah hingga dua bulan sejak pengobatan. Sedangkan pada anak-
anak, masa pemulihan dapat berlangsung lebih cepat daripada orang dewasa.
27
2.5 INSIDEN DAN PREVALENSI KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA
Kejadian kecelakaan lalu lintas menjadi hal yang cukup membutuhakan perhatian
serius penangannya dari seluruh masyarakat Indonesia, karena banyaknya korban yang
ditimbulkan apakah cidera ringan, cidera berat ataupun meninggal cukup memprihatikan
dari tahun ke tahun. Setiap pengelola pemerintahan dari tingkat pusat sampai tingkat
terkecil di setiap wilayah sangat berperan dalam penangganannya karena kecelakaan lalu
lintas masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang harus ditangani
dengan baik dan menyeluruh.
Pada pembahasan kali ini dengan menggunakan data dari Biro Pusat Statistik akan
dipaparkan prevalensi dan insiden kasus kecelakaan di Indonesia dalam kurun waktu
tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 dan ditambahkan beberap detail kasus kecelakaan
berdasarkan beberapa parameter tertentu di tiga provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Jawa Tengah.
Angka kecelakaan di Indonesia pada tahun 2013 terjadi sebanyak 100.106
kecelakaan dimana kondisi tersebut menelan korban sebanyak 26.416 orang yang
meninggal dunia, 28.438 yang menderita luka berat, 110. 448 menderita luka ringan
serta menimbulkan kerugian secara materi sekitar 256 Juta Rupiah. Di tahun 2014
jumlah kecelakaan yang terjadi menurun sekitar 4% namun korban meninggal
meningkat dibandingkan dengan tahun 2013. Untuk tahun selanjutnya angka kecelakaan
cukup tajam berjadi di tahun 2016 terjadi peningkatan sebesar 10% dari 96.233 di tahun
2015 menjadi 106.644 peningkatan ini juga terjadi di semua kondisi dimana korban
meninggal meningkat menjadi 31.262 orang, luka berat 20.075 orang, luka ringan
120.532 dan kerugian materi terjadi sekitar 229 Juta Rupiah.
28
Jumlah Kecelakaan, Korban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan
Kerugian Materi
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kerugian Materi (Juta Rupiah) 255.864 250.021 215.892 229.137 217.031 213.866
Luka Ringan (Orang) 110.448 109.741 107.743 120.532 121.575 130.571
Luka Berat (Orang) 28.438 26.840 22.454 20.075 14.559 13.315
Korban Mati (Orang) 26.416 28.297 24.275 31.262 30.694 29.472
Jumlah Kecelakaan 100.106 95.906 96.233 106.644 104.327 109.215
Angka kejadian kecelakaan dalam 6 tahun tersebut jika diamati terlihat tidak adanya
perubahan yang cukup signifikan dimana ada kondisi jumlah kecelakaan miningkat namun
jika dilihat kerugian secara materi menurun hal ini diperlihatkan juga dengan pergeseran
jenis korban kecelakaan dimana korban meninggal dan luka berat juga bergerak turun namun
untuk luka ringan ada peningkatan. Kondisi peningkatan luka ringan ini berdampak dengan
menurunnya kerugian materi. Dengan melihat kondisi ini perlu dilakukan pengkajikan
kembali dan dicarikan jalan kelur pemecahan masalah agar tingkat kecelakaan bisa
diturunkan ke angka yang rendah dan korban yang ditimbulkan juga dengan kondisi seringan
mungkin tanpa adanya kematian ataupun kecacatan.
Jika dilihat lebih jauh ke tingkat daerah di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013
sampai dengan tahun 2017 tidak terlihat perubahan yang berarti dimana angka kecelakaan
dan jumlah korban kecelakaan perubahannya sangat minim. Pada tahun 2018 dan 2019
terjadi lonjakan yang cukup tinggi baik dari jumlah kecelakaan maupun nilai kerugian materi
dimana ada kenaikan sekitar 39% hal ini perlu dicermati atas penyebab dan
penanggulangannya.
.
Peningkatan nilai kerugian akibat kecelakaan pada tahun 2019 di wilayah Jawa Tengah
jika dicermati terjadi pada 5 Kabupaten / Kota dengan angka korban luka ringan yang
cukup tinggi sedangkan untuk korban meninggal dan luka berat sangat kecil.
Dari angka kejadian kecelakaan juga dapat melihat kinerja dari daerah apakah sudah
menjalankan program penanggulangan masalah kesehatan masyarakat atau belum, di
Provinsi Jawa Tengah berdasarkan data diketahui terdapat 4 Kabupaten / Kota yang
memiliki angka kerugian cukup tinggi dalam 3 tahun yaitu Kabupaten / Kota Klaten,
Semarang, Brebes dan Cilacap. Dalam 3 tahun keempat wilayah tersebut termasuk dalam
top 5 wilayah di Jawa Tengah yang mengalami kerugian materi paling tinggi.
Berdasarkan jenis kendaraan angka kecelakaan di Jawa Barat tahun 2016 didominasi
oleh jenis kendaraan sepeda motor sebanyak 7.859 sedangkan untuk kendaraan mobil yang
terbanyak adalah jenis mobil penumpang sebanayak 1.736 diikuti oleh mobil beban
sebanyak 1.487, Bus sebanyak 299 dan terakhir adalah kendaraan khusus sebanyak 49.
30
Jumlah KLL by Jenis Kendaraan 2016
Jawa Barat
7859
8000
6000
4000
1736 1487
2000 299 49
0
Sedangkan di wilayah DKI Jakarta untuk kecelakaan berdasarkan jenis kendaraan pada
tahun 2018 terbanyak juga terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor sebanyak 3.132
sedangkan yang cukup perlu perhatian adalah kendaraan penumpang umum jenis bus dan
minibus yang berada di peringkat kedua sebanyak 1.095 hal ini bisa menjadi kajian dimana
DKI Jakarta sebagai kota besar dapat diartikan ketertiban di jalan raya khususnya bagi para
sopir bus masih sangat memprihatinkan.
4000 3132
3000
2000
1095
1000 448 408
80
0
31
2.5.2 Kecelakaan di Ruas Tol
DKI Jakarta yang merupakan kota metropolitan untuk mengurangi kemacetan salah
satunya adalah dengan membangun / memiliki jalan tol yang cukup panjang dimana jalan
tol ini melingkar menghubungi seluruh tempat di wilayah DKI Jakarta. Angka kecelakaan
di jalan tol yang melingkari kota Jakarta pada 2 periode waktu tahun 2018 dan 2019 tidak
terlihat perubahan yang besar, angka kejadian kecelakaan cenderung tetap kecuali untuk di
Tol Jakarta – Cikampek dimana angka kecelakaan turun sekitar 22% dari 415 kecelakaan
tahun 2018 menjadi diangka 365 kecelakaan. Jika dilihat dari factor penyebab kecelakaan
di jalan tol maka factor pengemudi yang paling banyak menjadi penyebab dalam terjadinya
kecelakaan lalu lintas di jalan tol.
Tol Jagorawi Tol Jkt - Tng Tol Jkt Ckp Tol Cwg, Tmg & Ckg
Indikator Kecelakaan
2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019
1. Jumlah Kecelakaan 141 142 164 131 468 365 89 70
2. Jumlah Korban meninggal 18 10 10 10 31 26 8 7
3. Faktor Penyebab :
a. Pengemudi 126 117 147 124 415 330 67 61
b. Kendaraan 12 25 16 7 47 32 21 73
c. Lingkungan 3 0 1 0 6 3 3
d. Tidak diketahui 0 0 0 0 0 0 0
Usia dan pendidikan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi besarnya angka
kecelakaan, di DKI Jakarta pada tahun 2016 kecelakaan yang terjadi pada penduduk yang
berpendidikan SLTA dan golongan usia 16 sampai dengan 30 tahun menjadi yang terbesar
penyumbang tingginya angka kecelakaan, diikuti oleh masyarakat yang berpendidikan
SLTP, Perguruan tinggi dan terakhir yang hanya bersekolah di sekolah dasar.
32
KLL By Profesi DKI Jakarta 2016
4000
2000
0
Pelajar / Karyawan Profesi ( TNI Profesi
Mahasiswa Sopir ) Swasta lain
Jumlah Korban 500 85 33 25 3513
Dari ketiga diagram diatas terlihat kondisi di DKI Jakarta penduduk yang mempunyai
kemungkinan besar dapat mengalami kecelakaan adalah penduduk usia produktif dengan
pendidikan menengah ataupun remaja yang masih sekolah.
Usia remaja memang menjadi tantangan tersendiri bagi para ahli kehatan masyarakat
dan para pemangku kebijakan dalam membuat program – program penanggulangan dan
pencegahan kecelakaan lalu lintas yang sesuai metode dan caranya sehingga dapat diterima
dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Contoh :
4. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat
Merupakan tindakan jika terjadi kejadian kecelakaan lalu lintas.
Contoh :
Penjajakan kasus (case finding), dan pemberian obat yang rational dan efektif pada
pengendara yang mengalami kecelakaan.
5. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien dengan penyakit
yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien,
serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.
34
Contoh :
Contoh :
Rehabilitasi cacat tubuh dengan pemberian alat bantu/protese pada pengendara yang
kecelakaan (cacat).
Dengan adanya komitmen global dan nasional melalui Decade of Action (DoA) for
Road Safety 2011-2020 yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat
fatalitas korban kecelakaan lalu lintas secara global, maka setiap negara anggota dituntut
untuk 2 Panduan Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan Panduan
Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan meningkatkan kegiatan yang
dijalankan pada skala nasional, regional dan global. Sejalan dengan kegiatan Dekade Aksi
Keselamatan Jalan di tingkat global, Pemerintah Indonesia terlah menyusun Rencana
Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) dan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2013
Tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan. Kementerian Kesehatan diamanahkan
menjadi leading sector pada pilar V pada Inpres No.4/2013 yaitu Penanganan Pra dan Paska
Kecelakaan.
Pada penanganan pra kecelakaan, disebutkan salah satu aksi dalam rangka promosi
tentang perilaku sehat di jalan melalui terselenggaranya pemberdayaan masyarakat tentang
35
aspek kesehatan dalam keselamatan jalan, serta pelaksanaan pemeriksaan kesehatan
pengemudi untuk pencegahan kecelakaan yaitu program pemeriksaan kesehatan
pengemudi, bukan hanya pengemudi angkutan umum namun juga masyarakat umum yang
akan mengemudikan kendaraannya. Untuk itu disusun suatu program yang disebut
Posbindu Khusus. Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan edukasi kepada pengemudi dan
masyarakat mengenai kondisi sehat dan aman berlalu lintas berupa kegiatan posbindu
khusus yang dapat dilaksanakan di terminal, rest area, dan perusahaan otobus (PO).
Tabel 2.7
Peran Lembaga Swadaya dan Lembaga Pemerintah
dalam Pengendalian Kecelakaan Lalu Lintas1
36
Lembaga Swadaya dan
PERAN MASING-MASING
Lembaga Pemerintah
37
• Peningkatan SDM tentang penemuan dan
tatalaksana berupa pemeriksaan kesehatan
pengemudi dan melakukan respon cepat
kegawatdaruratan akibat KLL.
• Membuat skenario simulasi tentang
pemeriksaan kesehatan pengemudi dan
respon cepat kegawatdaruratan akibat KLL.
• Melakukan identifikasi penemuan dan
tatalaksana KLL berupa pemeriksaan
kesehatan pengemudi dan melakukan
respon cepat kegawatdaruratan akibat KLL.
Panduan Penyelenggaraan Pekan
Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan
Panduan Penyelenggaraan Pekan
Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan
38
D. PUSAT PENANGGULANGAN
KRISIS KESEHATAN
• Membantu dalam menyiapkan simulasi
respon cepat kegawatdaruratan korban KLL.
• Memfasilitasi kendaraan darurat (bila
tersedia).
39
Perhubungan prov/kab/kota kegiatan sesuai dengan tupoksi
40
kegiatan.
Pihak Swasta/ LSM yang sudah memiliki • Sebagai mitra dalam pelaksanaan
MOU dengan kesehatan kegiatan, dalam hal pendanaan dan
sponsorship.
Fungsi dari strategi nasional keselamatan jalan adalah untuk memandu dan
mengarahkan sumber daya nasional secara efektif dengan sasaran mengurangi korban
kecelakaan. Beberapa negara menetapkan sasaran pengurangan tingkat kematian sebesar
41
10%, 20%, atau 50% dalam jangka waktu 3 tahun, 5 tahun atau 10 tahun. Sama dengan
halnya di Negara kita sendiri jika pada tahun 2020 memiliki target sasaran sebanyak 50%.25
Gambar 2.1
Target Pengurangan Fatalitas25
Peningkatan keselamatan jalan di Indonesia merupakan program jangka panjang
yang terkait dengan peningkatan standar hidup, meningkatkan efektifitas pemerintahan dan
memperkuat kemampuan manajemen institusi di berbagai sektor pemerintahan. Upaya
peningkatan keselamatan jalan di Indonesia melingkupi manusia, kendaraan dan jalan yang
berkeselamatan.25
1. Pilar-1:
Manajemen Keselamatan Jalan, bertanggung jawab untuk mendorong
terselenggaranya koordinasi antarpemangku kepentingan dan terciptanya
kemitraan sektoral guna menjamin efektivitas dan keberlanjutan pengembangan
dan perencanaan strategi keselamatan jalan pada level nasional, termasuk di
dalamnya penetapan target pencapaian dari keselamatan jalan dan melaksanakan
42
evaluasi untuk memastikan penyelenggaraan keselamatan jalan telah
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Gambar 2.1
Persentase Pilar 1 di Berbagai Negara27
2. Pilar-2:
Jalan yang Berkeselamatan, bertanggung jawab untuk menyediakan
infrastruktur jalan yang berkeselamatan dengan melakukan perbaikan pada
tahap perencanaan, desain, konstruksi dan operasional jalan, sehingga
infrastruktur jalan yang disediakan mampu mereduksi dan mengakomodir
kesalahan dari pengguna jalan.
43
Gambar 2.2
Persentase Pilar 2 di Berbagai Negara27
3. Pilar-3:
Kendaraan yang Berkeselamatan, bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
setiap kendaraan yang digunakan di jalan telah mempunyai standar keselamatan
yang tinggi, sehingga mampu meminimalisir kejadian kecelakaan yang
diakibatkan oleh sistem kendaraan yang tidak berjalan dengan semestinya.
Selain itu, kendaraan juga harus mampu melindungi pengguna dan orang yang
terlibat kecelakaan untuk tidak bertambah parah, jika menjadi korban
kecelakaan.
Gambar 2.3
Persentase Pilar 3 di Berbagai Negara27
4. Pilar-4:
Perilaku Pengguna Jalan yang Berkeselamatan, bertanggung jawab untuk
meningkatkan perilaku pengguna jalan dengan mengembangkan
programprogram yang komprehensif termasuk di dalamnya peningkatan
penegakan hukum dan pendidikan.
44
Gambar 2.4
Persentase Pilar 4 di Berbagai Negara27
5. Pilar-5:
Penanganan Korban Pasca Kecelakaan, bertanggung jawab untuk meningkatkan
penanganan tanggap darurat pasca kecelakaan dengan meningkatkan
kemampuan pemangku kepentingan terkait, baik dari sisi sistem
ketanggapdaruratan maupun penanganan korban termasuk di dalamnya
melakukan rehabilitasi jangka panjang untuk korban kecelakaan. Dalam
pelaksanaannya, kelima Pilar menjalankan kewenangannya dengan prinsip
mutually inclusive atau integrasi dari interaksi pilar-pilar keselamatan jalan yang
bernilai tambah.
45
Gambar 2.5
Persentase Pilar 5 di Berbagai Negara27
Gambar 2.6
Koordinasi Lima Pilar Keselamatan untuk Mencapai Target Nasional28
46
Gambar 2.7
Hubungan Kegiatan, Program/Rencana Aksi dengan Target28
47
2.6.3 Evaluasi Program Pada Penerapannya
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya tentang kejadian kecelakaan lalu lintas,
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan ada 4 faktor yang terdiri dari
faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan, dan faktor lingkungan. Riwayat alamiah dari
kecelakaan lalu lintas seperti laki-laki lebih rentan untuk mengalami kecelakaan lalu lintas,
semakin kecil dan ringan suatu kendaraan, maka akan memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan paling banyak terjadi karena perilaku
manusia yang salah (human error), 65% korban kecelakaan lalu lintas adalah pejalan kaki.
Kasus kecelakaan di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 dari
tahun-ketahun terus meningkat, dimana pada tahun 2013 terjadi sebanyak 100.106 korban
kecelakaan sedangkan pada tahun 2018 109.215 korban. Cara pencegahan dan pengendaliannya
pemerintah membuat program-program serta evaluasi penerapannya. Dimana program tersebut
diberikan peran masing-masing setiap Lembaga swadaya dan Lembaga pemerintah.
3.2 Saran
1. Saran untuk masyarakat umum agar lebih berhati-hati dalam berkendara, harus dalam
keadaan sehat, sadar, dan fokus. Untuk orang tua agar lebih menghimbau anaknya jika
usia masih kurang dari 17 tahun dan belum memiliki surat izin mengemudi untuk tidak
mengendarai kendaraan sendiri.
2. Untuk tenaga Kesehatan agar memberikan promosi kesehatan seminar-seminar kepada
pelajar dan masyarakat tentang kejadian kecelakaan lalu lintas, menyadarkan
masyarakat akan pentingnya aturan lalu lintas, dan memberitahu tentang penyakit
akibat kecelakaan agar masyarakat lebih berhati-hati.
3. Untuk intansi kesehatan atau pemerintah agar melakukan peninjauan terhadap jumlah
kecelakaan dan adanya tindak lanjut terhadap faktor-faktor tersebut, sehingga
diharapkan jumlah kejadian kecelakaan untuk masa mendatang semakin kecil.
56
DAFTAR PUSTAKA
Artini GP. 2016. Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalulintas Sebagai Acuan
Perencanaan Jalan Untuk Meningkatkan Keselamatan. Jurnal Forum
Mekanika. 5(2). 114.
Aryawan K Putra, Surata I Nyoman. 2019. Faktor Kesalahan Dalam Kecelakaan Lalu
Lintas Dalam Hubungannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana Di
Kepolisian Resor Buleleng. Jurnal Hukum. 7(2). 2.
Community Relations Division (CRD). 2015. ASEAN Regional Road Safety Strategy.
Jakarta : ASEAN Secretariat.14-7
Departemen Perhubungan. 2011. Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan
2011-2035. Jakarta: Departemen Perhubungan. 2-21
Diakses melalui https://www.kajianpustaka.com/2020/05/kecelakaan-lalu-lintas.html pada
tanggal 1 Desember 2020 pukul 13:20.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 2020. Moda Jalan dan Moda KA. Jurnal
Penelitian Transportasi Darat. Jakarta Pusat : Badan Penelitian dan
Pengembangan Perhubungan
57
58