TESIS
Oleh
ROSMALA DEWI
NIM. 177032039
THESIS
By
ROSMALA DEWI
NIM. 177032039
TESIS
Oleh
ROSMALA DEWI
NIM. 177032039
Menyetujui
Komisi Pembimbing:
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.) (Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.)
NIP. 196803201993082001 NIP. 196509011991032003
(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)
NIP. 196509011991032003 NIP. 196803201993082001
Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Tradisi
karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam
daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
Rosmala Dewi
Tradisi marapi adalah tradisi mengasapkan atau memanaskan ibu yang baru
melahirkan bersama bayinya selama 40 hari yang dilakukan oleh ibu nifas di Kota
Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi praktik tradisi marapi dan hubungannya dengan kesehatan ibu
dan bayi di Desa Manunggang Jae Kota Padangsidimpuan. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah
tujuh orang ibu yang pernah melakukan tradisi marapi dan satu orang ibu yang
sedang melakukan tradisi tersebut. Penelitian ini dilakukan di Desa Manunggang
Jae Kota Padangsidimpuan pada bulan Oktober 2018 sampai dengan bulan
Agustus 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik tradisi marapi masih
banyak dilakukan oleh masyarakat. Jenis perawatan dalam tradisi ini meliputi
pengasapan (marapi) dan manjonjongi api (berdiri di atas perapian). Tradisi
marapi tetap ada dan masih bertahan di kalangan masyarakat Desa Manunggang
Jae Kota Padangsidimpuan karena tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun dan
praktiknya masih dianjurkan oleh tetua kampung maupun orang tua. Tradisi
marapi sekalipun dilakukan dengan maksud mengupayakan kesehatan ibu nifas
dan bayinya, namun tradisi ini berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
seperti gangguan sistem pernapasan, luka bakar, infeksi luka perineum, dehidrasi,
vasodilatasi, penurunan tekanan darah dan iritasi kulit. Penelitian ini menguatkan
bahwa perilaku masyarakat dalam memelihara kesehatan dipengaruhi oleh
determinan sosial yaitu budaya (tradisi). Disarankan kepada masyarakat agar
melakukan perawatan masa nifas dengan cara yang lebih sehat, kepada tenaga
kesehatan untuk mengembangkan upaya promosi dan edukasi kesehatan tentang
perawatan ibu nifas dan bayi baru lahir.
ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat
Manunggang Jae)”. Tesis ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk
Utara.
dengan baik tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
5. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. dan Dr. Drs. Fikarwin Zuska selaku Dosen
Penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas penyempurnaan tesis
ini.
jajaran yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program
8. Teristimewa untuk orang tua (Alm. Firman Siregar dan Duma Sari Lubis)
ketahap ini serta bapak dan ibu mertua yang senantiasa memberikan do’a dan
menyelesaikan pendidikan
kualitatif yang telah memberi masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis
ini.
12. Masyarakat Desa Manunggang Jae yang telah menerima dan bekerjasama
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis
berharap tesis ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi
pembaca.
Rosmala Dewi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xvi
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Tinjauan Pustaka 10
Tradisi 10
Definisi tradisi 10
Lahirnya tradisi dalam masyarakat 12
Fungsi tradisi 13
Hubungan budaya dengan kesehatan 14
Pembakaran Biomassa 16
Senyawa kimia hasil pembakaran biomassa 17
Dampak senyawa kimia terhadap kesehatan 18
Kesehatan Ibu dan Bayi 20
Kesehatan ibu 20
Kesehatan bayi 25
Determinan Kesehatan Ditinjau dari Aspek Sosial Budaya 29
Studi Fenomenologi 31
Definisi fenomenologi 31
Jenis fenomenologi 31
Landasan Teori 33
Kerangka Pikir 40
No Judul Halaman
1 Karakteristik Informan 48
No Judul Halaman
1 Landasan teori 39
5 Arang dari kayu bakar (sebelah kiri) dan arang dari tempurung
kelapa (sebelah kanan) 54
10 Damuan 67
17 Salai 92
pada tanggal 26 Agustus 1984 beragama Islam. Penulis merupakan anak ketiga
dari pasangan alm. Firman Siregar dan Duma Sari Lubis. Penulis menikah dengan
Irwan Syafriady dan memiliki dua orang anak bernama Muhammad Hafiz Azhar
Sidangkal dan lulus pada Tahun 1996, SMP Negeri 2 Padangsidimpuan dan lulus
pada Tahun 1999, SMA Negeri 2 Padangsidimpuan dan lulus pada Tahun 2002.
dan lulus pada Tahun 2005, dan melanjutkan kuliah di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan dan lulus pada Tahun 2013. Pada
Penulis mulai bekerja pada Tahun 2006 sebagai bidan di RSUD Kota
Rosmala Dewi
Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di dunia masih tinggi. Tahun 2017, sekitar
295.000 wanita meninggal selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Setiap
hari, diperkirakan sekitar 810 wanita meninggal karena penyebab yang dapat
puluh empat persen dari total kematian ibu terjadi di negara berkembang. Target
Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 untuk mengurangi angka
kematian ibu hingga tiga perempat dari tahun 1990 hingga tahun 2015 belum
penurunan kematian ibu pada tahun 2030, sebagai bagian dari agenda Sustainable
hidup, angka kematian bayi (AKB) sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian neonatal (AKN) 15 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2017).
Target dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang diadopsi dari target SDG’s,
pada tahun 2030 AKI Indonesia mencapai 70 per 100.000 kelahiran hidup. AKB
menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Neonatus (AKN)
menjadi 12 per 1000 kelahiran hidup. Diproyeksikan jika tidak ada terobosan baru
pada tahun 2030 AKI Indonesia masih mencapai 212 per 100.000 kelahiran hidup,
dan AKN masih 18 per 1000 kelahiran hidup (Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 2018).
AKI di Provinsi Sumatera Utara sebesar 205 per 100.000 kelahiran hidup dan
AKB sebesar 13,4 per 1000 kelahiran hidup. AKI di Kota Padangsidimpuan pada
tahun 2017 sebesar 214 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 18 per
1000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu hamil sebanyak satu orang, kematian
ibu bersalin sebanyak empat orang dan kematian ibu nifas sebanyak tiga orang.
Data Puskesmas Labuhan Rasoki pada tahun 2017 menunjukkan jumlah ibu hamil
sebanyak 139 orang, jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan
sebanyak 75 orang dan ibu yang mendapat pelayanan nifas sebanyak 68 orang.
dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat
yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-
kaitannya dengan perawatan kehamilan, persalinan dan nifas serta perawatan bayi
memperlihatkan ciri khasnya. Tradisi maupun adat istiadat dari suatu daerah,
termasuk dalam bidang kesehatan sampai saat ini masih banyak yang diterapkan
dengan kehamilan, persalinan, masa nifas dan perawatan bayi baru lahir.
Indonesia, diantaranya tradisi posoropu yang dilakukan oleh ibu nifas di Buton
Utara, tradisi madeung/sale yang dilakukan di Aceh Utara, dan tradisi se’i di Nusa
Tenggara Timur.
Tradisi se’i adalah salah satu contoh tradisi yang telah dilakukan secara
turun temurun dan masih dilestarikan sampai sekarang. Tradisi se’i adalah tradisi
Perawatan nifas dengan cara menghangatkan tubuh ini memiliki dampak bagi ibu
dan bayi karena ibu dan bayi terpapar dengan asap yang dihasilkan dari
Timur menunjukkan bahwa terdapat 37,4 persen ibu dan 43,3 persen bayi
Soerachman, 2014).
Samosir yang lebih dikenal dengan istilah mararang. Mararang dilakukan setelah
ibu dan bayi dibersihkan dari darah sehabis bersalin. Tradisi ini biasanya
dilakukan selama 40 hari. Tradisi mararang yaitu membakar kayu atau arang
sampai menjadi bara kemudian diletakkan di samping atau dibawah tempat tidur
ibu dan bayinya. Tradisi ini dilakukan untuk memberikan rasa hangat pada ibu dan
bayi serta membantu proses pembersihan darah kotor ibu nifas dan juga
ibu sering berkeringat begitu juga dengan bayinya. Sebagian bayi ada yang
mengalami ruam di kulit akibat dari suhu ruangan yang terlalu panas (Sitorus,
2017).
memanaskan ibu yang baru melahirkan bersama bayinya selama 40 hari. Tradisi
tradisi tersebut, hanya beberapa desa saja yang masih mempertahankan tradisi
Desa Manunggang Jae, diketahui bahwa mayoritas ibu nifas di Desa Manunggang
terjadi pada saat persalinan, membuat ibu menjadi lebih kuat, agar ibu tidak sering
merasa kedinginan setelah selesai masa nifas, serta dapat memberikan rasa hangat
kepada ibu dan bayi. Beberapa ibu mengatakan bahwa mereka melakukan marapi
karena marapi sudah dilakukan sejak dulu dan mereka ingin mengikuti kebiasaan
dari para orang tua. Seorang ibu yang sedang hamil anak pertama juga
dengan tenaga kesehatan didapatkan bahwa jumlah ibu bersalin pada tahun 2018
sebanyak 17 orang. Lima belas orang melakukan tradisi marapi, dua orang tidak
cesarea.
Selama melakukan marapi, ibu dan bayi akan menghirup udara yang
tercemar karena bahan bakar yang digunakan untuk marapi adalah bahan bakar
biomassa (arang, kayu bakar, daun jeruk dan daun cengkeh). Hasil pembakaran
tidak sempurna bahan bakar biomassa menghasilkan berbagai macam zat perusak
kesehatan seperti: partikel halus (PM2.5) atau partikel kecil (PM10), ozon (O3),
ditimbulkan cukup beragam mulai dari yang bersifat alergi, iritan, sampai
manfaat bagi kesehatan, ibu nifas merasa cepat pulih dari sakit pasca melahirkan,
tulang punggung kembali kuat, badan hangat dan berkeringat dan memperlancar
untuk pernafasan ibu dan bayi. Menurut para orangtua tradisi mararang ini harus
dilakukan oleh ibu nifas sehingga membuat ibu nifas semakin yakin melakukan
memahami tradisi mararang dapat menggangu kesehatan ibu dan bayi. Tenaga
tentang risiko dan dampak tradisi mararang bagi kesehatan ibu dan bayi.
ibu dan bayi ternyata dapat menimbulkan malapetaka, seperti kejadian yang
terjadi di daerah Dolok Sanggul. Seorang ibu bernama Rosida boru Ambarita dan
bayi perempuannya Butet boru Manullang yang baru berusia dua hari diduga
meninggal karena keracunan asap arang dari perapian. Berdasarkan informasi dari
salah seorang warga, asap arang biasa digunakan dalam adat mereka untuk
menghangatkan tubuh ibu yang baru melahirkan beserta bayinya. Namun diduga
ibu dan bayinya tersebut meninggal karena keracunan asap arang, karena asap dari
kamar dalam keadaan tertutup sehingga mereka tidur lemas dan akhirnya
Karo, tradisi membuat perapian buat ibu bersalin adalah hal biasa, namun jarang
Tengah Selatan ditemukan delapan tema, yaitu ibu-ibu postpartum merasa bahwa
tradisi yang dilakukan sangat membantu dalam proses pemulihan, ibu-ibu post
partum merasa berkewajiban melakukan tradisi se’i dan tatobi, orang tua sebagai
yang sudah menikah pernah melakukan tradisi se’i dan tatobi. Sebagian besar
hambatan terbesar tenaga kesehatan adalah tradisi dan pemikiran masyarakat yang
menimbulkan risiko kesehatan terhadap ibu dan bayi. Ibu nifas tetap melakukan
tradisi marapi atas anjuran keluarga maupun atas keinginannya sendiri karena
kesehatan yang terjadi pada ibu dan bayi. Penelitian terhadap tradisi marapi dan
hubungannya dengan kesehatan ibu dan bayi perlu dilakukan kerena belum ada
penelitian yang sama sebelumnya. Selain itu melalui desain kualitatif akan
memperoleh berbagai informasi baru yang lebih banyak dan mendalam terkait
Perumusan Masalah
Masalah kesehatan ibu dan anak tidak terlepas dari faktor budaya yang ada
di masyarakat. Salah satu contoh budaya yang berhubungan dengan kesehatan ibu
dan anak adalah tradisi marapi. Tradisi marapi adalah tradisi mengasapkan atau
memanaskan ibu yang baru melahirkan bersama bayinya selama 40 hari. Tradisi
marapi dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan ibu maupun bayinya. Ibu
nifas tetap melakukan tradisi marapi atas anjuran keluarga maupun atas
atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana praktik tradisi
marapi dilakukan dan hubungannya dengan kesehatan ibu dan bayi di Desa
Manunggang Jae.
Tujuan Penelitian
dan hubungannya dengan kesehatan ibu dan bayi di Desa Manunggang Jae.
Manfaat Penelitian
yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat
ibu dan bayi akibat tradisi marapi. Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan
masyarakat khususnya ibu nifas tentang risiko kesehatan yang terjadi pada ibu dan
Tradisi
suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan
aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau
peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari
suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial. Tradisi dalam kamus sosiologi,
diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat
dipelihara. Tradisi adalah segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari
masa lalu kemasa kini. Tradisi dalam pengertian yang lebih sempit hanya berarti
bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni yang tetap
Tradisi adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia secara turun
meringankan hidup manusia. Secara khusus tradisi oleh C.A. van Peursen
Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang, yang
telah menjalani waktu ratusan tahun dan tetap dituruti oleh mereka-mereka yang
pedoman hidup bagi mereka, tradisi itu dinilai sangat baik oleh mereka yang
(Simanjuntak, 2016).
istiadat atau kebiasaan yang dianggap memberikan pedoman hidup dan dinilai
budaya, wilayah identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang
istiadat (nilai, norma yang mengatur perilaku dan hubungan antar individu dalam
mewariskan masa lalu terkadang yang disampaikan tidak sama persis dengan yang
zaman. Masa lalu sebagai dasar untuk terus dikembangkan dan diperbaharui; 2)
nasehat dari para leluhur, dilestarikan dengan cara menjaga nasehat tersebut
lisan turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya; 3) peranan orang
roh-roh harus dijaga, disembah, dan diberikan apa yang disukainya dalam bentuk
anggota kelompok masyarakat berupa lukisan serta perkakas sebagai alat bantu
hidup serta bangunan tugu atau makam. Semuanya itu dapat diwariskan kepada
nenek moyang dapat termasuk sejarah lisan sebab meninggalkan bukti sejarah
berupa benda-benda dan bangunan yang mereka buat. Menurut arti yang lebih
lengkap bahwa tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini ketimbang
sekedar menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu (Sztompka,
2017).
orang menetapkan fragmen tertentu dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi
berubah ketika orang memberikan perhatian khusus pada fragmen tradisi tertentu
dan mengabaikan fragmen yang lain. Tradisi bertahan dalam jangka waktu
tertentu dan mungkin lenyap bila benda material dibuang dan gagasan ditolak atau
dilupakan. Tradisi mungkin pula hidup dan muncul kembali setelah lama
terpendam.
Tradisi lahir melalui dua cara, yaitu: pertama, muncul dari bawah melalui
muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi
dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang
berpengaruh atau berkuasa. Dua jalan kelahiran tradisi tersebut tidak membedakan
kadarnya. Perbedaannya terdapat antara “tradisi asli”, yakni yang sudah ada di
masa lalu. Tradisi buatan mungkin lahir ketika orang memahami impian masa lalu
dan mampu menularkan impian itu kepada orang banyak. Lebih sering tradisi
buatan ini dipaksakan dari atas oleh penguasa untuk mencapai tujuan politik
perubahan lain adalah arahan perubahan kualitatif yakni perubahan kadar tradisi.
Gagasan, simbol dan nilai tertentu ditambahkan dan yang lainnya dibuang.
Perubahan tradisi juga disebabkan banyaknya tradisi dan bentrokan antara tradisi
Fungsi tradisi. Menurut Shils (1981) bahwa manusia tak mampu hidup
tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Suatu
tradisi itu memiliki fungsi bagi masyarakat antara lain; 1) dalam bahasa klise
kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda
yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis
yang kita pandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan dan material yang dapat
digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan; 2)
yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat
anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan:
“selalu seperti itu” atau “orang selalu mempunyai keyakinan demikian” meski
dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan tertentu hanya akan
dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau
Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga
yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
sosial, religi, seni dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
tak terpisahkan akan keberadaannya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan
merupakan bagian budaya yang ditemukan secara universal. Melalui budaya pula,
hidup sehat dapat ditelusuri, yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat,
sakit, derita akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan
masyarakat.
setiap masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa
menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun risiko untuk mati masih terlalu
konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan
dengan warna obat yang telah disediakan oleh alam. Hal itu menunjukkan bahwa
(makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh
leluhur, atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang
tenung). Orang yang sakit adalah korbannya, objek dari agresi atau hukuman yang
sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas, dingin,
cairan tubuh (humor atau dosha), yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang
menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan
penyakit.
Pembakaran Biomassa
Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia cepat antara oksigen dan bahan
bakar pada suhu tertentu, yang disertai pelepasan kalor. Berdasarkan kondisinya,
bahan bakar terlebih dahulu dinaikkan suhunya hingga titik bakarnya tercapai
energi dalam bentuk gas dan kemudian sisanya dalam bentuk karbon. Sehingga
dihasilkan dari pembakaran biomassa yaitu: partikel halus (PM2.5) atau partikel
kecil (PM10), ozon (O3), oksida nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO),
compounds (NMVOCs) yang mudah menguap dan sulfur dioksida (SO2) (WHO,
2018).
Asap yang berasal dari pembakaran kayu dan bahan organik lain
mengandung campuran gas, partikel, dan bahan kimia akibat pembakaran yang
tidak sempurna. Komposisi asap dari pembakaran tersebut terdiri dari gas seperti
karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, ozon, sulfur dioksida dan
lainnya. Partikel yang timbul akibat pembakaran ini biasa disebut sebagai
particulate matter (PM). PM ada yang berukuran kurang dari 10µm dan ada juga
Bahan partikulat adalah bahan padat atau tetesan cairan dari asap, debu,
abu terbang atau uap yang dapat menyebabkan terbentuknya suspensi di udara
dalam waktu relatif lama. Secara kimia, bahan partikulat mempunyai ukuran
partikel antara 0,005 µm sampai ukuran kasar 50 sampai 100 µm. Bahan
dapat juga menghasilkan senyawa kimia SO2 dan NO2 (Suharto, 2011).
kayu, arang dan bahan organik lain mengandung berbagai zat kimia yang bisa
mengganggu kesehatan, yakni partikel halus (particulate matter/PM) dan gas. Gas
karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan ozon merupakan gas
Senyawa kimia NOx. Senyawa kimia NOx adalah senyawa kimia gas
hasil reaksi kimia antara nitrogen dan oksigen. Senyawa kimia gas NOx terdiri
atas NO, NO2, dan N2O yang mempunyai dampak negatif yang dapat
kronis dan gangguan pernapasan. Sifat racun pada NO2 lebih berbahaya
dibandingkan senyawa NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran
NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi gas NO2 akan membengkak
Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf
yang dapat mengakibatkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut maka
akan menyebabkan kelumpuhan. Pencemaran udara oleh gas NOx juga dapat
PAN. PAN ini menyebabkan iritasi pada mata yang menyebabkan mata terasa
akan mengalami gangguan pada sistem pernafasannya. Hal ini karena gas SOx
yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung,
tenggorokan, dan saluran pernafasan yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas
SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena. Senyawa
bronchitis. Anak-anak dan manusia lanjut usia sangat sensitif terhadap SO2.
mental manusia serta dapat mematikan manusia. Gas CO apabila terhirup oleh
paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen
yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini terjadi karena gas CO bersifat racun
kesehatan pada manusia seperti batuk-batuk, sakit kepala, luka mata, luka saluran
gejala flu, asma dan penyakit jantung (Suharto, 2011). Partikel halus (PM2.5)
Kesehatan ibu dan bayi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
ibu maupun bayi. Upaya kesehatan ibu dan bayi adalah upaya di bidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
pengalaman yang positif dan memuaskan, tetapi untuk sebagian besar wanita hal
langsung seperti pendidikan dan sosial budaya. Hampir semua kematian ini terjadi
dalam lingkungan dengan sumber daya yang rendah, dan sebagian besar penyebab
karena sebab terkait ibu selama masa hidupnya adalah sekitar 33 kali lebih tinggi
sangat luas antara daerah perkotaan dan pedesaan, kaya dan miskin, baik antar
Latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti
melahirkan. Masa nifas dimulai setelah dua jam postpartum dan berakhir ketika
selama enam minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara
fisiologis maupun psikologis akan pulih dalam waktu tiga bulan. Jika secara
fisiologis sudah terjadi perubahan pada bentuk semula (sebelum hamil), tetapi
secara psikologis masih terganggu maka dikatakan masa nifas tersebut belum
periode ini merupakan masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60
persen kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 persen
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan
masa kritis bagi kehidupan bayi,dua per tiga kematian bayi terjadi dalam empat
minggu setelah persalinan dan 60 persen kematian bayi baru lahir terjadi dalam
waktu tujuh hari setelah lahir. Pemantauan melekat dan pemberian asuhan yang
tepat bagi ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah kematian ibu dan bayi.
khususnya adalah; 1) menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun
kebutuhan fisik, kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial. Kebutuhan fisik ibu
selama hamil umumnya menurun walaupun ibu tidak mengalami sakit. Untuk
diperhatikan oleh keluarga, dan keluarga harus bersikap dan bertindak bijaksana
dan menunjukkan rasa simpati dan menghormati. Kebutuhan sosial ibu dipenuhi
menunjukkan rasa sayang pada bayi, memberi bantuan dan pelajaran yang
Aspek sosial budaya pada masa nifas. Kebudayaan maupun adat istiadat
dalam masyarakat Indonesia ada yang menguntungkan dan ada pula yang
merugikan bagi status kesehatan ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu nifas.
Pengaruh sosial budaya pada ibu hamil, melahirkan dan nifas terlihat dengan
adanya upacara-upacara kehamilan tiga bulan, tujuh bulan, masa melahirkan dan
dibeberapa wilayah juga masih rendah. Masyarakat masih percaya kepada dukun
lebih senang berobat dan meminta tolong kepada dukun. Mayoritas ibu hamil
Contoh aspek sosial budaya pada masa nifas yang ada di masyarakat dapat
perempuan nifas dan bayinya dilakukan upacara adat salussu. Upacara salussu ini
yang masing-masing diisi dengan ketan putih dan hitam, tumpi-tumpi, yakni
sejenis ikan yang ditumbuk kemudian dibentuk bulat kecil sebanyak 40 buah.
upacara. Upacara juga dilakukan dengan menambahkan dua buah cincin emas.
Apabila bayi yang lahir laki-laki, sajian ditambah lagi dengan dua ekor ayam
jantan, sedangkan jika bayi seorang perempuan disediakan dua ekor ayam betina.
kepada sandro (dukun yang bertugas sebagai pemimpin acara), sedangkan yang
Contoh lain dapat dilihat pada masyarakat Aceh yang memiliki budaya
berbeda dalam melakukan perawatan masa nifas, selama masa nifas perempuan
ditinggikan yang dasarnya diberi batu bata panas. Kakinya terlentang dan
mengenai posisi kaki dan cara berbaring. Posisi berbaring sesekali harus dirubah
supaya seluruh badan wanita dihangatkan. Penghangatan badan dimulai pada hari
44 hari. Ibu yang baru melahirkan mandinya dibatasi agar berkeringat, karena bila
2010).
Tradisi mararang yaitu membakar kayu atau arang sampai menjadi bara
kemudian diletakkan di samping atau dibawah tempat tidur ibu dan bayinya.
bagian dapur rumah. Tradisi ini dilakukan untuk memberikan rasa hangat pada ibu
dan bayi serta membantu proses pembersihan darah kotor ibu nifas dan juga
ibu sering berkeringat begitu juga dengan bayinya. Sebagian bayi ada yang
2017).
Tradisi se’i dilakukan ketika seorang ibu baru selesai melahirkan. Ibu dan bayinya
harus duduk dan tidur di atas tempat tidur dan di bawah kolong tempat tidur itu
terdapat bara api yang harus tetap menyala. Ibu postpartum akan memanaskan
bagian luar jalan lahir dengan asap dan mengkompres badan (tatobi) di dalam
rumah adat selama 40 hari. Penyediaan kayu bakar dilakukan oleh suami ibu
postpartum yang nantinya dipergunakan sebagai bara agar api tetap selalu menyala
dan mengeluarkan asap. Tradisi ini dilakukan agar badan ibu dan bayi cepat kuat
(Kinasih, 2016).
Tradisi se’i adalah tradisi mengasapkan ibu yang baru melahirkan bersama
bayinya selama 40 hari di Nusa Tenggara Timur. Selama 40 hari ibu dan bayinya
harus duduk atau tidur di atas bara api yang berasal dari pembakaran biomassa
(kayu) di dalam Rumah Bulat (Ume ‘Kbubu). Emisi dari pembakaran bahan bakar
mempercepat pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan serta dapat membuat
bayi yang baru lahir menjadi lebih kuat. Sebagian masyarakat percaya jika tidak
lainnya hanya menganggap tradisi itu untuk membuat tubuh lebih kuat dan segar
usia 28 hari. Selama 28 hari pertama kehidupan ini anak berisiko paling tinggi
untuk meninggal. Oleh karena itu, pemberian makan dan perawatan yang tepat
diberikan selama periode ini baik untuk meningkatkan peluang anak untuk
bertahan hidup maupun untuk meletakkan fondasi bagi kehidupan yang sehat
(WHO, 2018).
yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru
seumur hidup, bahkan kematian. Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus
dengan baik karena periode neonatus merupakan periode yang paling kritis dalam
Bayi baru lahir akan beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim terutama
dalam sistem pernafasan. Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam
waktu 30 menit pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk
nafas dan mengeluarkan nafas dengan merintih sehingga udara tertahan di dalam.
Saluran nafas perifer masih membuka dan masih sempit. Membran mukosa
Kebutuhan dasar bayi baru lahir. Bayi baru lahir memiliki kebutuhan
neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian fungsional neonatus dari
fisiologis ini disebut juga homeostatis. Bila terdapat gangguan adaptasi, maka
bayi akan sakit. Beberapa adaptasi bayi segera setelah lahir meliputi sistem
yang harus dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan
terhadap infeksi. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
bayi baru lahir adalah pencegahan infeksi pada tali pusat, pencegahan infeksi pada
kulit, pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir dan imunisasi.
Rawat gabung. Rawat gabung adalah satu cara perawatan ibu dan bayi
ruang, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya
dan medis.
mililiter atau satu sendok makan ASI sekali minum dan diberikan dengan jarak
Kebutuhan buang air besar (BAB). Buang air besar bayi pada hari pertama
sampai hari ketiga disebut mekoneum yaitu feses berwarna kehitaman. Hari
ketiga sampai hari keenam adalah masa transisi, feses akan berwarna coklat
kekuningan. Segera bersihkan bayi setiap selesai buang air besar agar tidak terjadi
Kebutuhan buang air kecil (BAK). Bayi baru lahir akan berkemih paling
lambat 12 sampai 24 jam pertama kelahirannya. Buang air kecil lebih dari delapan
kali sehari salah satu tanda bayi cukup nutrisi. Setiap habis buang air kecil segera
Kebutuhan tidur. Bayi baru lahir rata-rata tidur selama 16 jam sehari
dalam dua minggu pertama kelahirannya. Umumnya bayi mulai mengenal malam
setelah usia tiga bulan. Jaga kehangatan bayi dengan suhu kamar yang hangat dan
kelahirannya, sebelum mandi sebaiknya lebih dahulu memeriksa suhu tubuh bayi.
Bayi yang mengalami hipotermi sebaiknya dilakukan skin to skin dan menutupi
bagian kepala bayi minimal satu jam. Mandikan bayi dua kali sehari dengan
Kebutuhan akan rasa aman. Bayi baru lahir sebaiknya hanya diberikan
ASI saja, hindari memberikan makanan selain ASI. Jangan meninggalkan bayi
budaya yang berkaitan dengan perawatan bayi baru lahir, antara lain; 1) bayi
buncit; 3) bayi tidak boleh diajak keluar rumah sebelum berusia 40 hari; 4) bulu
mata digunting agar lentik; 5) meletakkan gunting lipat di bawah tempat tidur bayi
dan tempat tidurnya dipukul-pukul menggunakan sapu lidi agar bayi tidur
nyenyak; 6) terkait makanan pada bayi baru lahir, ibu dilarang makan pedas, nanti
feses bayi ada cabe rawit utuh, padahal maksudnya adalah mencegah bayi
mengalami sakit perut jika ibu mengonsumsi makanan pedas, makan semangka
menyebabkan perut bayi besar dan keras sebab terkena “sawan” semangka, dan
tersebut, yang tidak terbukti kebenarannya dan yang benar-benar tidak masuk akal
sosial budaya yang ada, yang terkadang jika kita ikuti akan bermanfaat, misalnya
bayi tidak boleh keluar sebelum 40 hari, sebab fisik bayi belum sekuat fisik orang
dewasa jika kontak dengan udara luar akan menyebabkan sakit, dan supayabayi
tidak tertular virus dari orang sakit ketika berada di tempat ramai. Sedangkan
kerugiannya antara lain bayi pada usia sebelum 40 hari mempunyai beberapa
kebutuhan yang harus dipenuhi dan harus dibawa keluar rumah, misalnya untuk
Pemakaian gurita pada bayi jika dikatkan dengan kesehatan dapat mengurangi
bayi lebih banyak menggunakan pola pernapasan perut (Mubarak et al., 2013).
diperoleh dari proses belajar dari lingkungan, baik lingkungan alam maupun
dengan cara-cara menyesuaikan diri pada kebutuhan fisiologis dari diri mereka
memungkinkan rendahnya derajat kesehatan ibu dan bayi, ini disebabkan nutrisi
saluran terbuka atau tanah, makan tanpa cuci tangan, mandi di kali, pecandu
Sanitasi lingkungan yang jelek. Lingkungan yang padat dan kumuh serta
rumah tanpa ventilasi yang baik menjadi salah satu media penularan penyakit
Studi Fenomenologi
ilmu (logos) tentang sesuatu yang terlihat (phenomenon). Setiap penelitian yang
merupakan pendekatan untuk berpikir tentang seperti apa pengalaman hidup yang
terjadi (Polit & Beck, 2014). Edmun Husserl merilis metode fenomenologi yang
bersemboyan Zuruck zu den sachen selbst (kembali kepada hal-hal itu sendiri).
manusia.
menimbangkan kepercayaan nilai yang ada dalam fenomena yang diteliti. Pada
tahap ini menghindari asumsi-asumsi yang ada pada dirinya terhadap fenomena
terhadap suatu makna. Analizing, mencari arti dari fenomena yang telah
adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga
merupakan bagian dari bagian-bagian yang utuh pada makna pengalaman hidup
dan integritas dalam proses penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa
data. Menurut Lincoln dan Guba (2005) bahwa untuk memperoleh hasil
temuan.
dan member checking. Dependability adalah stabilitas data dan kondisi dari waktu
adalah audit suatu proses yang dilakukan oleh external reviewer (Polit & Beck,
2014). External reviewer berperan dalam melakukan pemeriksaan cara dan analisa
dengan inquiry audit melalui audit trial (Polit & Beck, 2014). Peneliti akan
suatu penelitian yang dilakukan pada suatu kelompok tertentu dapat diterapkan
penyediaan laporan penelitian sebagai thick description (Polit & Beck, 2014).
Landasan Teori
dikembangkan oleh Max Weber. Tindakan sosial adalah tindakan individu yang
oleh manusia, sedangkan tindakan sosial merupakan suatu tindakan individu yang
diarahkan kepada orang lain dan memiliki arti baik bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain. Jika tindakan tersebut tidak diarahkan pada orang lain dan tidak
memiliki arti maka bukan termasuk tindakan sosial tetapi hanya disebut sebuah
“tindakan” saja, sehingga tindakan sosial akan memberikan pengaruh bagi orang
lain, karena tindakan sosial mengandung tiga konsep yaitu tindakan, tujuan dan
pemahaman.
Tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-
nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat
dari situasi tertentu atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai
akibat dari pengaruh situasi yang serupa, atau berupa persetujuan secara pasif
dalam situasi tertentu. Max Weber mengklasifikasikan empat jenis tindakan sosial
tinggi, yang meliputi pilihan yang sadar (masuk akal) yang berhubungan dengan
tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu
diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria menentukan satu pilihan di antara
tujuan-tujuan yang saling bersaingan, lalu individu menilai alat yang mungkin
sosial setelah mereka melalui pertimbangan matang mengenai tujuan dan cara
yang akan ditempuh untuk meraih tujuan itu. Maksudnya tindakan atau perilaku
yang dilakukan memang jelas untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan sosial itu
mencapai tujuan tertentu. Manusia dalam melakukan tindakan atau perilaku itu
sadar akan apa yang dilakukannya dan sadar akan tujuan tindakannya.
rasionalitas yang berorientasi nilai merupakan tindakan sosial yang hampir sama
melalui pertimabangan yang matang dan mempunyai tujuan yang jelas, yang
membedakannya terletak pada nilai-nilai yang menjadi dasar dalam tindakan ini.
dicapai tidak terlalu dipertimbangkan, kriteria baik dan benar merupakan menurut
penilaian dari masyarakat Bagi tindakan sosial ini yang penting adalah kesesuaian
Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai budaya dan agama bisa juga nilai-nilai lain
jadi tindakan yang dilakukan oleh setiap individu menurut jenis tindakan ini
yang sadar tindakan ini tercipta dengan spontan karena pengaruh emosi dan
merupakan ekspresi emosional dari individu. Tindakan ini dipengaruhi oleh emosi
Tindakan sosial ini dilakukan oleh seseorang karena mengikuti tradisi atau
kebiasaan yang sudah diajarkan secara turun temurun dan telah baku dan tidak
dapat diubah. Jadi tindakan ini tidak melalui perencanaan yang sadar terlebih
Apabila dalam kelompok masyarakat ada yang di dominasi oleh orientasi tindakan
sosial ini maka kebiasaan dan pemahaman mereka akan di dukung oleh kebiasaan
Parsons menggunakan kerangka alat tujuan (means ends framework) yang intinya,
yaitu; 1) tindakan itu diarahkan pada tujuannya atau memiliki suatu tujuan; 2)
tindakan terjadi pada suatu situasi, dimana beberapa elemennya sudah pasti,
untuk mencapai tujuan tersebut; 3) secara normatif tindakan itu diatur sehubungan
dengan penentuan alat dan tujuan. Hal tersebut memiliki arti bahwa tindakan itu
dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang paling kecil dan paling fundamental.
Elemen-elemen dasar dari suatu tindakan adalah tujuan, alat, kondisi dan norma.
Hal tersebut memiliki arti bahwa tindakan itu dilihat sebagai satuan kenyataan
sosial yang paling kecil dan paling fundamental. Elemen-elemen dasar dari suatu
tindakan adalah tujuan, alat, kondisi dan norma. Teori ini membagi orientasi
dimensi, yaitu:
menunjuk pada reaksi afektif atau emosional dari orang yang bertindak terhadap
situasi atau berbagai aspek didalamnya. Hal ini juga mencerminkan kebutuhan
dan tujuan individu. Umumnya, orang memiliki suatu reaksi emosional positif
dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan dan reaksi yang negatif
menunjuk pada dasar pilihan seseorang antara orientasi kognitif atau kalektik
secara alternatif. Orang selalu memiliki banyak kebutuhan dan tujuan, dan untuk
kebanyakan atau kalau bukan semua situasi, ada kemungkinan banyak interpretasi
situasi.
ekspresif), dalam orientasi nilai menunjuk pada standar yang tercakup dalam
itu secara keseluruhan (baik individual maupun sosial) dimana tindakan itu
berakar.
adalah, orientasi nilai menunjuk pada standar normatif umum, sedangkan orientasi
(Johnson, 1994).
tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi,
dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma. Prinsip-prinsip
pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan
pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya
sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan
penentuan alat dan tujuan atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan
itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-
individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan
berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat
membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan
ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan
individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa
yang masih dilakukan sampai sekarang. Tradisi tersebut masih dijalankan karena
alat ataupun bahan yang digunakan masih tersedia dan mudah didapatkan. Tradisi
tersebut juga mempunyai tujuan tertentu, dilakukan pada kondisi tertentu dan
dijalankan sesuai norma yang ada di masyarakat. Secara ringkas keterkaitan antara
tindakan sosial dan orientasi subjektif dapat dilihat pada gambar berikut:
Orientasi
subjektif:
- Tujuan
- Alat
- Kondisi
- Norma
dahulu dan masih dijalankan sampai sekarang, salah satunya adalah tradisi yang
dilakukan pada masa nifas yang disebut dengan tradisi marapi. Tradisi marapi
adalah terutama untuk kesehatan ibu yang baru melahirkan agar kesehatannya
cepat pulih dan ibu cepat kuat. Tradisi marapi juga dimaksudkan untuk
menghangatkan ibu dan bayi sehingga ibu dan bayi tidak cepat sakit karena
kedinginan.
masyarakat dengan tujuan memberikan kehangatan kepada ibu dan bayi agar ibu
dan bayi tidak kedinginan dan tidak sakit. Tradisi marapi sudah dilakukan sejak
dahulu dan tradisi tersebut sudah diturunkan secara turun temurun. Tidak ada
kepastian kapan tradisi ini mulai dilakukan, masyarakat melakukan tradisi tersebut
karena mengikuti kebiasaan orang tua jaman dahulu. Tradisi marapi masih
dilakukan karena alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan tradisi ini masih
tersedia dan masih mudah didapatkan, seperti arang, kayu bakar dan beberapa
Marapi dilakukan segera setelah ibu dan bayi selesai dibersihkan. Tradisi
marapi dilakukan selama 40 hari, tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk
memanaskan atau menghangatkan ibu nifas dan bayi baru lahir. Praktik tradisi
marapi yang dilakukan meliputi marapi yaitu ibu dan bayi harus tidur di atas
di atas tempat tidur yang dialasi dengan tikar yang tipis, ini dimaksudkan agar
panas dari api bisa dirasakan oleh ibu dan bayi. Selain marapi, ibu nifas juga
manjonjongi api, ibu dianjurkan tidak memakai pakaian dan hanya menggunakan
kain sarung. Seluruh tubuh ditutup dengan kain sarung kecuali bagian kepala, hal
ini dimaksudkan agar asap dari perapian akan mengenai seluruh tubuh ibu.
Dengan melakukan marapi dan manjonjongi api yang keduanya memberikan efek
panas kepada ibu dan bayi dikhawatirkan dapat memengaruhi kesehatan ibu dan
bayi. Alur kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
Tindakan Sosial
Tradisi marapi
Jenis Penelitian
fenomena praktik tradisi marapi dan hubungannya dengan kesehatan ibu dan bayi
pengamatan peneliti, lokasi ini adalah salah satu lokasi dimana mayoritas ibu nifas
Agustus 2019 dengan tahapan mulai dari survei pendahuluan, pengajuan judul,
sidang komprehensif.
Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini sebanyak delapan orang, yang terdiri dari
satu orang ibu nifas yang sedang melakukan tradisi marapi dan tujuh orang ibu
kriteria tertentu. Kriteria informan antara lain: ibu yang masih atau pernah
Definisi Konsep
ibu dan bayi adalah praktik tradisi marapi yang dilakukan oleh ibu dan bayi serta
hubungannya dengan kesehatan ibu dan bayi selama ibu melakukan tradisi
marapi.
keadaan fisik (kondisi rumah tempat tinggal informan, tempat tidur yang
dengan melakukan cross check data dari informan yang berbeda; 2) triangulasi
metode, yaitu dengan melakukan cross check data menggunakan metode yang
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara analisis isi
makna yang telah dirumuskan kedalam kelompok sejenis. Dengan kata lain,
tema dengan lengkap yaitu, deskripsi yang komprehensif dari pengalaman yang
tersebut. Struktur dasar mengacu kepada esensi dari fenomena pengalaman yang
diungkapkan dengan analisis ketat dari setiap deskripsi lengkap dari fenomena
tindak lanjut dibuat antara peneliti dengan masing-masing informan untuk tujuan
dibuat disesuaikan dengan umpan balik informan untuk memastikan makna yang
penelitian ini atau tidak, ia dapat saja menarik diri dari penelitian tanpa ada
Hak privasi dan martabat (right to privacy and dignity) dilakukan peneliti
terkait dengan kebebasan memilih waktu dan tempat, bebas untuk berhenti
sesuai kesepakatan.
Indonesia yang terdiri dari 6 kecamatan, 37 kelurahan, dan 42 desa dengan luas
wilayah mencapai 114,66 km² dan mempunyai jumlah penduduk sekitar 228.429
lokasi
peneitian
karet dan berada sekitar satu km dari jalan utama dengan luas wilayah 193 Ha
dengan jumlah KK sebanyak 540 dan jumlah penduduk sebanyak 2141 jiwa.
Tenaga kesehatan terdekat yang dapat dijangkau oleh masyarakat adalah satu
orang bidan desa yang ditugaskan oleh pemerintah dan bertempat tinggal di desa,
dan satu orang bidan yang merupakan penduduk asli Desa Manunggang Jae.
Puskesmas terdekat adalah Puskesmas Labuhan Rasoki yang berjarak sekitar 3,6
km dari desa.
Penduduk di Desa Manunggang Jae terdiri dari berbagai suku dengan suku
mayoritas adalah suku mandailing dan suku jawa. Desa Manunggang Jae terbagi
menjadi empat dusun, dusun satu dan empat dihuni oleh mayoritas suku jawa
sedangkan dusun dua dan tiga dihuni oleh mayoritas suku mandailing. Suku
dahulu dan telah dilakukan turun-temurun oleh masyarakat dan masih dilestarikan
sampai sekarang.
upacara pernikahan yaitu tradisi patuaekkon dan mangambat boru tulang, tradisi
memberi makan pada usia kehamilan tujuh bulan, tradisi pada masa persalinan
seperti minum air rendaman rumput patimah, tradisi pada masa nifas dan
perawatan bayi baru lahir dan masih banyak tradisi lainnya. Tradisi marapi adalah
tradisi dalam melakukan perawatan pada ibu nifas dan bayinya dan tradisi ini
Informan dalam penelitian ini berjumlah delapan orang, yang terdiri dari
satu orang ibu yang sedang melakukan tradisi marapi dan tujuh orang ibu yang
pernah melakukan tradisi marapi. Karakteristik informan dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 1
Karakteristik Informan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa usia informan berkisar antara
21-44 tahun, masuk dalam kategori usia reproduktif yang artinya wanita dengan
rentang usia tersebut memiliki organ reproduksi yang masih berfungsi dengan
baik. Seluruh informan masih mempunyai peluang untuk memiliki anak lagi,
sedangkan mayoritas informan sudah memiliki empat sampai lima orang anak.
masyarakat seperti halnya perilaku hidup sehat. Latar belakang pendidikan dapat
pelaksanaan perawatan ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
selama masa kehamilan dan dalam proses persalinan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2
ditolong oleh tenaga kesehatan. Hanya dua orang informan yang masih ditolong
dengan cara manual. Proses analisis tematik menghasilkan empat tema, yaitu; 1)
3) pengalaman ibu selama melakukan tradisi marapi; 4) kesehatan ibu dan bayi
selama melakukan tradisi marapi. Tema-tema ini akan dibahas secara terperinci
untuk memaknai praktik tradisi marapi dan hubungannya dengan kesehatan ibu
dan bayi.
arang
bahan marapi
kayu bakar
bahan
manjonjongi api
daun-daunan
mempersiapkan
bahan-bahan
jeringau marapi
bahan untuk
bangle mengusir roh
halus
bawang putih
meletakkan perapian di bawah tempat tidur ibu. Marapi ditujukan terutama untuk
kesehatan ibu yang baru melahirkan agar kesehatannya cepat pulih dan ibu cepat
kuat. Selain itu dengan melakukan marapi diharapkan ibu tidak sering merasa
arang dari tempurung kelapa atau arang dari kayu bakar yang digunakan untuk
di bawah tempat tidur ibu. Selain arang beberapa jenis daun-daunan khusus
jeruk (citrus hystrix), daun tindo tasik atau yang dikenal dengan nama timba tasik
api, daun akan dibakar di tempat perapian. Kayu bakar diperlukan pada saat
api.
maupun keluarga, arang yang digunakan adalah arang dari tempurung kelapa atau
arang dari kayu. Arang tersebut diperoleh dengan cara membakar tempurung
kelapa hingga menjadi arang, setelah seluruh tempurung kelapa terbakar dan telah
berubah warna menjadi hitam, maka arang akan disiram dengan air agar apinya
tergantung kondisi cuaca. Jika cuaca panas penjemuran arang akan berlangsung
selama dua atau tiga hari. Hal tersebut dimaksudkan agar arang tahan lama dan
lebih mudah digunakan pada saat marapi. Ibu hamil telah mempersiapkan arang
menjelang bulan kelahiran mereka. Hal tersebut sesuai dengan kutipan narasi
berikut:
kelahirannya, ada juga ibu hamil yang tidak mempersiapkan arang, sehingga ibu
menggunakan arang dari kayu yang biasa dijual di kedai. Disamping itu ada juga
yang menggunakan arang dari sisa pembakaran kayu bakar saat saudara mereka
mengadakan sebuah acara pesta. Setelah acara pesta selesai, keluarga akan
mengumpulkan arang dari sisa kayu bakar dan menjemurnya hingga kering.
Arang inilah yang digunakan sewaktu ibu marapi. Hal ini dibuktikan dengan
pernyataan:
“...arangnya diambil dari bekas pesta, kemaren ada yang pesta sisa
arangnya diambil, dikumpulin dan dijemur. Itulah yang dipakai
untuk marapi ini...” (P1L17-19)
tidak merasakan gejala hamil seperti mual dan muntah sehingga tidak tahu bahwa
dirinya sedang hamil. Ibu juga tidak mengetahui pasti berapa usia kehamilannya
saat itu. Saat memeriksakan diri ke posyandu, ibu diberi tahu bahwa usia
kehamilannya sudah enam bulan. Ibu belum mempersiapkan arang untuk marapi
karena menurut ibu dan suami belum saatnya dia untuk melahirkan. Saat ibu
Marapi dilakukan segera setelah ibu dan bayi selesai dibersihkan oleh
penolong persalinan. Suami maupun ibu mertua akan segera menyalakan api dan
meletakkannya di bawah tempat tidur ibu, walaupun ibu melahirkan pada siang
hari suami akan segera menyiapkan perapian. Marapi biasanya dilakukan selama
30-60 hari. Minggu pertama setelah melahirkan api akan dinyalakan selama 24
jam. Jika baranya sudah mulai redup dan panasnya juga sudah berkurang maka
suami atau anggota keluarga lain akan menambahkan arang dan menjaga api tetap
menyala. Setelah satu minggu api akan dinyalakan pada sore hari sekitar pukul
tiga sampai keesokan harinya. Ada juga yang melakukan marapi selama 24 jam
hanya pada hari pertama setelah melahirkan, selanjutnya api dinyalakan pada
pukul enam sore sampai menjelang pagi yaitu sekitar jam lima pagi.
Beberapa ibu tidak melakukan marapi pada siang hari karena cuaca cukup
panas dan mereka tidak tahan jika harus marapi. Api mulai dinyalakan pada sore
hari sampai malam sekitar jam sepuluh. Kemudian api dinyalakan kembali saat
menjelang subuh saat cuaca sudah mulai dingin dan dibiarkan menyala sampai
pagi saat ibu hendak manjonjongi api. Setelah selesai manjonjongi api, api akan
dimatikan dan dinyalakan kembali pada sore harinya dan begitulah seterusnya
Lamanya waktu marapi dalam satu hari juga disesuaikan dengan keadaan
cuaca dan kebutuhan ibu dan bayi. Jika cuaca panas api tidak dinyalakan dan
panasnya api juga disesuaikan dengan kondisi ibu dan bayi, jika api terasa kurang
panas arangnya akan ditambah dan jika terlalu panas maka arangnya akan
Gambar 5. Arang dari kayu bakar (sebelah kiri) dan arang dari tempurung kelapa
(sebelah kanan)
masyarakat sangat berperan. Peran anggota keluarga terutama suami dan orangtua
sangat membantu dan menentukan kesehatan dan keselamatan ibu. Setelah selesai
persalinan, suami atau anggota keluarga lain akan menyiapkan perapian yang
digunakan untuk memanaskan ibu dan bayi. Wadah perapian menggunakan kuali
atau baskom yang sudah tidak terpakai lagi. Kuali atau baskom diisi dengan tanah
hingga hampir setengah bagian kuali, kemudian di atas tanah diletakkan abu dari
sisa memasak menggunakan kayu bakar. Setelah diisi dengan abu kemudian kayu
bakar diletakkan untuk menyalakan api, setelah api menyala dan kayu bakar telah
menghasilkan bara, kayu bakar akan diambil dan hanya bara yang tinggal di
perapian. Setelah itu baru arang akan dimasukkan, hal ini sesuai dengan
pernyataan:
Dahulu masyarakat menyalakan api tepat di bawah tempat tidur ibu, tanpa
baskom atau kuali sebagai wadah untuk perapian. Mereka menggunakan pohon
pisang sebagai pembatas api agar api tidak menyebar. Masyarakat belum
menggunakan arang dari kayu maupun arang dari tempurung kelapa, mereka
menggunakan arang dari tempurung kelapa dengan alasan lebih praktis dan
menghasilkan panas yang lebih lama dibandingkan dengan arang kayu bakar.
mudah didapat dan kelapa juga tumbuh subur di Desa Manunggang Jae dan
sekitarnya.
baskom atau kuali sebagai wadah perapian karena lebih praktis dan bisa
dipindahkan serta agar abunya tidak menyebar kemana-mana dan membuat lantai
rumah lebih bersih. Hal ini sesuai dengan ungkapan Peursen (1988) bahwa tradisi
dapat diubah, diangkat, ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam perbuatan
manusia.
salah satunya bisa dimanfaatkan untuk pembuatan arang tanpa asap. Arang lebih
tinggi dan asap yang lebih sedikit. Banyak orang berpendapat, penggunaan arang
sebagai bahan bakar sudah tidak jamannya lagi. Namun, kebutuhan akan arang
dapat tergantikan, misalnya untuk pembakaran sate, ayam bakar, ikan bakar, dan
sebagainya.
ibu dan bayi juga dilakukan oleh masyarakat di Amunaban Barat. Penelitian
Handayani dan Prasodjo (2018) menyatakan bahwa ibu nifas melakukan tradisi
panggang (se’i) selama 40 hari di Ume Kbubu (rumah bulat). Posisi ibu berada
diatas tempat tidur dan bara api terletak dibawah tempat tidur ibu, jarak bara api
dengan posisi ibu sekitar 40-50 cm. Agar bara yang menyala bagus panasnya,
maka mereka menggunakan kayu cemara yang mereka sebut sebagai kayu
kasuari. Dipan atau bale-bale tempat si ibu berbaring pun terbuat dari kayu
kasuari yang terkenal kuat. Beberapa rumah bulat atau rumah lopo dan yang
mereka tempati juga menggunakan kayu kasuari sebagai tiang penegak berdirinya
rumah.
berjudul “Faktor budaya dalam masa nifas” menyatakan bahwa sale dilakukan
dengan memakai arang panas yang di taruh pada sebuah tungku, kemudian
menggunakan tempat tidur atau dipan (balai-balai) yang dibuat dari kayu atau
batang bambu yang bercelah-celah, sehingga uap dan panas bisa masuk. Sepuluh
partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan hal yang sama yaitu semua
Asap yang dihasilkan dari pembakaran arang dan kayu bakar saat
menghirup udara yang tercemar akibat pembakaran arang dan kayu bakar.
matter/PM) dan gas. Gas karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan
ozon merupakan gas yang paling dominan yang terdapat dalam kandungan asap.
Secara umum bahan pencemar senyawa kimia nitrogen oksida, sulfur dioksida,
kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka saluran pernapasan
(Wardhana, 2014).
manjonjongi api (berdiri di atas perapian). Manjonjongi api dilakukan setelah ibu
nifas selesai mandi. Ibu nifas melakukan manjonjongi api dengan cara berdiri dan
kedua kaki ibu direnggangkan. Perapian diletakkan diantara kedua kaki ibu. Saat
manjonjongi api, ibu dianjurkan tidak memakai pakaian dan hanya menggunakan
kain sarung. Seluruh tubuh ibu ditutup dengan kain sarung kecuali bagian kepala.
Kain akan dijulurkan sampai menutupi perapian dan kaki ibu, hal ini dimaksudkan
agar asap dari perapian mengenai seluruh tubuh ibu. Manjonjongi api dilakukan
keesokan hari setelah selesai melahirkan. Manjonjongi api dilakukan selama satu
dan daun-daunan tertentu. Perapian yang diletakkan di bawah tempat tidur ibu
jeruk, daun tindo tasik, daun kayu manis, dan daun nilam.
api, ada yang menggunakan daun jeruk, daun cengkeh, dan ada juga ibu yang
menggunakan dua jenis daun seperti daun cengkeh dan daun nilam, sesuai dengan
api adalah karena daun tersebut mudah didapat. Seperti ibu yang menggunakan
daun tindo tasik karena daun ini sangat banyak ditemukan di sekitar rumah orang
tuanya. Ada juga yang menggunakan daun kayu manis karena daun tersebut
Meskipun informan menggunakan jenis daun yang berbeda, tetapi dengan tujuan
yang sama, yaitu untuk menghilangkan bau anyir dan membuat tubuh ibu
bahwa pemakaian daun-daunan bertujuan agar ibu nifas tidak bau anyir dan untuk
Menurut dukun, daun yang paling bagus untuk manjonjongi api adalah
“...pakai daun nilam agar tidak bau anyir, agar darah putihnya
juga tidak bau. Kalau pakai daun nilam jadi wangi, kalau tidak ada
daun nilam bisa juga pakai daun kayu manis atau daun jeruk juga
bisa. Sekarang daun nilam sudah tidak ada, seharusnya itu yang
lebih bagus. Terkadang kan banyak ibu-ibu yang bau anyir. Hanya
itu saja kegunaan daun-daunnya tidak ada lagi yang lain...”( SB,
72 tahun, dukun beranak)
mengkonsumsi jamu. Jamu tersebut di olah sendiri, yang ramuannya berasal dari
kunyit. Kunyit ditumbuk, disaring, kemudian air kunyit tersebut di minum setiap
pagi juga dibantu dengan makan tape. Partisipan juga menggunakan ramuan jenis
lainnya dalam perawatan masa nifas. Ramuan tersebut ada yang menggunakan
daun nilam, daun kates, bahkan ada ramuan yang mereka beli di toko tanpa harus
mengolahnya.
obatan. Kulit batang, daun, dan akarnya dapat dimanfaatkan sebagai obat
luka pada kulit karena daun jeruk nipis mengandung senyawa antiseptik yang
daun jeruk nipis bisa membunuh semua bakteri yang mengenai luka dan
mempercepat pengeringan luka. Daun jeruk nipis dikenal sebagai daun yang bisa
mengeluarkan aroma yang sangat kuat. Ternyata dalam setiap helai daun jeruk
nipis mengandung ekstrak aroma yang terdiri dari berbagai jenis minyak esensial.
Beberapa jenis aroma yang khas itu antara lain adalah seperti aroma citrus dan
antioksidan, zat espektoran dan masih banyak lagi. Beberapa manfaat daun
karena dalam daun cengkeh mengandung sifat antiseptik yakni zat euganol.
Selain menggunakan kayu bakar dan daun-daunan, masih ada bahan lain
yang digunakan yaitu sabut kelapa. Kegunaan sabut kelapa adalah agar
menghasilkan asap yang banyak. Ibu meyakini semakin banyak asap yang
dihasilkan akan semakin bagus dan ibu akan lebih cepat berkeringat. Setelah sabut
kelapa dibakar dan mengeluarkan asap, ibu akan melakukan manjonjongi api
dengan cara berdiri di atas perapian dan merenggangkan kedua kaki agar asap
membuat tubuh ibu menjadi lebih segar. Manfaat lainnya adalah mempercepat
pengeluaran darah nifas dari rahim ibu. Selain itu, manjonjongi api juga
bermanfaat untuk mempercepat keringnya luka yang terjadi pada saat proses
persalinan. Ibu nifas dianjurkan melakukan manjonjongi api selama ibu tersebut
melakukan marapi yaitu kurang lebih 40 hari. Sekarang ini ibu nifas sudah jarang
Mayoritas ibu nifas melakukan manjonjongi api selama satu minggu. Hal tersebut
bisa terjadi karena adanya rasa tidak puas yang dirasakan oleh ibu dengan tradisi
yang dijalaninya. Misalnya ibu merasa bosan dan merasa terlalu lama dalam
berikut:
“...kalau marapi itu badan jadi segar, tapi kalau terlalu lama
saya jadi bosan. Baiknya kalau marapi itu sekitar satu minggu
saja, setelah satu minggu saya bilang sama suami kalau saya
tidak usah marapi lagi, terkadang saya jadi terganggu juga kalau
terlalu lama. Kalau menurut saya baiknya satu minggu saja,
kadang saya sampai satu bulan...” (P31,L5-10).
Menurut Shils (1981) bahwa manusia tak mampu hidup tanpa tradisi
meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Masyarakat tetap
melakukan tradisi marapi walaupun mereka merasa tidak puas dengan tradisinya
warisan dari budaya setempat yang diperoleh dari orang tua mereka dan masih
dilaksanakan sampai sekarang. Tujuan dari manjonjongi api ini hampir sama
care practices among the Malays, Chinese and Indians” menyatakan bahwa
mengukus vagina atau tangas dalam bahasa Melayu adalah metode tradisional
yang menggunakan uap yang berasal dari campuran herbal. Perawatan tangas ini
diberikan dengan posisi wanita duduk di kursi kayu yang memiliki bukaan di
tengah area perineum sehingga terkena uap atau uap yang berasal dari seember air
untuk mengangkat rahim kembali ke posisi semula dan juga untuk mengecilkan
rahim yang telah mengembang selama kehamilan. Tangas juga akan membuat
memberikan manfaat positif bagi tubuh jika dipergunakan dengan cara yang tepat.
untuk membuat tubuh ibu lebih wangi dikhawatirkan dapat menimbulkan efek
sabut kelapa akan menghasilkan asap yang dapat menimbulkan gangguan pada
dilakukan dengan cara yang lebih sehat seperti yang dilakukan di Malaysia, yaitu
tersebut, atau dengan cara menggunakan daun-daunan sebagai campuran untuk air
mandi ibu.
Gambar 7. Perapian untuk marapi (kiri), perapian untuk manjonjongi api (kanan)
Bahan untuk mengusir roh halus. Manfaat lain dari tradisi marapi
adalah mengusir roh halus yang dapat mengganggu ibu dan bayinya. Masyarakat
Desa Manunggang Jae percaya bahwa roh halus sangat menyukai ibu yang baru
melahirkan dan bayinya karena mereka memiliki bau yang khas. Agar ibu dan
bayi terhindar dari gangguan roh halus maka ada beberapa bahan yang harus
diperkuat dengan pernyataan ibu mertua, sesuai dengan kutipan narasi berikut:
dengan cara disemburkan ke tubuh ibu mulai dari ubun-ubun, ke kedua ujung jari
tangan dan kaki. Suami, ibu mertua atau ibu yang paling sering menyemburkan
jeringau ke tubuh ibu dan ibu sendiri juga bisa melakukannya. Caranya adalah
dengan mengunyah jeringau dan bangle sampai setengah lumat, kemudian baru
disemburkan satu kali sehari yaitu sore hari menjelang magrib, karena masyarakat
percaya pada waktu tersebut roh halus akan datang dan mengganggu ibu dan bayi.
di pinggiran sungai, rawa-rawa maupun lahan yang tergenang air sepanjang tahun,
Sepintas tanaman ini mirip dengan pandan, tetapi daunnya lebih kecil dantumbuh
lurus seperti pedang. Warna daun hijau tua dan permukaannya licin. Batang
tanaman berada dalam lumpur berupa rimpang dengan akar serabut yang besar
disentri dan asma dan juga digunakan sebagai insektisida, racun dan stimulan.
Ekstrak alkohol dari rimpang jeringau digunakan sebagai anti bakteri. Pada
masyarakat Batak Toba dan Karo, jeringau umumnya digunakan untuk obat
dimanfaatkan oleh dukun beranak dan dukun kampung Suku Melayu, serta
digunakan oleh orang Banjar sebagai penghalau kuyang dan pengusir roh-roh
jahat.
Selain jeringau, bangle juga dipercaya dapat mengusir roh jahat yang
dapat mengganggu ibu dan bayi. Bangle sekilas bentuknya menyerupai jahe,
bangle dianggap memiliki aroma yang tidak disukai oleh hantu dan mereka yang
memiliki ilmu hitam. Jika ampas bangle dan ampas jeringau yang sudah dikunyah
dilumuri ke tubuh seseorang, maka bisa mengusir roh jahat yang berada di sekitar
orang tersebut. Ampas bangle dan ampas jeringau juga disemburkan ke sudut-
sudut ruangan kamar maupun sudut rumah, ampas dari tanaman ini bisa bikin
Penggunaan jeringau dan bangle berbeda antara ibu dan bayi. Ampas jeringau dan
bangle disemburkan ke tubuh ibu yang berguna untuk mengusir roh halus,
sedangkan untuk bayi penggunaan jeringau bangle dan bawang putih dengan cara
Gambar 9. Salimbatuk (jeringau), unik bulle (bangle), dan bawang putih yang
disematkan pada topi bayi
Selain menggunakan jeringau, bangle dan bawang putih, ibu atau keluarga
lain juga menyiapkan damuan (kain yang dijalin). Kain yang digunakan adalah
kain yang mudah terbakar seperti kain katun, kain berbahan kaus yang agak tebal,
dan lain-lain. Masyarakat lebih sering menggunakan bekas kain panjang anak
yang sudah tidak terpakai. Menurut mereka kain tersebut adalah kain yang paling
cocok digunakan karena kain tersebut mudah terbakar. Kain yang tidak dianjurkan
adalah kain yang berbahan siffon, kain yang licin dan berkaret, dan lain-lain.
Tidak ada ketentuan khusus tentang panjang kain yang harus disiapkan, panjang
disiapkan jika cuaca mendung. Damuan akan dibakar di perapian jika turun hujan
ataupun jika ada petir. Masyarakat Desa Manunggang Jae percaya bau khas yang
menjaga diri selama masa nifas dan hamil dari gangguan roh halus, juga
diterapkan oleh masyarakat suku Sasak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sahidu et al. (2013) mengatakan bahwa perawatan yang diberikan oleh belian
kepada ibu yang sedang hamil selain air yang dimantrai adalah jeringo (sejenis
akar tanaman), memakaikan peniti ke pakaian ibu dan memberikan jimat dari
benang yang diikatkan di pergelangan tangan ibu dan bayi. Masyarakat juga
berbasis budaya selama masa nifas pada ibu postpartum” menyatakan bahwa lima
mengikatkan benang dengan warna tertentu di tubuh dapat menjaga ibu dari
gangguan yang bersifat gaib. Kepercayaan ini mulai diterapkan ibu sejak masa
kebiasaan dari
zaman dahulu
tradisi turun
temurun
anjuran tetua
kampung alasan
mempertahankan
anjuran ibu tradisi marapi
mertua
anjuran
keluarga
anjuran orang
tua/ibu
pengetahuan tentang tradisi marapi berdasarkan pengalaman dan ajaran dari para
orang tua terdahulu, sehingga tradisi marapi untuk ibu nifas masih dilakukan
hingga sekarang. Seluruh informan menganggap bahwa tradisi marapi yang telah
oleh orang tua dari jaman dahulu. Mereka tetap melaksanakan tradisi tersebut
karena orang-orang tua/tetua kampung masih menganjurkan agar ibu nifas tetap
melaksanakan tradisi ini. Para orang tua mengatakan bahwa marapi adalah obat
yang dapat membantu ibu untuk cepat pulih kembali. Tradisi ini tetap dilakukan
karena masyarakat merasakan ada manfaat yang diperoleh dari tradisi ini, tidak
diketahui sejak kapan tradisi ini mulai dilakukan tetapi sampai sekarang tradisi ini
tetap rutin dilakukan oleh ibu yang baru selesai melahirkan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan:
“...karena mulai dari dulu sudah marapi, dari dulu marapi itu kan
obat apalagi untuk orang seperti saya yang bekerja sebagai petani
harus melakukan marapi agar tahan jika terkena hujan. Saya kan
seorang petani jadi saya harus marapi, seumpamanya kita
melahirkan ke bidan tapi tidak melakukan marapi, apabila terkena
hujan maka akan mudah kedinginan tidak tahan jika terkena
hujan....” (P6L81-87)
dilakukan sejak dari nenek moyang dan sampai saat ini masih dipercaya dapat
pada masa nifas tersebut adalah marapi dan manjonjongi api. Rangkaian kegiatan
ini juga sudah direncanakan oleh ibu-ibu yang sedang hamil, meskipun nantinya
karena kegiatan tersebut sudah menjadi kebiasaan dari zaman dahulu yang harus
Praktik tradisi marapi sudah dilakukan sejak dahulu dan tidak diketahui
sejak kapan tradisi ini mulai dilakukan. Tradisi ini dianggap memberikan
pedoman hidup dan dinilai memberikan dampak positif dan masih dijalankan dan
kepercayaan dari orangtua, kakek dan nenek berdasarkan keyakinan dan tanpa
masyarakat dengan kata lain tradisi ini lahir dari bawah yaitu dari kalangan
masyarakat itu sendiri dan tradisi ini dilakukan dengan sukarela dan bukan
budaya dan kuatnya kepercayaan pada tradisi adalah hal yang biasa bagi etnik
hampir di dunia ini, termasuk Indonesia. Dari 1.331 etnik yang ada di Indonesia,
sekitar 370 etnik masih melakukan tradisi budaya dalam kehidupannya (Prasodjo
et al., 2015).
Maluku Tengah, perawatan masa nifas dilakukan salah satunya dengan segera
memberi minuman pada wanita yang baru melahirkan, minuman tersebut terdiri
dari campuran jeruk asam (jeruk nipis), halia (jahe) yang diparut, gula merah dan
lada, yang kesemuanya dimasak hingga menjadi cairan kental. Kemudian setelah
kurang lebih tiga jam pasca persalinan ibu nifas diberi makan rujak, dengan tujuan
agar darah nifasnya keluar, dan dinding peranakan menjadi bersih dari gumpalan
masih dilakukan sampai sekarang. Tradisi dan nilai kebudayaan Buton Utara yang
disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini masih berlaku di dalam
masyarakat yang membentuk perilaku anak cucu mereka, seperti ibu-ibu yang
menjalani tradisi masa nifas tetap dilakukan sesuai dengan yang diturunkan dari
budaya tradisi perawatan masa nifas yang harus dilakukan, yaitu pidaho wee
dan meminum ramuan tradisional. Tradisi ini dilakukan selama kurun waktu 40
hari dengan bantuan bisa (dukun beranak) (Usman & Sapril, 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Mander dan Miller (2015) yang berjudul
655 wanita yang beraneka ragam budaya dan bahasa yang berbeda di Queensland
dan penyedia layanan selama persalinan dan kelahiran. Hal ini diakui bahwa
beberapa wanita dengan berbagai budaya dan bahasa lebih memilih untuk dirawat
antaranya kebutuhan akan asupan gizi, mandi selama periode melahirkan, serta
Anjuran keluarga. Tradisi marapi yang dilakukan oleh ibu nifas bukan
hanya karena alasan tradisi tersebut sudah dilakukan turun temurun, tetapi ada
juga karena sebab lain. Salah satu sebab ibu nifas masih melakukan tradisi marapi
adalah karena anjuran keluarga (ibu maupun ibu mertua). Beberapa informan
menyatakan melakukan tradisi marapi karena anjuran ibu mertua. Informan yang
berasal dari luar Desa Manunggang Jae dulunya tidak mengetahui tentang tradisi
marapi, setelah melahirkan anak pertama, ibu mertua akan memberitahu tentang
tradisi marapi dan membantu ibu melakukan marapi. Sesuai dengan ungkapan
informan berikut:
“...dulunya disuruh ibu mertua karena disini kan dari dulu sudah
seperti itu. Semua orang di desa ini selalu melakukan
marapi...”(P29L61-63)
Hari kedua ibu mulai manjonjongi api tetapi sempat berhenti karena tidak
tahan dengan panasnya api. Kemudian ibu mertuanya mengatakan jika ibu tidak
marapi memang tidak akan mendapatkan dampaknya sekarang, tetapi nanti saat
usianya setengah baya baru akan terasa efeknya bagi tubuh. Hal ini sesuai dengan
pernyataan berikut:
“...waktu itu saya juga sebenarnya tidak mau marapi. Saya tidak
mau lagi karena saya tidak tahan dengan panasnya, mertua saya
mengatakan bahwa mungkin sekarang kamu tidak merasakan tapi
nanti jika sudah setengah baya kamu akan merasakan badan pegal-
pegal karena kamu tidak marapi...” (P15L173-178)
Ibu mertua menganjurkan agar melakukan marapi karena takut nanti ibu
akan merasakan efeknya jika sudah setengah baya. Hal tersebut juga terjadi di
negara lain seperti yang dijelaskan oleh Yusoff et al. (2018) dalam penelitiannya
yang berjudul “Postnatal care practices among the Malays, Chinese and Indians”,
dijelaskan bahwa masih banyak budaya atau etnis di seluruh dunia yang
zuoyue zi biasa dilakukan keluarga yang tinggal di perkotaan dan pedesaan untuk
bahwa tradisi perawatan nifas di Vietnam yaitu roasting the mother untuk
sebagai tujuan utama pemulihan pasca melahirkan (Hom et al., 2015). Hasil
Alasan lain yang menguatkan ibu untuk melakukan marapi adalah karena
melihat anggota keluarga lain melakukan marapi. Salah seorang ibu mangatakan
melakukan hal tersebut setelah selesai bersalin. Ia pun berkeinginan jika suatu saat
ia melahirkan ia pun akan melakukan marapi seperti yang dilakukan oleh ibu dan
terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan bayi, seperti pelaksanaan
tradisi dalam kehamilan, persalinan maupun tradisi dalam masa nifas. Ibu mertua
tentang tradisi tersebut. Informan juga mengatakan jika tidak melakukan marapi
maka ibu mertua akan marah. Ibu akan dianggap sebagai menantu yang tidak
“...kalau tidak marapi ibu mertua akan marah. Dulu orang selalu
marapi dan semuanya sehat, ibu mertua berkata seperti itu. Kita
dikatakan tidak menurut kalau kita tidak marapi...” (P27L69-72)
merupakan orang pertama yang berhubungan dengan ibu nifas, peran keluarga
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Secara tradisional,
terutama ibu atau ibu mertua juga akan memengaruhi pengambilan keputusan
khususnya tentang praktik tradisi marapi yang dilakukan oleh ibu nifas karena ibu
atau ibu mertua dianggap lebih tahu tentang apa saja yang harus dilakukan saat
Kategori Tema
merasa sehat
tidak mudah
kedinginan
antara lain atas anjuran keluarga misalnya atas anjuran ibu kandung ataupun ibu
mertua. Beberapa ibu melakukan marapi atas keinginan sendiri karena ibu merasa
Disamping itu ibu juga ingin mengikuti dan meneruskan tradisi yang sudah
dilakukan sejak dahulu walaupun ibu tidak mengetahui tentang nilai-nilai yang
kesehatan ibu nifas dan bayinya. Menurut sebagian besar informan, orangtua
mereka memberitahu bahwa marapi dilakukan dengan maksud agar ibu yang baru
melahirkan kuat dan cepat sembuh. Manfaat yang dirasakan oleh ibu bermacam-
macam antara lain, badan lebih segar, badan tidak pegal-pegal, badan terasa
ringan, tidak mudah kedinginan, selain itu ibu menjadi berkeringat dan membuat
ibu merasa sehat. Manfaat lain yang dirasakan adalah membantu pengeluaran
dampak positif dari tradisi tersebut. Semua informan memiliki pendapat yang
positif terhadap tradisi marapi. Seluruh informan mengatakan bahwa marapi itu
bagus dan memiliki pengaruh yang baik untuk kesehatan mereka. Hal ini sesuai
“...ya begitulah, mungkin kalau tidak ada api itu saya tidak akan
merasa sehat, badan pegal-pegal semua, ya harus ada api. Kalau
tidak ada api badan saya pegal semua. Kalau marapi itu badan
terasa lebih sehat dan ditambah juga dengan suntik. Saya kan tidak
pernah ditolong oleh bidan selama melahirkan. Keempat anak saya
semuanya ditolong oleh dukun baru kemudian saya disuntik untuk
menambah tenaga. Saya juga cepat sehat, dalam dua atau tiga hari
saya sudah bisa berjalan, saya sudah bisa ke kamar mandi tanpa
dibantu...” (P22L49-58)
informasi tentang manfaat marapi dari orangtua, mertua dan dukun dengan
bertujuan untuk menjadikan badan ibu cepat kuat, agar tidak mudah kedinginan,
agar tidak mudah sakit dan mempercepat penyembuhan luka. Informasi mengenai
manfaat marapi ini, juga diperkuat dengan jawaban yang diberikan oleh dukun:
“...tidak sampai satu minggu saya sudah sehat. Manfaat yang lain
agar tahan jika terkena hujan, agar tidak kedinginan jika terkena
hujan. Agar tidak sering pilek, agar lukanya cepat sembuh...” (SB,
72 tahun, dukun beranak)
Tradisi marapi yang dilakukan oleh ibu nifas secara subjektif dapat
membuat mereka merasa sehat, hal ini karena mereka mempercayai hal tersebut.
Tenaga kesehatan desa menyatakan bahwa ibu-ibu merasa sehat karena mereka
darah ibu, tetapi hal tersebut tidak boleh dilakukan terlalu lama. Pemberian panas
dikhawatirkan ibu dan bayi dapat mengalami luka bakar. Sedangkan pemberian
panas pada tradisi marapi dilakukan selama beberapa jam dan tidak ada ketentuan
tentang pengaturan suhu panas yang harus diberikan untuk ibu dan bayi.
Masyarakat melakukan marapi dengan tujuan agar ibu cepat sehat dan
cepat pulih ke kondisi semula. Hal tersebut sesuai dengan tujuan masyarakat
perawatan masa nifas, yaitu madeung dan toet batee merupakan perawatan budaya
Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara. Perawatan ini dapat memberikan manfaat bagi
ibu nifas yang meyakini bahwa dengan melakukan madeung dan toet batee dapat
kesehatan ibu yang baru melahirkan agar kesehatannya cepat pulih dan cepat kuat.
Tradisi se’i masih dilakukan karena menurut sebagian besar informan, orangtua
mereka memberitahu bahwa se’i dilakukan dengan maksud agar ibu yang baru
melahirkan kuat dan cepat sembuh. Selain itu tradisi tersebut dimaksudkan agar
membahayakan kesehatan ibu, seperti duduk di atas bara yang panas atau
pada ibu postpartum. Duduk diatas bara yang panas dapat menyebabkan
vasodilatasi, menurunkan tekanan darah ibu dan menambah perdarahan juga dapat
Pelaksanaan tradisi marapi yang diyakini dapat membuat ibu merasa sehat
ternyata dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti terjadinya luka bakar akibat
suhu panas yang terlalu tinggi dan lamanya tubuh ibu dan bayi terpapar oleh
panas yang dihasilkan dari arang yang dibakar. Ibu dan bayi juga bisa mengalami
dehidrasi akibat suhu panas dan pengeluaran keringat yang berlebihan selama
melakukan tradisi marapi. Risiko kesehatan lain yang terjadi seperti penurunan
tekanan darah. Suhu yang panas menyebabkan pembuluh darah melebar atau
Badan lebih segar. Selain merasa sehat, manfaat lain yang dirasakan ibu
setelah melakukan marapi adalah badan terasa lebih segar, sesuai dengan
pernyataan informan:
“...kalau marapi itu badan jadi segar, tapi kalau terlalu lama saya
jadi bosan. Baiknya kalau marapi itu sekitar satu minggu saja,
setelah satu minggu saya bilang sama suami kalau saya tidak usah
marapi lagi, terkadang saya jadi terganggu juga kalau terlalu
Melakukan marapi membuat tubuh ibu menjadi lebih segar, hal ini sesuai
dengan manfaat yang dirasakan oleh ibu nifas yang melakukan tatobi (kompres
tubuh menjadi segar dan memulihkan kondisi ibu nifas, membuat hangat,
mereka agar tidak sakit, tidak gila dan bahkan agar tidak mati), dan merangsang
menyatakan bahwa manfaat dari perawatan masa nifas dengan sale/toet batee
pula manfaat lainnya seperti tubuh menjadi seperti semula, badan terasa enak,
kurus, kulit menjadi lebih bersih, lebih kuat dan bertambah cantik.
bayi diyakini membuat tubuh ibu menjadi segar. Tenaga kesehatan menyatakan
bahwa ibu merasa segar karena pada saat melakukan marapi ibu mengeluarkan
Keringat juga berfungsi untuk mengeluarkan toksin yang ada di dalam tubuh dan
memproduksi banyak keringat yang keluar dari pori-pori kulit. Dengan begitu,
kotoran yang terkunci di dalam pori-pori kulit akan terdorong keluar oleh
merasakan badan terasa ringan setelah melakukan marapi. Hal ini lebih
dikhususkan pada saat ibu manjonjongi api. Mereka mengatakan badan terasa
ringan karena pada saat melakukan manjonjongi api asap mengenai seluruh tubuh
ibu sehingga tubuh ibu berkeringat dan membuat badan ibu terasa lebih ringan.
yang diungkapkan oleh Mariyati dan Tumansery (2018) dalam penelitiannya yang
berjudul “Perawatan diri berbasis budaya selama masa nifas pada ibu
sehabis melahirkan.
berkeringat, detak jantung akan menjadi cepat dan sirkulasi meningkat, terutama
di sekitar kulit. Dasar kelenjar keringat terletak di lapisan bawah kulit yang
lokasinya sangat dekat dengan pembuluh darah kecil, ketika kelenjar keringat
melebar aliran darah ke kulit akan meningkat sehingga memacu sistem sirkulasi;
staphylococcus aureus yang resisten pada antibiotik. Selain itu berkeringat juga
akan akan mengurangi bakteri dan jamur berbahaya di kulit. Cairan keringat
mengandung nitrit, yang akan diubah menjadi asam nitrit saat mencapai
permukaan kulit, gas yang mengandung antibakteri dan anti jamur; 4) membuang
memiliki jumlah sampai lima juta di kulit manusia, tak heran jika berkeringat
melalui pori bersama dengan debu dan minyak yang terperangkap. Proses
pembersihan ini akan meningkatkan sistem imun dan membantu tubuh melawan
sistem imun agar melawan patogen yang membuat kita sakit. Pengeluaran
sama terjadi saat kita berolahraga atau berada di tempat panas. Selain merangsang
metabolisme untuk menjaga berat badan, karena tubuh akan membakar kalori
lebih banyak tapi juga hal ini akan merangsang sistem imun.
dengan tidak berlebihan. Jika keringat keluar secara berlebihan atau disebut
sebagai hiperhidrosis, kondisi ini justru dapat memicu tumbuhnya jamur dan
olahraga ternyata akan membuat tubuh terasa jauh lebih segar sehingga kita pun
akan merasa jauh lebih baik. Pengeluaran keringat berlebihan dapat menimbulkan
dehidrasi.
Suhu panas yang dihasilkan dari pembakaran arang dan kayu bakar dapat
membuat ibu dan bayi mengeluarkan keringat secara berlebihan dan dapat
menyebabkan ibu dan bayi mengalami dehidrasi. Udara yang panas akan
membuat kelembaban tubuh menjadi rendah. Cairan dalam tubuh pun menguap
dan mengeluarkan panas. Sementara itu, suhu ruangan yang panas akan membuat
menjadi penuh air dan menyebabkan cairan yang ada di dalam tubuh tidak
memberikan dampak positif yang dapat membuat ibu menjadi lebih sehat. Hal ini
sekurang-kurangnya 20 hari dan paling lama 44 hari. Ibu yang baru melahirkan
Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Utami (2017) yang
perineum, pengunaan air hangat saat membersihkan vagina sama saja dengan
daerah yang hangat. Selain itu air hangat dapat melunakkan benang jahit yang
mengikat luka jahitan di daerah perineum karena benang tersebut terbuat dari
protein yang akan menyatu dengan jaringan tubuh. Semakin sering menggunakan
air hangat memungkinkan benang untuk melunak dan putus sebelum menyatu
dengan kulit.
Terjadinya infeksi pada luka perineum dan dampak lain seperti benang
kehangatan kepada ibu dan bayi. Jika ibu tidak melakukan marapi dikhawatirkan
ibu akan mudah merasa kedinginan dan gampang sakit jika terkena hujan. Jika
apinya terlambat dinyalakan ibu merasa kedinginan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan:
tubuh ibu membuat ibu lemah dan mudah merasa kedinginan. Menyalakan api dan
kehangatan kepada ibu dan bayi sehingga ibu merasa lebih sehat. Hal ini sesuai
dengan hasil pendapat Foster dan Anderson (1986), yang mengatakan bahwa
wanita yang baru melahirkan dianggap berada dalam kondisi dingin, berbeda
halnya dengan saat ketika ia sedang hamil, yang dianggap berada dalam kondisi
panas. Maka dalam kondisi dingin setelah melahirkan sang ibu dan juga bayinya
ibu dan bayi juga dapat ditemui di berbagai daerah, hal ini sesuai dengan pendapat
persalinan diharuskan menjalani masa berdiang dekat tungku atau bara yang terus
menerus menyala selama berberapa hari agar ibu dan bayinya berada dalam
keadaan hangat.
mempunyai tradisi perawatan ibu nifas yang berprinsip untuk menghindari ibu
melahirkan dan bayi baru lahir dari dingin. Selama ibu nifas dalam masa
kurungan, ibu nifas tidak akan mandi selama beberapa hari atau minggu
(tergantung ketahanan ibu nifas yakni kenyamanan). Setelah beberapa minggu ibu
boleh mandi dengan air hangat yang didinginkan tanpa mencampurkan air panas
dengan air dingin. Dilarang keras mencuci kepala karena takut dia akan sakit
tersebut baik dalam mencegah tubuh ibu nifas dari angin, dengan demikian akan
melakukan marapi dengan tujuan agar ibu nifas tidak mudah kedinginan.
Pandangan masyarakat bahwa jika ibu mudah kedinginan maka ibu akan mudah
terserang sakit sehingga ibu perlu melakukan marapi dengan waktu yang cukup.
api”. Selain melakukan marapi, ibu juga dimandikan dengan air hangat dua kali
sehari agar tubuh ibu tetap hangat dan tidak kedinginan. Pandangan tersebut dapat
dirasionalkan dari sudut pandang kesehatan, bahwa suhu yang hangat bermanfaat
menjadi penyebab kematian pada bayi baru lahir. Bagi ibu nifas, kehangatan
pengangkutan oksigen dalam organ-organ tubuh baik dan sangat membantu dalam
penyembuhan luka. Akan tetapi di sisi lain, proses pemanggangan ibu nifas
bersama bayinya juga dapat merugikan kesehatan ibu dan bayi tersebut karena
seperti: partikel halus (PM2.5) atau partikel kecil (PM10), ozon (O3), oksida
terhadap kesehatan. Dampak yang ditimbulkan cukup beragam mulai dari yang
bersifat alergi, iritan, sampai karsinogenik dan mutagenik. Paparan polusi udara
dalam ruangan dapat menyebabkan dampak kesehatan yang merugikan pada anak-
anak dan orang dewasa, dari penyakit pernafasan sampai kanker (WHO, 2018).
tentang marapi, mereka mengatakan bahwa marapi itu bagus. Jika ibu tidak
marapi maka badan terasa pegal-pegal. Ibu akan melakukan marapi segera setelah
ibu selesai dibersihkan dan melakukan manjonjongi api keesokan harinya setelah
ibu melahirkan. Ibu dianjurkan agar secepatnya melakukan marapi agar badan
“...saya rasa marapi itu bagus, kalau tidak marapi badan saya
pegal-pegal semua. Satu hari setelah pulang dari klinik saya belum
mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan, meningkatkan aliran darah dan
meningkatkan pergerakan zat sisa dan nutrisi. Menurut Riyadi (2012), kompres
hangat adalah tindakan yang dilakukan untuk melancarkan sirkulasi darah juga
relaksasi otot dan mengurangi nyeri akibat dari spasma atau kekakuan, dan juga
konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga
akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah sirkulasi menjadi lancar dan akan
menjadi ketegangan otot, sesudah otot miometriumrilek, rasa nyeri yang dirasakan
memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang
untuk mengurangi nyeri, serta pemberian kompres panas juga berperan untuk
meningkatkan vasodilatasi.
membuat sirkulasi dan vaskularisasi darah lancer sehingga terjadi relaksasi pada
intensitas nyeri dipengaruhi oleh kompres hangat pada simphisis pubis yang
darah sehingga dengan efek tersebut aliran darah menjadi lancar. Sehingga
aktifitas yang terganggu sebelumnya akibat nyeri haid dapat kembali dilanjutkan.
Tujuan dari kompres hangat ini untuk menurunkan intensitas nyeri dengan
dimana panas ditempelkan pada daerah yang sakit untuk melancarkan sirkulasi
darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri pada
wanita dengan dismenore primer, karena pada wanita dengan dismenore ini
Wahyuningsih, 2013).
Hal ini dapat dijelaskan dengan teori yang dikemukakan oleh Potter dan
panas yang di bungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan
Respons dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan terapi pada
berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh. Panas menyebabkan
vasodilatasi maksimum dalam waktu 20-30 menit, melakukan kompres lebih dari
mengalami luka bakar karena pembuluh darah yang berkontriksi tidak mampu
membuang panas secara adekuat melalui sirkulasi darah (Kozier dan Gleniora,
2009).
Tradisi masa nifas juga dilakukan di daerah lain seperti tradisi pirarai
yang dilakukan oleh ibu nifas di Buton Utara. Penelitian yang dilakukan oleh
Usman dan Sapril (2018) yang berjudul “Pemanfaatan Budaya Posoropu dalam
harinya seorang ibu nifas melakoni tradisi pirarai. Terlebih dahulu anggota
keluarga menyalakan api ditungku yang sudah didesain didalam kamar ibu.
Tradisi ini dilakukan sampai masa nifas berakhir. Suhu atau panas tergantung dari
keinginan atau kebutuhan dari informan itusendiri yang diyakini bermanfaat bagi
bayi yangdilahirkan agar memiliki fisik yang kuat, tidak masuk angin, dan tidak
mudah terjangkit hepatitis. Manfaat yang bisa dirasakan oleh ibu yaitu mencegah
menyebabkan sakit kepala yang menetap, serta manfaat lainnya adalah meredam
elemen yang dilakukan dalam perawatan ibu nifas di Malaysia yaitu tungku,
tangas, barut, salai dan pantang, dari semua praktik tradisional tersebut salai
adalah yang paling tidak umum karena untuk melakukan salai harus membuat
tempat tidur di dalam rumah. Salai adalah menempatkan wanita diatas tempat
tidur kayu. Wanita tersebut dianjurkan untuk berbaring di sore hari, di bawah
tempat tidur diletakkan arang atau kayu yang sudah dibakar dan diletakkan di
dalam baskom logam. Panas dari arang atau kayu menenangkan dan melemaskan
tubuh.
bagian dari rejimen perawatan sepanjang masa kurungan 44 hari. Elemen lain dari
rejimen ini adalah tungku (kompres batu panas/besi), tangas (mandi uap vagina),
(pengecualian diet ketat, kriteria inklusi, persiapan, dan porsi), serta pantang
berhubungan seksual.
melahirkan juga dilaksanakan oleh masyarakat di Aceh, seperti yang diteliti oleh
madeung dan toet batee. Cara ini bukan suatu hal yang asing dalam kehidupan
Jambo Aye. Cara pengobatan madeung dan sale, diyakini bisa mengeringkan
peranakan, tubuh menjadi kurus atau singset, dapat mengecilkan perut, dapat
mengatur jarak kelahiran dan membuat ibu menjadi cantik serta membuat tubuh
menjadi harum. Sejak hari pertama di peumadeung (disale) dan diletakkan batu
panas di perut. Ibu tidur di atas bale yang terbuat dari bambu atau kayu yang di
bawahnya dihidupkan api. Hal ini bertujuan untuk membersihkan darah kotor,
dipercaya dapat memberikan manfaat untuk ibu dan bayi bukanlah tanpa risiko,
dari kaca mata kesehatan dapat dilihat bahwa kemungkinan dampak negatif bisa
panas maka kulit ibu bisa terbakar, hawa yang panas juga dapat membuat iritasi
dari api tersebut dapat menganggu sistem pernafasan pada ibu dan bayi yang
berada dalam satu ruangan. Asap dari pembakaran kayu, arang dan bahan organik
lain mengandung berbagai zat kimia yang bisa mengganggu kesehatan, yakni
partikel halus (particulate matter/PM) dan gas. Gas karbon monoksida, sulfur
dioksida, nitrogen oksida, dan ozon merupakan gas yang paling dominan yang
terdapat dalam kandungan asap. Secara umum bahan pencemar senyawa kimia
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka
Jika pada saat proses persalinan terjadi robekan jalan lahir dan dilakukan
dikhawatirkan benang jahitan akan putus, hal ini lebih sering terjadi pada saat ibu
ibu dan bayi ternyata dapat menimbulkan malapetaka, seperti kejadian yang
terjadi di daerah Dolok Sanggul. Seorang ibu bernama Rosida boru Ambarita dan
meninggal karena keracunan asap arang dari perapian. Berdasarkan informasi dari
salah seorang warga, asap arang biasa digunakan dalam adat mereka untuk
menghangatkan tubuh ibu yang baru melahirkan beserta bayinya. Namun diduga
ibu dan bayinya tersebut meninggal karena keracunan asap arang, karena asap dari
kamar dalam keadaan tertutup sehingga mereka tidur lemas dan akhirnya
Karo, tradisi membuat perapian buat ibu bersalin adalah hal biasa, namun jarang
Kategori Tema
kesehatan ibu
kesehatan
bayi
Upaya perawatan masa nifas telah lama dilakukan dengan berdasar kepada
warisan leluhur dan hal tersebut bervariasi sesuai adat dan kebiasaan pada masing-
masing suku, namun tidak semua perawatan yang dilakukan oleh masyarakat
tersebut dapat diterima bila ditinjau dari aspek medis. Oleh sebab itu, informasi
kesehatan.
melakukan tradisi marapi. Hal tersebut tergambar dari kategori berikut ini; 1)
berikut:
memiliki keluhan selama marapi. Mereka mengatakan bahwa mereka sehat dan
tidak memiliki keluhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut:
melakukan marapi seperti kedinginan, demam dan batuk. Hal ini sesuai dengan
“...pernah, saya pernah sakit dan disuntik oleh bidan. Saya demam
setelah satu bulan melahirkan. Waktu itu tidak ada orang di
rumah, anak-anak juga tidak ada. Tiba-tiba gerimis turun dan kain
jemuran kami sangat banyak di luar, saya keluar mengangkat
jemuran tapi saya memakai tapu-tapu (kain diletakkan di atas
kepala) semenjak itu saya demam dan batuk....” (P7L33-39)
melakukan marapi tetapi risiko gangguan kesehatan pasti ada seperti gangguan
pernapasan yang bisa timbul karena menghirup asap dari pembakaran biomassa
peneliti menemukan satu orang ibu yang sedang melakukan marapi. Peneliti
terlihat banyak asap yang dihasilkan oleh perapian tersebut bahkan bisa dikatakan
tanpa asap, tetapi walaupun terlihat tanpa asap bukan berarti tidak berbahaya bagi
Kayu bakar atau arang yang dibakar akan menghasilkan asap yang
dari pembakaran tersebut yaitu: partikel halus (PM2.5) atau partikel kecil (PM10),
(NMVOCs) yang mudah menguap dan sulfur dioksida (SO2) (WHO, 2018).
Asap dari pembakaran kayu, arang dan bahan organik lain mengandung
berbagai zat kimia, yakni partikel halus (particulate matter/PM) dan gas. Gas
karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida dan ozon merupakan gas yang
manusia seperti gangguan pernapasan, penyakit asma dan bronchitis, luka mata,
mata terasa pedih dan berair, pusing kepala, kelelahan, batuk-batuk serta dapat
menyalakan perapian diperlukan kayu bakar yang kering bukan arang. Kayu bakar
bakar akan diambil kembali dan yang tinggal hanya bara api, kemudian baru
ditambahkan dengan arang. Saat kayu bakar diambil dari perapian, asapnya juga
ikut pergi bersama kayu bakar tersebut. bara api dan arang tersebutlah yang
menjadi bahan perapian yang diletakkan di bawah tempat tidur ibu. saat perapian
diletakkan di bawah tempat tidur, asapnya sudah tidak ada dan yang terasa hanya
panasnya saja.
Hal yang berbahaya dari perawatan marapi ini adalah resiko kemungkinan
terjadinya luka bakar karna tidak ada ketetapan pasti tentang ukuran panas yang
dihasilkan oleh arang yang dibakar dan berapa lama ibu harus berbaring di atas
perapian. Luka bakar adalah respon kulit dan jaringansubkutan terhadap trauma
tidak merusak epitel kulit atauhanya merusak sebagian epitel kulit (Grace &
Borley, 2006).
berfungsi untuk menyalakan api, selain kayu bakar ibu juga menggunakan sabut
kelapa. Sabut kelapa digunakan karena sabut kelapa yang dibakar akan
menghasilkan asap yang banyak. Ibu juga menggunakan daun tindo tasik yang
diyakini bermanfaat untuk membuat tubuh ibu menjadi wangi. Ibu menggunakan
tubuh ibu dan membuat ibu berkeringat. Saat api baru dinyalakan asap yang
perapian dan sabut tersebut sudah mulai terbakar, asapnya memang sangat
banyak. Peneliti sempat bertanya kepada ibu apakah ibu terganggu dengan asap
tersebut dan ibu menjawab kalau dia tidak terganggu dan dia merasa baik-baik
saja. Ibu juga mengatakan semakin banyak asap akan semakin baik.
Setelah sabut kelapa mulai terbakar dan mengeluarkan asap barulah daun
tindo tasik ditambahkan ke perapian, kemudian ibu akan berdiri di atas perapian
dengan kedua kaki direnggangkan agar seluruh asap mengenai tubuh ibu. Ibu akan
menutup seluruh tubuhnya dengan kain sarung dan yang kelihatan hanya
peneliti melihat sabut kelapa dan daun tindo tasik sudah mulai habis terbakar.
Potensi gangguan kesehatan yang mungkin terjadi selama manjonjongi api seperti
jika luka ibu dijahit maka benang jahitannya dapat terbuka, ibu bisa mengalami
dehidrasi karena kondisi yang sangat panas, ibu juga bisa mengalami gangguan
Asap yang dihasilkan dari tradisi ini dapat memperburuk kesehatan ibu
infeksi saluran pernafasan. Selama melakukan marapi, ibu dan bayi akan
menghirup udara yang tercemar karena bahan bakar yang digunakan untuk marapi
Berbeda dengan tradisi se’i yang dilakukan di dalam rumah bulat yang
dengan kondisi fisik rumah yang berbeda-beda, tetapi dari hasil pengamatan
peneliti rumah warga memiliki ventilasi yang cukup baik walaupun tidak
cukup. Kondisi fisik rumah informan dapat dilihat pada gambar berikut:
udara dalam ruang, karena dapat mengurangi kelembaban dan ultra violet dari
dan saluran pernafasan. Pencahayaan alami yang baik memberikan kualitas udara
yang baik sehingga memberi kemungkinan ibu tidak merasa mengalami gangguan
Asap dari pembakaran kayu, arang dan bahan organik lain mengandung
berbagai zat kimia yang bisa mengganggu kesehatan, yakni partikel halus
(particulate matter/PM) dan gas. Gas karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen
oksida, dan ozon merupakan gas yang paling dominan yang terdapat dalam
gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata dan luka saluran pernapasan.
bagi ibu dan bayi karena ibu dan bayi terpapar dengan asap yang dihasilkan dari
Timur menunjukkan bahwa terdapat 37,4 persen ibu dan 43,3 persen bayi
Soerachman, 2014).
dan bayi ternyata dapat menimbulkan malapetaka, seperti kejadian yang terjadi di
daerah Dolok Sanggul. Seorang ibu bernama Rosida boru Ambarita dan bayi
meninggal karena keracunan asap arang dari perapian. Berdasarkan informasi dari
salah seorang warga, asap arang biasa digunakan dalam adat mereka untuk
menghangatkan tubuh ibu yang baru melahirkan beserta bayinya. Namun diduga
ibu dan bayinya tersebut meninggal karena keracunan asap arang, karena asap dari
kamar dalam keadaan tertutup sehingga mereka tidur lemas dan akhirnya
marapi merupakan perilaku berisiko yang masih tetap dijalankan oleh masyarakat.
melakukan tradisi marapi. Bayi diletakkan di samping ibunya sehingga bayi juga
ikut merasakan panas dari perapian. Bayi juga berpotensi mengalami gangguan
kesehatan seperti batuk, sesak nafas, ruam di kulit, dan lain-lain. Selama 28 hari
pertama kehidupan, bayi berisiko paling tinggi untuk meninggal. Kematian bayi
terjadi dalam periode neonatus yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kebutuhan
bayi baru lahir salah satunya adalah adaptasi dari kehidupan intra uterin ke
kehidupan ekstra uterin. Bayi baru lahir melakukan adaptasi terhadap kehidupan
diluar uterus, diantaranya adalah sistem pernafasan, metabolisme, suhu tubuh, dan
lain-lain.
neonatus sehingga neonatus sebagai organisme yang harus menyesuaikan diri dari
neonatus merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Pemberian makan dan perawatan yang tepat diberikan selama
periode ini baik untuk meningkatkan peluang anak untuk bertahan hidup maupun
“...bayi saya tidak pernah sakit, dia sehat, dia tidak pernah sakit
apapun. Setelah agak besar ini baru dia sakit, setelah dia makan
baru dia mulai sakit...” (P7L141-143)
Bayi adalah individu yang lemah dan memerlukan proses adaptasi. Bayi
harus dapat melakukan empat penyesuaian agar dapat tetap hidup yaitu
saat usia mereka masih satu bulan. Usia satu bulan seharusnya bayi masih
makanan pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan dianggap sangat
merugikan karena usus bayi yang berfungsi untuk mencerna makanan masih
belum sempurna jadi memerlukan tahapan waktu sampai pencernaan lebih kuat,
sedangkan komposisi ASI masih mencukupi hingga bayi berusia enam bulan.
Kerugian lain selain pencernaan bayi belum kuat jika diberikan makanan
pendamping ASI sejak dini, maka bayi tidak berusaha kuat untuk mengisap ASI,
Setelah bayi lahir, harus diupayakan pemberian ASI secara ekslusif yaitu
pemberian ASI selama enam bulan. Setelah enam bulan anak diberikan makanan
untuk melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
yang mulai meningkat pada masa bayi dan masa pertumbuhan selanjutnya. Selain
pemberian nutrisi yang cukup dan seimbang perlu dilakukan perawatan kesehatan
faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan proses vital neonatus yaitu
maturasi, adaptasi dan toleransi. Selain itu pengaruh kehamilan dan proses
Empat aspek transisi pada bayi,baru lahir yang paling dramatis dan cepat
saat ini masih dilestarikan oleh sebagian masyarakat dandalam praktiknya dapat
dapat menimbulkan risiko kesehatan untuk ibu dan bayi. Merubah perilaku dan
Hal yang terlihat berbahaya dalam pandangan kesehatan modern belum tentu
menjadi hal yang berbahaya bagi masyarakat. Mengacu pada esensi budaya, nilai
budaya sehat merupakan bagian yang tak terpisahkan akan keberadaannya sebagai
upaya mewujudkan hidup sehat dan merupakan bagian budaya yang ditemukan
secara universal. Melalui budaya pula, hidup sehat dapat ditelusuri, yaitu melalui
komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat penyakit, cacat dan
Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan
penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut serta
kehamilan, persalinan, masa nifas, dan perawatan bayi melalui cara-cara yang
mudah dicerna oleh daya nalar mereka. Perlu intervensi khusus oleh provider
pendidikan tidak hanya ditujukan untuk ibu, tetapi juga suami, orang tua, mertua
memberikan perawatan nifas yang kompeten secara budaya dan sesuai dengan
konsep kesehatan.
Implikasi Penelitian
implikasi kepada ibu, implikasi kepada keluarga dan implikasi kepada tenaga
marapi dan hubungannnya dengan kesehatan ibu dan bayi. Implikasi dari setiap
Desa Manunggang Jae adalah pentingnya pemahaman yang baik tentang potensi
gangguan kesehatan yang mungkin dialami oleh ibu dan bayi sebagai akibat yang
timbul dari tradisi marapi, dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjadi
yang baik akan mendorong ibu untuk melakukan perawatan masa nifas yang tidak
melakukan perawatan masa nifas dengan cara marapi. Suami juga ikut terlibat dan
ibu. Oleh karena itu, hasil penelitian ini memberikan hasil yang bermanfaat bagi
masyarakat khususnya keluarga termasuk orangtua, ibu mertua dan suami agar
perawatan masa nifas agar dapat memberikan dukungan kepada ibu untuk
terhadap ibu nifas. Oleh karena itu, hasil penelitian ini memberikan implikasi
mulai dari masa kehamilan, proses persalinan hingga pada masa nifas dan
pemberian perawatan pada bayi baru lahir sebagai upaya pemberian perawatan
Keterbatasan Penelitian
mengenai inti dari setiap pertanyaan agar dapat ditanyakan kembali kepada
potensi gangguan kesehatan yang akan terjadi pada ibu dan bayi masih banyak
kekurangan, selain itu keterbatasan dana, sarana dan waktu yang dimiliki peneliti
penelitian ini.
- Gangguan sistem
pernafasan
- Luka bakar
- Dehidrasi
- Infeksi luka
perineum
- Ruam di kulit
Kesimpulan
Tradisi marapi merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh
masyarakat di Desa Manunggang Jae. Tradisi marapi dilakukan oleh ibu nifas
dengan tujuan untuk memberikan kehangatan pada ibu nifas dan bayinya agar ibu
dan bayi tidak cepat sakit karena kedinginan. Jenis perawatan yang dilakukan
dengan berbagai alasan, diantaranya adalah bahwa tradisi ini sudah dilakukan
sejak dahulu dan merupakan warisan nenek moyang atau tradisi turun-temurun.
Tradisi ini juga dilakukan atas anjuran tetua kampung dan anjuran ibu maupun ibu
mertua. Tradisi marapi masih merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kesehatan ibu nifas dan bayinya tapi pada kenyataannya praktik tradisi ini
merupakan perilaku berisiko yang dapat merugikan kesehatan ibu dan bayi.
Risiko gangguan kesehatan yang dialami oleh ibu dan bayi diantaranya adalah
vasodilatasi, penurunan tekanan darah, ruam di kulit dan bahkan akibat fatal yang
Bagi masyarakat. Perawatan masa nifas untuk ibu dan bayi diharapkan
dapat dilakukan dengan cara yang lebih sehat. Misalnya untuk menghangatkan ibu
dan bayi bisa menggunakan selimut atau dengan alat maupun benda yang tidak
diminum atau digunakan sebagai campuran untuk air mandi ibu. Diharapkan
dengan cara demikian ibu dan bayi dapat terhindar dari asap saat melakukan
tradisi marapi.
memberikan edukasi tentang perawatan ibu nifas dan bayi baru lahir terhadap
masyarakat terutama kepada ibu nifas dan keluarga. Perlu intervensi khusus
Anwar, A., & Soerachman, R. (2014). Kesehatan ibu dan bayi yang
melakukantradisi sei dan gambaran kesehatan lingkungan rumah bulat
(ume‘kbubu) di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT). Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(1), 56–64. Diakses dari
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/3883/3-
728
Brunner & Suddarth. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah (Edisi ke-8).
Jakarta: EGC.
Dalimartha, S. (2009). Atlas tumbuhan obat. (Jilid 6). Jakarta: PT. Pustaka Bunda
Fadzil, F., Shamsuddin, K., & Ezat, S.E.W.P. (2015). Traditional postpartum
Grace, P. A. & Borley, N. R. (2006). At a glance ilmu bedah (Edisi ke-3). Jakarta:
Erlangga
Handayani, K., & Prasodjo, R.S. (2018). Tradisi perawatan ibu pasca persalinan
(se’i dan tatobi) di Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan, 16(3),
130-139. Diakses dari http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/jek/
article /view/7353/5547
Hussein, J. & Fortney, J. A. (2004). Puerperal sepsis and maternal mortality: What
role can new technologies play? International Journal of Gynecology and
Obstetrics, 85(1 SUPPL.): 52-61.
Iqbal, W. M., Nurul, C., & Iga, M. (2012). Ilmu sosial budaya dasar kebidanan.
Jakarta: EGC
Johnson, D. P. (1994). Teori sosiologi klasik dan modern. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kinasih, A. (2016). Survei dampak rumah bulat dan status gizi terhadap kapasitas
vital paru pada ibu post partum yang menggunakan kompres panas di
Kecamatan Mollo Tengah NTT. Dalam Binaus wajah pedesaan Timor di
abad XXI(h.55-66) (Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana). Diakses
dari https://lib.unnes.ac.id/26462/1/full.pdf
Manalu, H.S.P., Ida., Pangaribuan, O., Lawolo, A.K., & Handayani, L. (2012).
Buku seri etnografi kesehatan ibu dan anak 2012 etnik Nias desa
Hilifadolo, Kecamatan Lolowa’u Kabupaten Nias Selatan Provinsi
Sumatera Utara. Jakarta : Percetakan Kanisius
Mander, S., & Miller, Y.D. (2015). Perceived safety, quality and cultural
competency of maternity care for culturally and linguistically diverse
women in Queensland. Journal of Racial and Ethnic Health Disparities,
3(1), 83-98. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26896108
Mansur, H. (2009). Psikologi ibu dan anak untuk kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika
Mariyati & Tumansery, G.S. (2018). Perawatan diri berbasis budaya selama masa
nifas pada ibu postpartum. Jurnal Ilmu Keperawatan 6(1), 47-56. Diakses
dari http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/12203
Mubarak, W.I., Chayatin, N., & Mainur, I. (2013). Pengantar dan teori ilmu
sosial budaya dasar kebidanan. Jakarta: EGC
Neno, F.M.I. (2016). Persepsi ibu dan tenaga kesehatan mengenai tradisi se’i dan
tatobi di daerah binaan Puskesmas Nulle Kec. Amunaban Barat
Kabupaten TTS (Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana). Diakses dari
http://www.repository.uwks.edu/bitstream/123456789/14202/7/T1_46201
1006-Judul.pdf
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik (Edisi 4), Volume 2. Jakarta: EGC.
Prasodjo, R., Musadad, D. A., Muhidin, S., Pardosi, J., & Silalahi, M. (2015).
Advocate program for healthy traditional houses, ume kbubu, in a Timor
community: Preserving traditional behavior and promoting improved
health outcomes. Journal of Health Communication, 20(1), 10–19.
Rahayu, I.S., Mudatsir, & Hasballah, K. (2017). Faktor budaya dalam perawatan
ibu nifas. Jurnal Ilmu Keperawatan, 5(1), 36-49. Diakses dari http://www
.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/8761/7124
Raven, J. H., Chen, Q., Tolhurst, R. J. & Garner, P. (2007). Traditional beliefs and
practices in the postpartum period in Fujian Province, China: a qualitative
study. BMC Pregnancy and Childbirth, 7(8), 1-11. DOI:10.1186/1471-
2393-7-8
Rismunandar, & Paimin, F.B. (2001). Kayu manis budi daya dan pengolahan.
Jakarta: Penebar Swadaya
Riyadi, S., & Harmoko, H. (2012). Standar doperating procedure dalam praktek
klinik keperawatan dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rukiyah, A., Y. & Yulianti, L. (2010). Asuhan neonatus, bayi dan anak balita.
Jakarta: Trans Info Media.
Sahidu, A. M., Dharmawan, A. H., Satria, A., Adiwibowo, S., & Khomsan, A.
(2013). Pergeseran peranbelian dalam pemeliharaan kesehatan perempuan
Sitorus, M.E. (2017). Pengetahuan ibu nifas tentang tradisi mararang dan
dampaknya terhadap kesehatan ibu dan bayi di Kabupaten Toba Samosir
(Tesis, Universitas Gadjah Mada). Diakses dari http://etd.repository.ugm.
ac.id/index.php?act=view&buku_id=127936&mod=penelitian_detail&sub
=PenelitianDetail&typ=html
Suharto, I. (2011). Limbah kimia dalam pencemaran udara dan air. Yogyakarta:
Andi Offset
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta: Salemba Medika
Usman & Sapril (2018). Pemanfaatan budaya posoropu dalam perawatan masa
nifas oleh perempuan Buton Utara. Jurnal MKMI, 14(3), 268-277. Diakses
dari https://www.researchgate.net/publication/328764054_Pemanfaatan
_Budaya_Posoropu_dalam_Perawatan_Masa_Nifas_oleh_Perempuan_But
on_Utara/link/5be18f23299bf1124fbe9383/download
Walyani, E.S., & Purwoastuti, E. (2105). Asuhan kebidanan masa nifas &
menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Yusoff, Z. M., Amat, A., Naim, D., & Othman, S. (2018). Postnatal care practices
among the Malays, Chinese and Indians: A Comparison. SHS Web of
Conferences, 45, 1-6. https://doi.org/10.1051/shsconf/20184505002.
Masyarakat yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul
“Tradisi Marapi dan Hubungannya dengan Kesehatan Ibu dan Bayi (Studi
wawancara. Untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara peneliti dan
dirahasiakan dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian ini. Apabila ibu
bersedia dan menyetujui untuk menjadi informan dalam penelitian ini, agar
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, bersedia dan tidak merasa
Sumatera Utara atas nama: Rosmala Dewi, judul penelitian: Tradisi Marapi dan
Manunggang Jae).
( )
Nama dan Tanda Tangan
Pedoman Wawancara
Hari/tanggal :
A. KarakteristikInforman
Informan :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Jumlah anak :
B. Pendahuluan
1. Mengucapkan salam dan terima kasih untuk kesediaan dan waktu untuk
diwawancarai
wawancara
kepentingan penelitian
Apa yang ibu lakukan jika ibu atau bayi mempunyai keluhan
selama marapi?