Sumber : https://lifestyle.okezone.com/read/2014/12/29/481/1085281/balitbangkes-bakal-
kaji-tradisi-oyog-untuk-bumil
Ulasan Budaya Oyog
Budaya Oyog adalah salah satu budaya yang berasal dari adat sunda, tepatnya dari
Cirebon. Oyog sendiri merupakan tradisi untuk menggoyangkan perut ibu hamil pada bulan
ketiga sampai kesembilan. Menurut kepercayaan, hal itu dapat mengurangi keluhan pada
saat hamil dan juga memperlancar persalinan. Namun, masih harus diuji saecara ilmiah.
Menurut saya sendiri, kebudayaan Oyog bukanlah budaya yang menyakiti atau
mengganggu kesehatan. Namun, budaya Oyog ini sendiri dapat menjadi salah satu cara
komunikasi interpersonal antara ibu hamil dan dukun beranak. Hal ini dikarenakan, ibu hamil
merasa nyaman ketika berbicara dengan dukun beranak terkait anaknya. Menurut
penelitian, budaya Oyog ini juga memberi manfaat secara psikologis bagi ibu yaitu untuk
menenangkan pikiran ibu.
Sebagai seorang bidan, kita dapat berkolaborasi dengan dukun beranak di daerah
setempat untuk memodifikasi pijatan pada ibu hamil dengan tetap berpegangan pada nilai
budaya yang ada serta memperhatikan nilai komunikasi interpersonal padabidan dan ibu
hamil. Misalnya, ketika ibu hamil tersebut melakukan Oyog bidan ikut membantu dukun
beranak tersebut untuk mempelajari pijatan serta mempelajari komunikasi yang baik pada
masyarakat desa. Karena pada umumnya, pemikiran masyarakat desa dan masyarakat kota
berbeda serta tingkat pengetahuan yang berbeda membuat kita sebagai bidan haruslah
menguasai cara-cara berkomunikasi yang baik dengan ibu hamil di desa.
Selain dengan tujuan bidan dapat mempelajari komunikasi interpersonal yang baik
dengan ibu hamil di desa, kolaborasi antara bidan dan dukun beranakan memang sangat
diperlukan. Karena akses ke desa dan kurangnya tenaga kesehatan di desa kita harus
berkolaborasi dengan dukun beranak agar mudah dalam mengontrol kesehatan ibu hamil di
desa. Misalnya, ketika ibu hamil mengalami pendarahan bidan dapat membantu untuk
merujuk ke rumah sakit. Ketika seorang ibu hamil akan melahirkan bidan dapat dibantu oleh
dukun beranak karena saat ini pada proses melahirkan dibutuhkan minimal 4 tangan atau 2
orang.
Dari kebudayaan Oyog ini, kita sebagai bidan dapat belajar banyak pengalaman.
Misalnya saja, cara berkomunikasi interpersonal yang baik antara bidan dan ibu hamil di
desa. Lalu, dapat berkolaborasi dengan dukun beranak dalam memantau kesehatan ibu
hamil di desa dan kita dapat mempelajari pijatan pada ibu hamil yang dapat dimodifikasi
oleh bidan.
Kesimpulan dari artikel yang saya baca diatas mendapatkan hasil bahwa
kebudayaan Oyog ini memberi dampak positif baik bagi ibu hamil, bidan maupun dukun
beranak setempat sehingga kebudayaan ini masih bisa tetap dijalankan atau dilaksanakan
karena tidak membahayakan ibu hamil, namun ada baiknya didampingi oleh bidan.