Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Budaya Nasi Papah

Nasi papah atau “nasi papak” adalah pemberian makanan yang telah

dipapah atau dilumatkan dengan mulut kepada bayi. Kondisi ini masih kita

temukan dibeberapa bagian Pulau Lombok khususnya di daerah-daerah

pinggiran, yang agak terisolir. Nasi papah masih terus berlangsung karena

alasan budaya.

Nasi papah masih menjadi permasalahan yang sulit diatasi apalagi

dalam upaya meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten

Lombok Timur.

B. Nasi papah dari Sisi Budaya.

Sangat sedikit literature yang menjelaskan kapan nasi papah itu mulai

diberikan, bahkan kalau kita menanyakan pada nenek-nenek kita di kampong

mengatakan bahwa kamu besar juga karena dulu diberikan nasi papah dan

kenyataannya kamu bisa hidup dan sukses seperti saat ini. Jadi disini dapat

dijelaskan bahwa praktek pemberian nasi papah tersebut sudah berlangsung

sangat lama dan diteruskan secara turun temurun.

Sebagian ibu-ibu percaya bahwa anak-anak memerlukan makanan

untuk dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang

tersedia setiap saat dan tidak membahayakan kesehatannya baik dari segi

ukuran maupun teksturnya. Indikator yang dapat dilihat untuk menentukan

kekenyangan seorang bayi adalah apabila dia terus menerus menangis

walaupun sudah diberikan ASI.


Untuk memenuhi kebutuhan bayi maka ibu-ibu atau nenek akan

memberikan berbagai jenis makanan mulai dari madu, pisang, bubur dan lain

sebagainya. Namun masih ada sebagian masyarakat yang tinggal di daerah-

daerah tertentu masih menerapakan kebiasaan memberikan nasi papah kepada

bayinya.

Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu sebelum

diberikan kepada bayinya. Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk

beberapa kali pemberian makanan. Kebiasaan memberikan makanan kepada

bayi berupa nasi papah didapatkan secara turun temurun, dan ini merupakan

bentuk kearifan local tentang hubungan kasih sayang antara ibu dan bayinya.

Sebagian masyarakat memberikan nasi papah berdasarkan keyakinan

agama bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah memberikan papahan

kurma kepada anak-anak kecil atau bayi-bayi. Begitu juga dengan anjuran

memberikan madu pada bayi yang baru lahir.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.

Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu

yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki

oleh masyarakat itu sendiri. Istilah sebagai sesuatu yang turun temurun dari

satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai

superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung

keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta

keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi

segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.

Nasi papah sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat karena

adanya anggapan itu sudah merupakan tradisi yang harus terus dikembangkan

dan dilestarikan. Kebudayaan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan

meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,

sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh

manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda

yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk

membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

Banyak hal yang belum bisa dijelaskan secara nyata tentang

pemberian nasi papah tersebut. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang

memilih suatu budaya terutama dalam makanan antara lain adanya nilai

makanan, pantangan agama, takhayul dan kepercayaan tentang kesehatan.

Pemilihan makanan juga dapat disebabkan karena makanan itu dianggap baik

oleh masyarakat dan yang tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan

makanan dan kemampuan mengekploitasi bahan makanan tersebut.

Baliwati, dkk. (2014), mengeksplorasi bahwa komponen ketersediaan

dan stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumber daya alam, manusia, sosial dan

produksi pangan. Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah

tangga dan individu mempunyai sumber daya yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari
kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan produksi pangan dan

peningkatan pendapatannya.

Selain faktor-faktor di atas faktor sosio budaya dan religi juga dapat

mempengaruhi ketahanan pangan dan konsumsi pangan masyarakat.

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang besar terhadap

pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi.

Karena aspek sosial budaya merupakan fungsi pangan dalam

masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama,

adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat tersebut.

Kepercayaan masyarakat suku sasak tentang nasi papah:

1) Masyarakat menganggap pemberian nasi papah aman-aman saja dan

tidak menimbulkan permasalahan yang berarti bagi kesehatan.

2) Dengan memberikan nasi papah merupakan bentuk ekspresi kasih saying

orang tua kepada anaknya.

3) Mereka merasa menjadi lebih aman, tenang.

4) Kontak air liur juga dipercaya akan mempererat hubungan emosional

antara orang tua dan si anak.

Foster dan Andersen, 2015 mengatakan bahwa Makanan adalah suatu

konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan zat ini

sesuai bagi kebutuhan kita. Sedemikian kuat kepercayaan-kepercayaan kita

mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan

makanan sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk

menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingn kesehatan dan


gizi yang lebih baik.

C. Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan

Sebagian besar para ahli sepakat bahwa makanan terbaik bagi bayi

adalah air susu ibu karena mengandung zat gizi yang lengkap bagi

pertumbuhan dan perkembangan bayi khususnya sampai berumur 6 bulan,

dan setelah itu baru diberikan makanan tambahan berupa makanan

pendamping sesuai umurnya.

Air Susu Ibu juga memiliki banyak kelebihan selain yang disebutkan di

atas seperti mengandung zat antibody terutama pada ASI yang pertama keluar

yang disebut colustrum. ASI juga tidak perlu membeli, bias tersedia setiap

saat dengan suhu yang sesuai kebutuhan bayi dan banyak lagi manfaat

lainnya.

Pemberian Makanan Pendamping ASI juga perlu memperhatikan

tingkatan umur bayi, dimana semakin besar umurnya maka kebutuhannya

juga akan semakin meningkat. Umumnya makanan pendamping ASI yang

dibuat secara rumahan sangat sedikit mengandung mikronutrient yang justru

sangat dibutuhkan bayi untuk tumbuh dan berkembang terutama untuk

perkembangan kecerdasannya.

Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari asfek pemenuhan

kebutuhan gizi tersebut, dimana biasanya yang dipapah hanya makanan

sumber karbohidrat saja seperti beras dan sangat jarang ditambahkan

makanan yang lain baik makanan sumber protein maupun vitamin dan

mineral. Sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.


Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu

dengan bayi, dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi

menular tertentu yang berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan

maka akan sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya. Misalnya

Tuberculosis.

Dari segi kebersihan dan keamanan pangan nasi papah masih perlu

dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit yang diderita ibu

melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi jelas

merugikan si bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari makanan sedangkan

bayinya akan mendapatkan ampasnya.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan, 2017. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2015.


,Jakarta

Dewey,K.G.,Cohen R.J.,Brown K.H.,&Rivera L.L (2011) Effects of Exclusive


Breasfeeding for four versus sixt month on maternal nutritional status and
infant motor development; Result of two month randomized trial in
Honduras. Jurnal of Nutrition, 13 pp,262-267.

Fawzi WW, Herrera MG, Nestel P, el Amin A, Mohamed KA. A longitudinal


study of prolonged breastfeeding in relation to child undernutrition. Int J
Epidemiol 2009;27:255-60.

Foster.G.M, Andersen B.G, 2015. Antropologi Kesehatan. Penerbit Universitas


Indonesia.

Graeff.J.A, Elder.J.P,Booth.E.M. 2013. Communication For Health And Behavior


Change, Gadjah Mada University Press.

Hediger ML, Overpeck MD, Ruan WJ, Troendle JF. Early infant feeding and
growth status of US-born infants and children aged 4-71 mo: analyses from
the third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1994.
Am J Clin Nutr 2000;72:159-67.

Kotler,P, Andersen, A.R, 1995, Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba,


Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Kotler,P.2015, Manajemen Pemasaran , Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenhallindo,


Jakarta.

Kruger R, Gericke GJ. A qualitative exploration of rural feeding and weaning


practices, knowledge and attitudes on nutrition. Public Health Nutr
2009;6:217-223.

WHO, 2012 ‘Diet, nutrition and prevention of chronic diseases: Report of the
Joint WHO/FAO Expert Consultation’ , Geneva,.

Anda mungkin juga menyukai