Anda di halaman 1dari 29

SOSIO ANTROPOLOGI KESEHATAN

KEBUDAYAAN DALAM RUANG LINGKUP


KESEHATAN LINGKUNGAN

0
KEBUDAYAAN DALAM RUANG LINGKUP
KESEHATAN LINGKUNGAN

Kesmas 2 D
Kelompok 3

Rifki Rahmad Mangga


Rizky Maulina Tahir
Mifta Hulzana Yunus
Mirnawati Ishak
Triwahyuningsi Hasania
Aisha Nuraini Irwansyah
Yesintha Amelia Mohama

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan buku ini yang Alhamdulillah buku
ini merupakan karya kami yang pertama dalam rentetan usaha dan niat baik dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat.

Buku ini berisikan tentang informasi mengenai budaya dalam Ruang Lingkup
kEsehatan Lingkungan lebih khususnya membahas tentang konsep dasar budaya kesehatan.
Kami berharap buku ini dapat memberikan informasi tambahan kepada kita semua khususnya
kepada mahasiswa kesehatan.

Kami menyadari bahwa buku ini masih jau dari kata sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyususnan buku ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Gorontalo, April 2019

Penulis

Kesmas 2 D iii
DAFTAR ISI
KEBUDAYAAN DALAM RUANG LINGKUP KESEHATAN LINGKUNGAN ................. 0
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv
BAB I MANUSIA DAN KEBUDAYAAN ............................................................................. 1
1.1 PENGERTIAN KEBUDAYAAN............................................................................... 1
2.1 WUJUD KEBUDAYAAN .......................................................................................... 2
2.2 UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN .......................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 6
BAB II KESEHATAN LINGKUNGAN .................................................................................. 7
2.1 PENGERTIAN KESEHATAN LINGKUNGAN ....................................................... 7
2.2 PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT ........................................................... 8
2.3 KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH DAN TPA SAMPAH .............................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11
BAB III KONSEP SEHAT SAKIT ........................................................................................ 12
3.1 PENGERTIAN SEHAT-SAKIT ............................................................................... 12
3.2 KONSEP SEHAT ..................................................................................................... 12
3.3 KONSEP SAKIT....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16
BAB IV ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
KESEHATAN.......................................................................................................................... 17
4.1 MASYARAKAT ....................................................................................................... 17
4.2 KEBUDAYAAN ....................................................................................................... 19
4.3 PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA ......................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

Kesmas 2 D iv
BAB I
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

1.1 Pengertian Kebudayaan


Kebudayaan berasal dari kata budaya, sedangkan budaya adalah bentuk jamak dari kata
budi-daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sanksekerta buddayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam
bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan
dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin berasal dari kata colera berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini
berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas.

Menurut Andreas Eppink, 1990 “kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai


sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistikyangmenjadicirikhas suatu
masyarakat.” (Dalam jurnal Isniati, 2012 hal 40)

Menurut Taylor (1987) kebudayaan atau yang dapat disebut juga “Peradaban”
mengandung pengertian yang sangat luas dan mengandung pemahaman perasaan suatu
bangsa yang sangat kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-
istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat (2002) mengatakan, bahwa menurut ilmu antropolgi


kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Dia membagi atas 7
unsur: sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sitem mata
pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan bahasa dan kesenian. Kesemua unsur
budaya tersebut terwujud dalam bentuk sistem budaya/adat-istiadat (kompleks budaya, tema
budaya, gagasan), sistem sosial (aktivitas sosial, kompleks sosisal, pola sosial, tindakan), dan
unsur-unsur kebudayaan fisik (benda kebudayaan).

White, 1979 Mengatakan “Dalam species manusia, organisasi sosial bukan semata-
mata fungsi struktur tubuh, melainkan fungsi suatu tradisi external suprabiological yang
disebut “kebudayaan.” Dalam jenis manusia terdapat macam-ragam organisasi sosial-budaya
dan proses peralatan yang tak terhingga variasinya, yang bersifat progresif dan kumulatif,
bersifat penyimbolan dan konseptual. Oleh sebab itu terdapat dua sosiologi yang secara

Kesmas 2 D 1
mendasar membedakan antara organisasi sosial manusia dan organisasi sosial makhluk-
makhluk lain, yakni (1) sosiologi species bukan-manusia (sociology of nonhuman species),
yang merupakan subbagian dari biologi; dan (2) sosiologi manusia (sociology of human
beings), yang merupakan subbagian dari ilmu kebudayaan, culturology, karena ia merupakan
fungsi dari suprabiologikal eksternal, yaitu tradisi supraorganik yang disebut kebudayaan.
Kemampuan berbicara pada manusia adalah karakteristik dari proses kebudayaan yang amat
penting dan merupakan bentuk karakteristik dari penyimbolan (symboling). Dengan
kemampuan tersebut manusia mengembangkan kebudayaan sehingga apa yang dihadapinya
di dunia dapat diklasifikasikan, dikonseptualisasikan, diverbalisasikan. Dengan demikian
pula hubungan-hubungan antar benda-benda disusun atas dasar konsepsi-konsepsi” (Dalam
jurnal Nurnadien hal 3)

Menurut R.Linton (1974) kebudayaan adalah konfigurasi tingkah laku yang dipelajari
dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyaraat tertentu.

Menurut Ariyono Suyono (1985) kebudayaan adalah keseluruhan hasil daya budhi
cipta, karya, dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya agar agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya, sesuai dengan unsur-unsur
universal di dalamnya, (Dalam I Gede: 2002 hal 95)

2.1 Wujud Kebudayaan


Beberapa ilmuan seperti Talcott Parson (sosiologi) dan Al Kroeber (Antropologi)
menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Di
mana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia
yang berpola. Demikian pula J.J Hogmann dalam bukunya The World of Man (1959)
membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu : ideas, activiities, and artifact. Menurut dimensi
wujudnya, maka kebudayaan mempunyai 3 wujud, yaitu:

1. Wujud Sistem Budaya


 Sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat.
 Berupa kompleks gagasan, ide-ide, konsep, nilai-nilai, norma-norma, peraturan
dan sebagainya yang berfungsi untuk mengantur, mengendalikan dan memberi
arah kepada perilaku manusia serta perbuatannya dalam masyarkat.

Kesmas 2 D 2
 Disebut sebagai sistem budaya karena gagasan, pikiran, konsep, norma dan
sebagainya tersebut tidak merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, melainkan
saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungan sehingga menjadi
sistem gagasan dan pikiran yang relatif mantap dan kontinyu.
2. Wujud Sistem Sosial
 Bersifat konkret, dapat diamati atau diobservasi
 Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan selalu mengikuti pola-pola
tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang ada dalam masyarakat.
 Gotong-royong, kerjasama, musyawarah, dsb.
3. Wujud Kebudayaan Fisik
 Aktivitas manusia yang saling berinterkasi tidak lepas dari berbagai penggunaan
peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Hasil karya
manusia tersebut pada akhirnya menghasilkan sebuah benda dalam bentuk yang
konkret sehingga disebut kebudayaan fisik.
 Berupa benda-benda hasil karya manusia, seperti candi-candi, prasasti, tulisan-
tulisan(naskah), dsb.

Koentjaraningrat 1993 mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau dihgolongkan


dalam tiga wujud, yaitu:

1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan.

Wujud tersebut tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak
dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan dan tempatnya ada di alam pikiran warga
masyarajat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini
disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi
mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan
manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat
atau adat istiadat, yang sekarang banyak sisimpan dalam arsip, tape recorder, komputer.

Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang
bersifat abstrak.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.

Kesmas 2 D 3
Wujud tersebut dinamakan sistem, karena menyangkut tindakan berpola dari manusia itu
sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sisteam
sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksia dan berhubungan serta
bergaul satu dengan yang lainnya dalam masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam bentuk
perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di
masyarakat.

Kesimpulannya, sistem sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat


konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Dimana wujud budaya ini hampir
seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan kerya semua manusia dalam
masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil.

Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat


konkret, dalam bentuk materi/artefak. (Dalam jurnal inrevlozen, 2010)

2.2 Unsur-unsur Kebudayaan


Sementara para ahli kebudayaan memandang kebudayaan sebagai suatu stategi.
menurut van Peursen, 1976 mengatakan “Salah satu strategi adalah memperlakukan
(kata/istilah) kebudayaan bukan sebagai “kata benda” melainkan “kata kerja”. Kebudayaan
bukan lagi semata-mata koleksi karya seni, buku-buku, alat-alat, atau museum, gedung,
ruang, kantor, dan benda-benda lainnya. Kebudayaan terutama dihubungkan dengan kegiatan
manusia yang bekerja, yang merasakan, memikirkan, memprakarsai dan menciptakan. Dalam
pengertian demikian, kebudayaan dapat dipahami sebagai “hasil dari proses-proses rasa,
karsa dan cipta manusia. “dengan begitu”(manusia) berbudaya adalah (manusia yang) bekerja
demi meningkatnya harkat dan martabat manusia. Strategi kebudayaan yang
menyederhanakan praktek operasional kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari dan
kebijakan sosial dilakukan dengan menyusun secara konseptual unsur-unsur yang sekaligus
merupakan isi kebudayaan”. (Dalam jurnal Nurnadien, 2009 hal 7)

Menurut Koentjaraningrat, 1974. “Unsur-unsur kebudayaan tersebut bersifat universal,


yakni terdapat dalam semua masyarakat di mana pun di dunia, baik masyarakat “primitif”
(underdeveloped society) dan terpencil (isolated), masyarakat sederhana (less developed

Kesmas 2 D 4
society) atau prapertanian (preagricultural society), maupun masyarakat berkembang
(developing society) atau mengindustri (industrializing society) dan masyarakat maju
(developed society) atau masyarakat industri (industrial society) dan pascaindustri
(postindustrial society) yang sangat rumit dan canggih (highly complicated society). Unsur-
unsur tersebut juga menunjukkan jenis-jenis atau kategori-kategori kegiatan manusia untuk
“mengisi” atau “mengerjakan,” atau “menciptakan” kebudayaan sebagai tugas manusia
diturunkan ke dunia sebagai “utusan” atau khalifah untuk mengelola dunia dan seisinya,
memayu hayuning bawana – tidak hanya melestarikan isi alam semesta melainkan juga
merawat, melestarikan dan membuatnya indah. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat
dirinci dan dipelajari dengan kategori-kategori sub-unsur dan sub-sub-unsur, yang saling
berkaitan dalam suatu sistem budaya dan sistem social, yang meliputi (1) Sistem dan
organisasi kemasyarakatan; (2) Sistem religi dan upacara keagamaan; (3) Sistem mata
pencaharian; (4) Sistem (ilmu) pengetahuan; (5) Sistem teknologi dan peralatan; (6) Bahasa;
dan (7) Kesenian” (dalam jurnal Nurnadien, 2009 hal 7)

Tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dala ketiga wujud
kebudayaan terurai diatas, yaitu wujudnya yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem
sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Dengan demikian sistem ekonomi
misalnya mempunyai wujud sebagai konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-
istiadat yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa
tindakan-tindakan dan interaksi berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli transport,
pengecer dengan konsumen. Demikian juga sistem religi misalnya mempunyai wujudnya
sebagai sistem keyakinan, dan gaagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus,
neraka, surga dan sebagian universal lainnya. Adanya perbedaan wujud kebudayaan antara
satu budaya dan budaya lainnya, disebabkan karena dalam masyarakat terdiri atas berbagai
unsur, baik yang besar maupun kecil yang membentuk satu kesatuan. Ada bnyak pendapat
tentang unsur-unsur yang membentuk suatu kebudayaan, diantaranya:

1. Meville J. Herskovits, unsur-unsur kebudayaan terdiri atas sebagai berikut :


a. Alat-alat teknologi
b. Sistem ekonomi
c. Keluarga
d. Kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski, menyebutkan unsur-unsur kebudayaang sebagai berikut:

Kesmas 2 D 5
a. Sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antar anggota masyarakat
agar menguasai alam sekelilingnya
b. Organisasi ekonomi
c. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan, perlu
diingat bahwa keluarga adalah lembaga pedidikan yang utama
d. Organisasi kekuatan
3. C. Kluckhohn, berpendapat bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan yang bersifat
universal (cultural universal), artinya ketujuh unsur ini dapat ditemukan pada semua
kebudayaan bangsa di dunia, yaitu:
a. Sistem religi
b. Sistem pengetahuan
c. Sistem matapencaharian hidup
d. Sistem peralatan hidup atau teknologi
e. Organisasi kemsyarakatan
f. Bahasa
g. Kesenian

Daftar Pustaka
Koentjaraningrat (Redaksi). 1971. 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.

Koentjaraningrat 1993, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta : Gramedia


Pustaka
utama

Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo..

Psychological Medicine. Disease, illness, sickness; impairment, disability and handicap,


Printed in Great Britain. 1990;

Tylor, Edward Burnett. 1871. Primitive Culture. Vol. 1 & Vol. 2. London: John Murray,
1920.

White, Leslie A. with Beth Dillingham. 1973. The Concept of Culture. Minneapolis,
Minnesota: Burgess

Kesmas 2 D 6
BAB II
KESEHATAN LINGKUNGAN

2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menompang
keeimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

Menurut Umar Fahmi Achmadi (1991) “ Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari keterkaitan antara kualitas lingkungan dengan kondisi kesehatan suatu
masyarakat. Ilmu kesehatan Lingkungan mempelajari dinamika hubungan interaktif antara
kelompok penduduk dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup yang
menimbulkan ancaman atau berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat” (Dalam
Triwibowo, 2013 halaman 66)

Adapun pengertian kesehatan lingkungan menurut para ahli:

1. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)


Kesehtan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekonomi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Dalam pengertian ini titik pusat pandang dari kesehatan lingkungan adalah bahwa
tercapainya tujuan kesehatan yaitu masyarakat yang sehat dan sejahtera apabila
kondisi lingkungan sehat.
2. Menurut WHO (World Health Organization, 2005)
Kesehatan lingkungan merupakan perwujudnya keseimbangan ekologis antara
manusia dan lingkungan harus ada, agar masyarakat menjadi sehat dan sejahtera.
3. Menurut Notoatmojo (1996)
Kesehatan Lingkungan Pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimum pula.
4. Menurut Moeller (1992)
Yang menyetakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang memberi pengertian pada penilaian,pemahaman, dan pengendalian
dampak manusia pada lingkungan dan dampak lingkungan pada manusia.

Kesmas 2 D 7
5. Menurut kalimat yang merupaka gabungan (sintesa dari Azrul azwar, Slamet Riyadi,
WHO, dan sumengen) Kesehatan Lingkungan merupakan upaya perlindungan,
pengelolaan, dan modivikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan
ekologis pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin menungkat. (Triwibowo,
2013 halaman 64-66)

2.2 Perilaku Kesehatan Masyarakat


Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari
tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai
aktivitas masing-masing.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, maka perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

Menurut Notoatmodjo, 2003. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3


kelompok

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintance) Adalah perilaku atau usaha-


usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha
untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini
terdiri dari 3 aspek. 1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila
sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. 2) Perilaku
peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. 3) Perilaku gizi
(makanan) dan minuman.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

3. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah sebagaimana seseorang merespons


lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain,
bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu
kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana
mengelolapembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan
limbah, dan sebagainya. (Dalam Muslimin 2015, hal 42-43)

Kesmas 2 D 8
Menurut Muslimin, 2005 membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan
membedakannya menjadi tiga, yaitu

1. Perilaku sehat (healthy behavior) Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ
tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang
dipunyainya (WHO 2007). Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan,
antara lain (Notoatmodjo, 2005):

1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet).

2) Kegiatan fisik secara teratur dan cukup.

3) Tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan narkoba.

4) Istirahat yang cukup.

5) Pengendalian atau manajemen stres.

6) Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

2. Perilaku sakit (Illnes behavior) Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau
keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan
yang lainnya.

3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior) Menurut Becker, hak dan
kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran sakit. Perilaku
peran orang sakit ini antara lain: 1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. 2)
Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk
memperoleh kesembuhan. 3) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain
mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya. 4)
Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. 5) Melakukan
kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya. (Dalam Muslimin 2015, hal
43-44)

Kesmas 2 D 9
2.3 Kondisi Pengelolaan Sampah Dan TPA Sampah
Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan yaitu:
mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomi, atau mengelolah sampah
menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.

Kardono, (2007:631) mengatakan “bahwa permasalahan pengelolaan sampah yang ada


di indonesia dilihat dari beberapa indikator berikut, yaitu tingginya jumlah sampah yang
dihasilkan tingkat pelayanan pengelolaan sampah masih rendah, tempat pembuangan sampah
akhir yang terbatas jumlahnya, institusi pengelola sampah dan masalah biaya” (Dalam jurnal
Rizky, 2017 halaman 67)

Menurut Amurwaraharja (2003:137) “dalam rangka menentukan alternatif teknologi


pengolahan sampah ada empat aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek sosial,
ekonomi, lingkungan, dan teknis. Kriteria dari aspek sosial diantaranya penyerapan tenaga
kerja,potensi konflik dengan masyarakat rendah, menumbuhkan lapangan usaha,
menumbuhkan sektor formal dan informal, penguatan peran serta masyarakat. Aspek
ekonomi dapat dijabarkan menjadi tiga kriteria, yaitu investasi rendah, biaya operasional
rendah, menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi. Adapun kriteria dari aspek
lingkungan dapat dijabarkan menjadi kriteria-kriteria yaitu meminimalisir pencemaran air,
meminimalisir pencemaran udara dan bau, meminimalisir pencemaran tanah, meminimalisir
habitat bibit penyakit, meminimalisir penurunan estetika/keindahan lingkungan. kesesuaian
dengan arahan pengembangan kota. Kriteria aspek teknis dapat dijabarkan yaitu tingkat
efektifitas dalam mengurangi tumpukan sampah, dapat mengatasi masalah keterbatasan
lahan. ketersediaan lokasi, ketersediaan teknologi, kemudahan penerapan teknologi, dan
pemanfaatan. sumberdaya.” (Dalam jurnal Rizky, 2017 halaman 67)

Menurut Mahyudin (2010:99) “menemukan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam


mempertimbangkan strategi pengelolaan sampah terpilih berdasarkan urutan prioritas dengan
menggunakan Analytical Hierarchi Process yaitu kebijakan pemerintah, lingkungan,
pembiayaan, kesehatan dan persepsi masyarakat. Salah satu contoh kota besar di Indonesia
yang banyak mengalami hambatan dalam mengelola sampahnya adalah kota Jakarta.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menemukan solusi permasalahan.” (Dalam jurnal
Rizky, 2017 halaman 67)

Menurut Kardono (2007:629), “bentuk pengelolaan sampah yang terintegrasi


merupakan kombinasi antara teknologi (pemilahan, pengomposan, daur ulang, insinerasi dan

Kesmas 2 D 10
landfilling) yang diaplikasikan dengan mengadaptasi situasi dan kondisi lokal adalah solusi
terbaik. ISWM meletakkan sektor formal dan bisnis informal pada keseluruhan sistem sosial
teknis pada pengelolaan sampah. Dapat disimpulkan bahwa penyelesaian permasalahan
sampah yang tidak komprehensif dari hulu ke hilir dan melibatkan semua pihak menjadi
hambatan utama berjalannya pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan.” (Dalam jurnal
Rizky, 2017 halaman 69)

Daftar Pustaka
Amurwarjaharja, I.P. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki
Analitik dan MetodeValuasi Kontigensi (Studi Kasus di Jakarta Timur). Tesis Institusi
Pertanian Bogor.

Kardono, 2007, Integrated Solid Waste Management in Indonesia. Proccedings of


International Symposium on Eco Topia Science 2007. ISETS

Mahyudin, R.P. 2010. Strategi Pengolahan Sampah Berkelanjutan. EnviroScientiae

Muslimin, Diktat Ilmu Sosial Budaya Dasar STIKES, Cirebon 2005

Kesmas 2 D 11
BAB III
KONSEP SEHAT SAKIT

3.1 Pengertian Sehat-Sakit


Sehat dipandang sebagai fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spektrum
merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan dalam
rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan
hidup dari keadaan sehat yang sempurna.
Sementara sakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan
peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena
yang dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit.
Menurut Soejoeti 2009 “Konsep sehat-sakit senantiasa berubah sejalan dengan
pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan pengalaman kita terhadap kesehatan.
Sehat dan sakit tidak selalu sebagai hal yang bertentangan melainkan suatu hal yang
berkelanjutan dan sebagai suatu keadaan yang berlawanan dan berkesi-nambungan. Kondisi
sehat dan sakit selengkapnya dijelaskan sebagai berikut”. (Dalam Irwan Hal. 23)

3.2 Konsep Sehat


Sehat merupakan kondisi dimana individu dapat bergerak secara aktif tanpa mengalami
keterbatasan dari segi mental, fisik dan psikologi.
Sehat itu sukar didefinisikan, lebih-lebih untuk mengukurnya, dan sehat menjadi
keadaan yang bebas dari penyakit. Menurut badan kesehatan dunia (WHO 1946 dan
dilanjutkan pada tahun 1978) sehat adalah suatu keadaan yang lengkap dari sehat fisik,
mental dan social, serta tidak hanya bebas penyakit atau kecacatan, sehingga seorang dapat
bekerja secara produktif. Definisi tersebut mengindikasikan adanya kisaran luas dari factor
yang mempengaruhi kesehatan individu atau kelompok, dan menyarankan bahwa sehat itu
bukan konsep yang absolut. (Dalam Irwan, Hal. 24)
Sehat menurut UU Tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara
social dan ekonomi (Dalam Hariza Adnani, hal. 19)
Sehat secara mental (kesehatan jiwa) diartikan sebagai satu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosionil yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang-orang lain. (Dalam Hariza
Adnani, Hal. 19 dan 20)

Kesmas 2 D 12
Sehat secara sosial adalah perikehidupan dalam masyarakat; perikehidupan ini harus
sedemikian rupa sehingga setiap warga negara mempunyai cukup kemampuan untuk
memelihara dan memajukkan kehidupannya sendiri serta kehidupan keluarganya dalam
masyarakat yang memungkinkannya untuk bekerja, beristirahat dan menikmati hiburan pada
waktunya. (Dalam Hariza Adnani, Hal. 20)
Sehat menurut ahli dijelaskan sebagai berikut :
1) President’s Communision On Health Need Of Nation Stated (1953)
 Sehat bukan merupakan suatu kondisi, tetapi merupakan penyesuaian, bukan
merupakan suatu keadaan tapi merupakan suatu proses
 Proses adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka, tetapi terhadap
lingkungan sosialnya. (Dalam Irwan, Hal. 24)
2) Pender (1982)
 Sehat adalah aktualisasi (perwujudan) yang diperoleh individu melalui kepuasan
dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku yang sesuai dengan tujuan,
perawatan diri yang kompeten. Sedangkan penyesuaian diperlukan untuk
mempertahankan stabilitas dan integritas sosial.
 Definisi sehat menurut Pender ini mencakup stabilitas dan aktualisasi. (Dalam
Irwan, Hal. 24)
3) Payne (1983)
 Sehat adalah fungsi efktif dari sumber-sumber perawatan diri (Self Care
Resources) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri (Self Cara Action)
secara adekuat.
 Self Care Resources adalah mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap
 Self Care Action adalah perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlakukan untuk
memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan fungsi, psikososial dan
spiritual. (Dalam Irwan, Hal. 24 dan 25)
4) Parkins (1938)
Sehat adalah suatu keadaan seimbang yang diamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan
berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. (Dalam Isna Hikmawati, Hal. 13)
5) White (1977)
Sehat adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai
keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan. (Isna
Hikmawati, /Buku Ajar Epidemiologi Hal. 14)

Kesmas 2 D 13
Teori faktor yang mempengaruhi sehat antara lain :
1) The Traditional (Ecological) models
a. Agent b. Host c. Environment
2) The Health Field Concept (HL Lamframboise, 1973)
a. Environment b. Life style c. Biological
d. Sysem of health sesrvice
3) The Environment Of Health (HL Blum, 1974)
a. Environment b. Behavior (Life style)
c. Health service d. Heridity

3.3 Konsep Sakit


Sakit merupakan suatu kondisi seseorang yang secara fisik, psikis dan mental tidak
dalam keadaan normal sehingga dapat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Menurut Priyanti, 1986 “Sakit pada umumnya diartikan suatu keadaan yang tidak
normal atau lazim pada diri seseorang. Misalnya bila seseorang mempunyai keluhan tanda
gejala sakit yang tidak tertahankan, demamdan lain sebagainya ini yang dikatakan dengan
sakit atau bahkan mengalami penyakit bila telah didiagnosis oleh dokter atau pun medis.”
(Dalam Irwan, Hal. 26)
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit. Oleh
karena itu sakit tidak sama dengan penyakit.
Beberapa pengertian sakit yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
1. Parsors (1972)
Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk
keadaan organisme sebagai sistem biologi dan penyesuaian sosialnya. (Irwan, /Etika
dan Perilaku Kesehatan Hal. 26)
2. Parkins (1937)
Sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang
sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik aktivias jasmani, rokhani
dan sosial. (Isna Hikmawati, /Buku Ajar Epidemiologi Hal. 14)
3. Reverlly
Sakit adalah tidak adanya keselarasan antara lingkungan dengan individu. (Isna
Hikmawati, /Buku Ajar Epidemiologi Hal. 14)
4. New Webster Dictionary

Kesmas 2 D 14
Sakit adalah suatu keadaan yang diandai dengan suatu perubahan gangguan nyata
yang normal. (Isna Hikmawati, /Buku Ajar Epidemiologi Hal. 14)
Teori faktor yang mempengaruhi sakit antara lain adalah :
1. Epidemiologi Triangle (Ecological Models)
Dalam pandangan epidemiologi dikenal dengan istilah segitiga epidemiologi,
yang digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit. Bahwa sakit terjadinya
karena interaksi antara agent, host and environment. Dalam konsep ini faktor-faktor
yang menentukan terjadinya penyakit diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Agent Penyakit (faktor etiologi)
 Zat nutrisi : ekses (kolesterol)/defiensi (protein)
 Agen kimiawi : zat toksik/allergen (obat) antara lain karbonmonoksida,
pestisida, hg, arsen.
 Agen fisik : radiasi, air, udara
 Agent infektius : virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa, metazoan
b. Host/ Pejamu
Faktor host intrinsik yang merupakan faktor risiko timbulnya penyakit antara lain:
 Genetik
 Umur
 Jenis kelamin
 Keadaan fisiologi
 Kekebalan dan penyakit yang diderita sebelumnya
c. Faktor Lingkungan
Factor lingkungan (ekstrinsik) sebagai penunjang terjadinya penyakit:
 Lingkungan fisik antara lain: geografi & keadaan musim
 Lingkungan biologis, yaitu semua makhluk hidup yang berada disekitar
manusia
 Lingkungan social ekonomi
- Pekerjaan
- Urbanisasi
- Perkembangan ekonomi
- Bencana alam (Isna Hikmawati, /Buku Ajar Epidemiologi Hal. 14 dan 16)
d. The Web Causation

Kesmas 2 D 15
Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada suatu sebab yang
berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab akibat.
Dengan demikian, maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan
dengan memotong rantai padaberbagai titik. (Isna Hikmawati, /Buku Ajar
Epidemiologi Hal. 17)
e. The Well Causation
Menurut model ini, manusia menjadi sakit karena berbagai factor dari
lingkungan, baik biologi, fisik maupun social. (Isna Hikmawati, /Buku Ajar
Epidemiologi Hal. 17)

Daftar Pustaka
Persons, T. 1951 The Social System. Glencoe, IL: The Free Press

Priyanti Pakan, MF.Hatta Swasono. antropologi Kesehatan. Jakarta: Percetakan Universitas


Indonesia

Soejoeti, Sunanti Z, 2009 Konsep Sehat Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya
Sosial

Universitas Islam Negeri Alauddin. Konsep sehat dan sakit. http4@@www.uin-


alauddin.ac.id@artikel-konsep-sehat-dan-sakit.html

WHO. The Ottawa Chareter for Health Promotion 1986

Kesmas 2 D 16
BAB IV
ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
KESEHATAN

4.1 Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sistem semi tutup atau semi
terbuka dimana sebagaian besar interaksi adalah antara individu- individu yang berada dalam
kelempok tersebut.

4.1 Masyarakat

“Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem
adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas
bersama” (Koentjaraningrat dan J.L. Gillin 2006:22).

“Definisi masyarakat sangat beragam. Dalam telaah sosiologi, biasanya definisi


dibuat berdasarkan hasil penelitian ataupun dari pengalaman sehari-hari” (Hendropuspito OC
1989: 75).

“Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil. Dengan


definisi tersebut, dampaknya pengertian masyarakat masih dirasakan luas dan abstrak
sehingga untuk lebih konkretnya maka kita bahas unsur-unsur masyarakat. Menurut ke dalam
2 bagian, yaitu: 1)kesatuan sosial, dan 2)Pranata sosial. Kesatuan sosial merupakan bentuk
dan susunan dari kesatuan-kesatuan individu yang berinteraksi dalam kehidupan masyarakat
yang meliputi kerumunan, golongan dan kelompok. Sedangkan yang dimaksud dengan
pranata sosial adalah suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Norma-norma
tersebut memberikan petunjuk bagi tingkah laku seseorang yang hidup dalam masyarakat”
(J.L. Gllin dan J.P Gillin dalam bukunya Culture Sociology 2004:10).

“Mendefinisikan masyarakat sebagai kesatuan yang tetap dari orang-orang yang hidup
di daerah tertentu dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok berdasarkan kebudayaan
yang sama untuk mencapai kepentingan yang sama. Masyarakat dengan demikian memiliki
ciri-ciri: (1)mempunyai wilayah dan batas yang jelas, (2)merupakan satu kesatuan penduduk,
(3)terdiri atas kelompok-kelompok fungsional yang heterogen, (4)mengemban fungsi umum,
dan (5)memiliki kebudayaan yang sama.Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang di
bawah tekanan serangkaian kebutuhan dan di bawah pengaruh seperangkat kepercayaan,
ideal dan tujuan tersatukan dan terlebur dalam suatu rangkaian kesatuan kehidupan bersama”
(Muthahhari 1998:15).

Kesmas 2 D 17
“Kalimat kunci dari definisi tersebut adalah kehidupan bersama. Yang dimaksud
kehidupan bersama adalah kehidupan yang di dalamnya kelompok-kelompok manusia hidup
bersama-sama di suatu wilayah tertentu, berbagi iklim, berbagi identitas, berbagi kesenangan
maupun kesedihan” (Koentjaraningrat sebagaimana dikutip oleh Sudikan 2001:6).

Memaknai masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut


suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama. Dalam definisi tersebut, unsur-unsur pokok yang membentuk masyarakat
adalah interaksi, sistem adat istiadat, dan identitas bersama.

“Empat kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat,
yaitu: (1)kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu, (2)rekrutmen seluruh
atau sebagian anggota melalui reproduksi, (3)kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama
bersama, (4)adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada” (Dengan mengutip
pendapat Marion Leat, Sudikan 2001:7).

“Masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang harus memenuhi empat syarat agar
berfungsi, yaitu (1)penyesuaian masyarakat dengan lingkungan, (2)anggota masyarakat harus
sepakat akan ketentuan untuk memilih, mengetahui, dan memahami tujuan kolektif dengan
menyusun struktur tertentu, (3)penentuan anggota masyarakat agar dapat memainkan peranan
dan mematuhi nilai-nilai serta menyelesaikan konflik dalam berinteraksi, (4)terjadi integrasi
dari keadaan masyarakat, individu, dan institusi dikontrol oleh unsur atau bagian tertentu agar
sistem sosial terpelihara” (Talcott Parsons dalam Garna 1996:57).

“Memberi batasan masyarakat sebagai setiap kelompok manusia yang hidup dan
bekerja sama dalam waktu yang cukup lama, sehingga mereka dapat mengorganisasi diri dan
sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang jelas. Unsur
penting dari definisi ini adalah kelompok manusia, bekerja sama dalam waktu lama, dan
hidup dalam wilayah dengan batas-batas yang jelas” (Raplh Linton sebagaimana dikutip
Mutakin 2004:25).
“Masyarakat sebagai kelompok manusia yang hidup relatif sebagai kebersamaan
berdasarkan suatu tatanan kebudayaan tertentu. Definisi ini memuat unsur pokok, yaitu
kelompok manusia, hidup dalam kebersamaan, berdasarkan tatanan kebudayaan tertentu
(Kesumohamidjojo 2000: 26).

Kesmas 2 D 18
4.2 Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil dari olah pikir manusia berkembang di masyarakat Yang
menjadi kebiasaan dan merupakan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku, kebudayaan
juga hasil cipta, rasa dan karsa manusia.

Pada kajian mengenai sejarah perkembangan kajian ilmu antropologi khususnya fase II
(kira-kira pertengahan abad ke-19) dikatakan bahwa telah timbul suatu konsep berfikir
evolusi masyarakat. Secara umum konsep ini dapat dirumuskan Koentjaraningrat: 1997
“Bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat dalam
satu jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat-tingkat yang rendah melalui
beberapa tingkat antara, smapai ketingkat-tingkat tertinggi”. (Dalam I Gede, 2002 hal 94)

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhaya bentuk jamak dari buddhi
yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan
dengan akal dalam bahasa latin makna ini sama dengan colere yang berarti mengolah,
mengerjakan, pertama menyangkut tanah. Konsep tersebut lambat laun berkembang menjadi
segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.

Menurut Ariyono Suyono: 1985 “Kebudayaan adalah keseluruhan hasil daya budi cipta,
karya dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya agar menhjadi pedaman bagi tinggah lakunya sesuai dengan unsur-unsur
universal didalamnya" (Dalam I Gede: 2002 hal 95)

Menurut Koenjaraningsiat: 2006 “Dalam pengertian yang sempit, banyak orang yang
memberikan definisi kebudayaan sebagai bangunan indah, candi, tarian-taria, seni suara, dan
seni rupa. Atu dengan perkataan lain, kebudayaan dapat diartikan sebagai kesenian. Adapula
yang memberikan definisi kebudayaan sebagai hasil dari cipta, krsa, dan karya manusia.
Sebenarnya kata budaya berasal dari bahasa sansekerta budhaya. Bentuk limaks dari budhi,
yang berarti budi atau akal dengan demikian kebudayaan kita sbagai hal-hal yang
bersangkutan dengan aksi. Ada sekitar 176 definisi kebudayaan yang telah berhasil
dikumpulkan oleh A.L.Kroeber dan C. Khon” (Dalam Muslimin, 2015 hal 19)

Menurut Kresno Sudarti dkk, 2002 “Dengan mempelajari organisasi masyarakat,


petugas kesehatan akan mengetahui organisasi apa saja yang ada di masyarakat, kelompok
mana yang berkuasa, kelompok mana yang menjadi panutan, dan tokoh mana yang disegani.
Dengan pengetahuan tersebut, maka petugas kesehatan dapat menentukan strategi pendekatan
yang lebih tepat dalam upaya mengubah prilaku kesehatan masyarakat menuju perilaku sehat
dan perbaikan status kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan (Medis) harus juga
mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Dengan menguasai pengetahuan
tersebut, akan membantu mereka dalam menentukan pengetahuan mana yang perlu
ditingkatkan, diubah, dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki
status kesehatan. Sebagai contoh dari hasil penelitian penulis tentang pencarian pertolongan
pengobatan bagi balita yang sakit diare di Jakarta Utara” (Dalam Muslimin, 2015 hal 22)

Menurut Koentjaraningrat, 2006 “Petugas kesehatan tentunya perlu mempelajari


budaya masyarakat di mana mereka bekerja Beberapa konsep untuk mempelajari kebudayaan

Kesmas 2 D 19
suatu masyarakat menurut adalah: 1) menghindari sikap tinocentrism. yaitu sikap yang
memberi penilaian tertentu kepada kebudayaan yang dipelajari misalnya adanya sikap bahwa
kebudayaan mereka sendiri yang paling baik; 2) masyarakat yang hidup di dalam
kebudayaannya sendiri biasanya tidak menyadari memiliki kebudayaan, kecuali apabila
mereka memasuki masyarakat lain dan bergaul dengan masyarakat lain itu; 3) terdapatnya
variabilitas di dalam perubahan kebudayaan, atau unsur kebudayaan yang satu akan lebih
sukar berubah bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan lain; 4) unsur kebudayaan saling
kait mengait.” ” (Dalam Muslimin, 2015 hal 24)

4.3 Perubahan Sosial Budaya


Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur sosial dan
unsur-unsur budaya dalam kehidupan masyarakat. Datangnya budaya bangsa lain yang
mengubah kebiasaan sosial atau budaya bangsa sendiri seperti cara berpakaian.

Menurut Koentjaraningrat, 2006 “Seorang pendidik kesehatan bertugas mengubah


perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kesehatan, ke arah perilaku masyarakat yang
tidak sesuai dengan kesehatan, ke arah perilaku sehat. Seperti telah disampaikan di atas.
bahwa perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh sosio-budaya di mana ia berasal, sehingga
dalam upaya mengubah perilakunya secara tidak langsung juga mengubah sosial budayanya.
Segala hal yang ada di alam ini berubah. Demikian pula halnya dengan masyarakat dan
kebudayaan manusia selalu bahwa masyarakat desa yang berada di luar kesibukan kota selalu
statis adalah tidak benar. Menjelaskan bahwa perubahan sosial budaya yang terjadi di
masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu: 1) perubahan yang terjadi secara
lambat dan cepat, 2) perubahan-perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar
pengaruhnya. 3) perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan. Di samping itu,
proses perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek dinamakan
inovasi. Inovasi membutuhkan beberapa syarat, antara lain: 10 masyarakat merasa akan
kebutuhan perubahan. 2: perubahan harus dipahami dan dikuasai masyarakat. 3) perubahan
dapat diajarkan, 4) perubahan memberikan keuntungan dimasa yang akan datang, 5)
perubahan tidak merusak prestise pribadi atau kelompok. Sebaliknya, perubahan tidak biasa
meluas karena: 10 pengguna penemuan baru mendapat suatu hukuman; 20 penemuan baru
sulit diintegrasikan kedalam pola kebudayaan yang ada.” (Dalam Muslimin, 2015 hal 37-38)

Untuk memahami perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat perlu


dikemukakan penyebab dari perubahan-perubahan tersebut. Menurut Morris Ginsberg
“faktor-faktor penyebab perubahan tersebut adalah: a) keinginan-keinginan secara sadar dan
keputusan para pribadi. b) sikap tindak pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang
berubah. c) perubahan struktur dan halangan struktur. d) pengaruh-pengaruh eksternal. e)
pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang menonjol. f) unsur-unsur yang bergabung
menjadi satu. g) peristiwa-peristiwa tertentu. h) munculnya tujuan bersama” (dalam Soekanto
1983: 26)

Kesmas 2 D 20
“Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya dan perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial bisa juga hanya meliputi bidang
tertentu saja dan terbatas pula kedalamannya. Ada pula perubahan sosial pada bidang
tertentu, tetapi dapat berlaku pada tingkat yang lebih luas, misal timbulnya kesadaran
terhadap pelestarian lingkungan dalam pembangunan.Luasnya lingkup perubahan sosial
memerlukan adanya pembatasan pada saat membicarakan suatu masyarakat, sehingga
analisisnya menjadi jelas atau tidak kabur dan memudahkan pemahaman pada tingkat mana
perubahan sosial itu terjadi”. Louer (1978: 5).

Menurut G.M Foster, 2003 “untuk mempelajari dinamika dari proses perubahan dari
sudut individu. maka perlu sekali mengetahui kondisi dasar dari individu agar mau mengubah
tingkah lakunya, yaitu: 1) Individu harus menyadari adanya kebutuhan untuk berubah. 2)
harus mendapat informasi bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi. 3) mengetahui bentuk
pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan biayanya. 4) tidak mendapat sangsi yang
negatif terhadap individu yang akan menerima inovasi. Selanjutnya Foster menyatakan
bahwa untuk membantu individu mau mengubah perilakunya. maka yang harus diperhatikan
adalah: 1) mengidentifikasi individu, masyarakat yang menjadi sasaran perubahan. 2)
mengetahui motif yang mendorong perubahan. antara lain adalah motif ekonomi, religi,
persahabatan, prestise. 3) mengetahui faktor-faktor lain misalnya: kekuatan sosial dan nilai-
nilai yang ada dalam masyarakat, kebutuhan masyarakat, waktu yang tepat, golongan dalam
masyarakat yang mudah menerima ide baru, serta golongan yang berkuasa” (Dalam Muslimi,
2015 hal 38)

Perubahan sosial merupakan proses wajar dan akan berlangsung secara terus menerus.
Perubahan sosial tidak selalu mengarah ke perubahan yang positif saja terkadang juga
negatif. Oleh karena itu, persoalan ini menjadi penting dibicarakan. Perubahan sosial tidak
dapat dipisahkan dari perubahan budaya. Perubahan sosial (sosial change) dan perubahan
budaya (culture change) hanya dapat dipisahkan untuk keperluan teori, sedangkan dalam
kehidupan nyata keduanya tidak dapat dipisahkan.Kebudayaan dihasilkan oleh masyarakat
dan tidak ada masyarakat yang tidak berbudaya. Dengan kata lain, budaya ada karena adanya
masyarakat dan dalam masyarakat pasti berbudaya. Perbedaan pengertian antara perubahan
sosial dengan perubahan budaya terletak pada pengertian masyarakat dan budaya yang
diberikan. Perubahan budaya lebih menekankan pada perubahan sistem nilai, sedangkan 85
Studi Masyarakat Indonesia perubahan sosial pada sistem pelembagaan yang mengatur
tingkah laku anggota masyarakat.. Perubahan Sosial Ruang lingkup perubahan sosial meliputi
bidang yang sangat luas. Seperti dikemukakan oleh Selo Soemarjan (1992: 332)

Daftar Pustaka
Abdullah, Irwan (ed). 1997. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abdullah, Irwan (ed). 2000. Seks, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta:
Terawang.

Kesmas 2 D 21
Al Arifin, Akhmad Hidayatullah. 2012. “Implementasi Pendidikan Multikultural dalam
Praksis Pendidikan di Indonesia”. Dalam Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi
dan Aplikasi Volume 1 Nomor 1, Juni 2012. Hlm. 72–82.

Alexander, Jennifer. 1998. “Women Traders in Javanese Marketplaces: Ethnicity, Gender ,


and The Enterpreneurial Spirit” dalam Robert, W. Hefner (ed). Market Cultures:
Society and Morality in The New Asian Capitalism. Page: 203–223. Boulder:
Wesview.

Amaladoss, Michael. 1991. Making All Things New: Dialogue, Pluralism an Evangelization
in Asia. New York: Orbit.

Anas, Zulfikri. 2002. Ciri Kultural Masyarakat Indonesia. Proyek Pembinaan Perguruan
Agama Islam Tingkat Menengah. Departemen Agama. Jakarta.

Astuti, Tri Marhaeni P. 2000. “Gerakan Tandingan Perempuan: Kasus Migrasi Perempuan
Kelas Bawah di Grobogan, Jawa Tengah” dalam E. Kristi Poerwandari dan Rahayu
Surtiati Hidayat (ed.), Perempuan Indonesia dalam Masyarakat yang Tengah
Berubah. Jakarta: Program Studi Kajian Wanita, Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia. Hlm. 493–515

Astuti, Tri Marhaeni P. 2001.”Rekonstruksi Gender dan Seksualitas Perempuan Migran”


makalah disampaikan pada Simposium Internasional II Jurnal Antropologi Indonesia
di Universitas Andalas Padang pada tanggal 18–21 Juli 2001, kerjasama UI, Unand,
dan center for South East Asian Studies, Kyoto University.

Bachtiar, Harsya W. “Masalah Integrasi Nasional di Indonesia”, dalam Prisma No 8 Th V


Agustus 1976. Jakarta: Penerbit LP3ES.

Bachtiar, Harsya W., 1979. “Struktur Masyarakat Indonesia” dalam Majalah Ilmu dan
Kebudayaan, No. 0126-2602, Edisi Ke II

Foster, G.M , 2003. Traditional Societes in Technological Chaige.

Kresno, Sudarti dkk. 200.2 Pencarian Pertolongan Pengobatan bagi Anak Balita dengan
Diare di Jakarta Utara.

Koentjaraningrat, 1997. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara baru Jakarta.

Koentjaraningrat, 2006. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Press.

Soekanto, Soerjono. 1983 Teori Sosiologi tentang perubahan social

Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo.

Kesmas 2 D 22
Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan (ed). 1997. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abdullah, Irwan (ed). 2000. Seks, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta:
Terawang.

Al Arifin, Akhmad Hidayatullah. 2012. “Implementasi Pendidikan Multikultural dalam


Praksis Pendidikan di Indonesia”. Dalam Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi
dan Aplikasi Volume 1 Nomor 1, Juni 2012. Hlm. 72–82.

Alexander, Jennifer. 1998. “Women Traders in Javanese Marketplaces: Ethnicity, Gender ,


and The Enterpreneurial Spirit” dalam Robert, W. Hefner (ed). Market Cultures:
Society and Morality in The New Asian Capitalism. Page: 203–223. Boulder:
Wesview.

Amaladoss, Michael. 1991. Making All Things New: Dialogue, Pluralism an Evangelization
in Asia. New York: Orbit.

Amurwarjaharja, I.P. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki
Analitik dan MetodeValuasi Kontigensi (Studi Kasus di Jakarta Timur). Tesis Institusi
Pertanian Bogor.

Anas, Zulfikri. 2002. Ciri Kultural Masyarakat Indonesia. Proyek Pembinaan Perguruan
Agama Islam Tingkat Menengah. Departemen Agama. Jakarta.

Astuti, Tri Marhaeni P. 2000. “Gerakan Tandingan Perempuan: Kasus Migrasi Perempuan
Kelas Bawah di Grobogan, Jawa Tengah” dalam E. Kristi Poerwandari dan Rahayu
Surtiati Hidayat (ed.), Perempuan Indonesia dalam Masyarakat yang Tengah
Berubah. Jakarta: Program Studi Kajian Wanita, Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia. Hlm. 493–515

Astuti, Tri Marhaeni P. 2001.”Rekonstruksi Gender dan Seksualitas Perempuan Migran”


makalah disampaikan pada Simposium Internasional II Jurnal Antropologi Indonesia
di Universitas Andalas Padang pada tanggal 18–21 Juli 2001, kerjasama UI, Unand,
dan center for South East Asian Studies, Kyoto University.

Bachtiar, Harsya W. “Masalah Integrasi Nasional di Indonesia”, dalam Prisma No 8 Th V


Agustus 1976. Jakarta: Penerbit LP3ES.

Kesmas 2 D 23
Bachtiar, Harsya W., 1979. “Struktur Masyarakat Indonesia” dalam Majalah Ilmu dan
Kebudayaan, No. 0126-2602, Edisi Ke II

Foster, G.M , 2003. Traditional Societes in Technological Chaige.

Kardono, 2007, Integrated Solid Waste Management in Indonesia. Proccedings of


International Symposium on Eco Topia Science 2007. ISETS

Kresno, Sudarti dkk. 200.2 Pencarian Pertolongan Pengobatan bagi Anak Balita dengan
Diare di Jakarta Utara.

Koentjaraningrat, 1997. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara baru Jakarta.

Koentjaraningrat, 2006. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Press.

Koentjaraningrat (Redaksi). 1971. 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:


Djambatan.

Koentjaraningrat 1993, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta : Gramedia


Pustaka utama

Mahyudin, R.P. 2010. Strategi Pengolahan Sampah Berkelanjutan. EnviroScientiae

Muslimin, Diktat Ilmu Sosial Budaya Dasar STIKES, Cirebon 2005

Persons, T. 1951 The Social System. Glencoe, IL: The Free Press

Priyanti Pakan, MF.Hatta Swasono. antropologi Kesehatan. Jakarta: Percetakan Universitas


Indonesia

Psychological Medicine. Disease, illness, sickness; impairment, disability and handicap,


Printed in Great Britain. 1990;

Universitas Islam Negeri Alauddin. Konsep sehat dan sakit. http4@@www.uin-


alauddin.ac.id@artikel-konsep-sehat-dan-sakit.html

White, Leslie A. with Beth Dillingham. 1973. The Concept of Culture. Minneapolis,
Minnesota: Burgess

WHO. The Ottawa Chareter for Health Promotion 1986

Soejoeti, Sunanti Z, 2009 Konsep Sehat Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya
Sosial

Soekanto, Soerjono. 1983 Teori Sosiologi tentang perubahan social

Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo.

Kesmas 2 D 24
Tylor, Edward Burnett. 1871. Primitive Culture. Vol. 1 & Vol. 2. London: John Murray,
1920

Kesmas 2 D 25

Anda mungkin juga menyukai