Anda di halaman 1dari 18

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA

UNTUK ARTIKEL ILMIAH BIDANG KEDOKTERAN


Dr. Gusdi Sastra, M.Hum.
(e-mail: gusdisastra@yahoo.com)
Pendahuluan
Kegiatan ilmiah, baik penelitian dan pengabdian, maupun pengembangan di bidang
kesehatan perlu dilakukan dari waktu ke waktu. Tujuannya adalah dalam rangka
memajukan karir tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan yang baik, dan pengembangan
ilmu pengetahuan ke depan. Setiap insan akademik di Fakultas Kedokteran dan lembaga
kesehatan lainnya, perlu menuliskan penelitian, pendidikan, pengajaran, dan pengabdian,
serta pengembangan kesehatan. Pernyataan tersebut juga terdapat dalam Peratuaran
Perundang-undangan No.39 Tahun 1995 mengatakan: Penelitian dan pengembangan
kesehatan adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut metode yang sistematik untuk
menemukan informasi ilmiah dan/atau teknologi yang baru, membuktikan kebenaran atau
ketidakbenaran hipotesis sehingga dapat dirumuskan teori atau suatu proses gejala alam
dan/atau sosial di bidang kesehatan, dan dilanjutkan dengan menguji penerapannya
untuk tujuan praktis di bidang kesehatan.
Proses penulisan ilmiah, diperlukan penulisan yang terstruktur secara sistematis.
Sistematis maksudnya ide yang ditampilkan tertatata dengan rapi dan mempunyai
sistematika tersendiri. Penulisannya diatur sesuai dengan kaidah ketatabahasaan bahasa
Indonesia atau bahasa Asing yang dipakai. Tulisan yang memiliki kriteria tersebut mudah
dipahami dan diterima karena ide atau pemikiran yang terdapat dalam tulisan itu
terhubung secara teratur dan sempurna ke pikiran pembaca.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ilmuwan bidang kedokteran dan
kesehatan umumnya, perlu dipublikasikan. Publikasi tersebut ditulis dalam bentuk artikel
ilmiah dan disampaikan melalui berbagai media tulis, di antaranya adalah jurnal ilmiah.
Apapun topik yang telah diteliti, untuk keperluan keilmiahan, maka diperlukan
pengetahuan tentang penulisan karya ilmiah, tidak saja aspek format dan sistematikanya,
tetapi yang lebih penting adalah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kemasan bahasa yang tepat dari aspek linguistik sangat menentukan mutu sebuah karya
ilmiah.
Oleh sebab itu, seorang penulis artikel ilmiah perlu memperhatikan beberapa hal
yang terkait dengan aspek kebahasaan. Beberapa hal tersebut menjadi permasalahan yang
disusun dalam subjudul tulisan ini, yaitu ragam bahasa artikel ilmiah, penggunaan kalimat
efektif dalam artikel ilmiah, dan ejaan yang disempurnakan. Pembahasan setiap
permasalah tersebut berpatokan dari beberapa penelitan, makalah, jurnal, bahan ajar, dan
tugas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang disertai dengan contohcontoh penggunaan bahasa Indonesia untuk artikel ilmiah, khususnya bidang kedokteran.

1. Ragam Bahasa Artikel Ilmiah


Ragam bahasa dalam laras ilmiah atau ilmu pengetahuan menggunakan ragam
formal atau ragam standard. Ragam bahasa standar ini yang dapat menghantarkan ilmu

pengetahuan dengan baik kepada pembaca. Ragam ini terbagi atas ragam lisan dan ragam
tulis. Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa baik ragam lisan
yang formal maupun ragam lisan yang nonformal. Ragam tulis adalah bahasa yang
dituliskan atau yang dicetak untuk menyampaikan karya. Begitu juga dengan ragam tulis,
ragam tulis ada yang formal maupun nonformal. Namun, ada pula ragam tulis dan lisan
yang semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula terlalu nonformal.
Tema yang menjadi perhatian di sini adalah ragam tulis yang formal. Bahasa ragam
formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Pembedaan antara ragam formal, nonformal, dan
semiformal dilakukan berdasarkan hal berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Topik yang sedang dibahas


Hubungan antarpembicara
Medium yang digunakan
Lingkungan
Situasi saat pembicaraan terjadi

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam formal dari
ragam nonformal. Setiap ciri adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti
2. Penggunaan kata tertentu
3. Penggunaan imbuhan
4. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi)
5. Penggunaan fungsi yang lengkap
1.1 Penerapan Ragam Lisan dan Ragam Tulis.
Pemakaian ragam lisan dan ragam tulis sering dicampuradukan di dalam karya
ilmiah. Pada karya ilmiah, ragam yang dipakai adalah ragam tulis yang formal. Contoh
pemakian ragan lisan dalam karya ilmiah:
1. Tak jarang kita dengar paradigma-paradigma
Masyarakat yang menjatuhkan harga diri seorang perawat.
2. Perawat yang begitu mengerti dengan pasiennya. Tapi pasien selalu menomo
duakan perawat dari dokter.
Ragam bahasa lisan di atas dapat diubah menjadi ragam tulis yang formal. Oleh
karena itu, perlu direvisi menjadi:
Kalimat 1
Kata tak tidak dapat digunakan dalam ragam ilmiah formal. Kata ini sebaiknya
digunakan dalam ragam sastra atau nonformal. Kata tak sebaiknya diganti dengan kata
tidak.
1. Tidak jarang kita mendengar paradigma-paradigma masyarakat yang menjatuhkan
harga diri seorang perawat. Atau
2 . Kita sering mendengar paradigma-paradigma masyarakat yang menjatuhkan harga
diri seorang perawat.

Kalimat 2
Kata hubung (konjungsi) tapi juga tidak dapat dipakai dalam ragam tulis. Kata
tersebut sering digantikan oleh kata tetapi atau akan tetapi. Kata konjungsi tetapi dipakai
untuk menyatakan kata hubung antarklausa. Namun, konjungsi akan tetapi dipakai untuk
menyatakan hubungan antarkalimat.
Pada pernyataan di atas dipakai kata hubung
antarkalimat maka konjungsi yang tepat untuk dipakai adalah akan tetapi. Kemudian,
pemakaian kata dari gunakan untuk asal, sedangkan daripada untuk menyatakan
perbandingan. Contoh pemakaian kata dari: Gen yang dibawa oleh anak berasal dari
orang tuanya; pemakaian kata daripada: Kondisi kesehatan anak lebih baik daripada
ibunya. Contoh:
Perawat adalah orang yang sangat mengerti dengan pasiennya. Akan tetapi pasien
selalu menomorduakan perawat daripada dokter.
1.2 Pemakaian Diksi
Diksi adalah pemilihan kata tertentu (yang tepat dan cocok). Ketepatan dalam
pemilihan kata tergantung pada penguasaan kosa kata yang cukup luas. Contoh penerapan
diksi:
1. Perkembangan fisik-biologis pada remaja
ditandai dengan kematangan
hormon di dalam tubuh remaja sehingga mempengaruhi kematangan sehingga
munculnya dorongan-dorongan seksual seperti mulai tertarik dengan lawan jenis.
2.

Pada hal nyeri yang terasa sangat hebat di saat haid menunjukkan adanya
gangguaan
pada siklus menstruasi. Gejala itu dikenal dengan sebutan
endometrosis.

Kalimat 1
Pilihan kata pada kalimat 1 ada yang tidak bervariasi, seperti pemakaian kata
sehingga. Kata sehingga merupakan konjungsi yang menyatakan hubungan tujuan antara
induk dan anak kalimat atau sebaliknya. Perkembangan fisik-biologis pada remaja
ditandai dengan kematangan hormon di dalam tubuh remaja sehingga mempengaruhi
kematangan. Dalam pernyataan itu, kata sehingga dapat diganti dengan kata sangat. Kata
sehingga lebih tepat digunakan untuk anak kalimat yang menyatakan hubungan tujuan:
sehingga munculnya dorongan-dorongan seksual, seperti mulai tertarik dengan lawan
jenis.
Perkembangan fisik-biologis pada remaja ditandai dengan kematangan
hormon di dalam tubuhnya yang sangat mempengaruhi kematangan sehingga
munculnya dorongan-dorongan seksual, seperti mulai tertarik dengan lawan jenis.

Kalimat 2
Pada hal adalah kata yang menunjukan hubungan pertentangan antara bagianbagian yang dirangkaikan. Seperti kalimat berikut ini: Ia pura-pura berani pada hal
badannya gemetar. Kata pada hal tidak dapat diletakkan di depan jika tidak diiringi oleh
klausa sebelum atau sesudahnya. Begitu juga untuk kata nyeri yang terasa sangat hebat

dapat diganti dengan nyeri yang terasa sangat kuat Kemudian, kalimat tersebut diperbaiki
menjadi:
Nyeri yang sangat kuat di saat haid menunjukkan adanya gangguaan pada siklus
menstruasi. Gejala itu dikenal dengan sebutan endometrosis.
1.3 Penulisan Judul
Sebab judul-judul tersebut telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat judul yang
baik, yakni
a. Dinyatakan secara ringkas, padat, dan tidak berbelit-belit;
b. Jelas dan lugas;
c. Judul dapat menunjukkan isi;
d. Sesuai dengan topik atau mengandung unsur utama permasalahan;
e. Tidak diawali oleh kata kerja;
f. Tidak menggunakan singkatan;
g. Singkat,berbentuk frase bukan kalimat, terdiri atas 1-10 kata;
h. Menimbulkan rasa ingin tahu dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
pembaca.
Contoh judul yang terlalu panjang:
1. Pemeriksaan Kadar Mercuri pada Rambut dan Dampaknya terhadap Kesehatan di
Lokasi Penambangan Emas Rakyat Desa Padang Bubus, Kecamatan, Kabupaten
Pasaman Timur, Sumatra Barat
2. Gambaran IQ dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar pada Anak yang
Dikonsultasikan di Poli Klinik Anak dan Remaja di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
HB. Saanim, Padang
3. Hubungan antara Viskositas Semen dengan Kecepatan Rata-Rata Spermatozoa
pada Pria Pasangan Ingin Punya Anak (PIA) yang Memeriksakan Diri Di Lab.
Klinik Andrologi Fakultas Kedokteran Unand Padang
4. Gambaran Penderita Efusi Pleura karena Kanker Paru yang Dirawat Inap di
Bangsal Paru RSUP M. Jamil Padang Periode 1 Januari 2002-- 31 Desember
2006
Pada umumnya judul di atas sangat panjang. Dia tidak lagi berupa frase, tetapi sudah
berupa kalimat. Jadi, judul itu harus disesuai dengan topik atau mengandung unsur utama
permasalahan utama saja. Pada judul tersebut lokasi, waktu, tempat, populasi penelitian
sebaiknya tidak disebutkan karena sudah ada ditulis pada bagian bab pendahuluan atau
pada metode penelitian. Kemudian, judul itu dapat diefektifkan menjadi beberapa cara:
1. Pemeriksaan Kadar Mercuri pada Rambut dan Dampaknya
terhadap Kesehatan
2. Gambaran IQ dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar pada Anak
3. Hubungan Viskositas Semen dengan Kecepatan Rata-rata
Spermatozoa
pada Pria Pasangan Ingin Punya Anak (PIA)
4. Gambaran penderita efusi pleura karena kanker paru
1.4 Penulisan Abstrak

Proses pembuatan abstrak hampir sama dengan ikhtisar dan simpulan. Kata
abstrak diambil dari bahasa Inggris, yaitu abstract. Namun, abstrak ini biasanya
diletakkan pada bagian awal karangan. Abstrak sebuah makalah biasanya memiliki
panjang satu paragraf yang kira-kira >200-250 kata. Jika tuliasannya dalam bahasa
Indonesia, abstraknya sering dibuat di dalam bahasa Inggris dan sebaliknya. Contoh
abstrak:
Situasi Vektor Demam Berdarah Saat Kejadian Kejadian Luar Biasa (KLB)
di Kecamatan Padang Barat, Kodya Padang
Abstrak
Kejadian luar biasa (KLB) penyakit demam berdarah Degue (DBD) sering terjadi
sejak dilaporkan tahun 1968. Pemberantasannya dengan penemuan penderita, pengobtan,
dan pegendalian vektor. Karena obat dan vaksin belum ditemukan maka pada saat ini
pemberantasan dan pencegahan masih mengandalkan pada pengndalian vektor. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang habitat perkembangbiakan,
kepadatan larva dan nyamuk penular DBD pada waktu terjadi KLB serta tipa virus yang
dikandung vektornya. Penelitian dilakukan di kecamatan Padang Barat, kodya Padang
selama tiga bulan, yaitu Juni sampai dengan Agustus 2007. Penelitian etimilogi dilakukan
merujuk kepada alamat penderita rawat inap yang bertempat tinggal di kecamatan Padang
Barat. Diagnosa penderita dilakukan dengan uji Hemagglutination Inhibition (HI)
terhadap 24 akut konvabsen serta penderita yang diambil dari rumah sakit M.Djamil.
Hasil penelitian menunjukan bahwa indek larva sebagai berikut House Index (HI) 22,6
%; Container Index (Cl); 11,4% (O), dan Bretenaw Index (BI) 30,3. Kontainer yang
positif larva yang berada di dalam rumah 12,7% dari 387 kontainer. Sementara yang
berada di luar rumah 3, 1% 65 kontainer. Angka bebas jentik (ABJ) di daerah LKB
kurang dari 95%. Hasil uji HI sera penderita menunjukan 70,8% dari pasangan sera yang
diperikasa, terinfeksi oleh virus dengue.
Abstrak biasanya berisikan tentang gambaran singkat dari penelitian yang akan
dibahas selanjutnya. Proses pembuatan abstrak ini sama dengan kesimpulan. Namun,
abstrak bisannya berisikan: pentingnya penelitian, tujuan, pengambilan data, dan hasil
analisis data.

2. Penggunaan Kalimat Efektif dalam Artikel ilmiah


Kalimat efektif adalah kalimat yang baik dan jelas, dapat secara tepat mewakili
pikiran penulis atau pembicara. Sebuah kalimat harus mempunyai struktur minimal
subjek (S) dan predikat (P), sedangkan objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (Pel)
boleh hadir atau tidak. Sebuah kalimat dibangun dengan dasar konstruksi berupa kata,
frase, dan klausa. Satu klausa terdiri dari subjek dan predikat dan berpotensi untuk
menjadi kalimat. Penanda kalimat biasanya diakhiri oleh intonasi final (. , ?, dan !).

Kalimat yang digunakan dalam karya ilmiah harus memiliki bahasa yang baku
atau standard. Sebuah bahasa dikatakan baku atau standard, dibangun dari kata-kata yang
baku dan kalimatnya efektif. Sebuah kalimat efektif tidak bisa dilepaskan dari beberapa
syarat, seperti struktur, ketatabahasaan, kesejajaran, kelogisan, kohesi dan koherensi,
kesatuan, ketidakambiguan, ketepatan, dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
2.1 Struktur: S P (O) (Pel) (K)
Setiap kalimat harus jelas struktur yang dikandungnya. Sebuah kalimat dalam
karya ilmiah harus memiliki subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (pel), dan
Keterangan (K). Minimal satu kalimat memiliki subjek dan predikat. Subjek berfungsi
sebagai pelaku dan predikat menyatakan pekerjaan dari pelaku itu. Kerancuan struktur
kalimat akan menyebabkan tersendat atau kaburnya informasi, seperti kalimat berikut:
1. Perkembangan fisik-biologis pada remaja yang ditandai dengan
kematangan hormon didalam tubuh remaja sehingga mempengaruhi
kematangan sehingga munculnya dorongan-dorongan seksual seperti
mulai tertarik dengan lawan jenis.
2. Pada penelitian yang dilakukan Soeleman M. di RS. M. Djamil Padang
tahun 2000 dan juga penelitian Syahrial HAR pada rumah sakit yang
sama tahun 1990 yang mendapat indikasi terbanyak pada partus lama.
Kalimat 1
Kalimat pertama seharusnya terdiri dari dua klausa: klausa pertama terdiri dari satu
frase sebagai induk kalimat dan klausa kedua sebagai anak kalimat. Karena klausa
pertama hanya terdiri dari satu frase, belum dapat menjadi klausa dan induk kalimat.
Persoalan ini terjadi karena ada pemakaian kata hubung yang. Klausa tersebut dapat
diubah menjadi: Perkembangan fisik-biologis pada remaja ditandai dengan kematangan
hormon di dalam tubuh remaja yang sangat berpengaruh terhadap kematangan.
Kemudian, pada anak kalimat: sehingga munculnya dorongan-dorongan seksual seperti
mulai tertarik dengan lawan jenis.
Lalu kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
Perkembangan fisik-biologis pada remaja ditandai dengan kematangan hormon
di dalam tubuh remaja yang sangat berpengaruh terhadap kematangan sehingga
munculnya dorongan-dorongan seksual seperti mulai tertarik dengan lawan jenis.
Kalimat 2
Kalimat kedua adalah kalimat yang memiliki kata-kata yang panjang. Namun, dia
hanya berpola subjek saja. Hal ini terjadi karena pengaruh kata yang, yaitu pada kata
yang mendapat. Akhirnya, predikatnya menjadi hilang. Redaksi kalimat tersebut harus
diperbaiki sehingga menjadi:
Pada penelitian yang dilakukan Soeleman M. di RS. M. Djamil Padang tahun
2000 dan juga penelitian Syahrial HAR pada rumah sakit yang sama tahun 1990
mendapat indikasi terbanyak pada partus lama.
2.2 Ketatabahasaan

Sebuah kalimat yang sesuai dengan tata bahasa adalah bagaimana kalimat itu
memenuhi kaidah tentang struktur gramatikal bahasa. Contoh kalimat yang belum
memenuhi ketatabasaan:
1. Dokter di rumah sakit itu membawahi beberapa orang perawat.
Berdasarkan ketatabahasaan, pemakaian kata membawahi dalam kalimat di atas
kurang tepat karena membawahi adalah menempatkan posisi dokter di bawah perawat.
Sementara itu, kata yang paling tepat dipakai untuk menggantikan kata tersebut adalah
membawahkan. Kata membawahkan akan menempatkan posisi pimpinan di atas
sementara bawahannya di bawah, seperti komandan itu membawahkan sepuluh orang
anak buah. Jadi, kalimatnya diubah menjadi:
Dokter di rumah sakit itu membawahi beberapa orang perawat.
2.3 Kesejajaran (paralelisme)
Kesejajaran atau paralelisme adalah terdapatnya unsur-unsur yang sama
derajatnya, sama pola, atau susunan kata dan frasa yang dipakai dalam kalimat.
Ketidaksejajaran itu dapat dilihat pada contoh berikut:
1. Setiap penyakit yang terjadi lebih baik dicegah daripada melakukan
pengobatan.
2. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan, analisis, dan pemaparan hasil
analisis data
Keparalelan adalah kesejajaran yang terjadi antarkonstituen yang ada di dalam
kalimat. Umpamanya, dalam sebuah perincian pertama menggunakan verba dan unsur
kedua juga verba yang memiliki awalan yang sama dengan unsur pertama. Begitu juga
sebaliknya.
Kalimat 1
Konstituen yang tidak sejajar dalam kalimat itu adalah lebih baik dicegah dengan
kata-kata daripada melakukan pengobatan. Sebaiknya, penggalan kalimat itu adalah
lebih baik mencegah daripada mengobati sehingga redaksi kalimat itu menjadi:
Setiap penyakit yang terjadi lebih baik dicegah daripada melakukan pengobatan.
Kalimat 2
Kesejajaran kalimat kedua juga terganggu karena ada kata yang tidak sejajar,
yaitu pengumpulan, analisis, dan pemaparan hasil analis data. Kata-kata tersebut harus
disejajarkan menjadi pengumpulan, penganalisisan, dan pemaparan hasil analisis data.
Redaksi kalimat dapat diubah menjadi:
Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan, penganalisis, dan pemaparan
hasil analisis data.
2.4 Kelogisan
Kelogisan maksudnya pernyataan tersebut masuk akal atau berterima dengan
akal sehat. Biasanya kalimat yang bernalar menuntut kehadiran pola pikir yang sistematis.
Sebuah kalimat dari segi struktur bagus dan memakai tanda baca yang tepat, belum tentu
dia logis, seperti kalimat berikut:

1. Dahulu, sebelum sistem imunisasi ditemukan, penduduk mati akibat


berbagai penyakit.
2. Dari beberapa studi menyimpulkan bahwa iklan rokok meningkatkan konsumsi
melalui beberapa cara seperti menciptakan lingkungan yang mengangggap
merokok sebagai sesuatu hal yang positif dan biasa, mengurangi motivasi perokok
untuk berhenti dan mendorong anak-anak untuk merokok.
Kalimat 1
Dahulu, sebelum sistem imunisasi ditemukan, penduduk mati akibat berbagai
penyakit. Dari segi kelogisan kalimat tersebut tidak berterima. Jika si pembaca melihat,
apa hubungannnya sistem imunisasi dengan kematian. Apakah sebelum sistem imun
ditemukan penduduk mati. Jika penduduk mati, tentu manusia sekarang tidak ada.
Apakah manusia sekarang tidak ada yang mati? Kalimat tersebut tidak tepat karena
kurang bernalar, sehingga dapat diperbaiki menjadi:
Dahulu, sebelum sistem imunisasi ditemukan, banyak penduduk yang mati akibat
berbagai penyakit.
Kalimat 2
Kelogisan kalimat tersebut terganggu karena studi tidak dapat menyimpulkan. Yang
dapat menyimpulkan adalah manusia atau penulis. Kalimat di atas sebaiknya dipasifkan
sehingga meminta kehadiran subjek secara tersembunyi. Dalam kalimat itu, juga hadir
kata kerja benefaktif1 yang menimbulkan pertanyaan: Konsumsi apa yang meningkat?
Jadi, pernyataan tersebut dapat diperbaiki:
Dari beberapa studi disimpulkan bahwa iklan rokok dapat meningkatkan
konsumsi bagi perokok melalui beberapa cara, seperti menciptakan lingkungan
yang mengangggap merokok sebagai sesuatu hal yang positif dan biasa,
mengurangi motivasi perokok untuk berhent, dan mendorong anak-anak untuk
merokok.
3. Kohesi dan Koherensi
Kohesi adalah keterkaitan antarunsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana
yang ditandai antara lain konjungsi, penggulangan, penyulihan, dan pelesapan, seperti
dia tetap belajar meskipun sudah mengantuk (KBBI, 2003: 57). Kemudian, Koherensi
adalah hubungan logis antara karangan atau antara kalimat dalam satu paragraf (KBBI,
2003: 579).
3.1 Kohesi dan koherensi di dalam kalimat
Kohesi dan koherensinya terlihat melalui hubungan yang padu antara unsur-unsur
pembentuknya di dalam kalimat. Berikut adalah contoh kalimat yang terganggu kohesi
dan koherensinya:
1 Pada bagian berikut karya ini akan membahas tentang kesehatan
kebersihan pribadi (Personal Hygiene).

1 Menurut Harimurti Kridalaksana, benefaktif adalah bersangkutan dengan pebuatan (verba) yang
dilakukan untuk orang lain, Kamus Linguistik, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993) , Hal. 28

Jika remaja memiliki komponen hideritas (keturunan) dan faktor konstitusi


yang tidak mengembirakan, kemudian dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berasal dari luar diri remaja tersebut yang ternyata tidak
menggembirakan, maka sangat besar kemungkinan remaja memiliki
kondisi yang merugikan kehidupannya.

Kalimat 1
Pada bagian berikut karya ini akan membahas tentang kesehatan kebersihan pribadi
(Personal Hygiene). Setelah awalan me- (kata kerja transitif), langsung ditemukan objek.
Sementara itu, pada kalimat di atas terdapat kata tentang. Kata hubung tentang dapat
dipakai pada kata kerja intransitif, seperti dia berbicara tentang masa lalunya. Kalimat di
atas menjadi:
Pada bagian berikut karya ini akan membahas tentang kesehatan kebersihan
pribadi (Personal Hygiene).
Kalimat 2
Jika remaja memiliki komponen hideritas (keturunan) dan faktor konstitusi yang
tidak menggembirakan adalah klausa pertama yang berfungsi sebagai anak kalimat.
Kemudian, dia meminta kehadiran induk kalimat, yaitu sangat besar kemungkinan remaja
memiliki kondisi yang merugikan kehidupannya. Lalu, ada kelompok kata yang dibuang
atau dapat diambil sebagai keterangan apositif, yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang berasal dari luar diri remaja tersebut yang ternyata tidak menggembirakan.
Keterangan apositif2 di dalam kalimat dapat digunakan atau tidak. Kalimatnya menjadi:
1. Jika remaja memiliki komponen hideritas (keturunan) dan faktor konstitusi yang
tidak mengembirakan, sangat besar kemungkinan remaja memiliki kondisi yang
merugikan kehidupannya.
2. Jika remaja memiliki komponen hideritas (keturunan) dan faktor konstitusi yang
tidak mengembirakan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari luar
diri remaja tersebut yang ternyata tidak menggembirakan, sangat besar
kemungkinan remaja memiliki kondisi yang merugikan kehidupannya.
3.2 Kohesi dan koherensi di dalam paragraf
Kohesi dan koherensi di dalam paragraf terjadi pada sesama kalimat dan kalimat
penjelas dengan kalimat utama. Hubungan kohesi dan koherensi dapat dilihat dari pola
pengembangan paragraf, yaitu letak ide utama di awal (metode deduksi), di akhir (metode
induksi), di awal dan di akhir (campuran), atau menyeluruh.
Metode deduksi adalah metode pengembangan paragraf dengan meletakkan ide
utamanya atau konsep pemikiran secara umum pada bagian awal. Lalu, barulah dijelaskan
oleh beberapa ide penjelas (umum ke khusus). Metode induksi adalah metode
pengembangan paragraf dengan memberikan uraian atau penjelasan terlebih dahulu.
Setelah itu, baru diakhiri dengan pemikiran secara umum atau simpulan dan penekanan
2 Keterangan apositif adalah keterangan tambahan. Dia boleh hadir atau tidak yang biasanya diapit oleh
dua tanda koma. Lihat pedoman umum EYD dan pembentukan Istilah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005),
Hal. 41.

(khusus ke umum). Metode pengembangan paragraf campuran dengan meletakkan ide


pokoknya di awal dan di akhir. Kalimat ini tetap memakai satu ide utama dan tidak dapat
lari dari ide pokoknya. Jika kalimat tersebut tidak adanya tarik-menarik lagi dengan ide
pokok, kalimat itu harus dikeluarkan atau ditulis menjadi paragraf baru karena kohesi dan
koherensinya terganggu.
Contoh:
1.
Menurut WHO pelaku kesehatan, termasuk dokter harus memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan dan memecahkan masalah kesehatan yang ada di
tengah masyarakat. Pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan proses dalam
kurun waktu yang telah ditetapkan petugas kesehatan dan petugas sektor lain. Mereka
dapat mengembangkan kemampuan untuk menggunakan data, melakukan analisis
mengenai suatu masalah kesehatan di masyarakat yang merupakan prioritas utama
dalam suatu daerah. Mereka juga dapat merencanakan dan melaksanakan pemecahan
masalah tersebut dalam periode waktu tertentu, serta mengembangkan kerjasama tim
yang baik.
Paragraf di atas memiliki ide pokok di awal (berpola deduksi) yang berbunyi:
Menurut WHO sebagai pelaku kesehatan, termasuk dokter harus memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan dan memecahkan masalah kesehatan yang ada di
tengah masyarakat. Sementara itu, ide penjelasnya diminta dua penjelasan, yaitu Pertama,
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan. Kedua, Pemecahan masalah kesehatan
yang ada di tengah masyarakat. Namun, pada paragraf di atas hanya menjelaskan
pemecahan masalah kesehatan yang ada di tengah masyarakat. Jadi, adanya ketidaklengkapan unsur di dalam paragarafnya menyebabkan dia tidak padu atau timpang.
2.
Protein yang teras kromatin terdiri dari histon. Histon itu berupa butiran atau
manik, dan ADN melilit tiap manik Lilitan ADN ini tidak longgar lepas seperti kabel
melilit kumparan listrik. ADN banyak terdapat pada tubuh manusia. Tapi membenam
dilapisan luar histon, sehingga ADN membina ikatan erat. Jika ADN akan melakukan
untuk aktifitas sel (sintesa protein atau membelah), lilitan itu akan lepas dari
benamannya pada histon, berkat kehadiran enzim polimerase. Serentak dengan itu
pilihan sejajar (Double helix) ADN lepas pula. Jika sel membelh pilinan benang ADN
kromatin akan merapat dan mandat sekali sehingga jadi pendek dan tebal (kromosom).
Paragraf di atas berbicara tentang protein yang teras kromatin terdiri dari histon.
Kemudian, dia diminta kalimat penjelas yang menjelaskan tentang protein kromatin yang
terdiri dari histon. Namun, ada kalimat yang tidak padu atau melenceng dari topiknya,
yaitu ADN banyak terdapat pada tubuh manusia. Kalimat ini menjelaskan keberadaan
ADN sehingga dia menyimpang dari ide pokok. Sebaiknya kalimat ini dibuang saja
supaya tidak mengganggu.
4. Kesatuan

10

Setiap kalimat yang dibuat harus membicarakan satu ide pokok atau gagasan yang
sentral. Jika kalimat itu panjang, ia bisa dikatakan efektif kalau membicarakan satu ide.
Dengan adanya kesatuan ide, akan memudahkan pemabaca menangkap informasi yang
terkandung di dalamnya.
Memecah kalimat yang panjang menjadi beberapa kalimat. Berikut ini contoh kalimat
yang pajang:
Dari beberapa studi menyimpulkan bahwa iklan rokok meningkatkan konsumsi
melalui beberapacara seperti menciptakan lingkungan yang mengangggap merokok
sebagai sesuatu hal yang positif dan biasa, mengurangi motivasi perokok untuk
berhenti dan mendorong anak-anak untuk merokok.
Selain kalimat tersebut tidak logis dia juga dapat dipecah menjadi beberapa
kalimat. Kalimat yang panjang di atas dapat dipecah menjadi: Dari beberapa studi
disimpulkan bahwa iklan rokok dapat meningkatkan konsumsi bagi perokok. Peningkatan
konsumsi ini biasanya dilakukan melalui beberapa cara. Cara-cara yang dapat dilakukan
seperti menciptakan lingkungan yang mengangggap merokok sebagai sesuatu hal yang
positif dan biasa, mengurangi motivasi bagi perokok, dan mendorong untuk tidak
merokok.
5. Ketidakambiguan
Ketidakambiguan maksudnya si pembaca dapat menangkap ide itu secara jernih
dan tidak meragukan. Kalimat dalam karya ilmiah tidak boleh menimbulkan tafsiran yang
ganda. Jika keambiguan terjadi, pikiran yang ada harus dijernihkan sehingga menimbulkan
satu tafsiran, seperti kalimat berikut:
Selain itu, didukung dari lingkungan sosial teman-teman yang baik sehingga kenakalan
pada remaja tidak akan muncul.
Keambiguan terjadi pada kata dari lingkungan sosial teman-teman yang baik.
Apakah lingkungan sosialnya yang baik atau teman-temannya yang baik? Hal ini
dipengaruhi oleh penggunaan kata yang dalam kalimat itu yang berfungsi untuk
menjelaskan keterangan. Maksudnya adalah lingkungan sosial berupa berupa teman-teman
yang baik atau pergaulan yang baik. Kemudian, kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
Selain itu, didukung oleh lingkungan sosial berupa teman-teman yang baik
sehingga kenakalan pada remaja tidak akan muncul.
6. Ketepatan
Ketepatan adalah kesesuaian atau kecocokan pemakaian unsur-unsur yang
membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti. Oleh
karena itu, diperlukan pemakaian kata (pemilihan diksi yang tepat), Frase, dan idiom,
seperti berikut ini:
Untuk menadapatkan kebersihan pribadi yang baik, seseorang akan rutin
melakukan kebersihan kulit an rambut.
Kata akan mengatakan sesuatu yang hendak terjadi, tetapi belum terjadi. Pada
konteks kalimat itu akan terjadi kebersihan pribadi jika rutin melakukan kebersihan kulit
dan rambut. Jadi, kata akan dipakai menyebabkan kalimat itu tidak logis. Karena
11

pemakaian kata itu tidak tepat, sebaiknya diganti dengan kata harus sehingga redaksi
kalimat itu menjadi:
Untuk menadapatkan kebersihan pribadi yang baik, seseorang harus rutin
melakukan kebersihan kulit an rambut.
7. Kehematan
Kehematan ini harus dijaga supaya tidak terjadi pemborosan dalam pemakaian
kosa kata. Pemborosan akan akn membuat kalimat itu menjadi sesuatu yang berlebihlebihan. Pemborosan itu dapat dilihat seprti contoh kalimat beikut ini:
1. Harus diakui bahwa sangat banyak sekali remaja mulai merkok akibat melihat
iklan, apalagi yang diperankan oleh perempuan cantik dan pria yang gagah.
2. Sebagai bukti langsung dari yaitu seorang perawat hampir menghabiskan seluruh
waktunya yang dengan mengerjakan tugas-tugas di instansi kesehatan, seperti di
rumah sakit.
Kalimat 1
Pemborosan kata dan makna terjadi terdapat pada kata: sangat banyak sekali
remaja mulai merokok. Kata sangat tellah menyatakn perbuatan itu berlebihan. Begitu
juga, kata sekali mengatakan perbuatan berlebihan. Kalimat tersebut akan memiliki
kelebihan kata dan makna. Sebaiknya kalimat ini diubah menjadi:
1. Harus diakui bahwa sangat banyak remaja mulai merokok akibat melihat iklan,
apalagi yang diperankan oleh perempuan cantik dan pria yang gagah. Atau
2. Harus diakui bahwa banyak sekali remaja mulai merokok akibat melihat iklan,
apalagi yang diperankan oleh perempuan cantik dan pria yang gagah.
Kalimat 2
Kehematan yang harus diterapkan dalam pemakaian kata penghubung dari yaitu.
Kata ini tidakan dapat didekatkan pemakaiannya atau saling menggantikan. Dia harus
dipakai salah satu. Apakah dari atau yaitu sesuai dengan konteks kalimatnya. Kata dari
dipakai dipakai untuk menjelaskan asal, sedangkan daripada berupa perbandingan.
Sementara itu, kata yaitu berfungsi untuk menjelaskan, maka redaksi kalimat itu dapat
diganti menjadi:
Sebagai bukti langsung dari seorang perawat, hampir menghabiskan seluruh
waktunya yang dengan mengerjakan tugas-tugas di instansi kesehatan, seperti di
rumah sakit.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
EYD sering dipadukan pemakaian tanda baca. Ejaan yang disempurnakan
merupakan penuntun yang yang dipakai dalam bahasa tulis. Kesalahan pemakaian EYD
merupakan kesalahan pemakaian kaidah berbahasa. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakvalitan data yang diterima, seperti kalimat berikut:
3.1 Pemakaian Huruf dan Penulisan Gelar

12

Bentuk huruf ada dua, yaitu huruf kapital dan huruf kecil. Pemakaian ini sering
keliru, seperti kalimat berikut:
1. Pasien itu sedang diperiksa oleh Dr. H. Idris Salim.
2. Dia menjadi Dokter Spesialis di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta
Kalimat 1
Penulisan gelar dr dokter (S-1) seharusnya dengan dr. (d kecil dan r kecil).
Penulisan gelar ini sengaja dibedakan dengan penulisan Dr doktor (S-3).
Kalimat itu dapat diubah: Pasien itu sedang diperiksa oleh dr. H. Idris Salim.
Kalimat 2
Dia menjadi Dokter Spesialis di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta. Penulisan
jabatan akan digunakan huruf kapital apabila diiringi oleh nama orang dan tempat atau
lemabaga yang dijabatnya sehingga kalimatnya berbunyi: Dia menjadi dokter spesialis di
Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta. Namun, dapat diggunakan huruf kapital, seperti: Dia
menjadi Dokter Spesialis Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta.
3.2 Pemakaian Bentuk Terikat
Penggunaan morfem terikat biasanya digabung dengan kata sebelum dan
sesudahnya. Bentuk terikat ini sangat banyak ditemukan dalam bahasa ilmah. Contoh
bentuk terikat yang ditemukan dalam dunia kedokteran: 1. Dalam bermunikasi dengan
pasien, seorang dokter harus mengetahui aspek-aspek nonverbal. 2. Abscess adalah
kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan organ, atau rongga yang tertutup.
3. Antibody digolongkan berdasarkan cara kerjanya, seperti aglutinin, bakteriolisin, dan
sebagainya. Kata-kata nonverbal, antibody, abscess, mempunyai bentuk terikat , seperti
non, anti, dan ab. Penulisan bentuk terikatnya dengan cara serangkai.
3.3 Pemakaian Konjungsi
Konjungsi adalah
kata atau ungkapan penghubung antarkata, antarfrase,
antarklausa, dan antarkalimat. Konjungsi ini berfungsi sebagai perekat antarkonstituen
satu dengan yang lainnya sehingga menjadi padu. Namun, pemakaian konjungsi di sini
hanya dalam dua bentuk:
3.3.1 Cara Pemakaian Konjungsi Antarklausa
Konjungsi antarklausa pada umumnya dipakai adalah untuk menghubungkan anak
dan induk kalimat, seperti pemakaian konjungsi yang tidak tepat kalimat berikut ini:
Karena perkembangan fisik-biologis pada remaja berupa kematangan
hormon di dalam tubuh remaja sehingga munculnya dorongan
dorongan seksual, seperti mulai tertarik dengan lawan jenis.
Kata
karena dan sehingga adalah konjungsi antarklausa yang berfungsi
menghubungkan anak dengan induk kalimat. Pada kalimat di atas kata ini dipakai secara
bersamaan sehingga membentuk anak kalimat keduanya. Kalimat tersebut tidak
mempunyai induk. Agar terbentuk induk kalimat, kata tersebut harus dibuang salah
satunya. Kata yang harus diedit adalah sehingga. Kemudian, akan terbentulah induk

13

kalimat pada klausa: munculnya dorongan-dorongan seksual, seperti mulai tertarik


dengan lawan jenis. Kemudian, redaksi kalimatnya menjadi:
Karena perkembangan fisik-biologis pada remaja ditandai dengan kematangan
hormon di dalam tubuh remaja, munculnya dorongan-dorongan seksual seperti mulai
tertarik dengan lawan jenis.
3.3.2 Cara Pemakaian Konjungsi Antarkalimat
Pemakaian Konjungsi antarkalimat yang tidak tepat tepat terdapat dalam kalimat
berikut ini:
1. Selain itu didukung oleh teman-teman yang baik dari lingkungan sosial
lainnya, sehingga kenakalan pada remaja tidak akan muncul.
2. Sedangkan makanan yang kandungan lemaknya tinggi akan
konsentrasi esterogen dalam darah.

meningkatkan

Kalimat 1
Konjungsi antara kalimat dalam paragraf tersebut adalah selain itu. Sesudah kata
selain itu harus memakai tanda koma. Kemudian, sebelum kata sehingga tidak perlu tanda
koma, seperti:
Selain itu, didukung oleh teman-teman yang baik dari lingkungan sosial
lainnya sehingga kenakalan pada remaja tidak akan muncul.
Kalimat 2
Kata sedangkan adalah konjungsi kata hubung antarklausa dalam kalimat
majemuk setara. Dia tidak boleh letaknya di awal kalimat. Kata itu sebagai penghubung
antarklausa satu dengan klausa yang lain di dalam kalimat. Jika diletakan pada awal
kalimat, kalimat tersebut akan menjadi satu klausa_terdiri dari subjek dan predikat_ saja.
Dia tidak punya hak mendapatkan untuk intonasi final tanda titik. Sementara itu,
konjungsi ini letaknya di tengah kalimat-kaliamt, seperti tetapi, sedangkan, melainkan.
Untuk membentuk menjadikan satu paragraf sebaiknya dihilangkan konjungsinya. Redaksi
kalimat tersebut menjadi:
Makanan yang kandungan lemaknya tinggi dapat meningkatkan
konsentrasi esterogen dalam darah.
3.4 Penulisan Kata-kata Ilmiah
Penulisan ilmiah yang dipakai dalam penelitan dengan bahasa Indonesia adalah
mengambil beberapa bahasa, seperti bahasa Inggris, Yunani, dan Latin. Bahasa Indonesia
yang digunakan harus memilki kriteria ragam baku atau standard dengan kriteria yang
jelas. Sementara itu, bahasa Yunani dan Latin yang digunakan harus sesuai dengan
kaidah penulisan bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa Asing.
Data dari pembahsan berikut diambil dari beberapa penelitan, makalah, jurnal,
bahan ajar, dan tugas mahasiswa yang digunakan di kalangan Fakultas Kedokteran.

14

Analisis dilakukan terhadap judul pemabahasan dan penulisan referensi dan daftar
kepustakaan.
Bahasa Asing yang dipakai dalam bahasa Indonesia sangat bannyak untuk ilmu
tertentu. Ada tiga pemakaian istilah bahsa asing: Pertama, istilah yang sudah ada
padanannya di dalam bahasa Indonesia. Kedua, istilah yang diadaptasikan dengan bahasa
Indonesia. Ketiga, istilah yang diadopsi ke bahasa Indonesia, tetapi masih dalam bahasa
Asing.
Untuk Istilah yang sudah ada padanannya di dalam bahasa Indonesia dan istilah
yang diadaptasikan dengan bahasa Indonesia pemakaiannya tidak menunjukan perubahan
penulisan. Namun, istilah yang diadopsi ke bahasa Indonesia, tetapi masih dalam bahasa
Asing, seperti data berikut:
Penulisan kata asing dan kata yang dibakukan ke dalam bahasa Indonesia
Bahasa Asing
Marasmus (yunani)
Kwashiorkor3
Endocrine (Yunani)
Hysteria (Yunani)

Bahasa Indonesia
Maramus
Kwasiorkor
Endokrin
histeria

Jika kata-kata yang berasal dari bahasa Yunani di atas dimasukkan ke dalam
kalimat dengan menggunakan bahasa Indonesia, kata-kata tersebut harus dimiringkan
penulisannya, seperti kalimat dan paragraf berikut:
1. Padahal nyeri yang terasa sangat hebat di saat haid menunjukkan adanya suatu
gangguan pada siklus menstruasi. Gejala tersebut dikenal dengan sebutan
Endometriosis.
Endometriosis adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan kata
ilmiah yang mana kata ini harus dimiringkan tulisannya dari kata yang lain. Begitu
juga dalam bentuk judul, paragraf, dan wacana, seperti:
2. Anak Balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut
tinggi, apabila sesuai dengan standar gizi anak disebut Gizi Baik. Kalau sedikit
dibawah standar disebut Gizi Kurang, sedangkan jika jauh dari standar disebut
Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tanda-tanda klinis seperti; wajah
kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut Marasmus, dan
bila membengkak pada kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor.
Marasmus dan kwashiorkor atau Marasmus Kwashiorkor dikenal masyarakat
sebagai busung lapar.
3.5 Penulisan Kata-kata yang Tidak Baku
3Kwashiorkor adalah keadaan yang terlihat pada anak terlantar dalam bahasa
suku Ga di Ghana J (mesh: Kwashiokor)

15

Pemakaian kata kata yang tidak baku masih banyak dijumpai dalam tulisan-tulisan
ilmiah. Seharusnya, pemakaian kata-kata ini dihindari karena mengganggu untuk
penerapan ragam standard dalam penulisan karya ilmiah. Kata-kata t ersebut, seperti:
1. Ternyata wanita yang mengkonsumsi daging dengan kategori jumlah
terbanyak (daging saja, daging merah lainnya daging ham) meningkat
risikonya 80% hingga 100% untuk menderita Endometriosis.
Kata mengkonsumsi terjadi kesalahan kaidah pembentukan kata sehingga
menyebabkan kata itu tidak baku. Kesalahan pembentukan awalan me-(N) ditambah
denagan huruf KPTS setelah itu Vokal maka huruf KPTS-nya luluh, seperti men- + tulis =
menulis, me- + posisi = memosisi, men- + sukseskan = menyukseskan. Oleh karena itu,
Kata mengkonsumsi yang baku berdasarkan pembentuka kata tersebut adalah
mengonsumsi
2. Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, maka tehnik
menghadapi kasus katarak kongenital inipun makin lama makin baik.
Penulisan kata tehnik di atas yang bakunya adalah teknik. Sementara itu, penulisan
partikel pun ada yang dipisahkan dan ada yang disatukan. Penulisan pun yang disatukan
pada umumnya bersifat konjungsi (kata hubung) atau kelompok kata yang dianggap padu
walaupun, ataupun, kalaupun, dan lain-lain. Namun, partikel pun yang dianggap ditullis
terpisah adalah apa pun, adik pun, anak pun, dan sebagainya.
3.6 Penulisan Referensi
Daftar kepustakaan sering disebut dengan bibliografi atau kepustakaan. Menurut
Gorys Keraf (1997: 213), daftar kepustakaan adalah daftar berisi buku-buku, artikelartikel, dan bahan penerbitan lainnya, yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan
atau segian dari karangan yang tengah digarap. Cara penyusunan daftar kepustakaan pada
umumnya nama pengarang (dibalik), tahun terbit, judul buku, dan data publikasi lainnnya.
Untuk penulisan daftar kepustakaan yang bersumber dari buku, berbeda dengan
penulisan makalah atau artikel, seperti:
1. Buku
1. Bambang-Hermanto. Pengobatan Nyeri
Kedokteran Yarsi. 1998. 6: 64_75.

pada Penderita Lanjut Usia. Jakarta:

Untuk penyusunan daftar kepustakaan tidak memakai nomor urut. Namun,


penyusunannya dapat dilakukan berdasarkan huruf abjad. Nama pengarang dibalik
kemudian diberi tanda koma, seperti Bambang, Hermanto. Setelah itu, dituliskan tahun
terbit buku. Penulisan judul buku sengaja dimiringkan, seperti Pengobatan Nyeri pada
Penderita Lanjut Usia. Lalu, baru masuk ke data publikasi Kedokteran Yarsi. 64_75.
Bambang, Hermanto. Pengobatan Nyeri pada Penderita Lanjut Usia.
Jakarta:
Kedokteran Yarsi. Hal. 64_75.
2. Setiawati A dan Bustami Z S. 1995. Antihipertensi. Dalam: Farmakologi Terapi.
Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. 315_342.

16

Jika pengarangnya dua orang, dituliskan keduannya. Nama pengrang pertamanya


tetap dibalik jika dia terdiri dari dua kata kecuali nama yang berupa suku kata, seperti
nama orang Cina dan Arab yang tidak dibalik. Kemudian, pada kepustakaan di atas ada
judul bab yang diambil dalam sebuah buku maka judul bab itu ditulis dengan
menggunakan tanda petik. Sementara itu, judul buku tetap dimiringkan. Selanjutnya ditulis
data publikasi.
Setiawati A dan Bustami Z S. 1995. Antihipertensi. Dalam: Farmakologi Terapi.
Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. 315_342.
2. Makalah dan Artikel
Penulisan referensi pada makalah dan artikel berbeda dengan buku. Namun, nama
pengarang pertama tetap dibalikan. Perbedaannya adalah untuk judul makalah dan artikel
dibuat dengan menggunakan tanda petik (...). Sementara itu, nama jurnal, harian,
majalah, dan website dibuat dengan memakai huruf miring. Tanda titik atau tanda koma
harus dipakai salah satunya secara tetap.
1. Hartono Hadi, Rosilla Herman, Infertilitas Pria. Medika. No.II Tahun XXIV:
Hal 1044_1046.
2. Ramadyan, 2002. Kemandulan Bukan Monopoli Wanita. http//
berita penabur. Org/200205/artikel/bawang.htm.
3. Novartis, 2002. Kumis Kucing dan Seledri untuk Hipertensi.
Dalam www. Google. com/jurnal/hipertensi.
Perbaikannya menjadi:
Hadi, Hartono dan Rosilla Herman. Infertilitas Pria. Medika. No.II Tahun XXIV: Hal
1044_1046.
Novartis. 2002. Kumis Kucing dan Seledri untuk Hipertensi. http//www. Google.
com/jurnal/hipertensi.
Ramadyan. 2002. Kemandulan Bukan Monopoli Wanita. http// berita penabur.
org/200205/artikel/bawang.htm.
Untuk daftar kepustakaan lengkap, penulisan referensi dari buku dengan makalah,
skripsi, tesis, disetasi, dan artikel ada yang dipisahkan atau digabungkan. Lalu,
penyusunannya berdasarakan urutan abjad.
Contoh:
Bambang, Hermanto. Pengobatan Nyeri pada Penderita Lanjut Usia.
Jakarta:
Kedokteran Yarsi. Hal. 64_75.
Hadi, Hartono dan Rosilla Herman, Infertilitas Pria. Medika. No.II Tahun XXIV: Hal
1044_1046.
Novartis. 2002. Kumis Kucing dan Seledri untuk Hipertensi. http// www. google.
com/jurnal/hipertensi. Diakses 2 Februari 2004.

17

Ramadyan. 2002. Kemandulan Bukan Monopoli Wanita. http// berita penabur.


org/200205/artikel/bawang.htm.
Setiawati A dan Bustami Z S. 1995. Antihipertensi. Dalam: Farmakologi Terapi.
Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. 315_342.

Kepustakaan
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Terj. Huriawati Hartato, dkk;
ed Huriawati Hartanto, dkk. Jakarta: ECG.
Finoza, Lamuddin. 2005. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Jurusan
Nonbahasa. Jakarta: Diksi Insan Media.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende: Nusa
Indah.
Kridalaksana, harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan. Bandung: Pustaka Setia.
Semi, M. Atar. 1987. Tuntunan Menulis Efektif. Padang: IKIP Padang
Utorodewo, Felicia N. Modul Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa. Pelatihan Pengajaran
Penulisan Ilmiah (ToT Academic Writing), PPBI Universitas Andalas: Padang,
tanggal 45 Mei 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai