PEMBAHASAN
A. Uraian Kasus Budaya
Pada uraian kasus budaya ini kelompok kami akan memaparkan
sebuah budaya dari provinsi Maluku Utara. Budaya pada Maluku Utara ini
sebuah budaya adat setempat, budaya leluhur nenek moyang yang masyarakat
Maluku Utara sering sebut yaitu “Rahu” atau dalam bahasa Indonesia adalah
“Panggang Api”.
Budaya masyarakat Maluku Utara “Rahu” ini adalah sebuah kegiatan
yang dilakukan untuk mengasapi ibu nifas dan bayinya yang baru lahir.
Masyarakat setempat meyakini bahwa Rahu ini dapat bertjuan untuk
membersihkan sisa darah setelah melahirkan, membuat ASI lancar bagi ibu
nifas. Selain itu masyarakat meyakini bahwa rahu dapat bertujuan agar tali
pusat bayi cepat lepas.
Tradisi serupa juga terdapat di daerah lain yaitu di Kabupaten Toba
Samosir yang lebih dikenal dengan istilah mararang. Mararang dilakukan
setelah ibu dan bayi dibersihkan dari darah sehabis bersalin. Tradisi ini
biasanya dilakukan selama 40 hari. Tradisi mararang yaitu membakar kayu
atau arang sampai menjadi bara kemudian diletakkan di samping atau
dibawah tempat tidur ibu dan bayinya. Tradisi ini dilakukan untuk
memberikan rasa hangat pada ibu dan bayi serta membantu proses
pembersihan darah kotor ibu nifas dan juga mempercepat pemulihan
kesehatan ibu. Pada saat melakukan tradisi mararang, ibu sering berkeringat
begitu juga dengan bayinya. Sebagian bayi ada yang mengalami ruam di kulit
akibat dari suhu ruangan yang terlalu panas (Sitorus, 2017)
Terdapat dua cara melakukan Rahu. Pertama ini dilakukan pada ibu
nifas dan bayi baru lahir dengan cara ibu dan bayinya dibaringkan diatas
tempat tidur, kemudian dibawah tempat tidur diletakkan kayu dan dibakar,
dan apabila kayunya sudah terbakar dan hanya tersisa asap, ibu dan bayinya
berbaring diatas tempat tidur yang dibawahnya sudah ada kayu yang telah
dibakar. Selanjutnya, kedua ibu nifas duduk diatas bangku yang sudah
dibolongi dan bawahnya diberikan kayu yang telah dibakar, dan ibu tersebut
duduk diatas bangku dan tidak menggunakan pakaian dalam.
Bidan setempat telah melakukan kunjungan pada masa nifas dan bayi
baru lahir sesuai dengan jadwal, dan terkadang juga bidan melakukan
kunjungan setiap hari karena mengingat budaya rahu yang dilakukan oleh
dukun atau keluarganya. Bidan setempat juga telah melakukan penyuluhan
tiap individu, maupun dengan keluarganya, serta tokoh masyarakat. Namun
tetap saja ada beberapa masyarakat yang tidak peduli dan tetap melakukan
rahu. Mereka mengatakan bahwa rahu ada budaya dan adat dari leluhur
mereka.
Sitorus, M.E. (2017). Pengetahuan ibu nifas tentang tradisi mararang dan
dampaknya terhadap kesehatan ibu dan bayi di Kabupaten Toba
Samosir (Tesis, Universitas Gadjah Mada). Diakses dari
936&mod=penelitian_detail⊂ =PenelitianDetail&typ=html