Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN
A. Uraian Kasus Budaya
Pada uraian kasus budaya ini kelompok kami akan memaparkan
sebuah budaya dari provinsi Maluku Utara. Budaya pada Maluku Utara ini
sebuah budaya adat setempat, budaya leluhur nenek moyang yang masyarakat
Maluku Utara sering sebut yaitu “Rahu” atau dalam bahasa Indonesia adalah
“Panggang Api”.
Budaya masyarakat Maluku Utara “Rahu” ini adalah sebuah kegiatan
yang dilakukan untuk mengasapi ibu nifas dan bayinya yang baru lahir.
Masyarakat setempat meyakini bahwa Rahu ini dapat bertjuan untuk
membersihkan sisa darah setelah melahirkan, membuat ASI lancar bagi ibu
nifas. Selain itu masyarakat meyakini bahwa rahu dapat bertujuan agar tali
pusat bayi cepat lepas.
Tradisi serupa juga terdapat di daerah lain yaitu di Kabupaten Toba
Samosir yang lebih dikenal dengan istilah mararang. Mararang dilakukan
setelah ibu dan bayi dibersihkan dari darah sehabis bersalin. Tradisi ini
biasanya dilakukan selama 40 hari. Tradisi mararang yaitu membakar kayu
atau arang sampai menjadi bara kemudian diletakkan di samping atau
dibawah tempat tidur ibu dan bayinya. Tradisi ini dilakukan untuk
memberikan rasa hangat pada ibu dan bayi serta membantu proses
pembersihan darah kotor ibu nifas dan juga mempercepat pemulihan
kesehatan ibu. Pada saat melakukan tradisi mararang, ibu sering berkeringat
begitu juga dengan bayinya. Sebagian bayi ada yang mengalami ruam di kulit
akibat dari suhu ruangan yang terlalu panas (Sitorus, 2017)
Terdapat dua cara melakukan Rahu. Pertama ini dilakukan pada ibu
nifas dan bayi baru lahir dengan cara ibu dan bayinya dibaringkan diatas
tempat tidur, kemudian dibawah tempat tidur diletakkan kayu dan dibakar,
dan apabila kayunya sudah terbakar dan hanya tersisa asap, ibu dan bayinya
berbaring diatas tempat tidur yang dibawahnya sudah ada kayu yang telah
dibakar. Selanjutnya, kedua ibu nifas duduk diatas bangku yang sudah
dibolongi dan bawahnya diberikan kayu yang telah dibakar, dan ibu tersebut
duduk diatas bangku dan tidak menggunakan pakaian dalam.
Bidan setempat telah melakukan kunjungan pada masa nifas dan bayi
baru lahir sesuai dengan jadwal, dan terkadang juga bidan melakukan
kunjungan setiap hari karena mengingat budaya rahu yang dilakukan oleh
dukun atau keluarganya. Bidan setempat juga telah melakukan penyuluhan
tiap individu, maupun dengan keluarganya, serta tokoh masyarakat. Namun
tetap saja ada beberapa masyarakat yang tidak peduli dan tetap melakukan
rahu. Mereka mengatakan bahwa rahu ada budaya dan adat dari leluhur
mereka.

B. Tinjauan Teori Berdasarkan Kasus Budaya “Rahu” atau “Panggang


Api”
1. Teori Jurnal Berjudul “PERAN BIDAN DALAM MENGHADAPI
BUDAYA PANGGANG DAN TATOBI IBU NIFAS PADA SUKU
TIMOR DI KECAMATAN MOLLO TENGAH KABUPATEN TTS
TAHUN 2016” JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 14, NOMOR 1
JUNI 2016.
Budaya masyarakat Suku Timor Kabupaten Timor Tengah Selatan
(TTS) adalah ibu diharuskan melahirkan di rumah bulat dan mendapatkan
perawatan selama 40 hari oleh seorang dukun atau seseorang yang
dipercaya mempunyai pengalaman merawat ibu melahirkan. Perawatan
kepada ibu nifas ini biasanya berupa pantangan makanan tertentu,
panggang api dan tatobi. Ketentuan atau pantangan yang harus diikuti oleh
ibu nifas tersebut adalah tidak boleh keluar selama 40 hari kecuali ke
kamar mandi.
Proses panggang di rumah bulat juga dipercaya oleh masyarakat
setempat untuk penangkal terhadap sakit berat terlebih pada wanita setelah
proses persalinan. Alasan lain yang yang mendasari dilakukan panggang
api atau tatobi adalah kekhawatiran orang tua apabila kondisi badan anak
menjadi lemas dan tak kuat, bahkan akan menimbulkan kegilaan pada si
ibu bersalin tersebut. Namun pada kenyataannya hal ini akan berakibat
buruk, bukan hanya kemungkinan ibu dan bayi akan terbakar tubuhnya
dan berpengaruh kepada kesembuhan luka setelah melahirkan. Selain itu,
akibat lingkungan rumah yang kurang bersih karena semua aktifitas untuk
perawatan dilakukan di dalam rumah tersebut, seperti memasak dan
panggang sehingga ibu maupun bayi berisiko mengalami ISPA .

C. Bahaya Budaya Panggang Api


Asap dari pembakaran kayu, arang dan bahan organik lain mengandung
berbagai zat kimia yang bisa mengganggu kesehatan, yakni partikel halus
(particulate matter/PM) dan gas. Gas karbon monoksida, sulfur dioksida,
nitrogen oksida, dan ozon merupakan gas yang paling dominan yang terdapat
dalam kandungan asap.Secara umum bahan pencemar senyawa kimia
nitrogen oksida, sulfur dioksida, karbon monoksida, ozon dan partikulat di
udara menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia seperti luka mata dan
luka saluran pernapasan.
Dari budaya rahu tersebut kasus pneumonia pada bayi di Maluku
Utara tinggi pertahunnya dan selalu ada kematian bayi karena kasus
pneumonia yang disebabkan oleh rahu. Selain itu pada ibu nifas yang
dilakukan rahu akan mengalami kegawatdaruratan nifas.
Resiko panggang/sei dan tatobi adalah ISPA, anemia, luka bakar dan
dehidrasi dan bisa terjadi luka bakar dan kebakaran. Panggang juga sangat
berisiko timbulnya anemia pada ibu nifas dikarenakan banyaknya keluar
darah dari jalan lahir karena panggang yang terus menerus dan terjadi
pelebaran pembuluh darah sehingga perdarahan yang banyak dan susah
terkontrol karena darah langsung menetes dikain dan jatuh ke bara api.
Perdarahan yang keluar banyak menyebabkan ibu anemia, yang ditandai
dengan pusing, penglihatan kabur
D. Peran Bidan
Peran Bidan :
a. Beberapa tugas bidan pelaksana dikomunitas adalah menerapkan
manajemen kebidanan pada setiap asuhan, memberikan pelayanan
dasar pada anak remaja dan wanita pra nikah dengan melibatkan klien,
memberikan asuhan kebidanan pada klien selama kehamilan normal,
memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan
dengan melibatkan klien atau keluarga, memberikan asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir, memberikan askeb kepada klien
dalam masa nifas dengan melibatkan keluarga, memberikan asuhan
kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan KB,
memberikan askeb pada wanita usia reproduksi dan wanita
menopause, memberikan askeb pada bayi dan balita dengan
melibatkan keluarga.
b. Selain itu beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan bidan adalah
berupa penyuluhan dan konseling baik individu maupun keluarga
tentang bahaya dari budaya panggang api ini untuk ibu dan juga
bayinya .
c. Bidan juga dapat memberikan solusi agar mengurangi resiko
kegawatdaruratan pada budaya panggang api ini, karena budaya ini
telah turun temurun dan tentunya akan sulit jika ingin dihilangkan
secara tiba-tiba , solusi yang dapat diberikan yaitu pada proses
panggang harus memperhatikan jarak bara api dengan tempat tidur
minimal 1 meter jangan sampai terjadi luka bakar, kebakaran dan bisa
berakibat ISPA pada anak nya. Dan juga sebelum tatobi harus dioles
lebih dahulu badannya dengan minyak kelapa murni serta
menggunakan air hangat
d. Bidan juga dapat melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
tentang pantang makan, dan panggang api.
e. Beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan bidan adalah berupa
refreshing kader yaitu dengan terus memberikan latihan pada kader .
f. Pemberian penyuluhan berupa tanda-tanda bahaya ibu nifas, tanda
bahaya bayi baru lahir, konseling KB, pemberian vitamin A, tablet SF,
perawatan puting susu, ASI eksklusif, usia penyapihan anak,
pemberian MP ASI, kerjasama dengan dukun dan kader kesehatan
untuk membantu bidan menyebarluaskan cara panggang dan tatobi
yang aman atau tidak membahayakan
DAFTAR PUSTAKA

Sitorus, M.E. (2017). Pengetahuan ibu nifas tentang tradisi mararang dan
dampaknya terhadap kesehatan ibu dan bayi di Kabupaten Toba
Samosir (Tesis, Universitas Gadjah Mada). Diakses dari
936&mod=penelitian_detail⊂ =PenelitianDetail&typ=html

Anda mungkin juga menyukai