Anda di halaman 1dari 5

TRANSKULTURAL NURSING

(PERSEPSI SEHAT DAN SAKIT SUKU MINANG)

DISUSUN OLEH :

1. SRI RAHAYU KADARSI (22)


(PO713202191053)

2. SRI WIDYA NINGSIH (23)


(PO713202191054)

KELAS : TK II. B

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR PRODI KEPERAWATAN

PARE-PARE

TAHUN AKADEMIK 2020-2021


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit
sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang
lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perilaku sehat dan sakit masyarakat minang?


2. Apa saja tradisi pemeliharaan kesehatan masyarakat minang?
3. Apakah sikap fatalisme mempengaruhi status kesehatan?
4. Apakah nilai atau norma mempengaruhi status kesehatan?
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perilaku sehat-sakit masyarakat minang


2. Untuk mengetahui tradisi pemeliharaan kesehatan masyarakat minang
3. Untuk mengetahui sikap fatalisme yang mempengaruhi status kesehatan
4. Untuk mengetahui nilai atau norma yang mempengaruhi status kesehatan
PEMBAHASAN

Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut Orang Padang) adalah suku yang
berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal, walau
orang-orang Minangkabau sangat kuat memeluk agama Islam. Minangkabau dipahamkan
sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya
Minangkabau. Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu,
Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung.

1. Perilaku sehat-sakit masyarakat Minang

Pengertian sehat-sakit menurut masyarakat suku Minang tidak terlepas dari tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pada umumnya, masyarakat menganggap
bahwa seseorang seseorang dikatakan sehat adalah seseorang yang memiliki jasmani dan rohani
yang sehat, serta dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sedangkan untuk masalah sakit,
sebagian masyarakat Minang masih ada yang mempercayai bahwa selain disebabkan karena
penyebab fisik, juga disebabkan karena adanya gangguan roh-roh halus. Bagi masyarakat
Minang, dikatakan sakit, jika seseorang tersebut tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari
seperti berdagang, bekerja di kantor, berladang dan lain-lain. Walaupun seseorang tersebut
tersebut sudah memiliki gejala sakit seperti sakit kepala, flu ataupun masuk angin namun masih
dapat beraktivitas belum diartikan sebagai sakit. Dan jikalau kepala keluarga sakit, maka secara
tidak langsung semua anggota keluarga yang ada didalam keluarga tersebut akan sakit.

2. Tradisi pemeliharaan kesehatan masyarakat minang

Praktik-praktik kesehatan keluarga Minangkabau dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran


agama Islam. Sebagai contoh, kelahiran bayi dibantu oleh dukun/bidan dan ditunggui oleh ibu
mertua. Setelah bayi lahir, plasenta bayi tersebut dimasukkan ke dalam periuk tanah dan ditutup
dengan kain putih. Penguburan plasenta dilakukan oleh orang yang dianggap terpandang dalam
lingkungan keluarga. Pada zaman dahulu, keluarga Minangkabau lebih memilih melahirkan
dengan dibantu dukun beranak daripada pergi ke pusat kesehatan. Mereka beranggapan bahwa
melahirkan dibantu dukun beranak atau paraji biayanya lebih murah. Namun sekarang ini sesuai
dengan perkembangan zaman, keluarga Minang lebih memilih melahirkan dibidan atau
Puskesmas. Mungkin hanya sebagian saja yang masih melahirkan dibantu oleh dukun beranak,
khususnya masyarakat yang masih tinggal di daerah terpencil dan tenaga kesehatannnya terbatas.
Keluarga Minangkabau pada kelas sosial yang rendah mempunyai pola perilaku mencari bantuan
pertolongan kesehatan keluarga yang sederhana, yaitu dengan pergi ke dukun. Dalam hal
perawatan orang sakit, seiring dengan perkembangan teknologi dan tingginya tingkat
pengetahuan, keluarga/masyarakat Minang lebih memilih untuk meneruskan pengobatan yang
didapat dari petugas kesehatan. Namun adakalanya, keluarga memberikan perawatan-perawatan
sederhana seperti jika seseorang demam hanya dikompres dengan daun-daun yang sifatnya
dingin (kembang semangkok, daun jarak), jika batuk diberikan air daun kacang tujuh yang telah
diremas, ibupostpartum biasanya diberikan tambahan seperti minum jamu ataupunramuan-
ramuan tertentu.

3. Sikap fatalisme yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan

Sikap fatalisme yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan, beberapa anggota


masyarakat Minang di kalangan kelompok yang beragama Islam percaya bahwa anak adalah
titipan Tuhan, dan sakit atau mati itu adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk
mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit, atau menyelamatkan seseorang dari
kematian. Sejalan dengan aktivitas ekonomi di pedesaan, banyak warung yang menjual obat
sampai ke pelosok. Oleh karena itu bila mereka sakit, biasanya mereka hanya berobat ke warung.
Resiko yang dapat terjadi dengan pola mencari bantuan kesehatan seperti ini adalah terjadi
komplikasi atau sakitnya semakin parah.

4. Nilai atau norma yang mempengaruhi status kesehatan

Nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan.


Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehatan. Beberapa nilai yang
merugikan kesehatan misalnya adalah pemberian nutrisi pada bayi baru lahir. Ada suatu
kebiasaan yang ada pada masyarakat daerah ini yang kurang baik untuk nutrisi bayi, yaitu ibu
bayi tidak langsung memberikan ASInya pada bayi tapi ibu bayi membuang ASI yang pertama
kali keluar. Padahal ASI yang pertama kali keluar mangandung colostrums yang sangat berperan
dalam kekebalan tubuh bayi. Masyarakat ini menganggap colostrums sebagai ASI yang sudah
rusak karena warnanya yang kekuningan. Selain itu, colostrums juga dianggap dapat
menyebakan diare, muntah, dan masuk angin pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA

http://amin-sweet.blogspot.com/2011/12/budaya-yang-mempengaruhi-kesehatan.html

http://abilwilianto.wordpress.com/2009/01/17/sehat-sakit/

http://gumiho-cruz.blogspot.com/2012/06/tugas-etnografi-minangkabau.html

Anda mungkin juga menyukai