Anda di halaman 1dari 65

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT

KECEMASAN KELUARGA PASIEN PRE OPERASI


LAPARATOMI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
BLU RSUP PROF DR. R. D KANDOU
KOTA MANADO

SKRIPSI

OLEH :
JESSI ELIA GERRET
NIM : 14071390

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2016
Jessi Elia Gerret, 2016. “Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operasi Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU
RSUP Prof DR. R. D Kandou Kota Manado” (dibawah bimbingan Ns. Siska
Sibua S.Kep, M.Kes dan Ns. Grace Watung S.Kep).

Abstrak

Dalam rangka menyiapkan pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan,


maka perawat dalam melaksanakan tugas dituntut untuk mampu menyiapkan
pasien dalam keadaan benar-benar suda siap untuk menjalani tindakan
pembedahan. Sehingga komunikasi terapeutik yang harus di miliki dan di
terapkan dengan baik oleh perawat, dalam rangka untuk mengurangi kecemasan
pasien yang akan di lakukan tindakan pembedahan. Tujuan yang akan dicapai
ialah untuk mengetahui Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat
kecemasan keluarga pasien pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU
RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado.
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian analitik kuantitatif, dengan
pendekatan cross sectional study. Penelitian dilakukan diruang Instalasi Bedah
Sentral BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli 2016. Populasi adalah seluruh pasien yang dilakukan pembedahan
Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU RSU Prof Dr. R. D. Kandou Manado
serta sampel yang digunakan berjumlah 30 pasien. Untuk melihat adanya
hubungan antara komunikasi terapeutik dan kecemasan pasien digunakan uji chi-
square.
Hasil penelitian yang di dapat sebagian besar responden menilai komunikasi
terapeutik perawat baik dimana dari 30 orang responden dalam penelitian ini,
sebanyak 22 orang (73,3%) menilai komunikasi terapeutik baik sedangkan 8
responden (26,7%) kurang baik. Tingkat kecemasan keluarga sebagian besar baik
dimana dari 30 orang responden dalam penelitian ini, sebanyak 17 orang (56,7%)
menilai kecemasan keluarga pasien baik sedangkan 13 orang (43,3%) kurang
baik. Dari hasil uji statistika menunjukkan ada hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dengan kecemasan keluarga pasien pre operasi laparatomi di
Instalasi Bedah Sentral BLU Prof. DR. R. D Kandou Kota Manado.
Kesimpulan yang bisa diberikan dalam penelitian ini ialah ada hubungan
antara komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan keluarga pasien pre
operasi laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU Prof. DR. R. D Kandou Kota
Manado. Saran yang bisa diberikan ialah perawat dapat melakukan komunikasi
terapeutik sebagai bentuk intervensi asuhan keperawatan dalam menurunkan
tingkat kecemasan bagi pasien dan keluarga pasien.
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan


Pasien Pre Operasi Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU
RSUP Prof DR. R. D Kandou Kota Manado.
Nama : Jessi Elia Gerret

Nim : 14071390

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Joice M. Laoh, S.Pd, S.Kep, M.Kep Ns. Mario Anthonie, S.Kep

Mengetahui ,

Dekan

Ns. Verra Karame S.Kep.,M.Kes

NIDN. 090 612 7701


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pasien yang akan menjalani pembedahan merupakan seorang individu

yang memiliki kebutuhan, ketakutan, dan masalah-masalah yang sangat nyata

seperti individu lainnya. Sehingga pasien akan menjadi agak gelisah dan takut

ini merupakan suatu tanda kecemasan pasien. Perasaan gelisah dan takut

kadang tidak jelas, akan tetapi kadang pula kecemasan ini dapat terlihat dalam

bentuk lain. contonnya pasien merasa cemas sering bertanya terus –menerus

dan berulang-ulang walaupun pertanyaan telah di jawab, atau pasien tidak mau

berbicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya tetapi berusaha mengalihkan

perhatianya Atau sebaliknya, ia bergerak terus menerus dan tidak bisa tidur

(Oswari, 1993).

Menghadapi pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, maka

perlu ada penjelasan yang sangat penting dari petugas kesehatan dalam hal ini

oleh perawat yang menangani pasien tersebut. Perawat mempunyai tugas

untuk menjelaskan tentang apa yang di hadapi oleh pasien nanti bila akan di

bedah. Juga perawat harus mau mendengarkan semua keluhan dan sekaligus

memperhatikan semua keperluan pasien. Melakukan hubungan terapeutik

berarti mengenali hak-hak, Hubungan terapeutik lebih kepada berbagi

pengetahuan dan informasi dari pada pemberitahuan dan juga pemahaman

empatik tentang perasaan, keyakinan serta mekanisme koping pasien

(Nigtingale, dkk, 2003)


Setiap perawat mengharapkan pasien mendapatkan informasi yang

cukup, sehingga mereka berkenaan memberikan persetujuan atas pembedahan

yang akan di lakukan. Pemahaman tentang sesuatu yang akan terjadi, telah

terbukti bermanfaat dalam mengurangi ansietas yang selalu muncul saat

menghadapi situasi berbahaya seorang diri, dalam lingkungan asing dan tanpa

dukungan yang kita harapkan ada untuk menjalani hidup.

Perawat sebagai penolong dan pendamping haruslah terapeutik. Dan

untuk menjadi perawat terapeutik, maka perawat perlu mengetahui elemen-

elemen yang mempengaruhi kemampuan perawat untuk menjadi terapeutik.

Hubungan yang terapeutik antara perawat dengan pasien akan merupakan

pengalaman koreksi terhadap emosi atau psikologi pasien. Perawat sebagai

penolong haruslah terapeutik dan kunci untuk menjadi terapeutik adalah

dengan penggunaan diri secara terapeutik. Yang didalamnya perawat mampu

untuk melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien yang akan dilakukan

tindakan pembedahan dengan baik, sehingga pasien yang akan di lakukan

tindakan pembedahan dalam keadaan yang siap, baik fisik maupun mentalnya

Dalam rangka menyiapkan pasien yang akan dilakukan tindakan

pembedahan, maka perawat dalam melaksanakan tugas dituntut untuk mampu

menyiapkan pasien dalam keadaan benar-benar suda siap untuk menjalani

tindakan pembedahan. Sehingga komunikasi terapeutik yang harus di miliki

dan di terapkan dengan baik oleh perawat, dalam rangka untuk mengurangi

kecemasan pasien yang akan di lakukan tindakan pembedahan.


Berdasarkan data DEPKES RI 2012 Pasien yang menjalani pembedahan

laparatomi lebih dari 60000 pasien, sedangkan di Sulawesi Utara pada tahun

yang sama lebih dari 1300 pasien yang menjalani pembedahan laparatomi,

sedang di BLU RSU Prof. Dr. R.D Kandow Manado periode bulan Maret 25

pasien, April 34 pasien, dan Mei 30 pasien dengan rata-rata tiap bulan 30

pasien.

Melihat hal-hal di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre

operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D

Kandou Kota Manado.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan hasil uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka

memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah penelitian

sebagai berikut : Apakah ada Hubungan komunikasi terapeutik dengan

tingkat kecemasan pasien pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral

BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado?.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan utama

Mengetahui Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan

keluarga pasien pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP

Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado.


2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik perawat pada keluarga pasien

pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr.

R.D Kandou Kota Manado.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga pasien pre operatif

laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou

Kota Manado.

c. Mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat

kecemasan keluarga pasien pre operasi laparatomi di instalasi bedah

sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado.

D. Manfaat penelitian

1 Bagi institusi pendidikan

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai Hubungan

komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi

laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou

Kota Manado.

2 Bagi intalasi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)

Sebagai bahan masukan yang bermakna untuk meningkatkan mutu

pelayanan di rumah sakit khususya pelayanan perawatan pre operatif

laparatomi.

3 Bagi tenaga kesehatan

Untuk meningkatkan wawasan para tenaga keperawatan tentang

Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre


operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D

Kandou Kota Manado.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi

1. Pengertian komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris yaitu “communication.”

Kata communication sendiri berasal dari bahasa latin “communication”

yang artinya pemberitahuan dan/atau pertukaran ide, dengan pembicara

mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya (Damaiyanti,

2010).

2. Pengertian terapeutik

Terapeutik adalah merupakan kata sifat yang di hubungkan dengan seni

dari penyembuhan . di sini dapat diartikan bahwa terapoeutik adalah segala

sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan (Damaiyanti 2010).

3. Komunikasi terapeutik

Terapeutik merupakan kata sifat yang di hubungkan dengan seni dari

penyembuhan, maka di sini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala

sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan.sehingga komunikasi

terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang di rencanakan dan di lakukan

untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik

merupakan komunikasi profesional bagi perawat (Damaiyanti, 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terdiri dari teknik-

teknik verbal den non verbal yang berfokus pada nkebutuhan-kebutuhan


pasien/klien. Hubungan terapeutik adalah interaksi perawat dan pasien/klien

yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien.klien dapat

diartikan sebagai seorang individu, keluarga atau komunitas (Isaacs, 2004).

Hubungan yang terapeutik diantara pasien dengan perawat akan

merupakan pengalaman yang baik dan merupakan koreksi terhadap emosi

pasien. Disini perawat sebagai penolong atau pendamping haruslah menjadi

teraupetik.

4. Tahap dalam hubungan terapeutik.

Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai 4

tahap, yang setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus di selasaikan oleh

perawat.

Keempat tahap itu adalah sebagai berikut (Stuart et el, 1995)

a. Tahap preinteraksi

Merupakan tahap di mana perawat belum bertemu dengan klien.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

1) Mendapat informasi tentang klien .

2) Mencari literature berkaitan dengan masala yang di alami klien

3) Mengeksploitasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri.

4) Menganalisa kekuatan dan kelemahan professional diri.

5) Membuat rencana pertemuan dengan pasien

b. Tahap orientasi/ perkenalan

Merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu denga

pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah:


1) Membangun iklim percaya, memahami penerimaam dan komunikasi

terbuka.

2) Memformulasikan kontrak dengan pasien. Tugas perawat dalam tahap

ini : melakukan kontrak dengan pasien, dimana kontrak di mulai

dengan pengenalan pasien dan perawat, pertukaran nama dan

penjelasan peran.

Penjelasan dari peran meliputi tanggung jawab dan pengharapan dari

perawat dan pasien dengan gambaran apa yang perawat dapat atau tidak

dapat melakukan. Kegiatan di sini diikuti oleh diskusi dari tujuan

hubungan, dimana pegrawat menekankan focus pada pasien dan

pengalaman hidup pasien serta area konflik yang ada, hal ini di

karenakan membangun kontrak adalah proses yang timbal balik.

c. Tahap kerja

Merupakan tahap pasien memulai kegiatan. Tugas perawat dalam

tahap ini adalah melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan pada

tahap pra interaksi. Perawat mengeksploitasi stressor yang tepat dan

mendorong perkembangan wawasan diri yang dihubungkan dengan

persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan pasien.

Perawat menolong pasien untuk mengatasi cemas, meningkatkan

kemandirian dan tanggung jawab terhadap diri, dan mengembangkan

mekanisme koping konstruktif. Perubahan tingkah laku nyata merupakan

focus dari fase ini.

d. Tahap terminasi
Merupakan tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi

dengan pasien, tahap ini bisa merupakan terminasi sementara maupun

terminasi akhir.

Terminasi sementara adalah terminasi yang di lakukan untuk berhenti

berinteraksi dalam waktu yang sebentar misalnya pergantian jaga atau

antar sesi. Sedangkan terminasi akhir adalah terminasi yang dilakukan

biasanya pada saat pasien akan kembali kerumahnyasetelah di rawat d

rumah sakit tempat dia dirawat.

Pada tahap ini perawat mempunyai tugas :

1) Mengevaluasi kegiatan kerja yang telah di lakukan secara kognitif,

psikomotor maupun afektif.

2) Merencanakan tindak lanjut dengan pasien.

3) Melakukan kontrak

4) Mengakhiri terminasi dengan cara yang baik.

B. Teknik komunikasi terapeutik

1. Mendengar aktif

Perawat berusaha mengerti pasien dengan cara mendengar apa yang di

sampaikan pasien:

a. Lihat pasien saat ia bicara.

b. Pelihara kontak mata untuk menunjukkan kesediaan mendengar.

c. Hindari melipat tangan dan kaki.

d. Hindari pergerakan badan yang tidak perlu misalnya mengetuk lantai

dengan kaki, menggigit kuku.


e. Tidak mengantuk untuk menunjukkan perhatian saat pasien menunjukkan

hal yang penting untuk mencari umpan balik.

2. Penerimaan

Yang dimaksud menerima adalah menunjukkan kesediaan untuk

mendengar nilai, kepercayaan pasien. Beberapa cara untuk menunjukkan

penerimaan:

a. Mendengar tanpa memotong pembicaraan .

b. Menyediakan umpan balik yang menunjukan pengertian.

c. Yakin bahwa tanda nonverbalsesuai dengan verbal.

d. Hindari mendengar, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk

mengubah pikiran pasien.

3. Menanyakan pertanyaan yang bekaitan.

Perawat di harapkan berhati-hati dalam menanyakan suatu hal pada

pasien di mana perawat diharapkapkan tidak mengajukan beberapa

pertanyaan pada satu waktu atau berpindah pada subjeklain sampai topik

yang sebelumnyacukup eksplorasi.

4. Paraphrasing.

Paraphrasing adalah kemampuan untuk mengulang pesan pasien

dengan menggunakan kata-kata sendiri.

5. Klarifikasi

Klarifikasi dilakukan apabila pesan yang di sampaikan pasien belum

jelas bagi pertawat.


6. Focusing.

Focusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi

area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifikdan dimengerti.

7. Observasi.

Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan

nonverbalpasien. Observasi di lakukan sedemikian rupasehingga pasien

tidak men jadi malu atau martah.

8. Menawarkan informasi

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan

respon lebih lanjut. Penahanan informasi yang di lakukan saat pasien

membutuhkan akan mengakibatkan pasien tidak percaya. Hal yang tidak

boleh dilakukan adalah menasehati pasien saat memberikan informasi.

9. Diam

Diam dilakukan untuk mengorganisir pikiran, memproses informasi,

menunjukkan bahwa perawat bersedia menunggu respon. Diam tidak dapat

dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan pasien

khawatir.

10. Assertive

Kemampuan untuk menggungkapkan perasaan tanpa menyakiti orang

lain, antara lain:

a. Berbicara jelas.

b. Mampu menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti hatinya.

c. Melindungi diri dari kritik.


11. Menyimpulkan

Ringkasan dari hal utama yang telah didiskusikan. Manfaatnya:

a. Berfokus pada topik yang relevan

b. Menolong perawat mengulang aspek utama dari interaksi.

c. Pasien akan merasa bahwa perawat memahami pesanya.

d. Pasien dapat mengulang informasi dan membuat tambahan/koreksi

terhadap informasi sebelumnya.

12. Dimensi respon

a. Kesejatian

Pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang

sebenarnya (Smith, 1992). Ini dapat ditunjukkan dengan adanya

kesamaan verbal dan non verbal.

b. Hormat.

Perilaku yang menunjukkan kepedulian/perhatian, rasa suka dan

menghargai klien/pasien.

c. Empati

Kemampuan menempatkan posisi diri kita pada pasisi orang lain,

serta memahami perasaan orang lain dan apa yang menyebabkan reaksi

mereka tanpa emosi kitaa terlarut dalam emosi orang lain (Smith,

1992).

d. Kongkret

Perawat menggunakan terminology yang spesifik bukan abstrak

pada saat berdiskusi dengan klien mengenai perasaan, pengalaman dan


tingkah lakunya. Fungsi dimensi ini adalah mempertahankan respon

perawat terhadap perasaan klien, penjelasan dengan akurat tentang

masalah akan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik

(Stuart dan Sudeen, 1995).

13. Dimensi Tindakan

a. Konfrontasi

Proses interpersonal yang di gunakan oleh perawat untuk

memfasilitasi, memodifikasi, dan perluasan dari orang lain (Smith,

1992). Tujuanya adalah agar orang lain sadar akan adanya ketidak

sesuaian pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah laku dan

kepercayaan (Stuart dan Sudeen, 1995).

b. Kesegerahan

Kesegerahan mempunyai konotasi sebagai sensifitas perwat pada

perasaan klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan daripada

mengacuhkannya (Stuart dan Sundeen, 1995).

c. Membuka diri

Membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan dan pengalaman

pribadi kita (Smith, 1992).

d. Katarsis

Kegiatan ini terjadi pada saat klien mendorong untuk membicarakan

hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek

terapeutik (Stuart dan Sunden,1992).

e. Bermain peran
Tindakan untuk membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan

penghayatan klien dalam hubungan manusia dan memperdalam

kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang lain dan juga

memperkenalkan klien untuk mencoba situasi baru dalam lingkungan

yang aman (Stuart dan Sudeen, 1995).

14. Kebutuhan Terapeutik

a. Resistensi

Merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari

penyebab cemas atau kegelisahan yang di alaminya. Konsep resistensi

meliputi menarik diri, bermusuhan, agresif, manipulasi, sikap yang tak

terpengaruh, sangat tergantung, dan transference serta counter

transference (Wilson dan Knneisi, 1984).

b. Transference

Pemindahan pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang

berhubungan dengan significant others dari masa kanak-kanak

seseorang kedalam hubungan saat ini.

c. Counter transference

Reaksi perawat terhadap klien yang berdasar pada kebutuhan,

konflik, masalah, dan pandangan mengenai dunia yang tidak di sadari

perawat. Hal ini dapat sangat mempengaruhi hubungan perawat klien

(Boyd dan Nihart, 1998).

d. Pelanggaran batas
Jika perawat berusaha memenuhi kebutuhan pribadi melalui

hubungan dengan klien, maka batasan profesional berarti telah

dilanggar, jika hal ini terjadi maka hubungan menjadi tidak terapeutik

(Pillette dkk, 1995).

15. Hasil Terapeutik

a. Untuk pasien

Untuk pasien/ klien dapat mengembangkan kemampuan dalam

mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.

b. Untuk masyarakat

Komunikasi akan menjadi jelas dan lebih terbuka dan berfokus pada

masalah.

c. Untuk perawat

Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat

kecemasan serta memberikan kontribusi dalam pelayanan kesehatan/

keperawatan kepada pasien/ klien dan masyarakat.

C. Gambaran Umum Tentang Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah respont emosi tampa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan

terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan

tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati. dkk, 2005).


Kecemasan adalah kekuatan yang berlebihan, tidak jelas hubungannya

dengan perasaan yang menentu dan ketidak berdayaan (Stuart dan

Sundeen,1995). Kecemasan adalah suatu perasaan khawatir yang samar-

samar sumbernya seringkali tidak spesifikasi atau tidak diketahui individu

tersebut (Townsend, 1998). Asisten sangat berkaitan dengan perasaan tidak

pasti dan tidak berdaya. keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan

iterpersonal. Kecemasan sepanjang hidup manusia dan merupakan sistem

alam untuk berlindung diri dalam kehidupan. Rentang respon sehat-sakit

dapat digunakan untuk menggambarkan respon adaptif maupun maladaptif

pada kecemasan (Stuart dan Sundeen, 1995).

2. Etiologi kecemasan

a. Faktor predisposisi

1). Psikoanalitik

Kecemasan akan timbul apabila terjadi konflik antara 2 elemen

kepribadian yaitu antara id dan super ego. Id mewakili dorongan

instink dari impuls primitif seseorang, sedangkan super ego

mencerminkan dari hati nurani seseorang. Ego berfungsi menengahi

tuntutan dari 2 elemen kepribadian tersebut yang bertentangan,

sedangkan fungsi ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada

bahaya yang perlu diatasi.

2). Interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap adanya pencerminan

diri penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan

perkembangan trauma seperti perpisahan dan kehilangan yang

menimbulkan kelemahan fisik. Orang dengan harga diri renda

biasanya sangat mudah mudah mengalami perkembangan ansietas

kearah berat.

3). Perilaku ansietas

Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Ansietas juga dianggap sebagai motifasi untuk belajar

berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang sering

mengalami ketakutan akan lebih sering menunjukan ansietas dalam

kehidupannya.

4). Kajian keluarga

Menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang bisa

ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih antara ansietas dan

depresi.

5). Kajian biologis

Menunjukan bahwa otak mengandung reseptor untuk

benzodiazipine, reseptor ini diperkirakan ikut mengatur ansietas

dengan menghambat asam amino butirik gamma neuroregulator

(GABA).
b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi (Pencetus) dapat dikelompokkan dalam 2

kategori :

Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidak

mampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk aktivitas hidup

sehari-hari. Ancaman sistem seseorang dapat membahayakan identitas,

harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan.

a. Umur

Umur seseorang akan mempengaruhi kemamapuan beradaptasi

terhadap suatu masalah.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan tingkat kecemasan

klien. Klien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mampu

mengatasi kecemasan dan menggunakan koping mekanisme yang

efektif dan konstruktif daripada seseorang yang berpendidikan rendah

(Broewer, 1983).

c. Pekerjaan

Seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan akan lebih sulit beradaptasi

dengan kondisi yang baru bila dibandingkan dengan orang yang

mempunyai pekerjaan karena pekerjaan yang dimiliki seseorang akan

sering berhubungan dengan lingkungan lain sesuai dengan pekerjaan

(Met, 1991).
d. Pengalaman

Seseorang yang pernah mengalami stres maka akan merespon dengan

koping mekanisme yang adaptif jika mengalami stresor yang sama

(Maret, 1991).

4. Tingkat kecemasan

Stuart dan Sundeen (1995), membagi kecemasan menjadi 4 tingkat :

a. Kecemasan ringan

Pada tahap ini dipandang penting dan konstruktif. Kecemasan

ringan disertai ketegangan ringan, pandangan dan persepsi seseorang

lebih luas, pengindraan lebih tajam, energi tinggi, mempunyai perhatian

pada lingkungan serta mampu memecahkan masaalah. Hal ini dapat

dikatakan sebagai motivasi seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Kriteria kecemasan ringan adalah jantung berdebar-debar, tegang,

gelisah, banyak bicara dan bertanya, orientasi tempat, orang dan waktu

masih baik dan klien merasa kecewa terhadap diri sendiri.

b. Kecemasan sedang

Pada tahap ini lapangan persepsi seseorang menyempit dan

seluruh indra dipusatkan pada penyebab ansietas sehingga perhatian

terhadap rangsangan diri lingkungan berkurang.

Kriteria kecemasan sedang adalah mulut kering, anoreksia, badan

gemetar, ekspresi wajah ketakutan, gelisah dan tidak mampu relaks,

sukar tidur, meremas-remas tangan, posisi badan sering berubah-ubah,

banyak bicara serta intensitas suara meningkat (suara keras).


c. Kecemasan berat

Persepsi klien sangat menyempit, individu berfokus pada hal-hal

kecil sehingga individu tidak mampu memecahkan masaalahnya dan

terjadi gangguan fungsional.

Kriteria kecemasan berat adalah nalar pendek, rasa tercekik,

pusing atau sakit kepala, rasa tertekan, nyeri dada, mual, muntah, cepat

tersinggung, bicara terus dan susah dimengerti serta tidak bisa tidur.

d. Panik

Untuk ansietas yang ekstrim, idividu tidak dapat bertindak,

agitasi, dan hiperaktif. Ansietas tidak dapat lngsung dilihat, tetapi

dikomunikasikan melalui prilaku seperti tekanan darah meningkat, nadi

cepat, mulut kering, menggigil, sering kencing, kandangkala individu

mengelu mual, diare, susahtidur, sakit kepala, otot tegang, penglihatan

kabur dan palpitasi.

5. Cara mengukur tingkat kecemasan

Sebagai seorang perawat pastilah kita harus mengetahui terlebi dahulu

tanda-tanda seorang pasien/klien yang sedang mengalami kecemasan. Dan

setelah kita mengetahui bahwa klien tersebut sedang merasa cemas, maka

kita harus menentukan tingkat kecemasan yang dialaminya. Misalkan bila

diadakan skorsing, maka skor 15 atau lebih menunjukkan makin tinggi

derajat kecemasan dan makin tinggi penderita. Adapun gejala-gejala yang

tercantum adalah terdiri dari 14 item HARS (Hamilton Rating Scale for

Anxiety) dengan perincian sebagai berikut (Nursalam, 2003) :


a. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah

tersinggung

b. Ketengangan : merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat istirahat

dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar dan gelisah.

c. Ketakutan : takut akan gelap, ditinggal sendiri, pada orang asing, pada

binatang besar, pada keramaian lalu lintas, dan kerumunan orang

banyak.

d. Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun malam hari, tidur

tidak pulas, mimpi buruk, dan mimpi menakutkan.

e. Gangguan kecemasan : daya ingat menurun.

f. Perasaan depresi : kehilangan minat, sedih, bangun dini hari,

berkurangnya kesenagan pada hati dan perasaan berubah-ubah

sepanjang hari.

g. Gejal: nyeri otot, kedutaan pada otot, gigi gemeteran, dan suara tidak

stabil.

h. Gejala sensorik : penglihatan kabur, dan merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler : berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi cepat,

dan rasa lemas mau pingsan.

j. Gejala pernapasan : rasa tertekan didada, terasa tercekik, dan merasa

nafas pendek/sesak.

k. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, mual, muntah, berat badan

menurun, konstipasi, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri


lambung sesudah makan, rasa panas diperut dan perut terasa penuh atau

kembung.

l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

amenoroe, frigiditas, ejakulasi prekok, ereksi hilang, dan impotent.

m. Gejala otonom : mulut kering, muka kering, mudah berkeringat, pusing,

sakit kepala, dan bulu roma berdiri.

n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, tidak senang, jari gemetar,

mengerutkan dahi, muka tegang, tonus otot meningkat, nalar pendek

(cepat) dan muka merah.

o. Tidak ada gejala sama sekali

Penentuan derajat kecemasan skala HARS :

1 : Satu dari gejala yang ada

2 : Sedang/separu dari gejala yang ada.

3 : berat/lebih dari separuh gejala yang ada.

4 : sangat berat/semua gejala ada .

D. Keluarga

Menurut Depkes RI keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang

terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul serta tinggal

di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

(Setiawati dan Dermawan, 2008). Keluarga merupakan salah satu potensi

masyarakat yang paling berharga, dan mencerminkan kelompok sosial primer

yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang dan kelompok lain (Mc

Kenzie, 2006).
Status sehat-sakit pada keluarga dan pengaruh status sehat-sakit keluarga

saling mempengaruhi satu sama lain. Keluarga cenderung menjadi seorang

pengambil keputusan terhadap masalah-masalah kesehatan anggota keluarga,

dalam mengambil keputusan pada setiap tahap sehat dan sakit para anggota

keluarga, mulai dari keadaan sehat hingga diagnosa tindakan dan

penyembuhan. yaitu ada enam tahap sehat atau sakit dari sebuah keluarga:

1. Tahap pencegahan sakit dan mengurangi resiko

2. Tahap gejala penyakit yang dialami keluarga dan penilaian

3. Tahap mencari perawatan

4. Tahap mencari perawatan mulai ketika keluarga menyatakan bahwa

anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit dan membutuhkan

pertolongan

5. Kontak keluarga dengan tahap sistem kesehatan.

6. Respon akut tahap keluarga dan pasien

Pembagian tipe keluarga menurut Effendi (2009) ialah:

1. Keluarga tradisional

a. Keluarga inti, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

b. Pasangan inti, keluarga yang terdiri dari suami dan istri saja.

c. Keluarga dengan orang tua tunggal, satu orang sebagai kepala keluarga,

biasanya bagian dari konsekuensi perceraian.

d. Lajang yang tinggal sendirian

e. Keluarga besar yang mencakup tiga generasi

f. Pasangan usia pertengahan atau pasangan lanjut usia


g. Jaringan keluarga besar.

2. Keluarga non tradisional

a. Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah

b. Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah

c. Keluarga homoseksual (gay dan/atau lesbian)

d. Keluarga komuni, yaitu keluarga yang lebih dari satu pasang monogami

dengan anak secara bersama-sama menggunakan fasilitas serta sumber-

sumber yang ada.

E. Konsep Preoperatif

Preoperatif adalah persiapan dan penilaian untuk penderita sebelum

dilakukan tindakan operasi atau pembedahan. Tujuan utamanya adalah

untuk mengenali persoalan-persoalan yang menyangkut resiko

pembedahan dan anastesi.

Penilaian dan persiapan sebelum pembedahan:

a. Penilaian

Tujuan utama untuk mengadakan penilaian sebelum pembedahan

adalah untuk mengenali persoalan-persoalan yang menyangkut resiko

pembedahan.

1) Riwayat

Suatu catatan yang lengkap mengenai latar belakang kesehatan

haruslah dapat diperoleh, termasuk penyakit yang diderita, penyakit-


penyakit yang pernah diderita dan penyakit yang berhubungan dengan

itu.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan secara menyeluryh harus mutlak dilakukan

misalnya output jantung dan pernapasan

3) Tes laboratorium

Dewasa ini, pratek standar pada pembedahan mengharuskan

agar beberapa tes labolatorium harus dilakukan.

4) Penyinaran dengan sinar x

Penyinaran dengan sinar x dilakukan pada anamnesa dan

gambaran klinik yang ditemukan mencurigakan.

5) Pemeriksaan lainnya

Misalnya pemeriksaan EKG.

b. Persiapan

1) Menangani gangguan yang mempengaruhi resiko pembedahan.

2) Tanda persetujuan secara tertulis : penderita dan keluarganya harus

diberikan penjelasan tentang pembedahan dan resikonya dengan

sebaik-baiknya dan penderita/wali yang resmi menyatakan bahwa

pembedahan itu disetujui

3) Catatan tentang pembedahan : ahli bedah harus mencatat pada status

penderita tentang latar belakang dan temuan-temuan yang

mengindikasikan tindakan operasi.

4) Pesan-pesan sebelum pembedahan.


5) Pesiapan status emosional/psikologis pasien yaitu :

a) Pemahaman tentang prosedur operasi, praoperasi, dan

pascaoperasi.

b) Kemampuan untuk mengungkapkan ketakutan dan ansietas.

c) Hubungan, prilaku keluarga.

d) Pengetahuan keluarga tentang prosedur operasi.

E. Konsep Laparatomi

1. Pengertian

Laparatomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.

Laparo sendiri berarti perut atau abdomen sedangkan tomi berarti

penyayatan. Sehingga laparatomi dapat di definisikan sebagai penyayatan

pada dinding obdomen atau peritoneal. Istilah lain laparatomi adalah

celiotomi (Fossum, 2002).

Ada 4 cara pembedahan laparatomi yaitu :

a. Midline incision : bagian tengah

b. Paramedian : sedikit ke tepi dari garis tengah

c. Transverse upper abdomen incision : insisi di bagian atas

d. Transverselower abdomen incision : insisi melintang di bagian bawah

2. Indikasi

a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

b. Peritonitis

c. Perdarahan saluran cerna

d. Sumbatan pada usus halus atau usus besar.


e. Masa pada abdomen (tomor, cyste dll)

3. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Mengurangi komplikasi

b. mempercepat penyembuhan

c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum

operasi

d. Mempertahankan konsep diri pasien

e. Mempersiapkan pasien pulang


BAB III

KERANGKA PENELITIAN, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. KERANGKA KONSEP

Variabel dependen Variabel independen

Tinggi
Komunikasi Tingkat
kecemasan Sedang
terapeutik
Rendah

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Ha : Ada Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien

pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr.

R.D Kandou Kota Manado.

Ho : Tidak ada Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan

pasien pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof.

Dr. R.D Kandou Kota Manado.


D. Defenisi operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Parameter Alat ukur Skala ukur Hasil ukur
operasional
1 Independen Komunikasi yang - Tahapan Kuesioner Ordinal Baik
Komunikasi dilakukan oleh pra Jika skor ≥ nilai
terapeutik perawat pada saat interaksi. median
pemberian - Tahapan
pelayanan pada orientasi Kurang baik
pasien di rumah - Tahapan Jika skor < nilai
sakit yang diukur kerja median
berdasarkan - Tahapan
indokator tahapan terminasi
komunikasi
terapeutik.
2 Dependen Ungkapan - Perasaan Kuesioner Ordinal Ringan
Tingkat perasaan keluarga - Sikap Jika skor ≥ nilai
kecemasan terhadap sakit dan - Pikiran median
penyakit yang Peran
diderita oleh Berat
anggota keluarga Jika skor < nilai
berupa perasaan, median
sikap, pikiran dan
serta perubahan
peran fungsi
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian analitik kuantitatif, dengan

pendekatan cross sectional study atau studi belah/potong lintang.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan diruang Instalasi Bedah Sentral BLU RSU Prof. Dr.

R. D. Kandou Manado.

2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2016

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien yang dilakukan pembedahan

Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU RSU Prof Dr. R. D. Kandou

Manado berjumlah 30 pasien.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang diambil dari total

population
D. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari

institusinya atau pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada

institusi/ lembaga tempat penelitian. Kemudian melakukan penelitian dengan

menekankan masaalah etika yang meliputi :

1. Informed concernt

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian,

bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

hak-hak subjek.

2. Anonimity (tampa nama)

Untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak akan mencatumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality

Kerahasian informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

E. Instrumen penelitian

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuisioner. Kuisioner

komunikasi terapeutik: 15 pertanyaan dengan menggunakan skala likert

alternatif jawaban SL = Selalu (skor 5), S = Sering (skor 4), K = Kadang-

kadang (skor 3), JR = Jarang (Skor 2), TP = Tidak Pernah (Skor 1). Kuisioner
kecemasan pasien: 9 pertanyaan dengan menggunakan skala guttman alternatif

jawaban 1: Tidak, 0: Ya.

F. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Yaitu data tentang karakteristik subjek penelitian serta tingkat

kecemasan pasien yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan

menggunakan kuesioner.

2. Data Sekunder.

Yaitu data tentang gambaran umum rumah sakit, jumlah pasien, dan

lain-lain yang diperoleh dari bagian Administrasi Rumah Sakit Umum

BLU RSUP Prof. Dr R. D. Kandou Manado

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa untuk mengetahui presentasi dari masing-masing variabel yang

akan diteliti. Data univariant yaitu : motivasi perawat yang terdiri dari balas

jasa, shift kerja, dan pengakuan atas prestasi.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel

dan digunakan uji statistik. Setelah itu data di input dengan software

komputer untuk di dianalisa dengan mengunakan uji statistik menggunakan

uji chi- square dengan nilai signifikasi <0.05. dengan kriteria, jika angka
signifikansi hasil riset < 0,05, maka hubungan kedua variabel signifikan, jika

angka signifikansi hasil riset > 0,05, maka hubungan kedua variabel tidak

signifikan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. R.D. Kandou Manado

terletak di Jl. Raya Tanawangko No. 56 Kecamatan Malalayang, dengan wilayah

kerja yang luas mencakup seluruh masyarakat Sulawesi Utara dan sekitarnya

karena Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Rujukan dan Rumah Sakit

pendidikan. RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, memiliki lahan yang sangat

luas yaitu sebesar 178.389 m2, bersertifikasi dengan hak pakai dan Rumah Sakit

ini milik Kementerian Kesehatan RI.

Letak Rumah Sakit yang dekat dari Jalan Raya dari Pusat Kota ke Rumah

Sakit dengan kendaraan bermotor dapat ditempuh ± 20 menit dengan transportasi

angkutan umum yang bisa terjangkau dari berbagai arah yang memudahkan

masyarakat untuk menggunakan jasa pelayanan di Prof. Dr. R.D. Kandou

Manado.

a. Sejarah Berdirinya RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

1) Tahun 1936, awal berdirinya Rumah Sakit pada jaman Hindia Belanda

dengan nama Koningen Wilhelmina Ziekenheuis (K.W.Z), dengan

kapasitas 150 tempat tidur.


2) Tahun 1942, Bulan Januari tentara Koigun Jepang menguasai Kota

Manado dan Rumah Sakit K.W.Z diganti namanya menjadi Rumah Sakit

Kaiugun Bioin.

3) Tahun 1945, Bulan Agustus sesudah Perang Dunia ke II Rumah Sakit

Kaiugun Bioin mengalami kerusakan berat dan diperbaiki kembali.

4) Tahun 1946, Bulan Februari Rumah Sakit Kaiugun Bioin diganti namanya

menjadi Rumah Sakit Umum Gunung Wenang Manado.

5) Tahun 1976, Tanggal 1 Desember Peresmian Rumah Sakit Umum Gunung

Wenang Manado sebagai Rumah Sakit Kelas B yang dimanfaatkan untuk

pendidikan calon dokter dan dokter spesialis oleh Menteri Kesehatan RI.

6) Tahun 1995, Tanggal 9 Februari Rumah Sakit secara resmi dipindahkan ke

Kecamatan Malalayang Manado dan diberi nama Rumah Sakit Umum

Pusat Malalayang Manado. Sesuai SK Menteri Kesehatan RI No.

1000/MenKes/SK/X/1995 dan tanggal 18 Oktober ditetepkan sebagai

Rumah Sakit Unit Swadana Pengguna Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP).

7) Tahun 2004, Tanggal 17 Juni ditetapkan pemberian nama Rumah Sakit

Umum Prof. Dr. R.D. Kandou Manado sesuai surat keputusan No.

730/MenKes/SK/VI/2004.

8) Tahun 2005, Tanggal 9 Agustus peresmian nama Rumah Sakit Umum

Prof. Dr. R.D. Kandou Manado oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

atas nama Menteri Kesehatan Republik Indonesia.


9) Tahun 2007, Tanggal 26 Juni RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou ditetapkan

sebagai instansi yang menerapkan PPK-BLU dengan Keputusan Menteri

Kesehatan No. 756/Menkes/SK/VI/2007 dan Keputusan Menteri

Keuangan No. 272/Keu.05.2007 tanggal 21 Juni 2007.

b. Kegiatan Pelayanan

1) Pelayanan Medis yang terdiri dari instalasi rawat jalan, instalasi rawat

inap, instalasi rawat intensif, instalasi Penyakit Dalam Umum sentral dan

instalasi rawat darurat.

2) Pelayanan Penunjang yang terdiri dari instalasi radiodiagnostik, instalasi

radioterapi, instalasi tindakan khusus, instalasi rehabilitasi medik, instalasi

farmasi dan sterilisasi, instalasi gizi, instalasi laboratorium klinik, instalasi

patologi anatomi, instalasi kedokteran kelautan, instalasi elektronik data

processing, instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit, instalasi laundri,

instalasi pemulasaran jenazah dan instalasi sanitasi.


B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Usia

Distribusi responden menurut umur dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Umur

Umur Frekuensi Persentase


(%)
26-35 Tahun 15 50,0
35-45 Tahun 11 36,7
46-55 Tahun 3 10,0
56-65 Tahun 1 3,3
Total 30 100,0

Data pada Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berumur 26-36 tahun yaitu sebanyak 50,0%, diikuti oleh 36-45 tahun sebanyak

36,7%, 46-55 tahun sebanyak 10,0% dan berumur 56-65 tahun sebanyak 3,3%.

b. Jenis Kelamin

Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


(%)
Laki-Laki 12 40,0
Perempuan 18 60,0
Total 30 100,0
Data pada Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 60,0%, diikuti oleh laki-laki sebanyak

40,0%.

c. Tingkat Pendidikan

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel

5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Persentase
Frekuensi
Pendidikan (%)
SMA 20 66,7
D III 5 16,7
S1 5 16,7
Total 30 100,0

Data pada Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpendidikan SMA yaitu sebanyak 66,7%, dan berpendidikan D III serta S1

sebanyak 16,7%.

2. Deskripsi Hasil Analisis Univariat Variabel Penelitian

Pada Tabel 5.4 menunjukkan hasil univariat variabel penelitian

Tabel 5.4. Hasil Univariat Variabel Penelitian

Variabel Penelitian Mean Median Standar Range Minimal Maksimal


Deviasi
Komunikasi Terapeutik 61,9 60 5,6 22 53 75
Kecemasan Keluarga 16,0 17 2,3 8 10 18
Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa nilai median dari variabel

komunikasi terapeutik adalah 60 dan median dari variabel kecemasan keluarga

adalah 16. Dari nilai median maka dapat diambil kategori tiap-tiap variabel

penelitian. Apabila nilai total dibawah nilai median kategorinya ialah kurang baik

untuk variabel komunikasi dan tinggi untuk kecemasan keluarga. Apabila nilai

total sama dengan atau lebih dari nilai median maka kategorinya yaitu baik untuk

variabel komunikasi dan rendah untuk variabel kecemasan keluarga.

a. Komunikasi Terapeutik

Tabel 5.5 menunjukkan distribusi katagori Komunikasi Terapeutik

Tabel 5.5. Distribusi Katagori Komunikasi Terapeutik

Komunikasi Persentase
Frekuensi
Terapeutik (%)
Kurang Baik 8 26,7
Baik 22 73,3
Total 30 100,0

Dari Tabel 5.5 di atas dapat diketahui bahwa komunikasi terapeutik berada

dalam katagori baik. Dimana dari 30 orang responden dalam penelitian ini,

sebanyak 22 orang (73,3%) menilai komunikasi terapeutik baik sedangkan 8

responden (26,7%) kurang baik. Ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik

perawat sebagian besar adalah baik.


b. Kecemasan Keluarga Pasien

Tabel 5.6 menunjukkan distribusi katagori kecemasan keluarga pasien

Tabel 5.6 Distribusi Katagori Kecemasan Keluarga Pasien

Kecemasan Persentase
Frekuensi
Keluarga Pasien (%)
Berat 13 43,3
Ringan 17 56,7
Total 30 100,0

Dari Tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa kecemasan keluarga pasien

berada dalam katagori baik. Dimana dari 30 orang responden dalam penelitian ini,

sebanyak 17 orang (56,7%) menilai kecemasan keluarga pasien baik sedangkan

13 orang (43,3%) kurang baik. Ini menunjukkan bahwa kecemasan keluarga

pasien sebagian besar adalah baik.

3. Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kecemasan

Keluarga Pasien Pre Operasi Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU

RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado

Hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan

keluarga pasien pre operasi laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU Prof. DR.

R. D Kandou Kota Manado dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah


Tabel 5.7. Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kecemasan
Keluarga Pasien Pre Operasi Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU RSUP
Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado

Kecemasan Keluarga
Komunikasi OR
Tinggi Rendah Total % Nilai p
Terapeutik (95% CI)
N % N %
Kurang Baik 6 20,0 2 6,7 8 26,7
6,43
Baik 7 23,3 15 50,0 22 73,3 0,049
(1,03-40,26)
Total 13 43,3 17 56,7 30 100,0

Data pada Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa dari 8 responden yang

menilai komunikasi terapeutik kurang baik, 20,0% memiliki kecemasan yang

tinggi sedangkan 6,7% rendah. Data di atas juga menunjukkan bahwa dari 22

responden yang menilai komunikasi terapeutik perawat baik, 23,3% memiliki

kecemasan yang tinggi sedangkan rendah sebanyak 50,0%. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,049 dengan demikian probabilitas (signifikansi) lebih kecil

dari 0,05 (0,049<0,05), maka H1 diterima atau ada hubungan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan kecemasan keluarga pasien pre operasi laparatomi di

Instalasi Bedah Sentral BLU Prof. DR. R. D Kandou Kota Manado. Dilihat dari

nilai OR maka responden yang merasa komunikasi terapeutik perawat baik akan

mengalami kecemasan yang rendah sebesar 6,4 kali dibandingkan dengan

responden yang merasa komunikasi terapeutik perawat yang kurang baik.


C. Pembahasan

1. Gambaran Hasil Univariat Penelitian

a. Komunikasi Terapeutik Perawat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapetik perawat

dominan adalah baik yaitu sebesar 73,3%. Komunikasi terapeutik dikatakan baik

apabila perawat mempu mendiskusikan tentang masalah yang dihadapi oleh

pasien untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan , pemberian informasi oleh

perawat mengenai tindakan yang akan dilakukan serta melakukan evaluasi dari

hasil tindakan keperawatan terhadap pasien.

Tahapan-tahapan komunikasi terapeutik yang diobservasi dan dinilai

adalah pra interaksi, tahap orientasi, kerja dan tahapan terminasi. Pada tahap pra

interaksi yang dilakukan oleh perawat ialah menggali semua informasi tentang

penyakit atau keadaan pasien sebelum berinteraksi dengan pasien, sudah

merencanakan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien dan bersikap

tenang dan dapat mengontrol perasaanya saat bertemu dengan pasien. Pada tahap

orientasi biasanya para perawat memberikan salam dan tersenyum pada pasien,

memperkenalkan nama, bertanya nama panggilan kesukaan, menanyakan

keluhan-keluhan dari pasien serta membuat kontrak sebelum melanjutkan

komunikasi dengan pasien.

Kegiatan kerja meliputi memberikan penjelasan mengenai tindakan yang

akan dilakukan, menawarkan bajtuan kepada pasien saan mengalami kesulitan,


mendiskusikan terapi yang akan diberikan dan menjelaskan dan mengajarkan

pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Pada tahap terminasi meliputi

menanyakan keadaan atau perasaan pasien setelah dilakukan tindkan keperawatan,

membuat kesepakatan untuk pertemuan lanjutan dengan pasien, mengingatkan

dan memberitahukan kepada pasien jika ada pemeriksaan atau tindakan lanjutan

dan berpamitan kepada pasien dan keluarga ketika meninggalkan ruangan pasien.

Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik tidak saja

akan mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien maupun keluarga

pasien, tetapi dapat memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan

keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien dan keluarga pasien.

Salah satu penyebab dari ketidakpuasan pelayanan yang didapatkan pasien dan

keluarga karena buruknya komunikasi yang terjalin antara perawat dengan pasien

maupun keluarga.

b. Kecemasan Keluarga Pasien

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecemasan keluarga pasien

sebagian besar adalah ringan yaitu sebesar 56,7%. Responden mengalami

kecemasan yang diakibatkan merasa detak jantung berdebar saat keluarga berada

di Instalasi Bedah Sentral; merasa pusing, sakit kepala pada saat keluarga berada

di Instalasi Bedah Sentral; tertekan di dada dan menjadi sulit bernafas dengan

tiba-tiba saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral; mengalami ketegangan

pada otot saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral; mengalami peningkatan
frekuensi buang air kecil saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral; merasa

terjadi peningkatan pengeluaran keringat saat keluarga berada di Instalasi Bedah

Sentral; menjadi mudah tersinggung saat keluarga berada di Instalasi Bedah

Sentral; merasa tegang, mudah terkejut, dan menangis saat keluarga berada di

Instalasi Bedah Sentral dan merasa gelisah dan gugup saat keluarga berada di

Instalasi Bedah Sentral.

Terkait kecemasan dalam pengkajian keluarga menunjukan bahwa

gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Hal

ini mungkin disebabkan oleh perbedaan resiko dan prosedur tindakan

keperawatan. Kecemasan yang dirasakan oleh setiap individu berbeda-beda dan

gangguan alam perasaan yaitu ditandai perasaan ketakutan atau kekhawatiran

yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai

realitas masih dalam batas-batas normal dalam mengahadapi keluarganya

dioperasi.

Kecemasan yang dialami oleh keluarga terjadi karena kekhawatiran yang

tinggi karena pasien belum mempunyai pengalaman, takut operasi tidak berjalan

lancar, serta takut hal-hal lain yang terjadi kepada pasien. Situasi yang dapat

menyebabkan kecemasan yang tinggi adalah kurangnya komunikasi maupun

informasi tentang keadaan penyakit pasien kepada keluarga. Situasi tersebut dapat

diatasi dengan meningkatkan komunikasi terapeutik antara perawat, pasien dan

keluarga. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi kecemasan

antara lain menekan konflik, impuls-impuls yang tidak dapat diterima secara

sadar, serta tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya.
2. Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kecemasan

Keluarga Pasien Pre Operasi Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU

RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada komunikasi terapeutik

perawat dengan kecemasan keluarga pasien pre operasi laparatomi di Instalasi

Bedah Sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado. Hal ini dapat

dikarenakan keluarga pasien merasa bahwa interaksi dengan perawat merupakan

kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka

mencapai tujuan keperawatan yang optimal sehingga proses perawatan dapat

berjalan dengan lancar tanpa adanya kendala.

Adanya hubungan dapat diartikan bahwa komunikasi yang dibangun

antara perawat dengan anggota keluarga tidak berjalan dengan baik menjadikan

timbulnya rasa cemas anggota keluarga yang sedang menunggu pasien dalam

perawatan kritis. Dalam menjalankan tugasnya, perawat mempunyai gaya

pendekatan yang berbeda antara perawat yang satu dengan perawat yang lain. Di

lain pihak, responden memiliki penilaian yang berbeda terhadap perawat satu

dengan perawat lain dalam hal kemampuan berkomunikasi terhadap responden.

Komunikasi merupakan faktor yang paling penting yang digunakan untuk

menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien serta keluarga. Proses

interaktif antara pasien dan keluarga dengan perawat sangat membantu pasien dan

keluarga mengatasi kecemasan. Kecemasan adalah respon fisik emosional


terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak

tentram disertai berbagai keluhan.

Perawat bertanggung jawab tidak hanya pada penampilan dalam

melakukan tindakan, tetapi juga berkomunikasi yang baik untuk menurunkan

kecemasan tersebut. Informasi tentang pelayanan kesehatan lebih banyak di

dapatkan melalui perawat dibandingkan profesi yang lain, karena perawat berada

dalam posisi yang strategis yang berinteraksi dengan pasien dan keluarganya

sehingga sangat memungkinkan untuk lebih berkomunikasi dalam memberikan

banyak informasi kepada pasien karena perawat lebih banyak mengetahui tentang

kebutuhan pasien maupun keluarga.

Komunikasi yang baik dari perawat kepada anggota keluarga dapat

menciptakan suatu persepsi yang baik bagi anggota keluarga pasien terhadap

perawat. Komunikasi yang disampaikan kepada anggota keluarga secara baik

diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan kepada anggota keluarga pasien.

Persepsi yang terbangun dari adanya penilaian yang baik pada akhirnya akan

menjadikan meningkatnya kepercayaan anggota keluarga terhadap perawat dalam

menjalankan asuhan keperawatan.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perawat memegang penting

dalam layanan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Komunikasi merupakan alat

penghubungnya. Upaya penurunan kecemasan dapat dilakukan dengan menjalin

hubungan komunikasi yang baik, dalam hal ini komunikasi terapeutik.

Penelitian yang dilakukan oleh Kaparang, dkk (2014) mendapatkan ada

komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien di Unita


Perawatan Intensive RSU GMIM Bethesda Tomohon. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Loihala (2016) mendapatkan bahwa ada hubungan antara

komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di

Ruangan HCU RSU Sele Be Solu Kota Sorong. Penelitian yang dilakukan oleh

Retnaningsih dan Etikasari (2016) mendapatkan tidak ada hubungan antara

komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di unit perawatan

kritis.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Komunikasi Terapeutik Perawat di Instalasi Bedah Sentral BLU RSUP Prof.

Dr. R.D Kandou Kota Manado sebagian besar baik.

2. Kecemasan keluarga pasien pre operasi laparatomi di Instalasi Bedah Sentral

BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado sebagian besar rendah.

3. Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan

keluarga pasien pre operasi laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU RSUP

Prof. Dr. R.D Kandou Kota Manado.

D. Saran

Saran yang bisa diberikan dari penelitian ini adalah

1. Bagi perawat Ruang Instalasi Bedah Sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D

Kandou Kota Manado dapat melakukan komunikasi terapeutik sebagai bentuk

intervensi asuhan keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan bagi

pasien dan keluarga pasien..


2. Bagi Pendidikan Keperawatan sebaiknya Fakultas Keperawatan UNPI sebagai

instansi tinggi pendidikan keperawatan berkerja sama dengan rumah sakit

termasuk RSUD Prof Dr. R. D. Kandou Manado untuk melakukan pelatihan

komunikasi terapeutik yang berbasis strategi pelaksanaan kecemasan pada

perawat yang bekerja di ruangan Instalasi Bedah Sentral BLU RSUP Prof. Dr.

R.D Kandou Kota Manado.

3. Bagi Peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang kecemasan

keluarga pasien disarankan menggunakan variebal lain dengan metode

konservasi, studi komparatif atau desain eksperimen.


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2012. Kebutuhan dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Arwani, 2003. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC

Damaiyanti, M. 2010. Komunikasi Terapeutik: dalam praktek keperawatan.


Bandung, Reflika Aditama

Effendi.F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Dalam


Keperawatan. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di


Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Hawari, D. 2004. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

Isaac, A. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Jakarta: EGC.

Kaparang, S., E. Kanine dan J. N. Huragana. 2014. Pengaruh Komunikasi


Terapeutik terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Unit Perawatan
Intensive Rumah Sakit Umum GMIM Bethesda Tomohon. Buletin Sariputra 1
(1): 78-84.

Loihala, M. 2016. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat


Kecemasan Keluarga Pasien yang Dirawat di Ruangan HCU RSU Sele Be
Solu Kota Sorong. Jurnal Kesehatan 7 (2): 176-181.

Lubis, N. L. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group

McKenzie, J. F. 2006. Kesehatan Masyarakat : Suatu Pengantar. Edisi 4. Jakarta :


EGC.

Nursalam. 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: salemba medika

Oswari, E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Gramedia. Jakarta.

Retnaningsih, D dan E. Etikasari. 2016. Hubungan Komunikasi Perawat dengan


Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Unit Perawatan Kritis. Jurnal
Keperawatan Soedirman 11 (1): 35-43.

Suryani, I. K. 2010. Pengaruh Komunikasi terapeutik dengan Tingkat Kecemasan.


Universitas Pendidikan Indonesia
Setiawati, S dan C. A. Dermawan. 2008. Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan
Keluarga. Cetakan 1, Edisi 2. Jakarta : Trans Info Media.

Stuart, G.W. dan S. J. Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC.

Usman, M. (2014). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat


Kecemasan Keluarga Pasien di RSUD Aloe Saboe. Gorontalo.
Lampiran I

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Bapak/Ibu………………………..
Di –
Tempat
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan UNPI yang sementara ini
dalam proses penyelesaian tugas akhir/ skripsi dan akan melakukan penelitian.
Olehnya, mohon kiranya kesediaan Bapak/Ibu agar bisa menjadi subyek dalam
penelitian yang akan kami lakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien
pre operasi laparatomi di instalasi bedah sentral BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Kota Manado.
Partisipasi dalam penelitian dan atau informasi yang didapat tidak akan
dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan Bapak/Ibu. Kerahasiaan
identitas Bapak/Ibu akan dijamin, dalam laporan hanya akan ditulis kode nomor
saja.
Saya sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu
membaca dan memahami maksud dan tujuan penelitian ini dengan harapan
Bapak/Ibu bersedia menjadi responden. Semoga Tuhan Memberkati.

Manado, Juli 2016

Peneliti
Lampiran II
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca dan mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan


penelitian ini, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA*) menjadi responden dari Saudara Jessy Geret dalam
penelitian yang berjudul “ Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat
Jessi Elia Geret
Kecemasan Pasien Pre Operasi Laparatomi di Instalasi Bedah Sentral BLU RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Kota Manado
Apabila sewaktu-waktu saya tidak bersedia atau mengundurkan diri
menjadi responden dalam penelitian ini, maka tidak ada tuntutan atau sanksi yang
dikenakan di kemudian hari kepada saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Manado, Juni 2016


(………………………)
Nama & Tanda Tangan

*) Coret yang tidak perlu.


Lampiran III
NO. RESPONDEN :……

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN
PRE OPERASI LAPARATOMI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL BLU
RSUP PROF DR. R. D KANDOU KOTA MANADO

I. Identitas Responden
1. Inisial Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

Kuesioner

Variebel Komunikasi Terapeutik

NO PERNYATAAN Tidak Jarang KAdang Sering Selalu


Pernah
1 Apakah anda sebagai seorang
perawat memiliki rasa cemas
sebelum berinteraksi dengan
klien
2 Apakah anda sebagai seorang
perawat memiliki sifat
empati terhadap klien
3 Apakah anda sebagai seorang
perawat membaca status
klien terlebih dahulu,
sebelum berinteraksi dengan
perawat
4 Apakah anda merencakan
pertemuan pertama terlebih
dahulu dengan klien
5 Apakah anda melakukan
persiapan diri ketika akan
beinteraksi dengan klien
6 Apakah anda
memperkenalkan diri telebih
dahulu pada klien
7 Apakah anda bersikap
terbuka pada klien
8 Apakah anda merumuskan
kontrak bersama klien
9 Apakah anda mendorong
klien untuk mengekspresikan
perasaan klien
10 Apakah anda mengklasifikasi
peran perawat agar tidak
terjadi kesalahpahaman
terhadap kehadiran perawat
pada klien
11 Apakah anda membantu
klien mendefenisikan
masalah yang dihadapi
12 Apakah anda mengevaluasi
cara pemecahan masalah
yang telah dipilh
13 Apakah anda membuat
tujuan dan melakukan
tindakan sesuai dengan
kebutuhan dan masalah klien
14 Apakah anda peka tehadap
ucapan vebal maupun respon
non verbal yang di
ungkapkan klien
15 Apakah anda menyimpulkan
permasalahan yang dihadapi
klien
16 Apakah anda menanyakan
perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat
17 Apakah perawat meminta
klien untuk mencoba salah
satu alternatif penanganan
yang telah disepakati
18 Apakah anda melakukan
kontrak waktu untuk
pertemuan selanjutnya
dengan klien
19 Apakah anda mengakhiri
interaksi dengan klien secara
tiba-tiba
20 Apakah anda menilai
perkembangan klien selama
berinteraksi

Variabel Kecemasan Keluarga


No Pertanyaan YA TIDAK

1 Apakah ibu/bapak merasa detak jantung berdebar


Pada saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral
BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

2 Apakah ibu/bapak merasakan pusing, sakit kepala,


Pada saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral
BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

3 Apakah ibu/bapak merasakan tertekan didada dan


Menjadi sulit bernafas dengan tiba-tiba pada saat
Keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral BLU RSU
Prof Dr. R.D. Kandou?

4 Apakah ibu/bapak mengalami ketegangan pada otot


Pada saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral
BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

5 Apakah ibu/bapak mengalami peningkatan frekuensi


buang air kecil pada saat keluarga berada di Instalasi
Bedah Sentral BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

6 Apakah ibu/bapak merasakan terjadi peningkatan


Pengeluran keringat pada saat keluarga berada di
Instalasi Bedah Sentral BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

7 Apakah ibu/bapak menjadi mudah tersinggung pada


Saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral BLU
RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

8 Apakah ibu/bapak merasa tegang, mudah terkejut,


Dan mudah menangis pada saat keluarga berada di
Instalasi Bedah Sentral BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?

9 Apakah ibu/bapak merasa gelisah dan menjadi gugup


Pada saat keluarga berada di Instalasi Bedah Sentral
BLU RSU Prof Dr. R.D. Kandou?
Lampiran IV :
Master Tabel Penelitian
Umur Jenis Kelamin Pendidikan Komunikasi Terapeutik
No N Kat N Kat n Kat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tot Kat
1 47 3 Laki-laki 1 SMA 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60 2
2 44 2 Laki-laki 1 DIII 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60 2
3 33 1 Laki-laki 1 SMA 1 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 63 2
4 38 2 Perempuan 2 DIII 2 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 67 2
5 36 2 Perempuan 2 S1 3 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 62 2
6 40 2 Perempuan 2 SMA 1 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 3 3 4 60 2
7 34 1 Perempuan 2 SMA 1 5 4 5 5 4 5 5 5 3 5 4 5 5 5 5 70 2
8 33 1 Perempuan 2 SMA 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 5 5 5 64 2
9 34 1 Laki-laki 1 S1 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 63 2
10 43 2 Laki-laki 1 SMA 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60 2
11 43 2 Perempuan 2 SMA 1 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 61 2
12 55 3 Perempuan 2 SMA 1 4 5 4 4 4 5 4 4 2 4 2 4 2 2 4 54 1
13 33 1 Perempuan 2 SMA 1 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 65 2
14 34 1 Perempuan 2 SMA 1 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 63 2
15 42 2 Perempuan 2 SMA 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 70 2
16 42 2 Laki-laki 1 S1 3 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 69 2
17 43 2 Laki-laki 1 SMA 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75 2
18 41 2 Laki-laki 1 DIII 2 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 72 2
19 44 2 Perempuan 2 SMA 1 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 3 4 66 2
20 34 1 Perempuan 2 SMA 1 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 58 1
21 34 1 Perempuan 2 SMA 1 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 56 1
22 32 1 Perempuan 2 SMA 1 5 5 4 3 3 3 5 5 3 4 4 4 4 4 4 60 2
23 33 1 Laki-laki 1 S1 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 4 56 1
24 34 1 Perempuan 2 SMA 1 4 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 4 53 1
25 54 3 Perempuan 2 SMA 1 4 4 4 4 4 3 5 4 4 4 3 4 4 4 4 59 1
26 57 4 Perempuan 2 SMA 1 4 4 3 4 3 3 4 5 2 4 3 5 4 2 5 55 1
27 34 1 Perempuan 2 SMA 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60 2
28 31 1 Laki-laki 1 DIII 2 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 53 1
29 33 1 Laki-laki 1 DIII 2 4 4 4 3 3 4 4 5 4 5 4 4 5 3 4 60 2
30 33 1 Laki-laki 1 S1 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 3 4 4 3 5 62 2

Kecemasan Keluarga
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tot Kat
2 2 2 2 2 2 1 2 2 17 2
2 2 2 1 2 2 2 2 2 17 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
2 1 1 1 1 2 1 1 1 11 1
2 1 1 1 1 2 1 1 2 12 1
2 1 1 1 1 2 1 2 2 13 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 1 2 2 2 2 2 17 2
2 2 2 1 2 2 2 2 2 17 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 1 2 2 2 2 2 2 17 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 1 1 2 1 2 2 2 2 15 1
2 1 1 2 1 2 2 2 2 15 1
2 1 1 2 1 2 1 2 2 14 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 1 1 1 2 1 2 1 13 1
2 2 2 2 1 2 1 2 2 16 1
2 2 1 2 1 2 1 2 2 15 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 18 2
2 2 2 2 1 2 1 1 1 14 1
2 2 2 2 2 1 1 2 2 16 1
2 1 2 2 2 1 1 2 2 15 1

Lampiran V
Hasil Uji Statistika Penelitian
Karakteristik Responden
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 26-35 Tahun 15 50.0 50.0 50.0
36-45 Tahun 11 36.7 36.7 86.7
46-55 Tahun 3 10.0 10.0 96.7
56-65 Tahun 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 12 40.0 40.0 40.0
Perempuan 18 60.0 60.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMA 20 66.7 66.7 66.7
DIII 5 16.7 16.7 83.3
S1 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Hasil Uji Univariat Penelitian


Statistics
Komunikasi Kecemasan
N Valid 30 30
Missing 0 0
Mean 61.87 16.00
Std. Error of Mean 1.019 .429
Median 60.00 17.00
Mode 60 18
Std. Deviation 5.582 2.349
Variance 31.154 5.517
Range 22 8
Minimum 53 10
Maximum 75 18
Sum 1856 480

Komunikasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 8 26.7 26.7 26.7
Baik 22 73.3 73.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Kecemasan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berat 13 43.3 43.3 43.3
Ringan 17 56.7 56.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Hasil Bivariat Penelitian

Komunikasi * Kecemasan Crosstabulation


Kecemasan
Berat Ringan Total
Komunikasi Kurang Baik Count 6 2 8
% of Total 20.0% 6.7% 26.7%
Baik Count 7 15 22
% of Total 23.3% 50.0% 73.3%
Total Count 13 17 30
% of Total 43.3% 56.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
4.455 1 .035
b
Continuity Correction 2.870 1 .090
Likelihood Ratio 4.535 1 .033
Fisher's Exact Test .049 .045
Linear-by-Linear Association 4.306 1 .038
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.47.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Komunikasi
6.429 1.026 40.261
(Kurang Baik / Baik)
For cohort Kecemasan =
2.357 1.135 4.896
Berat
For cohort Kecemasan =
.367 .107 1.259
Ringan
N of Valid Cases 30

Anda mungkin juga menyukai