PENDAHULUAN
Setiap manusia mendambakan bahagia lahir dan batin, sejahtera, dan hidup sehat.
Kesejahteraan psikologis harapan di abad ke-21 ini (King dan Napa, 1998; Argyle, 2001)
merupakan aspek yang paling menentukan yang mempengaruhi kehidupan seseorang
kualitas. Kesejahteraan psikologis (Bradburn, 1969) adalah representasi dari kesehatan
psikologis individu berdasarkan pada fungsi psikologis positif. Ryff (1989)
mengungkapkan hal itu kesejahteraan psikologis didukung oleh kebahagiaan hidup dan
kepuasan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar proses pendidikan yang mahasiswa jalani
dapat berjalan dengan baik, salah satunya yaitu kondisi psikologis pada mahasiswa.
Kondisi psikologis mahasiswa perlu diperhatikan mengingat proses mahasiswa selama
berkuliah tidaklah selalu berjalan dengan baik dan lancar. Dikarenakan mahasiswa selama
kuliah mereka juga harus menghadapi perubahan geografis, yang mana kemudian
mahasiswa juga harus menghadapi kerasnya akademisi, dan lingkungan interpersonal yang
sama sekali baru. Jika mahasiswa bisa mengatasi hal tersebut maka mahasiswa dapat
menjalani proses pendidikan dengan baik, yang mana hal tersebut juga akan mengarah
kepada terbentuknya suatu kondisi psikologis yang baik atau kondisi psikologis yang
positif. Kondisi tersebut tentunya membawa kepada terwujudnya kesejahteraan psikologis
(psychological well-being) dalam diri mahasiswa.
Beberapa penelitian terkait PWB juga menjelaskan bahwa, individu yang memiliki
PWB yang tinggi, maka individu tersebut akan memiliki perasaan perkembangan yang
berkesinambungan, melihat diri tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman
baru, memiliki kepekaan untuk menyadari potensinya, mencari peningkatan pada diri dan
prilaku dari waktu ke waktu, memiliki perubahan dalam cara merefleksikan pengetahuan
diri dan efektifitas yang lebih baik (Papalia, dkk 2008). Dan jika melihat pada kondisi
mahasiswa, PWB juga ditemukan memiliki beberapa manfaat atau hal yang positif
terhadap proses pendidikan mahasiswa.
Salah satu manfaat PWB pada mahasiswa yaitu, dalam hal meningkatkan prestasi
akademik mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki PWB yang baik, maka prestasi akademik
yang dimilikinya juga akan baik, hal ini di dukung oleh penelitian yang mengatakan
bahwa PWB memiliki korelasi positif dengan prestasi akademik (Prajitno,2015). Jika
melihat penjelasan sebelumnya terkait gambaran apabila individu yang memiliki PWB
tinggi, maka bisa disimpulkan PWB yang tinggi membawa pengaruh yang baik untuk
individu atau pada mahasiswa terkhususkan pada pendidikan. Oleh karena itu mahasiswa
perlu memiliki PWB yang baik sehingga dapat membantu proses pendidikan mahasiwa
selama berkuliah.
KAJIAN TEORI
Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori yang pertama kali
dipelopori oleh Abraham Maslow dan Carl Rogers yang mana teori tersebut menitik
beratkan kepada potensi-potensi positif dalam kepribadian manusia, teori ini berpendapat
bahwa manusia memiliki kebebasan tersendiri dalam kehendaknya. Manusia tidak
tergantung pada lingkungannya. Manusia pada dasarnya baik, dia berkembang ke arah
pertumbuhan yang lebih baik . teori ini juga menitik beratkan pada pentingnya kasih
sayang, rasa saling memiliki, harga diri, ekspresi diri dan juga aktualisasi diri dalam
2
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Exploration on the meaning of psychological wellbeing.
Journal of Personality and Social Psychology, 57, 6, 1069 – 1081
perkembangan kehidupan manusia. Sehingga dijadikan lah teori ini untuk menangani
permasalahan dalam kehidupan individu.3
METODE PENELITIAN
Respondent dalam penelitian ini ialah mahasantri idia khususnya pada mahasantri
intensif. Dimana dari populasi tersebut akan dipilih respondent dengan karakteristik
tertentu yang disesuaikan dengan topik penelitian itu sendiri. Karakteristik tersebut yaitu,
mahasiswa intensif dari semua fakultas yang ada di Idia prenduan angkatan 2022-2023.
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang
diperoleh dengan menggunakan wawancara langsung, dan angket untuk memudahkan
pengumpulan data. Jumlah responden yang diambil menjadi subjek penelitian yaitu
sebanyak 30 mahasiswa.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan, skala
psychological well-being disusun carol dan ryff (1989) yang bernama psychological well-
being scale (PWBS). Skala ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan menggunakan
skala liker yang terdiri dari dua kategori jawaban yaitu “YA” dan juga “TIDAK”.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hal positif
mengenai psychological well-being pada mahasiswa. Hasil penelitian Akhtar mengatakan
bahwa psychological well being dapat membantu Mahasantri untuk menumbuhkan emosi
positif, merasakan kenyamanan hidup dan kebahagiaan, mengurangi orientasi mereka
untuk berpikir dan berprilaku negatif. Sedangkan menurut Snyder & Shane
mendefinisikan happiness (kebahagiaan) adalah keadaan emosi yang positif yang
ditentukan secara subjektif oleh setiap orang. Oleh sebab itu psychological well being bisa
menumbuhkan happiness seseorang. Berdasarkan hasil ilustrasi kategori responden
penelitan dapat diketahui pula bahwa tingkat kebahagiaan makin tinggi seiring dengan
bertambahnya usia.4
3
Keyes, C. (2005). Optimizing wellbeing: the empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and
Social Psychology, 1007–1022
4
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Kebahagiaan umum subjek dari usia 15 sampai 17 termasuk kategori tinggi,
Positive affect yang dialami subjek pada usia 15 dan 17 tahun termasuk kategori tinggi,
dan pada usia 16 tahun termasuk kategori sangat tinggi. Sementara negative affect pada
usia 16 tahun yang masuk kategori sangat rendah, yang kemudian semakin rendah dengan
bertambahnya usia. Kemudian dari hasil angket yang sudah disebarkan bahwa ditemukan
bahwa 60% Mahasantri IDIA Intensif merasa bahagia hidup di lingkungan pondok
pesantren Al- Amien yang ada di IDIA Intensif dan sebagaiannya lagi mahasantri IDIA
Intensif merasa tidak bahagia karena hidup di lingkungan yang berbasis pesaantren.
Berikut tabel atau data hasil angket yang sudah disebarkan kepada Mahasantri IDIA
Intensif.5
2 Extrakulikuler 74 Extrakulikuler 73
3 Ibadah 71 Ibadah 87
4 Konformitas 35 Konformitas 78
teman sebaya teman sebaya
5 Hubungan 25 Hubungan 60
interpersonal interpersonal
antara teman antara teman
sekamar sekamar
6 Finansial 46 Finansial 44
7 Kebebasan 27 Kebebasan 56
8 Pengaruh 33 Pengaruh 47
Regulasi Regulasi
5
Ma’had bagi Ma’had bagi
Mahasantri Mahasantri
9 UKM 86 UKM 93
Mahasiswa Mahasiswa
Pada psychological well-being subjek yang tinggal di pondok selama ½ tahun dan 2
tahun memiliki kategori tinggi pada semester IV, dibandingkan mahasantri yang yang
belum sampai 1 tahun penuh atau yang baru semester II, selain itu mahasantri yang tinggal
di pondok selama 3 tahun memiliki kategori sedang. Apabila dilihat dari kegiatan baca Al-
Qur’an mencapai tingkat sedang, dilihat dari segi extrakulikuler mencapai tingkat tinggi,
dilihat dari ibadah mencapai tingkat tinggi, jika dari pengaruh konformitas teman sebaya
pada semester II mencapai tingkat rendah sedangkan pada semester IV mencapai tingkat
lumayan tinggi, bila dilihat dari hubungan sosial atau hubungan interpersonal pada semster
II sangat rendah, namun pada semester IV mencapai tingkat yang tinggi, hal yang
disebabkan pada mahasantri semester II hubungan sosialnya atau antar pribadi sangat
rendah disebabkan mahasantri–mahasantri yang datang dari berbagai daerah sehingga
kulutur- klutur yang berbeda juga membuat kesenjangan di anatara mereka, hal ini di
makulumkan karena mereka baru menghadapi atau bergaul dengan teman baru yang
berbeda dareah. Bila dlihat dari aspek finansial mahasantri sama–sama sedang, bila dilihat
dari aspek kebebasan pada mahasantri semester II sanagat rendah disebabkan interpretasi
mahasiswa terhadap regulasi yang tidak sesuai ekspektasi, namun pada mahasantri
semester IV mencapai sedang disebabkan karena sudah terbiasa dan mengerti akan
pentingnya kuliah sambil mondok, jika dilihat dari pengaruh kebijakan atau regulasi
Ma’had terhadap mahasantri mencapai tingkat rendah sampai tingkat sedang karena
kebutuhan–kebutuhan mahasantri seperti memegang Handphone telah dilarang ini yang
kemudian menimbulkan kecemasan mahasantri terhadap regulasi/kebijakan Ma’had.
Terakhir apabila ditinjau dari segi Uni kegiatan Mahasiswa (UKM) mencapai tingkat
sama- sama tinggi dikarenakan eksistensi UKM Mahasiswa menjadi bagian atau tempat
mahasantri mengasah sisi psikomotoriknya guna membentuk kepribadianya lebih baik lagi
dalam hidupnya, dan kebanyakan mahasantri akan berubah dan taat terhadap kebijakan
pondok karena mengikuti UKM Mahasiswa. Pada psychological well-being sebagian
besar memiliki kategori tinggi hanya pada UKM Mahasiswa, rata-rata kebahagiaan umum
yang lebih tinggi dari pada kebahagiaan dari perolehan segi persoanlnya mahasnatri.6
KESIMPULAN
6
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya