Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental

http://url.unair.ac.id/3cb97dc0
e-ISSN 2301-7082

ARTIKEL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN EMOSIONAL DENGAN KESEJAHTERAAN


SUBJEKTIF REMAJA DI PANTI ASUHAN
MARCA DHIA NEFERTITI & WOELAN HANDADARI
Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan emosional dengan kesejahteraan
subjektif remaja di panti asuhan. Data diperoleh melalui teknik survei menggunakan dua alat ukur,
yaitu: pertama, dukungan emosional berdasarkan Sarafino & Smith (2006), kedua, kesejahteraan
subyektif dengan Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang disusun Diener, Emmons, Larsen, & Griffin
(1985), serta Positive Affect Negative Affect Scale (PANAS) yang disusun Watson, Clark, & Tellegen
(1988). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson’s product
moment. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dukungan emosional memiliki hubungan terhadap
kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari taraf signifikansi yang
besarnya kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,00. Dukungan emosional dapat memiliki hubungan dengan
kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan sebesar 0,845. Hal ini berarti kedua variabel tersebut
memiliki hubungan yang signifikan.

Kata kunci: dukungan emosional, kesejahteraan subjektif, remaja di panti asuhan.

ABSTRACT
This study aims to examine the relationship between emotional supports towards subjective well-
being of adolescents who lives in orphanages. The numbers of samples in this study were 38 teenagers
who enrolled in Ibnu Sina orphanage. Data gathered through survey techniques exerted two
measurement tools, first, emotional support scale developed by Sarafino & Smith (2006), and two,
subjective well-being with Satisfaction with Life Scale (SWLS) developed by Diener, Emmons, Larsen,
& Griffin (1985), and Positive Affect Negative Affect Scale (PANAS) developed by Watson, Clark, &
Tellegen (1988). We employed data analysis technique using Pearson’s product moment correlation.
The result indicates that emotional support has relationship towards subjective well-being of
adolescents in orphanages. It occurs from the level of significance that less than 0.05 is 0.00. Emotional
support may affect subjective well-being of adolescents in orphanages is 0.845. It means that both
variables have significant relationship.

Key words: adolescents at orphanage, emotional support, subjective well-being

*Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan
Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: woelan.handadari@psikologi.unair.ac.id

Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative
Common Attribution License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga
penggunaan, distribusi, reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi,
selama sumber aslinya disitir dengan baik.
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 73

PENDAHULUAN
Penelitian ini mengangkat masalah yang berhubungan dengan remaja di panti asuhan yang
memiliki pengalaman psikologis yang berbeda dari remaja pada umumnya. Lebih spesifik maka
remaja di panti asuhan memiliki kesejahteraan yang rendah yang ditunjukkan dengan rasa minder,
menarik diri bahkan merasa pesimis dalam menggambarkan masa depannya. Yuniana (2013) dalam
penelitiannya menyatakan tingkat kesejahteraan anak yang tinggal di panti asuhan cenderung rendah,
hal ini ditunjukkan dengan pemikiran bahwa mereka merasa kurang berharga. Uraian tersebut sesuai
dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Goldfard (Burns, 1993) bahwa anak yang tinggal dan
dibesarkan dalam suatu institusi cenderung mengalami hambatan pada perkembangan
kepribadiannya.
Goldfard (Burns, 1993) menyatakan bahwa remaja yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan panti asuhan akibat kehilangan orang tua atau tidak mampu akan mengakibatkan
perubahan yang besar pada kondisi psikologis maupun sosial. Menghadapi kenyataan di mana harus
kehilangan relasi dengan orang tua, kekurangan kasih sayang, perhatian serta fasilitas fisik dan
psikologis merupakan sesuatu yang sulit bagi remaja di panti asuhan. Hal ini terlihat dari rasa minder,
malu, serta berbagai emosi negatif karena tidak mengalami tahap perkembangan seperti remaja pada
umumnya menggambarkan rendahnya tingkat kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan
(Sudarman, 2010). Namun apabila remaja di panti asuhan mampu mengatasi berbagai emosi negatif,
menggambarkan tingginya kesejahteraan subjektif.
Menurut Feldman (2012) kesejahteraan subjektif sendiri adalah evaluasi seseorang terhadap
hidup mereka dalam pikiran serta emosi yang mereka miliki. Diener (2009) membahas kesejahteraan
subjektif sebagai penilaian individu secara kognitif dan afektif terkait dengan pengalaman hidupnya.
Individu dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang baik jika ia menilai positif segala peristiwa
yang terjadi di dalam hidupnya. Kesejahteraan subjektif sangat penting dimiliki oleh remaja di panti
asuhan untuk dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik, karena kesejahteraan subjektif
merupakan penilaian individu terkait dengan kualitas hidup (Diener, Oishi, & Lucas, 2003).
Pada dasarnya, faktor yang dapat meningkatkan kesejahteraan anak di panti asuhan adalah
dukungan dari lingkungan sekitarnya. Masa remaja merupakan usia rentan di mana sangat
membutuhkan dukungan dari keluarga sebagai sumber utama untuk mengendalikan perilaku di
kehidupan bermasyarakat. Namun tidak semua remaja tinggal bersama dengan keluarganya, karena
mereka tinggal di panti asuhan di mana harus berpisah dari orang tua. Kurangnya dukungan dari
keluarga menyebabkan kepribadian anak menjadi terganggu sehingga dikhawatirkan dapat
melakukan hal-hal menyimpang. Oleh karena itu remaja yang tinggal di panti asuhan perlu mendapat
banyak dukungan dari lingkungan sekitar, baik dari pengasuh, teman-teman, maupun masyarakat
sekitar yang diyakini mampu mengurangi tekanan psikologis pada remaja di panti asuhan, sehingga
dapat membantu remaja untuk mendapat kehidupan sosial yang lebih baik.
Diantara beberapa jenis dukungan sosial maka dukungan emosional dinilai paling penting bagi
remaja di panti asuhan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi & Harmien
(2012) yang mengungkapkan bahwa dukungan emosional berpengaruh paling signifikan terhadap
tingkat stres remaja di panti asuhan, di mana kenaikan atau penurunan nilai dukungan emosional
akan mengakibatkan pada penurunan atau kenaikan tingkat stres. Lebih jauh lagi, individu dalam
mencapai kesejahteraan subjektif didukung oleh beberapa faktor yang saling berhubungan satu sama
lain. Menurut Hoorn (2007) salah satu faktor yang konsisten berkaitan dengan kesejahteraan subjektif
adalah relasi sosial. Siedlecki, Salthouse, Oishi, & Jeswani (2014) menyatakan relasi sosial yang
dibangun dengan baik antar individu akan menimbulkan dukungan sosial. Sumber dukungan utama
yang diperoleh remaja di panti asuhan adalah dari pengasuh, panti asuhan, serta teman sebaya. Aspek
dukungan sosial yang paling penting menurut House (Corneil, 1998) adalah dukungan emosional.
Alasan lain yang mendasari dukungan emosional merupakan aspek yang paling penting adalah sebagai
prediktor yang paling tinggi dalam mempengaruhi afek positif individu (Arjani, 2015). Dukungan
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 74

emosional memiliki bentuk-bentuk seperti empati, kepedulian, perhatian, serta kepercayaan (Sarafino
& Smith, 2006). Semakin besar dukungan emosional yang didapatkan, maka akan membuat remaja di
panti asuhan merasa nyaman, dihargai serta dicintai. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan
subjektif remaja di panti asuhan. Sebaliknya jika dukungan emosional yang didapatkan oleh remaja di
panti asuhan sedikit, maka akan menimbulkan rasa tidak nyaman serta tidak dihargai. Hal ini
mengakibatkan rendahnya kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan.
Pada akhirnya, studi ini akan mengungkap hubungan antara dukungan emosional dengan
kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan. Peran orang-orang disekitar remaja bersifat protektif
dan berpotensi untuk mengurangi dampak negatif akibat resiko yang timbul pada remaja yang tinggal
di panti asuhan karena mereka merasa mendapat perlindungan serta kepercayaan untuk
mendapatkan kehidupan yang layak sehingga dapat melalui tahap perkembangan seperti remaja pada
umumnya.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif di mana menekankan analisis pada data-data
yang bersifat numerikal dan kemudian diolah dengan metode statistika. Dengan pendekatan
kuantitatif dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang sebelumnya telah dibuat dengan minimal
menggunakan dua variabel yang berbeda untuk diuji yaitu variabel terikat (y) dalam penelitian ini
adalah kesejahteraan subjektif (subjective well being) sedangkan variabel bebas (x) dalam penelitian
ini adalah dukungan emosional. Peneliti menggunakan dua instrumen utama untuk membentuk
kuesioner, yaitu instrumen yang digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan emosional dengan
kesejahteraan subjektif remaja di Panti Asuhan. Instrumen dukungan emosional dibuat dalam bentuk
kuesioner yang sebelumnya telah diadaptasi oleh Hasiolan (2014) berdasarkan teori Sarafino & Smith
(2006). Skala kesejahteraan subjektif digunakan untuk melihat serta mengukur persepsi individu
terkait dengan pengalaman hidupnya yang terdiri atas evaluasi kognitif serta afektif. Alat ukur yang
digunakan terdiri dari skala PANAS (Possitive Affect and Negative Affect Scales) yang dikembangkan
oleh Watson et al. (1988) serta skala kepuasan hidup (Satisfaction with life scale) yang disusun oleh
Diener et al. (1985). Selanjutnya untuk mendapatkan data maka karakteristik populasi pada penelitian
ini adalah: 1) Berusia 12-17 tahun, 2) Remaja yang terdaftar maupun yang tinggal di panti asuhan,
dengan status yatim, yatim piatu, dan tidak mampu secara ekonomi. Berdasarkan karakteristik
populasi tersebut pada akhirnya peneliti mendapatkan 38 subjek yang menjawab kuesioner.
Langkah selanjutnya setelah data yang dibutuhkan telah dikumpulkan oleh peneliti adalah
menganalisis data yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu menggunakan teknik korelasi untuk
menguji hipotesis. Teknik korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product
moment dari Pearson. Hasil yang didapat dari uji statistik korelasi product moment adalah ada atau
tidaknya hubungan antara dukungan emosional dengan kesejahteraan subjektif remaja di panti
asuhan. Adanya hubungan yang signifikan antara dukungan emosional dengan kesejahteraan subjektif
apabila nilai Asymp. Sig kurang dari 0,05 dengan derajat kesalahan 5% (0,05).

HASIL PENELITIAN
Pada hasil penelitian kami membagi menjadi tiga langkah utama yaitu hasil analisis
deskriptif, dan hasil uji korelasi. Pertama, analisis deskripstif bertujuan untuk memberikan
deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok subjek
yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa (Azwar, 2013). Analisis ini
meliputi nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), serta standar deviasi. Analisa
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 75

deskripsi pada penelitian ini menggunakan program SPSS 16.00 for windows. Berikut ini hasil
dari analisa deskriptif dengan variabel dukungan emosional dan kesejahteraan subjektif.

Tabel 1 Deskripsi Statistik


Variabel Jumlah Nilai Nilai Rata-rata SD
Minimum Maksimum
Dukungan 38 32 76 60,03 12,04
Emosional
Kesejahteraan 38 -6 50 25,61 13,75
Subjektif
Sumber: analisis data primer, 2018
Tabel deskripsi di atas menunjukkan jumlah subjek yang digunakan sebanyak 38
remaja panti asuhan. Nilai minimum dari dukungan emosional adalah 32 sedangkan nilai
maksimumnya adalah 76 sehingga diperoleh rata-rata sebesar 60,03 dan standar deviasi
12,04. Nilai minimum darikesejahteraan subjektif adalah -6 sedangkan nilai maksimumnya
adalah 50 sehingga diperoleh rata-rata 20 dan standar deviasi 13,75.
Kedua, peneliti menunjukkan hasil uji korelasi. Uji korelasi pada suatu penelitian
umumnya digunakan untuk menguji suatu hipotesis. Hipotesis yang diuji pada dasarnya
menentukan apakah terdapat hubungan antara dukungan emosional dengan kesejahteraan
subjektif remaja di panti asuhan. Tinggi-rendah, kuat-lemah, atau besar kecilnya suatu
korelasi dapat diketahui dari besar atau kecilnya angka koefisien korelasi. Tanda plus (+) atau
minus (-) di depan angka koefisien korelasi menunjukkan arah korelasi antara dua variabel.
Pada penelitian ini teknik uji korelasi menggunakan Pearson product moment untuk melihat
korelasi antara dua variabel tersebut, antara lain sebagai berikut.
Tabel 2 Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
Dukungan Kesejahteraan
Emosional Subjektif
Dukungan Pearson 1 .845**
Emosional Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 38 38
Kesejahteraan Pearson .845** 1
Subjektif Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 38 38
Sumber: analisis data primer, 2018

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 76

Tabel di atas menunjukkan korelasi antara dukungan emosional dengan kesejahteraan


subjektif sebesar 0,845. Hal tersebut menunjukkan hubungan dukungan emosional dengan
kesejahteraan subjektif memiliki hubungan yang positif. Taraf signifikansi yang digunakan
dalam analisis data penelitian ini adalah 0,05. Jika dilihat dalam tabel sig. dapat diketahui
bahwa signifikansinya sebesar 0,00 hasil tersebut menunjukkan bahwa signifikansi lebih kecil
dari 0,05 dan menunjukkan hipotesis penelitian diterima. Hal tersebut menandakan adanya
hubungan antara dukungan emosional dengan kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan.

Tabel 3 Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0 Tidak ada korelasi antara dua variabel
>0-0,25 Korelasi sangat lemah
>0,25-0,5 Korelasi cukup
>0,5-0,75 Korelasi cukup
>0,75-0,99 Korelasi kuat
1 Korelasi sempurna

Berdasarkan pedoman di atas, dapat disimpulkan bahwa korelasi antara dukungan emosional
dengan kesejahteraan subjektif sebesar 0,845 memiliki korelasi yang kuat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
dukungan emosional dengan kesejahteraan subjektif pada remaja di panti asuhan Hasil dari
analisis yang telah dilakukan pada variabel dukungan emosional sebagai variabel independen
dan kesejahteraan subjektif sebagai variabel dependen. Uji asumsi normalitas dalam
penelitian ini memberikan hasil bahwa data yang didapat dari variabel dukungan emosional
dengan kesejahteraan subjektif memenuhi asumsi distribusi normal. Dari uji linieritas juga
menunjukkan bahwa penelitian ini linier, sehingga ada hubungan yang linier antara dukungan
emosional dengan kesejahteraan subjektif. Dari hasil uji asumsi, ditemukan bahwa data dalam
penelitian ini berdistribusi normal dan linier sehingga penulis menggunakan uji korelasi
parametrik dengan teknik Pearson.
Dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara dukungan emosional dengan
kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan. Hal ini menunjukkan bahwa Ha dalam
penelitian ini diterima dan Ho dalam penelitian ini ditolak. Ada dan tidaknya hubungan dapat
dilihat berdasarkan nilai signifikansi uji korelasi. Apabila sig. <0,05 maka uji korelasi

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 77

menunjukkan adanya hubungan dan sig. >0,05 maka uji korelasi menunjukkan tidak ada
hubungan. Dalam penelitian ini uji korelasi menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,00.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan emosional dengan
kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan, artinya semakin tinggi dukungan emosional
yang diberikan maka semakin tinggi pula kesejahteraan yang dirasakan remaja di panti
asuhan. Besarnya korelasi hubungan dukungan emosional dengan kesejahteraan subjektif
sebesar 0,845 yang artinya korelasi antar dua variabel masuk ke dalam kategori kuat.
Sarwono (2006) menyatakan bahwa dengan koefisien korelasi 0,845 maka kekuatan
hubungan antar variabel tergolong kuat (rentang 0,75-0,99).
Selain menguji hubungan antara variabel X dengan variabel Y, penulis juga menguji
hubungan antara variabel X dengan dimensi variabel Y yaitu dimensi kognitif dan afektif (afek
positif dan afek negatif). Uji korelasi yang dilakukan antara variabel dukungan emosional
dengan dimensi kepuasan hidup memiliki arah hubungan positif dengan koefisien sebesar
0,739. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi dukungan emosional maka semakin tinggi
pula kepuasan hidup remaja di panti asuhan.

DISKUSI
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Novita & Novitasari (2017) bahwa
dukungan sosial dapat meningkatkan kepuasan individu terhadap hidupnya. Kepuasan hidup
yang dimiliki remaja di panti asuhan akan membuat mereka memiliki pandangan positif
terhadap diri sendiri dan lingkungan. Diener & Ryan (2009) menjelaskan bahwa individu
dengan tingkat kepuasan hidup yang tinggi memiliki pandangan yang baik terkait masa
depan, rencana hidup serta cita-cita yang tinggi.
Selain itu uji korelasi antara variabel dukungan emosional dengan afek positif memiliki
arah hubungan yang positif sebesar 0,896. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi
dukungan emosional maka semakin tinggi pula afek positif yang dirasakan remaja di panti
asuhan. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Huda (2012)
bahwa dukungan sosial memiliki kontribusi yang besar pada afek positif. Selain itu Larson
(2010) menyatakan bahwa individu akan merasa bahagia jika lingkungan di sekitarnya turut
memberi dukungan. Diener, Lucas, & Scollon (2006) menjelaskan individu dengan afek positif
yang tinggi digambarkan melalui perasaan gembira dan bersemangat saat melakukan
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 78

kegiatan sehari-hari. Sedangkan uji korelasi antara dukungan emosional dengan afek negatif
memiliki arah hubungan yang negatif dengan koefisien sebesar -0,52. Arah hubungan yang
negatif antar dua variabel merupakan arah yang berlawanan. Dapat diartikan bahwa semakin
tinggi dukungan emosional maka semakin rendah afek negatif yang dirasakan remaja di panti
asuhan. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa
dukungan sosial dapat mengurangi afek negatif individu (Gatari, 2008). Huda (2012) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa fungsi dukungan sosial sebagai sumber daya coping yang
penting untuk mengurangi afek negatif dari tekanan serta konflik yang dialami oleh remaja di
panti asuhan. Menurut Fajarwati (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa afek negatif
remaja dapat dikurangi dengan saling mendukung cita-cita serta berteman dengan orang-
orang yang menyenangkan.
Diener (2000) mengungkapkan kesejahteraan subjektif merupakan evaluasi individu
terhadap hidupnya yang meliputi kepuasan hidup yang tinggi, perasaan positif yang tinggi
serta rendahnya perasaan negatif. Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif, sedangkan
perasaan positif dan negatif merupakan komponen afektif. Remaja yang tinggal di panti
asuhan tergolong memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi karena masih mendapatkan
dukungan yang baik dari panti asuhan. Selain itu masa remaja merupakan masa pencarian jati
diri yang terlihat dari remaja yang semakin memperluas pergaulannya (Gunarsa & Gunarsa,
2008). Remaja di panti asuhan tergolong memiliki pertemanan yang kuat di dalam panti,
karena mereka melakukan aktifitas sehari-hari bersama, sehingga remaja di panti asuhan
saling menguatkan ketika berhadapan dengan suatu masalah.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Hurlock (1993) bahwa dukungan
sosial yang diperoleh dari significant others dalam hal ini orang-orang yang berpengaruh bagi
remaja di panti asuhan adalah pengasuh dan teman sebaya merupakan faktor yang paling
penting dalam mencapai kesejahteraan subjektif. Menurut House (Corneil, 1998) dukungan
emosional merupakan salah satu aspek yang mendasari dukungan sosial. Sehingga dapat
disimpulkan jika individu telah mendapat dukungan emosional maka dapat dipastikan bahwa
individu juga mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian sebelumnya di mana dukungan emosional
memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat stres. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 79

bahwa dukungan emosional merupakan salah satu bentuk dukungan yang berpengaruh
signifikan terhadap tingkat stres pada remaja di panti asuhan (Pratiwi & Harmien, 2012).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) menyatakan adanya hubungan positif
antara persepsi dukungan sosial dengan penyesuaian diri, di mana dukungan emosional
merupakan salah satu dukungan yang memberikan pengaruh dominan dibandingkan jenis
dukungan lainnya seperti dukungan penghargaan, dukungan informatif dan dukungan
instrumental (Putri, 2009).
Faktor lain yang memungkinkan adanya hubungan antara dukungan emosional dengan
kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan adalah penyesuaian diri. Menurut Kumalasari
& Ahyani (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa apabila remaja di panti asuhan
mendapat cukup banyak dari lingkungannya baik dari pengasuh maupun teman sebaya akan
membuat remaja mampu mengembangkan kepribadian yang sehat serta pandangan positif,
sehingga mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan.
Penyesuaian diri yang baik dibutuhkan untuk membangun relasi sosial antar individu dengan
lingkungannya (Wulandari, 2016).
Subjek dalam penelitian ini dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan aturan serta
jadwal kegiatan sehari-hari panti asuhan Ibnu Sina. Hal ini terlihat dalam kegiatan sehari-hari
remaja di panti asuhan (terdiri dari pendidikan moral, pelajaran komputer, mengaji, dan
bimbingan belajar) yang selalu diikuti dengan baik. Penyesuaian diri yang baik merupakan
gambaran individu yang memiliki kesejahteraan yang tinggi (Diener, 2009). Jika dibandingkan
dengan penelitian terdahulu, penelitian ini sesuai dengan pernyataan Marfu’atun (2016) di
dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan
sosial dengan kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan. Sebaliknya penelitian ini tidak
sesuai dengan pernyataan Yunita (2014) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa banyak
gambaran afek negatif pada kesejahteraan subjektif remaja di panti asuhan. Dalam penelitian
ini skor kesejahteraan subjektif yang diperoleh subjek penelitian dengan kategori rendah
sebesar 17% dari jumlah responden dan sebesar 83% jumlah responden mendapatkan skor
dengan kategori tinggi dan sedang. Dapat disimpulkan bahwa remaja di panti asuhan
memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang baik.

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 80

SIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah adanya hubungan antara dukungan
emosional dengan kesejahteraan subjektif. Hubungan kedua variabel ini bersifat positif dan
kuat yang berarti jika dukungan emosional yang diberikan besar, maka kesejahteraan
subjektif turut meningkat. Kekuatan korelasi antara kedua variabel ini bersifat cukup, di mana
variabel dukungan emosional cukup berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif pada
remaja di panti asuhan.

PUSTAKA ACUAN
Arjani, A. S. (2015). Hubungan antara Dukungan Emosional Orang Tua dan Resiliensi
Mahasiswa dalam Pengerjaan Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Jakarta:
Arcan.
Corneil, W. D. (1998). Safework Bookshelf: ILO Encyclopedia of Occupational Health and Safety.
Geneva.
Diener, E. (2000). Subjective Well-being: The Science of Happiness and a Proposal for National
Index. American Psychologist, 55(1).
Diener, E. (2009). The Science of Subjective Well-being: The collected Works of Ed Diener. New
York: Springer.
Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The Satisfaction with Life Scale.
Journal of Personality Assessment, 49(1).
Diener, E., Lucas, R. E., & Scollon, C. N. (2006). Beyond the Hedonic Treadmill: Revising the
Adapation Theory of Well-Being. American Psyhologist, 61(4), 305–314.
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, Culture and Subjective Well-Being:
Emotional and Cognitive Evaluations of Life. Annual Review of Psychology, 403–425.
http://doi.org/10.1146/annurev.psych.54.101601.145056
Diener, E., & Ryan, K. (2009). Subjective Well-being: A General Review. South African Journal
of Psychology, 49(1), 391–406.
Fajarwati, D. I. (2014). Hubungan Dukungan Sosial dan Subjective Well-being Pada Remaja
SMPN 7 Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga.
Feldman, R. S. (2012). Pengantar Psikologi: Understanding Psychology (Salemba). Jakarta.
Gatari, E. (2008). Hubungan antara Perceived Social Support & Subjective Well-being pada Ibu
Bekerja. Universitas Airlangga.
Gunarsa, S., & Gunarsa, Y. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung
Mulia.
Hasiolan. (2014). Hubungan Dukungan Emosional Keluarga dengan Harga Diri Remaja Panti
Sosial Karya Wanita Sidoarum Kabupaten Sleman Provinsi DIY. UMY Yogyakarta.
Hoorn, A. V. (2007). A Short Introduction to Subjective Well-Being: It’s Measurement, Correlates,
and Policy Uses. Nijmegen.
Huda, N. (2012). Kontribusi Dukungan Sosial terhadap Kepuasan Hidup, Afek Menyenangkan
dan Afek Tidak Menyenangkan pada Dewasa Muda yang Belum Menikah. Universitas
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81
Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesejahteraan Subjektif Remaja di Panti Asuhan 81

Gunadarma.
Hurlock, E. B. (1993). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Kumalasari, F., & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian
Diri Remaja di Panti Asuhan. Pitutur, 1(1), 21–31.
Larson, E. (2010). Psychological Well-Being and Meaning-Making When Caregiving for
Children with Dissabilities: Growth through Difficult Times or Sinking Inward.
Occupation, Participation, and Health, 30(2), 78–87.
Marfu’atun, E. (2016). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Subjective Well-Being pada
Remaja di Panti Asuhan. Universitas Gadjah Mada.
Novita, D. A., & Novitasari, R. (2017). The Relationship Between Social Support and Quality Of
Life In Adolescent With Special Needs. Psikodimensia, 16(1988), 40–48.
Pratiwi, I. H., & Harmien, L. (2012). Pengaruh Dukungan Emosional, Dukungan Penghargaan,
Dukungan Instrumental dan Dukungan Informatif terhadap Stress pada Remaja di Yayasan
Panti Asuhan Putra Harapan Asrori Malang. Universitas Negeri Surabaya.
Putri, A. R. (2009). Hubungan antara Persepsi terhadap Dukungan Sosial Orang Tua dengan
Penyesuaian Diri dalam Penyusunan Skripsi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro. Universitas Diponegero.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. New
Jersey: John Wiley & Sons.
Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siedlecki, K. L., Salthouse, T. A., Oishi, S., & Jeswani, S. (2014). The Relationship between Social
Support and Subjective Well-Being Across Age. Social Indicator Research, 117(2), 561–
576.
Sudarman, A. R. (2010). Kesepian pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan: Studi Kasus.
Universitas Gunadarma.
Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and Validation of Brief Measures
of Positive and Negative Affect: The PANAS Scales. Journal of Personality and Social
Psychology, 54(6), 1063–1070.
Wulandari, M. S. (2016). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Subjective Well-Being pada
Remaja Penyandang Disabilitas Tunadaksa. Universitas Airlangga.
Yuniana. (2013). Kesejahteraan Subjektif pada Yatim Piatu (Mustadh’afin). Psikologi, 1(8).
Yunita, O. (2014). Gambaran Subjective Well-Being pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan.
Universitas Katolik Widya Mandala.

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental


Tahun 2018, Vol. 7, pp. 72-81

Anda mungkin juga menyukai