Anda di halaman 1dari 7

DCP 3 (1) (2014)

Developmental and Clinical Psychology


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA LANSIA DITINJAU DARI TEMPAT


TINGGAL

Sofa Indriyani , Moh. Iqbal Mabruri, Edy Purwanto

Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status tempat tinggal terhadap Subjective well-
Diterima Agustus 2014 being pada lansia. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif korelasional. Subyek
Disetujui September 2014 pada penelitian ini berjumlah 59 orang lansia yang terdiri dari 29 orang lansia yang tinggal di panti
Dipublikasikan Oktober dan 30 orang lansia yang tinggal di rumah. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
2014 adalah purposive sampling. Penelitian ini menggunakan skala penelitian yaitu skala Subjective well-
________________ being sebanyak 33 item. Metode analisis data yang digunakan tehnik statistik uji non parametrik U
Keywords: Mann-Whitney yang dikerjakan dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil penelitian
Subjective well-being; Status menunjukkan bahwa Subjective well-being (SWB) lansia yang tinggal bersama keluarga lebih baik
of Residence. dari pada lansia yang tinggal di panti. Hasil analisis menunjukkan U mann-whitney sebesar 209,000
____________________ dan probabilitas (p) sebesar 0,001. Karena p<0,05 (p=0,000 < 0,05) maka Ho diterima, atau ada
perbedaan antara subjective well-being pada Lansia yang tinggal di rumah dan yang tinggal di panti.

Abstract
___________________________________________________________________
This research aims to determine the effect of residential status on Subjective well-being in the elderly. The
research was a quantitative correlation. The subjects in this research amounted to 59 elderly people, including
29 elderly people living at home and 30 elderly people living at home. The sampling technique used in this
study is purposive sampling. The research uses the research scale is a scale Subjective well-being as much as 33
items. Methods of data analysis used non-parametric statistical techniques test Mann-Whitney U were done
with SPSS 16.0 for Windows. The results showed that the Subjective well-being (SWB) of elderly living with
family is better than the elderly living at home. The analysis showed Mann-Whitney U was 209,000 and the
probability (p) of 0.001. Because p <0.05 (p = 0.000 <0.05) then Ho is accepted, or there is a difference
between subjective well-being in the elderly living at home and living at home.

2014 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: ISSN 2252-6358


Gedung A1 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: Sofaindriyaniprabowo@gmail.com

66
Sofa Indriyani / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

PENDAHULUAN Menurut Antonucci dan Akiyama (dalam


Papalia, Olds, & Feldman, 2004) kebutuhan
Perubahan pada manusia terjadi seiring emosional tersebut dapat diperoleh dari
dengan berjalannya waktu dengan melalui keluarga, baik pasangan hidup maupun
tahap-tahap perkembangan, yaitu periode keturunan. Namun, tidak semua lansia
pranatal, masa bayi masa kanak-kanak, masa kemudian tinggal bersama keluarganya. Ada
remaja, masa dewasa dan berakhir di masa juga lansia yang akhirnya tinggal di institusi.
lanjut usia (lansia). Dimana pada masing- Salah satunya di Indonesia institusi yang
masing tahapan tersebut melalui masa menyediakan sarana tempat tinggal bagi para
perkembangan dan karakteristik yang berbeda- lansia adalah panti werdha.
beda. Seseorang yang memiliki kesehatan yang Aktifitas yang hampir sama pula di
baik dan umur panjang pasti akan mengalami alami lansia yang berada di luar panti namun,
tahap perkembangan masa lansia, dimana hal sumber dari dukungan sosialnya yang berbeda.
tersebut pasti terjadi dan tidak dapat dihindari, Lansia yang hidup diluar panti secara utuh
sehingga seiring dengan bertambahnya usia, melaksanakan aktifitas sehari-hari erat
manusia akan menjadi tua yaitu suatu periode hubungannya dengan masyarakat dan keluarga
dimana seseorang telah beranjak jauh dari mereka. Mereka mendapatkan dukungan
periode terdahulu yang lebih menyenangkan sosial berupa berinteraksi dengan tetangga
Hurlock (1996:308). mereka dan mendapatkan kebutuhan finansial
Jumlah lansia di Jawa Tengah tercatat dari keluarga mereka. Melihat hasil observasi
2.366.115 juta jiwa yang merupakan lansia dari dan wawancara baik di dalam atau pun di luar
jumlah total penduduk sebanyak 32.864.563 juta panti terlihat bahwa tingkat dukungan sosial
jiwa. Jumlah warga lansia di kota Semarang cukup baik. Setelah seseorang memasuki masa
setiap tahun selalu meningkat, data yang di lansia, maka dukungan sosial dari orang lain
dapat dari Badan Pusat Statistik pada tahun menjadi sangat berharga dan akan menambah
2008, jumlah lansia di kota Semarang sebanyak ketenteraman hidupnya (Kuntjoro, 2002).
129.293 jiwa. Berdasarkan data dari Pemkab Diakui faktor keluarga, kondisi masyarakat,
Semarang dalam tahun 2012 jumlah penduduk instistusi sosial lainnya merupakan hal-hal yang
usia lanjut 60 tahun keatas sebanyak 100.050 secara objektif mempengaruhi kebahagiaan
jiwa atau 10,66 persen dari total jumlah lansia di tempat mana tinggal (Anam &
penduduk sebanyak 938.802 jiwa (www.dinkes- Dipenogoro, 2008).
kotasemarang.go.id). Bertamabah banyaknya Menurut Diener, Suh, dan Oishi dalam
jumlah lansia di Indonesia, merupakan Erlangga (2010:1) pengalaman internal yang
konsekuensi dari bertambahnya usia harapan dialami oleh individu tersebut digambarkan
hidup. sebagai subjective well-being (SWB). Subjective well-
Dengan adanya tuntutan dari dunia yang being ini merupakan suatu bentuk evaluasi
semakin modern, lansia tampaknya seringkali mengenai kehidupan individu yang
dianggap sebagai hambatan bagi keluarga. bersangkutan. Secara sederhana definisi dari
Mereka menjadi seperti anggota keluarga yang Subjective well-being adalah persepsi seseorang
merepotkan dan membawa kesulitan tersendiri terhadap pengalaman hidupnya yang terdiri dari
bagi keluarga. Lansia ingin untuk dapat lebih evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan
menghabiskan waktunya dengan orang-orang mempresentasikan dalam kesejahteraan
yang berarti buat mereka seperti anak-anak dan psikologis.
cucu-cucunya. Dukungan sosial menjadi Subjective well-being terletak pada
kebutuhan yang semakin diperlukan lansia, pengalaman setiap individu yang merupakan
lansia membutuhkan cinta, persahabatan, pengukuran positif dan secara khas mencakup
pengertian dan butuh untuk dihargai (Kohut pada penialaian dari seluruh aspek kehidupan.
etal., 1983).

67
Sofa Indriyani / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Diener, Suh, & Oishi dalam Eid dan status tempat tinggal Teknik pengambilan
Larsen (2008: 45), menjelaskan bahwa individu sampel yang digunakan dalam penelitian ini
dikatakan memiliki subjective well-being tinggi jika adalah purposive sampling adalah teknik
mengalami kepuasan hidup, sering merasakan pengambilan sampel sumber data yang
kegembiraan, dan jarang merasakan emosi yang didasarkan pada pertimbangan tertentu,
tidak menyenangkan seperti kesedihan atau berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan sudah diketahui sesuai karakteristik yang telah
memiliki subjective well-being rendah jika tidak ditentukan (Sugiyo, 2007:219). Total subyek
puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit penelitian ini adalah 59 orang terdiri dari 29
kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering orang lansia yang tinggal di panti dan 30 orang
merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau lansia yang tinggal di rumah.
kecemasan. Metode pengumpulan data penelitian ini
Tempat tinggal merupakan keberadaan menggunakan skala subjective Weel-being. Uji
seseorang di dalam suatu tempat dan lingkungan validitas yang digunakan adalah korelasi product
di mana mereka hidup dan bertempat tinggal moment, dan reliabilitas instrumen skala dicari
dalam jangka waktu lama. Monks, dkk (2006: dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach,
336) menjelaskan bahwa kehidupan orang lanjut karena instrumen dalam penelitian ini berbentuk
usia sedikit banyak tergantung pada lingkungan, skala yang skornya merupakan rentangan antara
baik pada tingkat mikro, maupun pada tingkatan 1-4. Metode analisis data yang digunakan dalam
makro. Lingkungan dapat atau tidak dapat penelitian ini adalah metode analisis statistik.
memberikan tantangan pada orang lanjut usia Alasan digunakannya metode analisis statistik
untuk menggunakan kemampuan- adalah karena statistik dapat menunjukkan
kemampuannya yang ada pada dirinya. Baik kesimpulan penelitian dan analisis data
lingkungan fisik (perhatikan panti-panti werdha) penelitian ini menggunakan bantuan program
maupun lingkungan sosial serta kesan umum komputer SPSS Windows Versi 16.00 for windows.
mengenai orang lanjut usia biasanya masih agak
bersifat negatif. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Gambaran Umum Subjective Well Beingpada


Lansia
Penelitian ini menggunakan pendekatan Berdasarkan tabel statistik deskriptif,
kuantitatif korelasional. Penelitian ini diketahui bahwa Subjective well-being pada lansia
menggunakan pendekatan kuantitatif yang tinggal di rumah memiliki nilai minimum
korelasional karena dalam pelaksanaannya sebesar 56,0 lebih tinggi dari pada lansia yang
mencari data sebanyak-banyaknya dan tinggal di panti werda sebesar 54,0. Nilai
kemudian berusaha untuk mendeskripsikan maksimum mencapai 112,0 lebih tinggi daripada
sejelas-jelasnya. Subjective well-being pada lansia yang tinggal di
Penelitian kuantitatif adalah penelitian panti werda yang mencapai 105,0. Dari tabel
yang banyak dituntut menggunakan angka, tersebut terlihat bahwa rata-rata Subjective well-
mulai dari pengumpulan data, penafsiran being pada lansia yang tinggal di rumah lebih
terhadap data tersebut, serta penampilan dari tinggi (88,27) daripada pada Subjective well-being
hasilnya (Arikunto, 2006:12). Variabel pada lansia yang tinggal di panti werda (74,89).
merupakan konsep mengenai atribut atau sifat Uji Hipotesis
yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat Berdasarkan perhitungan dalam tabel
bervariasi secara kuantitatif maupun kualitatif ranks, diketahui bahwa besar sampel pada
(Azwar, 2007: 59). Variabel dependen dalam kelompok lansia yang tinggal di rumah sebanyak
penelitian ini adalah subjective Weel-being dan 30 orang dengan rata-rata rangking 37,53,
Variabel independen dalam penelitian ini adalah sedangkan besar sampel lansia yang tinggal di

68
Sofa Indriyani / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

panti sebanyak 29 orang dengan rata-rata Hasil penelitian menunjukkan bahwa


rangking 22,21. Statistik uji U mann-whitney subjective well-being pada lansia berdasarkan
sebesar 209,000 dan probabilitas (p) untuk aspek penerimaan diri berada pada kategori
hipotesis dua sisi sebesar 0,001. Karena p<0,05 sedang. Hal ini dimungkinkan, karena para
(p=0,000< 0,05) maka Ho diterima, atau ada lansia yang masih tinggal bersama keluarga
pengaruh status tempat tinggal terhadap cenderung dapat melakukan segala macam
subjective well-being pada lansia. aktivitas keseharian bersama keluarga dengan
Subjective well-being adalah penilaian mendapatkan dukungan langsung dari
seseorang terhadap diri dan pengalaman keluarganya, sehingga salah satu yang dapat
mereka sendiri, yang terdiri dari evaluasi lansia di rumah lakukan adalah menyesuaikan
kognitif dan afeksi terhadap hidup dan diri dengan amat baik adalah mereka yang tetap
mempresentasikan dalam kesejahteraan sibuk, mengambil peran baru, atau terlibat
psikologis. Seseorang yang memiliki subjective penuh dalam aktivitas berkelanjutan, serta
well-being adalah seseorang yang mengalami interaksi dengan masyarakat, teman/ sahabat
kepuasan hidup sering merasakan kegembiraan, dan saudara/anak. Berbeda halnya dengan yang
dan jarang merasakan emosi yang tidak terjadi pada lansia yang tinggal dipanti, para
menyenangkan seperti kesedihan atau lansia cenderung kurang mendapat perhatian
kemarahan. dari keluarga dan orang-orang terdekatnya,
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap ditinggal meninggal oleh suami, saudara atau
lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga anaknya terlebih dahulu, atau bahkan sengaja
dan lansia yang tinggal di panti menunjukkan ditinggal oleh keluarganya karena tidak mampu
bahwa secara umum para lansia di kedua tempat mengurus anggota keluarganya yang sudah
memiliki subjective well-being yang berbeda. lansia, sehingga para lansia merasa kesepian,
Subjective well-being pada lansia yang tinggal di tidak bisa merasakan kebermaknaan dan
rumah bersama keluarga dalam penelitian ini kepuasan dalam hidupnya, sehingga tidak
ternyata lebih positif atau lebih baik bisam\ merasakan bahagia seperti pada orang
dibandingkan subjective well-being pada lansia lain umumnya. Akhirnya para lansia yang
yang tinggal di panti. Hal ini ditunjukkan hasil tinggal di panti memutuskan untuk tinggal di
penelitian pada masing-masing aspek penyusun panti dengan tujuan kehidupan yang lebih baik
subjective well-being. Aspek yang digunakan dibandingkan kehidupan sebelum mereka di
untuk mengetahui tingkat subjective well-being panti.
dalam penelitian ini meliputi 6 indikator, yaitu Tempat tinggal memiliki makna
penerimaan diri, hubungan positif dengan orang dorongan sosial. Setiaporang membutuhkan
lain, otonom, penguasaan terhadap lingkungan, dorongan sosial, karena dorongan sosial
tujuan hidup dan perkembangan pribadi Riff berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan
(dalam Snyder, 2004:415). psikis dalam menghadapi problem hidup.
Aspek penerimaan diri bukan berarti Karena itu, jelas dorongan sosial memiliki
bersikap pasif atau pasrah akan tetapi kaitan dengan kesehatan dan kebahagiaan
pemahaman yang jelas akan peristiwa yang (Myers, dalam Anam & Dipenogoro, 2008).
terjadi sehingga individu dapat memberikan Penelitian Indriana (dalam Anam &
tanggapan secara efektif. Individu yang mimiliki Dipenogoro, 2008), menemukan bahwa para
penerimaan diri menunjukkan karakteristik: lansia penghuni panti kondisi sangat buruk
memiliki sikap positif terhadap dirinya, dalam berbagai aspek fisik dan psikologis,
mengakui dan menerima berbagai aspek yang seperti kesehatan, penyesuaian diri dan sosial,
ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik serta kemandirian sangat rendah. Ini secara
maupun buruk; serta merasa positif dengan umum berarti lansia penghuni panti sangat
kehidupan masa lalunya rawan terhadap gangguan kebahagiaan.

69
Sofa Indriyani / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Aspek subjective well-being pada lansia penguasaan terhadap lingkungan lebih baik
kedua adalah hubungan positif dengan orang dibanding pada lansia yang tinggal di panti..
lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Para lansia yang tinggal di rumah cenderung
subjective well-being pada lansia berdasarkan mampu mengontrol berbagai aktifitas eksternal
Aspek hubungan positif dengan orang lain yang berada di lingkungan termasuk mengatur
berada pada kategori sedang, dimana pada dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-
lansia yang tinggal di rumah memiliki hubungan hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di
positif dengan orang lain lebih baik dibanding lingkungannya, serta mampu memilih dan
pada lansia yang tinggal di panti. Hal ini menciptakan lingkungan yang sesuai dengan
dimungkinkan karena di lingkungan rumah para kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Sedangkan
lansia cenderung memperoleh dukungan dan pada lansia yang tinggal di panti cenderung
support dari anggota keluarganya, sehingga para memiliki penguasaan lingkungan yang kurang
lansia cenderung lebih bersikap lebih peduli baik akan mengalami kesulitan dalam mengatur
terhadap kesejahteraan orang lain, dapat situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk
emnunjukkan empati, afeksi dan intimitas serta ,mengubah atau meningkatkan kualitas
memahami prinsip memberi dan menerima lingkungan sekitarnya, kurang peka terhadap
dalam hubungan antar pribadi. Berbeda halnya kesempatan yang ada di lingkungannya dan
yang terjadi pada lansia yang tinggal di panti, kurang memiliki kontrol terhadap
cenderung memiliki hubungan kurang baik lingkungannya karena keterbatasan fisik yang
dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku dimiliki.
yang tertutup dalam berhubungan dengan orang Aspek kelima subjective well-being pada
lain, sulit untuk bersikap hangat, peduli dan lansia adalah tujuan hidup. Hasil penelitian
terbuka dengan orang lain. lansiaberdasarkan aspek tujuan disimpulkan
Aspek yang ketiga adalah otonom. bahwa subjective well-being pada
Didapatkan hasil bahwa subjective well-being lansiaberdasarkan indikator tujuan hidup berada
pada lansia berdasarkan Aspek otonom berada pada kategori sedang, dimana pada lansia yang
pada kategori sedang, dimana pada lansia yang tinggal di rumah memiliki tujuan hidup lebih
tinggal di rumah memiliki otonom lebih baik baik dibanding pada lansia yang tinggal di
dibanding pada lansia yang tinggal di panti.. Lansia di luar panti cenderung memiliki
panti.Kecenderungan lansia yang tinggal di komitmen dalam mengejar tujuan hidupnya, dia
rumah memiliki otonom ditunjukkan dengan akan dapat memahami makna hidup dan
adanya kemampuan mengambil keputusan mampu mengatasi masalah.
secara tegas tanpa campur tangan dan tekanan Aspek keenam perkembangan pribadi
orang lain sehingga mampu menghadapi disimpulkan bahwa subjective well-being pada
tekanan sosial dari luar. Berbeda dengan lansia lansiaberdasarkan indikator perkembangan
yang tinggal di panti cenderung tidak memiliki pribadiberada pada kategori sedang, dimana
otonom yang baik, mengingat segala macam pada lansia yang tinggal di rumah memiliki
kegiatan dan aktivitasnya dibatasi oleh tempat penguasaan terhadap lingkungan lebih baik
tinggal mereka. dibanding pada lansia yang tinggal di
Hasil penelitian pada Aspek subjective well- panti.Lansia di luar panti mampu mengejar
being pada lansia ke empat adalah penguasaan peluang yang ada untuk pengembangan pribadi
terhadap lingkungan, dapat diketahui bahwa dan untuk mewujudkan satu potensinya
subjective well-being pada lansia berdasarkan misalnya dengan tetap terus bekerja dan
Aspek penguasaan terhadap lingkungan bahwa berkarya. Sedangkan lansia di panti cenderung
subjective well-being pada lansiaberdasarkan terbatas dalam melakukan pengembangan
indikator penguasaan terhadap lingkungan potensi akibat adanya keterbatasan kondisi
berada pada kategori sedang, dimana pada lingkungan tempat tinggalnya.
lansia yang tinggal di rumah memiliki

70
Sofa Indriyani / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Pembahasan Perbedaan Subjective Well-Being pengaruh status tempat tinggal terhadap


Pada Lansia menurut Tempat Tinggal subjective well-being pada lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan antara subjective well-being pada Lansia SIMPULAN
yang tinggal di rumah dan yang tinggal di
panti.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan penelitian yang telah
subjective well-being pada Lansia yang tinggal di dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
rumah lebih baik atau lebih positif dibandingkan pengaruh yang signifikan antara status tempat
pada lansia yang tinggal di panti. Dimungkinkan tinggal dengan subjective well-being lansia yang
karena para lansia yang tinggal dirumah lebih tinggal di Panti dengan subjective well-being lansia
mampu memperoleh kebebasannya dalam yang tinggal di rumah. Hasil persentase dan uji
memenuhi kebutuhannya dengan tetap hipotesis menunjukkan pengaruh yang diberikan
berinteraksi dengan keluarga dan orang diluar yaitu subjective well-being lansia yang tinggal di
rumah tanpa adanya batas waktu serta lebih rumah lebih baik dibandingkan dengan subjective
banyak mendapatkan dukungan keluarga yang well-being lansia yang tinggal di panti wreda
terlihat mampu meningkatkan semangat hidup Harapan Asri Semarang.
lansia sambil tetap melakukan aktivitas bekerja.
Berbeda pada lansia yang tinggal di panti, SARAN
cenderung kurang mendapatkan dukungan
keluarga secara langsung Berdasarkan hasil penelitian, analisis data
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap dan kesimpulan di atas, maka peneliti
lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga mengajukan saran-saran sebagai berikut;
dan lansia yang tinggal di panti menunjukkan Bagi keluarga, lembaga, dan lingkungan
bahwa secara umum para lansia di kedua tempat masyarakat diharapkan dengan adanya
memiliki subjective well-being yang berbeda. penelitian ini atau penelitian serupa dapat
Subjective well-being pada lansia yang tinggal di lebih membukakan mata bahwa pentingnya
rumah bersama keluarga dalam penelitian ini dukungan sosial bagi para lansia untuk
ternyata lebih positif atau lebih baik mencapai kebahgiaan di hari tua.
dibandingkan subjective well-being pada lansia Bagi pengelola panti, diharapkan
yang tinggal di panti. Hal ini ditunjukkan hasil meningkatkan subjective well-being pada Lansia
penelitian pada masing-masing aspek penyusun dengandi kalangan penghuni panti masih dapat
subjective well-being. Aspek yang digunakan diperbaiki agar dapat mempertahankan fungsi
untuk mengetahui tingkat subjective well-being kognitif para penghuninya, hendaknya dapat
dalam penelitian ini meliputi 6 indikator, yaitu diupayakan peningkatan jaringan sosial antara
penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain dengan meningkatkan komunikasi/kontak
lain, otonom, penguasaan terhadap lingkungan, para penghuni dengan keluarga atau kerabat,
tujuan hidup dan perkembangan pribadi. terutama dengan menganjurkan kunjungan
Berdasarkan perhitungan dalam tabel maupun melalui sarana komunikasi, baik surat,
ranks, diketahui bahwa besar sampel pada telepon maupun sarana SMS dan elektronik
kelompok lansia yang tinggal di rumah sebanyak lainnya. Terlihat bahwa kontak langsung (temu
30 orang dengan rata-rata rangking 37,53, muka) lebih bermakna dibandingkan dengan
sedangkan besar sampel lansia yang tinggal di kontak tak langsung (melalui sarana
panti sebanyak 29 orang dengan rata-rata komunikasi). Aktivitas sosial dapat diperbaiki
rangking 22,21. Statistik uji U mann-whitney dengan meningkatkan aktivitas bersama antara
sebesar 209,000 dan probabilitas (p) untuk masyarakat dengan penghuni panti, baik dalam
hipotesis dua sisi sebesar 0,001. Karena p<0,05 bentuk kunjungan maupun kegiatan bersama,
(p=0,000< 0,05) maka Ho diterima, atau ada baik kegiatan ibadah maupun kemasyarakatan
lain.

71
Sofa Indriyani / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Bagi penelitian selanjutnya agar Ryff.C.& Keyes.C.2005.The Ryff Scales of


mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti Psychological Well-Being.Journal of
faktor kepribadian, jenis kelamin, status Personality and Social Psychology.Vol
69.No.4
pernikahan, status ekonomi sehingga dapat
memberikan manfaat lebih nyata pada kalangan
yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2005. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
Compton, William C dan Edward
Hoffman.2005.Positive Psychology The Science of
Happiness and Flourishing.USA:Jon-David
Hague
Compton, William C. 2005.Introduction to positive
Psychology.USA: Thomson Learning
Diener, Ed. 2009. The Science of Well-Being The
Collected Works of Ed Diener. USA: Springer
Diener,E.et al.1993.The Relationship Between Income
and Subjective Well-Being: Relative or
Absolute?.Nethedlands:Kluwer Academic
Publlisher
Eid, M.& Larsen R.J.2008.The Science of Subjective
Well-being.London:The Guilford Press
Hurlock, E.B. 1996. Psikologi Perkembangan, Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
(terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Indriana, Y. 2008. Gerontologi Memahami Kehidupan
Usia Lanjut. Semarang: Penerbit Universitas
Diponegoro
Lacey,H.P,Kirstead,T.A (2011).De Biasing The Age-
Happiness Bias:Memory Search Ang Cultural
Expectation In Happiness Judments Across The
Lifespan.journal of happiness studies,10,107-
120
Lyubormrsky,S. Sheldon,K.M.2005.Pursuiting
Happiness:The Architecture Of Sustainable
Change.Review Of General Psychology,2,11-
131.
Linley, Alex and Joseph,A. 2004. Positive Psychology in
Practise. USA: John
Wiley&Sons,Inc.Hoboken, New Jersey
Monks.2006.Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Nurhidayah, S. Agustini,R. 2012. Kebahagiaan
Lansia di Tinjau Dari Dukungan Sosial dan
Spiritualitas Jurnal Soul, Vol .5, No.2
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. 2004.
Human Development. (9thed.) New York: Mc
Graw-Hills Companies, Inc.

72

Anda mungkin juga menyukai