Anda di halaman 1dari 6

USULAN JUDUL PROPOSAL

PENGARUH LATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP HARGA DIRI


REMAJA PADA PANTI

Oleh :

M. FADHIL RASYID ARNAZ

18101050108

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2021/2022
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Menurut WHO (2015) batas usia remaja yaitu 10-20 tahun dengan pembagian remaja awal
10-14 tahun, remaja akhir 15-20 tahun. Masa kritis remaja berada dalam periode fisik, sosial,
psikologis, kognitif serta kemampuan untuk mengekspresikan dan memahami emosi untuk
memberikan pengalaman emosional yang mempengaruhi perilaku (Parasar & Dewangan,
2018). Masa remaja akan menimbulkan perubahan-perubahan fisik yang membentuk konsep
dirinya dan menilai kebermaknaan dirinya dalam kehidupan (Nurliana, 2017).
Masa remaja adalah masa dimana remaja mengambil keputusan tentang
kehidupannya, mulai dari keputusan tentang masa depan, orang-orang yang akan dijadikan
teman, keputusan kuliah dan sebagainya (Santrock, 2019). Masa remaja merupakan segmen
kehidupan penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang
dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Jahja, 2015). Masa remaja
berada dalam status interim yang berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah
pemasakan seksual (pubertas), dan diharapkan remaja mampu melepas status interim supaya
dapat menjadi dewasa yang bertanggung jawab (Fatmawati, 2017).

Menurut Jahja (2015) ada 3 tahap perkembangan pada masa remaja, yaitu masa
remaja pra-remaja, masa remaja madya dan masa remaja akhir. Menurut konopka (dalam
Jahja, 2015) masa remaja meliputi, 1) remaja awal dimulai sekitar umur 12-15 tahun, 2)
remaja madya dimulai sekitar umur 15-18 tahun, dan 3) remaja akhir yang dimulai sekitar
umur 19-22 tahun. Pada fase ini terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial sehingga
penting untuk mendapat perhatian lebih. Perubahan psikologis seperti maturasi dari beberapa
hormon dapat mengakibatkan perubahan suasana hati dan perilaku. Selain itu seiring
bertambahnya usia, psikologis seseorang menjadi lebih sensitif terhadap berbagai stressor
yang diterima. Sehinga remaja lebih mudah mengalami depresi (Praptikaningtyas, Wahyuni,
& Aryani, 2019).
Harga diri rendah muncul akibat dari penilaian internal individu maupun penilaian
eksternal yang negative (Fatah,2018). Harga diri yang tinggi digambarkan dari sifat individu
yang memiliki perasaan penerimaan diri tanpa syarat, meski salah, kalah dan gagal, sebagai
yang berharga dan sifat penting untuk dirinya sendiri. Individu yang memiliki perasaan tidak
berharga, tidak berarti, dan harga diri rendah yang berkepanjangan karena evaluasi negatif
terhadap diri mereka sendiri dan diri mereka sendiri kemampuan merupakan gambaran
seseorang yang memiliki harga diri yang rendah (Pardede dan Laia, 2020).
Di Indonesia banyak ditemukan remaja dengan harga diri rendah . Salah satunya di
Provinsi Sumater Barat, adanya remaja yang berada di panti asuhan yang memiliki harga diri
rendah terutama dari kalangan keluarga yang tidak mampu, yatim piatu dan broken home.
Badan Pusat Statistik (2018) mencatat bahwa remaja dengan gradasi umur 15-20 tahun di
Sumatera Barat berjumlah 3,4 juta jiwa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syawaluddin (2015) dapat diketahui bahwa remaja panti asuhan di Kota Padang yang
mengalami gangguan konsep diri adalah 56,9% perempuan dan 63,5% laki-laki. Berdasarkan
data ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh remaja panti asuhan di Kota Padang
mengalami gangguan konsep diri. Badan Pusat Statistik (2017) mencatat jumlah panti asuhan
di Kota Padang adalah 30 unit.
Self esteem merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu.
setiap orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap dirinya, sehingga seseorang
akan merasakan bahwa dirinya berguna atau berarti bagi orang lain meskipun dirinya
memiliki kelemahan baik secara fisik maupun secara mental. Terpenuhinya keperluan
penghargaan diri akan menghasilkan sikap dan rasa percaya diri, rasa kuat menghadapi sakit,
rasa damai, namun sebaliknya apabila keperluan penghargaan diri ini tidak terpenuhi, maka
akan membuat seseorang individu mempunyai mental yang lemah dan berpikir negatif.
menurut Baron & Byrne (dalam Astutik dkk, 2019) harga diri merupakan objek dari
kesadaran diri, evaluasi diri dan merupakan penentu perilaku Oleh karena itu, perilaku
merupakan indikasi dari harga diri yang bersangkutan karena penghargaan diri akan muncul
dalam perilaku yang dapat diamati. Menurut Schaefer dan Millman (dalam Suhron, 2017)
seseorang yang memiliki self esteem rendah, akan menyebabkan seseorang individu menjadi
tidak optimis.

Departemen Sosial Republik Indonesia menjelaskan bahwa:


“Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada anak telantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak
telantar, memberikan pelayanan pengganti fisik, mental, dan sosial pada anak
asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian
dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta
aktif di dalam bidang pembangunan nasional.”

Kesimpulan dari uraian di atas bahwa panti asuhan merupakan lembaga kesejahteraan
sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan
kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuhnya, sehingga mereka memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan
harapan.
Menurut Reardon et al. (2018) perhatian, bimbingan, dukungan, dan kasih sayang
yang tidak bisa tercurahkan pada satu anak saja, sangat memungkinkan bahwa anak akan
merasa kurang mendapatkan perhatian, dukungan dan kasih sayang dimana 56 % remaja
yang tinggal di panti asuhan menutup diri dan mengalami permasalahan psikologis yang
berujung pada harga diri rendah pada remaja tersebut. Remaja akan menjadi tidak percaya
diri dan merasa malu dengan keadaannya. Pelatihan berpikir positif memfokuskan pada
keadaan diri individu, orang lain maupun lingkungan serta masalah yang dihadapi. Pelatihan
berpikir positif juga berkaitan dengan perhatian positif dan perkataan atau ungkapan-
ungkapan positif. Pelatihan ini diarahkan pada berpikir positif untuk meningkatkan
optimisme pada remaja di panti sosial. Metode yang diberikan berupa psikoedukasi, self
awareness, penghapusan distorsi kognitif (mengenal jenis distorsi kognitif, melawan pikiran
negatif), pengembangan kemampuan melihat sisi positif (harapan baru, adaptasi terhadap
kenyataan), penguatan (teknik afirmasi diri atau verbalisasi yang positif) serta latihan
(Susetyo, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


Latihan berfikir optimis ini dilaksanakan guna untuk para remaja dengan harga diri
rendah di panti asuhan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti memiliki pikiran-pikiran
yang tidak realistis hal ini menyebabkan perasaan negatif yang membuat individu remaja
tersebut berhenti dalam berusaha mencapai tujuan mereka. Terdapat kasus seperti ini di
sebuah panti asuhan di kota Padang

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya adakah Pengaruh Latihan
Berfikir Positif terhadap Harga Diri Remaja di Panti Asuhan
b. Tujuan Khusus
Diketahui adakah Pengaruh Latihan Berfikir Positif terhadap Harga Diri Remaja
di Panti Asuhan?
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada remaja
pada panti asuhan pelatihan berpikir positif untuk meningkatkan harga diri remaja.

b. Bagi Institusi Pendidikan


Penelitian ini diharapkan bisa menambah sumber literatur dalam Ilmu

Keperawatan dan dapat menjadikan acuan melaksanakan latihan befikir positif pada

remaja.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi

peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan, serta dapat menjadi tambahan referensi

bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif Llatihan berpikir Positif
pada remaja. Variabel independen dalam penelitian ini adalah harga diri remaja , sedangkan
variabel dependennya Latihan Berfikir Positif . Penelitian yang dilakukan adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian ini menggunakan desain pelatihan one group pretest-posttest de- sign
yang merupakan bagian dari metode eksperimen yang memiliki pengukuran formal dari suatu
konsep sebelum dan sesudah perlakuan diberikan pada suatu kelompok subjek (Levine dan
Parkinson, 1994). Setelah diperoleh sampel subjek yang akan mengikuti pelatihan, maka di
lakukan pretest kepada subjek dengan memberikan skala harga diri yang telah disiapkan.
Pelatihan lalu diadakan selama lima kali pertemuan dan setelah itu dilakukan posttest dengan
memberikan skala harga diri yang sama dengan yang diberikan ketika pretest.

Anda mungkin juga menyukai