Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Psikologi Udayana Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Edisi Khusus Psikologi Umum, 52-62 ISSN: 2354 5607

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN SELF ESTEEM PADA


REMAJA AKHIR DI KOTA DENPASAR
Anak Agung Gede Ariputra Sancahya dan Luh Kadek Pande Ary Susilawati
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
scy.arie@gmail.com

Abstrak

Perkembangan remaja menuju tahap dewasa selalu berhubungan dengan keluarga di setiap
aspeknya. Salah satu aspek perkembangan remaja adalah self esteem. Self esteem merupakan
salah satu aspek yang mendukung perkembangan remaja agar mampu berkembang optimal dan
menentukan keberhasilan pada masa dewasa. Remaja membutuhkan dukungan dari keluarga
agar mampu mengembangkan self esteem karena keluarga adalah lingkungan sosial pertama
tempat remaja berkembang. Oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan antara
dukungan sosial keluarga dengan self esteem pada remaja di Kota Denpasar.
Metode penelitian ini yaitu korelasi kuantitatif dimana jumlah subjeknya 408 remaja di Kota
Denpasar yang usianya 17-19 tahun. Metode pengumpulan datanya yaitu skala dukungan sosial
keluarga dan skala self esteem. Reliabilitas dukungan sosial keluarga sebesar 0,943 dan
reliabilitas self esteem sebesar 0,940. Normalitas variabel dukungan sosial keluarga sebesar
0,219 dan normalitas variabel self esteem sebesar 0,572. Linearitas antara variabel dukungan
sosial keluarga dan self esteem yaitu 0,000. Koefisien determinasinya (r2) 0,268. Metode
analisis datanya yaitu teknik analisis regresi. Koefisien korelasinya 0,518 dengan probabilitas
0,000. Hal tersebut membuktikan bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga
dengan self esteem pada remaja di Kota Denpasar.

Kata Kunci: Dukungan Sosial Keluarga, self esteem, remaja

Abstract

Adolescent development toward the adult stage is always in touch with the family in every
aspect. One aspect is the development of adolescent self-esteem. Self esteem is one of the
aspects that support the development of adolescents to be able to develop optimally and
determine success in adulthood. Adolescents need the support of the family to be able to
develop self-esteem because the family is the first social environment where adolescents
develop. Therefore, researchers assume that there is a relationship between family social
support with self-esteem in adolescents in the city of Denpasar.
This research method is quantitative correlation where the number of the subject in Denpasar
408 teenagers whose age 17-19 years . Methods of data collection is family social support scale
and the scale of self esteem . Reliability of family social support scale is 0.943 and self esteem
scale reliability is 0.940 . Normality of families social support variable is 0,219 and self-esteem
variables normality is 0.572 . Linearity between family social support variables and self esteem
is 0,000 . The coefficient of determination ( r2 ) 0.268 . Methods of data analysis is a technique
of regression. The correlation coefficient is 0.518 with a probability of 0.000 . It is proved that
there is a correlation between social support families with self-esteem in adolescents in the city
of Denpasar.

Keywords: family social support, self esteem, adolescents

52
A.A. G.A Sancahya dan P.A. Susilawati

LATAR BELAKANG perkembangan dewasa awal berada pada rentang usia 21


sampai dengan 40 tahun (Hurlock, dalam Sarwono 2012).
Cita-cita luhur bangsa Indonesia seperti yang tertulis Ketiga tahap yang menjabarkan usia pemuda, tahap remaja
pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik awal dan remaja akhir merupakan masa yang paling penting
Indonesia tahun 1945, salah satunya adalah memajukan karena remaja pada masa ini mengalami gejolak
kesejahteraan umum. Implikasi dari tujuan tersebut adalah perkembangan yang berpengaruh besar terhadap kematangan
Indonesia mampu mencapai suatu kemajuan. Namun faktanya, psikologis di masa berikutnya (Hall, dalam Sarwono 2012).
Indonesia belum berhasil menjadi salah satu negara maju di Jika pada masa ini remaja gagal menjalankan tugas
dunia, dimana berdasarkan indeks pembangunan manusianya, perkembangannya dengan baik, maka proses perkembangan
Indonesia masih dikategorikan sebagai negara berkembang berikutnya akan terganggu sehingga berakibat kepada kualitas
(UNDP, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih diri individu tersebut (Sarwono, 2012). Begitu pentingnya
harus berjuang agar mampu menjadi negara maju di dunia. peran pemuda bagi sebuah bangsa, dan demi mempersiapkan
Kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh banyak generasi muda yang berkualitas, maka penting untuk
faktor, salah satu faktor penentunya terletak pada generasi mengetahui dan memahami aspek-aspek perkembangan yang
mudanya (Widanarti, 2002). Generasi muda adalah leader of terjadi pada masa remaja
tomorrow, karena di tangan kaum muda nasib sebuah bangsa Periode usia remaja merupakan periode peralihan
dipertaruhkan. Generasi muda yang memiliki semangat dan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana individu
kemampuan untuk membangun bangsa akan mampu harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-
menghasilkan pembangunan dan kemajuan yang memenuhi kanakan. Periode pada masa ini dianggap penting daripada
kepentingan bangsanya (Syam, 2012). beberapa periode lainnya karena berpengaruh langsung
Generasi muda merupakan generasi penerus terhadap sikap dan perilaku. Masa remaja adalah masa yang
kepemimpinan sekaligus agen perubahan dari suatu negara. amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best time and
Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa setiap momentum the worst time (Makmun, 2007).
yang menentukan perjalanan bangsa Indonesia selalu Perkembangan fisik dan perkembangan mental akan
melibatkan peran besar pemuda didalamnya. Momentum berlangsung cepat pada masa remaja (Hurlock, 2002).
pertama yaitu kebangkitan nasional tahun 1908 yang Perkembangan fisik pada remaja ditandai dengan terjadinya
diprakarsai oleh organisasi pemuda Boedi Utomo. Momentum berbagai perubahan yang cepat pada masa remaja antara lain
berikutnya adalah Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yang pertumbuhan tubuh, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi
menjadi momen pemersatuan bangsa, dan selanjutnya dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono,
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Semua 2012). Perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer
peristiwa tersebut melibatkan peran pemuda bangsa. Saat dari pertumbuhan remaja yang kemudian mempengaruhi
terjadi krisis akibat gerakan makar oleh Partai Komunis perkembangan psikologis, sedangkan perubahan psikologis
Indonesia pada tahun 1965, para pemuda juga bangkit muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan fisik itu
melakukan perlawanan dengan mengeluarkan Tritura yang (Sarwono, 2012).
menjadi power pressure bagi pemerintahan orde lama untuk Perubahan psikologis yang terjadi pada masa remaja
melakukan berbagai perubahan. Momentum besar terakhir bisa ditinjau dari lima segi yaitu perkembangan inteligensi,
yang dilakukan generasi muda bangsa adalah saat reformasi perkembangan peran sosial, perkembangan gender,
tahun 1998, dimana para pemuda bersatu dalam perkembangan moral dan religi, serta pembentukan konsep
menggulingkan rezim pemerintahan orde baru yang otoriter diri (Sarwono, 2012).
(Syam, 2012). Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa para Pada masa remaja terjadi pembentukan konsep diri.
pemuda memiliki peran penting dalam kemajuan bangsa Pembentukan konsep diri pada remaja berkaitan dengan proses
Indonesia. yang dialami oleh remaja dalam melewati masa transisi dari
Berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2009, anak-anak menuju dewasa. Terdapat tiga ciri yang
pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki menunjukkan kedewasaan psikologi yang harus dicapai
periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia remaja dalam peralihan peran ini yaitu pemekaran diri sendiri
16 sampai 30 tahun. Jika dikaitkan dengan tahap (extension of the self), kemampuan untuk melihat diri sendiri
perkembangan secara psikologis, maka rentang usia pemuda secara objektif (self objectivication), dan memiliki falsafah
berada dalam tiga tahap perkembangan yaitu masa remaja hidup tertentu (unifying philosophy of life) (Allport, dalam
awal, remaja akhir, dan masa dewasa awal. Tahap Sarwono, 2012). Ciri pertama dari kedewasaan yaitu
perkembangan remaja awal berada di rentang usia 14 sampai pemekaran konsep diri ditandai dengan kemampuan untuk
dengan 17 tahun, tahap perkembangan remaja akhir berada menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari diri
pada rentang usia 17 sampai dengan 21 tahun, dan tahap sendiri. Berkurangnya egoisme (perasaan untuk

53
A.A. G.A Sancahya dan P.A. Susilawati

mementingkan diri sendiri), dan tumbuh perasaan untuk ikut adalah membawa individu menuju optimalisasi pengembangan
memiliki. Ciri kedua dari kedewasaan adalah kemampuan potensi yang dimiliki yang tentunya berujung pada kesuksesan
untuk melihat diri sendiri secara obyektif yang ditandai dan prestasi dalam hidup. Secara singkat, dapat dikatakan
dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri bahwa remaja yang memiliki perasaan dan penilaian diri (self
sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor esteem) yang tinggi akan mengarahkannya pada kesuksesan
(sense of humor) yang termasuk menjadikan diri sendiri dalam hidup.
sebagai sasaran. Ciri berikutnya dari kedewasaan adalah Self esteem sendiri adalah evaluasi yang dilakukan
memiliki falsafah hidup tertentu. Orang yang sudah dewasa individu dan kebiasaan individu memandang diri sendiri,
tahu dengan tepat tempatnya dalam kerangka susunan objek- terutama mengenai sikap penerimaan dan indikasi atas
objek lain dan manusia-manusia lain di dunia. Paham seberapa besar kepercayaan individu terhadap kemampuan,
kedudukan di masyarakat, juga paham bagaimana seharusnya keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Self esteem adalah
bertingkah laku dalam kedudukan tersebut dan berusaha salah satu kebutuhan psikologis yang penting bagi remaja agar
mencari sendiri jalan menuju sasaran yang telah ditetapkannya mampu berkembang menjadi individu yang baik dan unggul
tersebut. serta mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang
Berbagai perubahan-perubahan yang terjadi pada dimilikinya. Dapat dikatakan jika keberhasilan individu dalam
masa remaja menuntut agar individu mampu menyesuaikan hidup salah satu faktornya adalah self esteem (Utari, 2007).
diri dalam mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapinya. Self esteem memiliki dampak positif terhadap
Erikson (dalam Sarwono, 2012) menyatakan bahwa pada usia aktivitas-aktivitas yang dilakukan remaja. Remaja akan
remaja akan terjadi krisis psikososial antara sense of identity mampu menyikapi tantangan, dan berinteraksi dengan orang-
vs. sense of role diffusion. Jika remaja dapat memenuhi orang di sekitarnya. Selain itu self esteem berpengaruh pada
tuntutan dari lingkungan sosialnya dan memperoleh peran prestasi belajar karena self esteem yang rendah dapat
dalam kehidupan sosialnya maka mereka akan menemukan menurunkan motivasi belajar, dan sulit untuk memfokuskan
identitas dirinya. Tapi sebaliknya jika tidak dapat memenuhi pikiran. Sebaliknya, self esteem yang positif akan membangun
tuntutannya maka ia akan berada pada krisis identitas yang pondasi kokoh untuk kesuksesan belajar (Shore, 2007).
berkepanjangan. Krisis identitas yang berkepanjangan ini juga Remaja yang memiliki self esteem yang tinggi akan
disebut sebagai adolescentisme, yaitu individu merasa hidup mampu bertindak mandiri, bertanggungjawab, menghargai
dalam suasana masa remaja meskipun usia kronologis sudah hasil kerja, memiliki tingkat frustasi yang rendah, senang
dewasa (Makmun, 2007). Individu yang mengalami dengan tantangan baru, mampu mengendalikan emosi positif
adolescentisme bisa dikatakan terjebak pada masa remaja dan maupun negatif, dan tidak segan-segan menawarkan bantuan
kesulitan untuk menjadi pribadi yang dewasa. Hal ini tentunya kepada orang lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki tingkat
tidak baik karena akan menghambat potensi-potensi yang self esteem yang rendah akan menolak kehadiran hal baru,
dimiliki individu untuk berkembang meraih sukses dalam merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, lebih sering
hidupnya. menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri, secara
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu emosional merasa berbeda dengan orang lain, tidak mampu
aspek yang berkembang ketika individu mengalami periode mengendalikan tingkat frustasinya, enggan menunjukkan
remaja adalah konsep diri. Konsep diri adalah gambaran bakat dan kemampuannya, dan mudah terpengaruh
mental yang terdiri dari bagaimana individu melihat diri (http://www.childdevelopmentinfo.com/parenting/self_esteem.
sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang diri shtml).
sendiri, dan bagaimana individu menginginkan diri sendiri Self esteem merupakan salah satu aspek yang
sebagaimana yang individu harapkan. Penglihatan individu menentukan keberhasilan remaja dalam berinteraksi dengan
atas diri sendiri disebut gambaran diri (self image), perasaan lingkungan sosialnya. Bagaimana individu berinteraksi dengan
dan penilaian individu atas diri sendiri merupakan harga diri lingkungannya dan bagaimana individu tersebut melakukan
(self esteem) dan harapan individu atas diri sendiri disebut penyesuaian sosial akan dipengaruhi oleh bagaimana individu
cita-cita diri (self ideal) (Calhoun, 1990). Individu yang tersebut menilai keberhargaan dirinya. Individu yang menilai
mampu memenuhi tuntutan yang dihadapi pada masa remaja tinggi keberhargaan dirinya akan merasa puas atas
secara integratif tidak terlepas dari perasaan dan penilaian kemampuan diri dan merasa menerima penghargaan positif
individu atas dirinya sendiri dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan. Hal ini akan menumbuhkan perasaan aman
tersebut. Perasaan dan penilaian diri yang tinggi akan dalam diri individu sehingga memudahkannya ketika
memudahkan individu dalam menyesuaikan diri dalam kondisi menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Self esteem juga
yang sangat sulit sekalipun sehingga individu mampu akan mempengaruhi bagaimana remaja menampilkan potensi
memenuhi tuntutan-tuntutan yang dihadapi pada masa yang dimilikinya sehingga self esteem memiliki peran besar
remajanya dengan baik dan integratif yang implikasinya dalam pencapaian prestasi.

54
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN SELF ESTEEM PADA REMAJA AKHIR

Self esteem individu pada masa remaja memiliki yang mudah bagi anak 11 tahun untuk berjuang sendirian di
hubungan yang besar tehadap kelangsungan individu pada saat kota asing. Baru beberapa pekan, Ronaldo sudah tidak kuat
individu tersebut dewasa. Remaja dengan self esteem yang dan ingin pulang. Gara-gara tiap hari dia diejek sebagai orang
rendah, pada saat dewasa memiliki kecenderungan masalah udik akibat aksen Madeira-nya. Dolores, ibu Ronaldo, segera
kesehatan fisik yang lebih banyak daripada remaja yang terbang ke Lisbon untuk menenangkan anaknya. Dolores
memiliki self esteem yang tinggi (Trzesniewski, 2006). menenangkan anaknya dan menunjukkan dukungan penuh
Remaja dengan self esteem yang rendah akan tumbuh seorang ibu demi cita-cita anaknya, Dolores meninggalkan
dewasa dengan kecenderungan lebih banyak mengalami keluarga kemudian menyewa rumah kecil disamping asrama
masalah kesehatan mental daripada remaja yang memiliki self agar Ronaldo tetap semangat berlatih sepakbola. Dolores
esteem yang tinggi (Trzesniewski, 2006). Remaja dengan self berhasil menjaga Ronaldo tetap pada passion-nya dengan
esteem yang rendah, pada saat dewasa akan berpeluang 1,26 memberikan dukungan yang penuh kepada Ronaldo (Majalah
kali lebih rentan mengalami Major Depresive Disorder. Selain Intisari edisi 598).
itu juga 1,6 kali lebih rentan mengalami Anxiety Disorder. Masih dari bidang olahraga sebuah contoh tentang
Remaja dengan self esteem yang rendah juga berpeluang 1,32 pentingnya dukungan keluarga dapat disimak dari cerita David
kali lebih besar mengalami kecanduan terhadap tembakau Jacobs, seorang atlit tenis meja asal Indonesia. David Jacobs
(rokok) pada saat dewasa dibandingkan dengan remaja yang adalah seorang atlit tenis meja yang sukses di dunia
memiliki self esteem yang tinggi (Trzesniewski, 2006). internasional. Prestasi terbaiknya adalah meraih medali
Remaja dengan self esteem yang rendah, pada saat perunggu pada ajang Paralimpics (Olimpiade khusus atlit
dewasa juga memiliki kecenderungan lebih banyak terlibat difabel) di London pada tahun 2012. David Jacobs lahir
masalah dengan hukum daripada remaja yang memiliki self dengan tangan kanan yang tidak normal. Kondisi tangan
esteem yang tinggi (Trzesniewski, 2006). Remaja dengan self kanannya tersebut dinyatakan oleh dokter sebagai
esteem yang rendah, pada saat dewasa memiliki peluang 1,48 invalid/disabled congenital. Meskipun memiliki kekurangan
kali lebih besar melakukan kejahatan dengan kekerasan, juga sejak lahir tersebut, tidak begitu saja menghambat David
memiliki peluang 1,32 kali lebih besar melakukan bentuk Jacobs berprestasi, hal tersebut dituturkannya karena
kejahatan lainnya dibandingkan dengan remaja yang memiliki dukungan dari keluarganya, khususnya orang tuanya. Pada
self esteem yang tinggi (Trzesniewski, 2006). masa pertumbuhannya, David Jacobs sering menerima sikap
Remaja dengan self esteem yang rendah, pada saat tidak mengenakkan seperti diejek, jadi bahan pembicaraan,
dewasa juga memiliki peluang untuk sejahtera secara ekonomi dan dibanding-bandingkan. Bahkan guru sekolahnya kerap
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan remaja yang memberikan sikap diskriminasi terhadapnya. Namun dengan
memiliki self esteem yang tinggi (Trzesniewski, 2006). dukungan dari orang tuanya, David Jacobs menyatakan tetap
Remaja dengan self esteem yang rendah memiliki peluang bisa tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan mampu
2,13 kali lebih besar untuk tidak melanjutkan pendidikan atau meraih prestasi yang tidak hanya membanggakan dirinya dan
terkena drop out dibandingkan dengan remaja yang memiliki keluarganya, namun juga mengharumkan nama negara di
self esteem yang tinggi. Remaja dengan self esteem yang dunia. David Jacobs memiliki banyak prestasi di bidang tenis
rendah, pada saat dewasa juga memiliki kemungkinan 1,45 meja. Tidak hanya untuk kategori atlit difabel, namun David
kali lebih tinggi untuk menjadi pengangguran jika Jacobs yang pernah turun di kategori atlit normal pun tetap
dibandingkan dengan remaja yang memiliki self esteem yang berprestasi. Ia pernah meraih medali perunggu beberapa kali
tinggi (Trzesniewski, 2006). di ajang SEA Games pada kategori normal, dan juga beberapa
Remaja akan kesulitan mengembangkan self esteem gelar pada ajang prestisius lainnya. Prestasi David Jacobs
dengan baik tanpa ditunjang oleh dukungan dari keluarga. bahkan bisa mengalahkan atlit-atlit yang memiliki badan
Ketika berada pada periode usia remaja yang labil, individu sempurna. Namun prestasi David Jacobs tidak terpaku hanya
membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang-orang pada ranah olahraga, secara akademis pun David Jacobs
disekitarnya, khususnya keluarga, agar individu mampu memiliki prestasi yang membanggakan. Ia adalah seorang
melewati periode remaja dengan berkembang secara baik. sarjana ekonomi dari STIE PERBANAS Jakarta. Menurut
Contoh individu yang sukses berkat dukungan dari David Jacobs, keberhasilan yang ia raih bersumber dari
keluarga bisa disimak pada cerita perjalanan hidup kekuatan yang ia peroleh dari dukungan dan inspirasi dari
pesebakbola paling terkenal saat ini yaitu Cristiano Ronaldo. keluarganya. Sehingga ia selalu bisa bersemangat dalam
Cristiano Ronaldo baru memasuki usia remaja pada saat itu mengejar prestasi ditengah kuatnya rasa minder yang
(11 tahun) dan harus meninggalkan rumahnya di Funchal, membayanginya dahulu.
Pulau Madeira menuju kota Lisbon, Portugal untuk bergabung Contoh lain yang menunjukkan pentingnya dukungan
dengan akademi sepakbola Sporting Lisbon. Selain dibelah keluarga bagi kesuksesan individu dapat dilihat dari cerita
laut, jarak kedua kota tersebut juga 700 km. Tentu bukan hal hidup Jessica Cox, seorang pilot wanita dari Amerika Serikat.

55
A.A. G.A Sancahya dan P.A. Susilawati

Keistimewaan dari Jessica Cox adalah ia tidak memiliki baik serta telah mampu mandiri secara emosi dan kognitif
tangan sejak lahir. Sebuah kelainan yang tidak diketahui sehingga peranan dukungan dan bantuan dari orang lain
penyebabnya oleh dokter manapun. Kondisi tidak normal yang kurang begitu besar. Namun kenyataannya pengaruh
dialami Jessica Cox tentu saja sangat berat untuk dijalani, dukungan dari orang-orang terdekat yaitu keluarga
namun berkat dukungan orangtua dan keluarganya yang tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk self
kenal menyerah Jessica Cox mampu tumbuh menjadi pribadi esteem dalam diri remaja. Adanya dukungan dari keluarga
yang percaya diri dan meraih berbagai prestasi selama akan mempengaruhi evaluasi remaja terhadap keberhargaan
hidupnya. Jessica berhasil menjadi penari ketika umur 14 dirinya sehingga mempengaruhi dirinya dalam
tahun, ia juga berhasil menyandang sabuk hitam dari Federasi mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Perhatian
Taekwondo Internasional. Di bidang akademis Jessica Cox dari keluarga yang tidak penuh akan mengecewakan remaja
juga berhasil meraih gelar dari Fakultas Psikologi Universitas dan mempengaruhi keberhasilan remaja dalam
Arizona. Lalu pencapaian Jessica yang paling terkenal tentu mengembangkan potensinya untuk berprestasi. Kegagalan
menjadi seorang pilot wanita tanpa tangan pertama di dunia. berprestasi menyebabkan munculnya perasaan tidak mampu,
Hal ini juga yang membuat Jessica menerima penghargaan rendah diri, dan menyerah (Hurlock, 2002). Rendahnya
Guinness World Record sebagai orang pertama bersertifikat dukungan dari keluarga juga menyebabkan rendahnya
untuk menerbangkan pesawat dengan kedua kaki dorongan untuk berhasil dan berprestasi akibat perasaan
(www.intisari-online.com). keberhargaan diri yang rendah. Dengan kata lain, remaja
Tiga cerita tadi menunjukkan bahwa pentingnya tersebut memiliki self esteem yang rendah. Remaja yang
dukungan dari keluarga bagi perkembangan remaja. Keluarga mendapat dukungan positif dari keluarga akan memiliki rasa
yang mendukung ibarat penjaga bagi perkembangan remaja keberhargaan diri yang tinggi sehingga mampu
agar berhasil mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik itu
dirinya. akademik maupun potensi yang lainnya. Hal ini tentu berujung
Kenyataan yang sering terjadi adalah dukungan pada prestasi dan keberhasilan yang mampu diraih oleh remaja
keluarga terutama orangtua dan saudara tidak bisa didapatkan tersebut. Dengan kata lain remaja tersebut memiliki self
secara penuh. Kondisi sekarang dimana orangtua sama-sama esteem yang tinggi.
disibukkan oleh pekerjaan-pekerjaan di luar rumah sehingga Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui
menyebabkan interaksi antara orangtua dan remaja menjadi apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan
terbatas. Selain itu hubungan dengan saudara yang tidak self esteem pada remaja akhir di kota Denpasar.
harmonis akan menyebabkan remaja merasa tidak diterima di
dalam keluarga. Kegagalan remaja dalam menyelesaikan METODE
tugas-tugas akan mempengaruhi keyakinan remaja terhadap
keberhargaan dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika Variabel dan definisi operasional
remaja memandang bahwa dirinya memiliki keberhargaan diri Variabel penelitian merupakan segala bentuk hal
yang tinggi maka remaja tersebut mempunyai dorongan yang yang dipelajari oleh peneliti sehingga diperoleh informasi
kuat untuk mencapai sukses, sebaliknya jika remaja merasa mengenai hal-hal yang berkaitan tentang variabel yang ingin
keberhargaan dirinya rendah maka remaja tersebut diketahui tersebut dan kemudian ditarik kesimpulannya
mempunyai dorongan yang rendah atau bahkan tidak memiliki (Sugiyono, 2009). Pada penelitian ini, peneliti menetapkan
dorongan untuk mencapai sukses. dua jenis variabel yaitu, variabel bebas dan variabel
Ketidaktahuan orangtua mengenai perubahan pada tergantung. Variabel bebas merupakan variabel yang sifatnya
anak remajanya dapat menimbulkan bentrokan dan mempengaruhi maupun yang menjadi penyebab timbulnya
kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua. Hal tersebut perubahan dari variabel dependen atau terikat (Sugiyono,
tentunya akan mempersulit remaja dalam melewati tahap 2009). Variabel bebas pada penelitian ini adalah dukungan
perkembangannya dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkan sosial keluarga. Variabel tergantung merupakan variabel yang
berbagai macam gangguan tingkah laku seperti merokok, dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel
penyalahgunaan obat-obat terlarang, pergaulan bebas, bebas (Sugiyono, 2009). Variabel tergantung pada penelitian
kenakalan remaja, atau gangguan mental lainnya. ini adalah self esteem.
Berdasarkan uraian diatas peneliti melihat adanya Definisi operasional dukungan sosial keluarga adalah
ketidaksesuaian antara keadaan ideal dari masa remaja dengan kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian, penghargaan,
kondisi yang sebenarnya dialami remaja, khususnya remaja di maupun bantuan dalam bentuk yang lainnya yang diterima
Indonesia, berkaitan dengan dukungan sosial keluarga dan self individu dari ayah, ibu, ataupun saudara kandung individu
esteem dalam diri remaja. Pada usia remaja, seorang individu tersebut. Bentuk dukungan sosial keluarga dapat terbagi
seharusnya sudah dapat mengembangkan self esteem yang menjadi empat macam bentuk yaitu dukungan emosional,

56
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN SELF ESTEEM PADA REMAJA AKHIR

dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan Denpasar untuk wilayah kecamatan Denpasar Utara, SMA
informasional. Negeri 3 Denpasar untuk wilayah kecamatan Denpasar Timur,
Definisi operasional self esteem merupakan penilaian SMA Negeri 6 Denpasar untuk wilayah kecamatan Denpasar
sebagai seorang yang berharga, menghargai diri sendiri, Selatan, dan SMA Negeri 4 Denpasar untuk wilayah
sebagai apa dia sekarang ini, tidak menganggap remeh apa kecamatan Denpasar Barat.
yang dilakukan serta adanya perasaan positif terhadap diri.
Dimensi dari self esteem terbagi menjadi tiga dimensi yaitu Alat ukur
performance self esteem, social self esteem, dan physical self
esteem. Pada pengukuran variabel bebas, peneliti
menggunakan kuisioner dukungan sosial keluarga yang
Responden diadaptasi dari teori dukungan sosial keluarga Sarafino (2002).
Kuisioner terdiri dari 48 aitem pernyataan yang terdiri dari 24
Populasi merupakan seluruh objek atau variabel yang aitem favorable dan 24 aitem unfavorable. Kuisioner
terkait masalah penelitian (Sugiyono, 2009). Populasi dalam menggunakan Skala Likert, dimana terdapat empat pilihan
penelitian ini adalah seluruh remaja akhir yang ada di kota jawaban. Untuk aitem favorable yaitu Sangat Setuju (SS)
Denpasar. dengan nilai 4, Setuju (S) dengan nilai 3, Tidak Setuju (TS)
Penelitian ini menggunakan teknik Stratified Random dengan nilai 2, Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1.
Sampling. Teknik Simple Stratified Random Sampling Untuk aitem unfavorable yaitu Sangat Setuju (SS) dengan
mensyaratkan jumlah unit dalam tiap strata adalah sama, dan nilai 1, Setuju (S) dengan nilai 2, Tidak Setuju (TS) dengan
juga jumlah unit dari tiap strata dalam sampel juga sama. nilai 3, Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 4.
Dalam strata harus homogen dan antara strata yang satu
dengan strata yang lain harus jelas perbedaannya, sehingga Variabel tergantung pada penelitian ini adalah self
tidak ada keraguan kedudukan sebuah unit populasi dalam esteem sehingga untuk mengukur peneliti menggunakan
strata (Zainuddin, 2000). Atau dengan kata lain banyaknya kuisioner self esteem yang diadaptasi dari teori self esteem
subjek dalam setiap subkelompok atau strata harus diketahui Heatherton (2003). Kuisioner terdiri dari 54 aitem pernyataan
perbandingannya lebih dahulu. Kemudian ditentukan yang terdiri dari 27 aitem favorable dan 27 aitem unfavorable.
persentase besarnya sampel dari keseluruhan populasi. Kuisioner ini menggunakan Skala Likert, dimana akan
Persentase atau proporsi ini lalu diterapkan dalam disediakan empat pilihan jawaban. Untuk aitem favorable
pengambilan sampel bagi setiap subkelompok atau stratanya yaitu Sangat Setuju (SS) dengan nilai 4, Setuju (S) dengan
(Azwar, 2013). nilai 3, Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2, dan Sangat Tidak
Di Kotamadya Denpasar terdapat empat kecamatan Setuju (STS) dengan nilai 1. Untuk aitem unfavorable yaitu
yaitu Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Barat, dan Sangat Setuju (SS) dengan nilai 1, Setuju (S) dengan nilai 2,
Denpasar Selatan. Pada masing-masing kecamatan tersebut Tidak Setuju (TS) dengan nilai 3, dan Sangat Tidak Setuju
terdapat sekolah menengah atas (SMA). Peneliti mengambil (STS) dengan nilai 4.
sampel dari sebuah sekolah dari masing-masing kecamatan
tersebut. Metode pengumpulan data
Berdasarkan data dari Badan Pusat Stastistik Bali
tahun 2010, jumlah remaja akhir (17-19 tahun) di kota Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan
Denpasar berjumlah 38769 orang. Dari data tersebut dapat surat permohonan ijin penelitian pada tiap sekolah yang
dilihat bahwa populasi remaja akhir di kota Denpasar menjadi sasaran penelitian. Setelah surat permohonan ijin
berjumlah 38769 orang. Dari hasil perhitungan rumus diterima, peneliti akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu
pendugaan proporsi populasi (Sugiyono, 2009), didapatkan pada tiap-tiap wali kelas untuk mempermudah pendekatan
jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu kepada calon subjek. Peneliti mengenalkan diri terlebih
395,92. Angka ini kemudian dibulatkan menjadi 396 orang dahulu, menyampaikan maksud dan tujuan penelitian serta
sampel. Jadi, untuk penelitian ini dibutuhkan sampel minimal meminta kesediaan kepada siswa untuk menjadi subjek.
396 orang agar hasil penelitian merepresentasikan populasi Apabila bersedia, selanjutnya akan dipersilahkan
penelitian ini. menandatangani lembar persetujuan. Metode pengambilan
data adalah menggunakan kuisioner skala dukungan sosial
Tempat penelitian keluarga, kemudian setelah itu responden akan mengisi
kuisioner skala self esteem. Rancangan penelitian yang
Peneliti memilih sekolah di setiap kecamatan sebagai digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan
tempat pengambilan data penelitian yaitu SMA Negeri 1 cross-sectional, dimana pengukuran data variabel bebas dan

57
A.A. G.A Sancahya dan P.A. Susilawati

tergantung hanya satu kali pada satu saat. Pada penelitian ini, dibantu dengan perangkat lunak SPSS 17 dengan
peneliti hanya mengumpulkan data-data yang terkait masalah menggunakan Formula Alpha dari Cronbach.
penelitian. Uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas
dan uji linearitas. Uji asumsi dilakukan sebagai syarat sebelum
Teknik analisis data melanjutkan ke analisis parametrik.
Uji normalitas dilakukan untuk melihat
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai penyimpangan frekuensi observasi distribusi gejala yang
arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur diteliti dari frekuensi teoritik kurva normal, atau untuk
dalam melakukan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur mengetahui normal atau tidaknya sebaran skor variabel
yang akurat dan tepat sesuai dengan tujuan pengukuran dukungan sosial keluarga dan variabel self esteem. Uji
tersebut (Azwar, 2010). Validitas mempunyai makna normalitas sebaran data penelitian akan menggunakan teknik
kecermatan pada sebuah pengukuran. Hal tersebut Kolmogorov-Smirnov. Data dalam penelitian dapat dikatakan
direpresentasikan dengan tidak hanya menampilkan data berdistribusi normal apabila memiliki nilai p > 0,05
secara tepat, melainkan alat ukur harus dapat memperlihatkan (Sugiyono, 2010).
gambaran yang cermat dari suatu data. Cermat memiliki Uji linearitas dilakukan dengan tujuan untuk
makna yakni data yang ditampilkan dapat memberikan mengetahui apakah secara signifikan dua variabel mempunyai
penjelasan sampai yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan hubungan yang linear atau tidak (Sugiyono, 2010). Sebelum
antara satu subjek dengan subjek yang lainnya. melanjutkan ke uji analisis korelasi ataupun regresi linier, uji
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis pengukuran linearitas merupakan syarat untuk memenuhi prosedur statistik
validitas, yaitu validitas konstruk dan validitas isi. Validitas tersebut. Dua variabel dapat dikatakan memiliki hubungan
konstruk tersebut menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur linear apabila taraf signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05
mampu mengukur trait atau konstruk teoritik yang akan diukur (p<0,05) (Sunyoto, 2011).
peneliti (Azwar, 2010). Suatu aitem dapat dikatakan valid Analisis data merupakan suatu cara yang digunakan
apabila skor corrected total item correlation lebih besar untuk mengolah data yang diperoleh sehingga didapatkan
daripada 0,30 (Azwar, 2012). Validitas isi menunjukkan suatu kesimpulan (Azwar, 2010). Metode analisis data yang
sejauhmana suatu aitem-aitem pada alat ukur dapat digunakan adalah analisis statistik dan untuk menganalisis
mencerminkan keseluruhan konten atau kawasan isi yang data penelitian yang telah diperoleh menggunakan analisis
hendak diukur secara komprehensif, relevan dan tidak keluar regresi sederhana dengan program analisis statistik komputer
dari batasan tujuan pengukuran. Pengukuran terhadap validitas yaitu Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17.
isi dilakukan dengan teknik professional judgement yang Metode analisis regresi sederhana digunakan untuk
dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi dan penyesuaian menentukan bentuk hubungan antara dukungan sosial keluarga
aitem-aitem dalam alat ukur tersebut dengan cetak biru (blue terhadap self esteem. Selain itu metode ini digunakan untuk
print) atau indikator perilaku yang hendak diukur (Azwar, memprediksi variasi yang terjadi pada variabel tergantung,
2010). serta bertujuan untuk mengukur besarnya sumbangan efektif
Reliabilitas memiliki makna yang erat dengan yang dapat diberikan oleh variabel dukungan sosial keluarga
keakuratan ataupun ketepatan suatu alat ukur untuk melakukan terhadap self esteem pada remaja akhir di kota Denpasar.
suatu proses pengukuran (Azwar, 2010). Reliabilitas memiliki Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
beberapa nama lain seperti konsistensi, kestabilan dan variabel dukungan sosial keluarga dengan self esteem.
sebagainya, akan tetapi reliabilitas mempunyai makna inti Analisis regresi sederhana didasarkan pada hubungan
yang terkandung yaitu kemampuan suatu alat ukur dapat fungsional ataupun kausal satu variabel bebas dan satu
diandalkan dalam proses pengukuran. Konteks reliabilitas variabel tergantung (Sugiyono, 2009).
sebagai alat ukur sangat erat kaitannya dengan permasalahan
(error) pengukuran. Hal tersebut merajuk pada suatu HASIL PENELITIAN
inkonsistensi hasil pengukuran apabila dilakukan pada
kelompok subjek yang sama. Maka dari itu, walaupun alat Hasil dari pengujian analisis validitas aitem skala
ukur sebelumnya telah digunakan dalam sebuah penelitian, dukungan sosial keluarga didapatkan hasil korelasi antara
masih tetap perlu dilakukan komputasi koefisien reliabilitas skor-skor aitem dengan skor total yang mana nilai korelasi
(Azwar, 2010). Wells & Wollack (dalam Azwar, 2012) pada skala tersebut adalah berkisar antara 0,322 sampai
menetapkan suatu alat ukur dinyatakan cermat melakukan dengan 0,663. Dari 48 aitem, tidak terdapat aitem yang gugur
pengukuran bila memiliki koefisien reliabilitas setidaknya atau semua aitem valid pada skala dukungan sosial keluarga
0,80. Oleh karena itu maka dalam penelitian ini, standar dengan koefisien validitas berkisar dari skor 0,322 sampai
koefisien yang ditetapkan 0,80. Pada penelitian ini, komputasi dengan 0,663. Dari hasil pengujian reliabilitas skala dukungan

58
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN SELF ESTEEM PADA REMAJA AKHIR

sosial keluarga pada uji coba diperoleh koefisien alfa (α) pada melakukan analisis parametrik yaitu uji korelasi dan regresi
skala dukungan sosial keluarga adalah 0,943, hal tersebut linier.
menunjukkan bahwa alat ukur dukungan sosial keluarga yang
telah diuji tersebut layak digunakan sebagai alat ukur.
Koefisien alfa (α) sebesar 0,943 ini juga menunjukkan bahwa
skala ini mampu mencerminkan 94,3% variasi yang terjadi
pada skor murni subjek yang bersangkutan, sehingga dapat
digunakan untuk mengukur atribut dukungan sosial keluarga
pada remaja. Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa t hitung
Hasil dari pengujian validitas aitem skala self esteem lebih besar dari t tabel (12,199 > 1,960) yang berarti hipotesis
didapatkan hasil korelasi antara skor-skor aitem dengan skor dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan signifikan
total yang mana nilai korelasi pada skala tersebut adalah dan positif antara dukungan sosial keluarga dengan self
berkisar antara 0,311 sampai dengan 0,575. Dari 54 aitem, esteem pada remaja akhir di kota Denpasar.
tidak terdapat aitem yang gugur atau semua aitem valid pada Tabel diatas juga menunjukkan besarnya nilai
skala dukungan sosial keluarga dengan koefisien validitas konstanta dan variabel bebas yaitu dukungan sosial keluarga
berkisar dari skor 0,311 sampai dengan 0,575. Dari hasil untuk memprediksi variasi yang terjadi pada variabel
pengujian reliabilitas skala self esteem pada uji coba diperoleh tergantung yaitu self esteem remaja melalui persamaan garis
koefisien alfa (α) pada skala self esteem adalah 0,940, hal regresi. Berdasarkan tabel diatas, persamaan garis regresi
tersebut menunjukkan bahwa alat ukur self esteem yang telah untuk penelitian ini adalah Y = 76,193 + 0,509X, yang berarti
diuji tersebut layak digunakan sebagai alat ukur. Koefisien kenaikan dari dukungan sosial keluarga akan diikuti oleh
alfa (α) sebesar 0,940 ini juga menunjukkan bahwa skala ini kenaikan self esteem sebesar 0,509.
mampu mencerminkan 94,0% variasi yang terjadi pada skor
murni subjek yang bersangkutan, sehingga dapat digunakan
untuk mengukur atribut self esteem pada remaja.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
regresi linier sederhana dalam pengujian hipotesis yang telah
diajukan sebelumnya. Maka sebelum dilakukan analisis data, Analisis kategorisasi pada skala dukungan sosial
penting untuk dilakukan uji normalitas dan uji linearitas keluarga menunjukkan bahwa subjek yang termasuk dalam
sebagai syarat dalam penggunaan analisis regresi. kategori rendah ada 0,5 %, kategori sedang ada 17,2 %, dan
Hasil uji normalitas penelitian ini bahwa variabel ketegori tinggi 82,4 %.
dukungan sosial keluarga dalam penelitian ini mempunyai
distribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari uji normalitas
pada variabel dukungan sosial keluarga yang menghasilkan
koefisien Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,051 dengan
P=0,219 (p>0,05). Pada variabel self esteem juga mempunyai
distribusi data normal. Hal tersebut dapat dilihat dari uji PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
normalitas pada variabel self esteem menghasilkan koefisien
Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,783 dengan P=0,572 Dalam penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis
(p>0,05). Setelah melihat dari uji normalitas, dapat diketahui dari peneliti yang menyatakan terdapat hubungan antara
bahwa kedua sebaran kedua data, baik dari variabel dukungan dukungan sosial keluarga terhadap self esteem pada remaja
sosial keluarga dan variabel self esteem memiliki signifikansi akhir di kota Denpasar. Untuk menguji hipotesis tersebut,
(P) lebih besar dari 0,05. Melihat hasil tersebut, maka dapat peneliti melakukan analisis statistik dengan menggunakan
dinyatakan bahwa data penelitian ini memiliki distribusi teknik regresi linier sederhana.
normal. Data yang memiliki distribusi normal telah memenuhi Melalui analisis tersebut diperoleh hasil berupa
syarat analisis parametrik dan dapat dilanjutkan ke tahap koefisien korelasi (r) antara variabel dukungan sosial keluarga
selanjutnya. dan variabel self esteem sebesar 0,518 dengan angka
Hasil uji linearitas antara variabel dukungan sosial probabilitas sebesar 0,000 (p<0,01). Angka tersebut berarti
keluarga dengan self esteem menunjukkan bahwa ada bahwa kedua variabel tersebut saling berkorelasi positif secara
hubungan yang linear. Hal itu ditunjukkan dari p=0,000 atau signifikan, artinya jika terjadi peningkatan pada variabel
memiliki taraf signifikansi untuk linearitas lebih kecil dari dukungan sosial keluarga maka akan terjadi peningkatan juga
0,05 (p<0,05). Data yang linear telah memenuhi syarat untuk terhadap variabel self esteem. Hasil penelitian diatas sejalan
dengan hasil penelitian dari Felson & Zielinski (dalam Lestari,

59
A.A. G.A Sancahya dan P.A. Susilawati

2012) yang mengungkapkan bahwa dukungan keluarga Pada deskripsi data penelitian tampak bahwa variabel
berdampak positif terhadap self esteem pada remaja. dukungan sosial keluarga diperoleh mean teoritis sebesar 120
Dukungan keluarga mencerminkan keluarga tanggap atas dan mean empiris sebesar 159,566. Hal ini menunjukkan
kebutuhan remaja dan ini merupakan hal yang penting bagi bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat
remaja. Dukungan keluarga membuat remaja merasa nyaman dukungan sosial keluarga yang tinggi (mean teoritis < mean
terhadap kehadiran keluarga dan menegaskan dalam benak empiris). Demikian juga untuk variabel self esteem, memiliki
remaja bahwa dirinya diterima dan diakui sebagai individu. mean teoritis 135 dan mean empiris 157,444 sehingga dapat
Dukungan sosial keluarga adalah keberadaan disimpulkan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini
keluarga yang bisa diandalkan untuk dimintai bantuan, memiliki self esteem yang tinggi pula (mean teoritis < mean
dorongan, dan penerimaan apabila individu mengalami empiris). Melalui uraian hasil deskripsi data penelitian,
kesulitan (Johnson & Johnson, 1991). Tersedianya dukungan tampak bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki dukungan
sosial keluarga memberikan pengalaman kepada individu sosial keluarga dan self esteem yang tinggi.
bahwa dirinya diperhatikan, dihargai, dipenuhi kebutuhannya Dari hasil kategorisasi pada skala dukungan sosial
dan diberi bimbingan. Kepedulian, perhatian dan afeksi yang keluarga menunjukkan bahwa subjek yang termasuk dalam
diterima individu melalui dukungan sosial keluarga adalah kategori tinggi ada 336 orang (82,4%), kategori sedang ada 70
salah satu sumber self esteem (Coopersmith, 1967). orang (17,2%), dan kategori rendah ada 2 orang (0,5%).
Pada masa remaja, remaja secara sadar ataupun tidak Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa remaja di kota
sadar menginginkan hubungan yang kuat dengan orang tua Denpasar yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki
dan saudara-saudaranya (Cohen and Willis, dalam Baldwin & tingkat dukungan sosial keluarga yang tinggi. Kategorisasi
Hoffmann, 2002). Sejalan dengan teori perkembangan self skor subjek pada skala self esteem menunjukkan bahwa subjek
esteem, hubungan keluarga yang kuat berpengaruh secara yang termasuk dalam kategori tinggi ada 163 orang (40%),
positif terhadap self esteem individu sepanjang waktu. Remaja kategori sedang ada 244 (59,8%), dan kategori skor rendah
dengan dukungan sosial keluarga yang tidak memadai ada 1 orang (0,2%). Hal ini menunjukkan bahwa remaja di
cenderung rentan terhadap masalah kesehatan mental, kota Denpasar yang menjadi subjek dalam penelitian ini
terbelakang perkembangan sosialnya, dan rendahnya memiliki self esteem yang sedang. Dukungan sosial keluarga
kesejahteraan pribadinya. Remaja dengan hubungan keluarga pada penelitian ini menunjukkan bahwa subjek memiliki
yang lemah tidak mampu mengatasi stres secara efektif dan dukungan sosial keluargayang tinggi, sementara self esteem
hal tersebut menyebabkan self esteem yang rendah. Meskipun subjek tergolong sedang. Hal ini tidak terlalu masalah karena
hubungan keluarga (termasuk dukungan sosial keluarga) pada dasarnya, tingkat self esteem yang tinggi dan tingkat self
belum tentu dibutuhkan dalam menghadapi stres, namun esteem yang sedang hampir identik. Perbedaan antara tingkat
secara sederhana dapat dikatakan bahwa remaja dengan self esteem tinggi dan tingkat self esteem sedang terletak pada
hubungan keluarga yang kuat memiliki self esteem yang lebih ketergantungan terhadap penerimaan sosial individu. Individu
tinggi daripada remaja dengan hubungan keluarga yang lemah yang memiliki tingkat self esteem sedang membutuhkan
(Baldwin & Hoffmann, 2002). Korelasi positif yang penerimaan sosial yang lebih dibandingkan dengan individu
didapatkan dalam penelitian ini antara dukungan sosial yang memiliki self esteem yang tinggi. Oleh karena itu,
keluarga terhadap self esteem pada remaja menunjukkan individu dengan self esteem yang sedang lebih aktif mencari
bahwa teori-teori tersebut sejalan dengan kenyataannya. penerimaan sosial daripada individu dengan self esteem yang
Dalam penelitian ini dapat diketahui nilai koefisien tinggi. Selebihnya, pada individu dengan tingkat self esteem
determinasi (r2) sebesar 0,268, nilai ini memiliki arti bahwa yang tinggi maupun sedang, mengandung nilai-nilai positif
sumbangan variabel dukungan sosial keluarga terhadap yang hampir sama (Coopersmith, 1967).
variabel self esteem pada remaja di kota Denpasar yaitu Dengan demikian, setelah melalui prosedur penelitian
sebesar 26,8%. Sedangkan 73,2% dipengaruhi oleh faktor lain dan analisis data yang sesuai, hasil penelitian ini menunjukkan
di luar variabel dukungan sosial keluarga.Menurut bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial
Coopersmith (1967) faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluarga terhadap self esteem remaja akhir di kota Denpasar,
self esteem yaitu faktor-faktor lain seperti pengalaman, nilai yang ditunjukkan dengan nilai t hitung lebih besar dari nilai t
dan aspirasi, kemampuan bertahan dari seorang individu, dan tabel (12,199 > 1,960) yang berarti hipotesis dalam penelitian
faktor significant others dalam kehidupan remaja. Faktor ini diterima, yaitu ada hubungan signifikan antara dukungan
significant others yang dimaksud disini yaitu lingkungan sosial keluarga dengan self esteem pada remaja akhir di kota
teman sebaya (peers) dari remaja tersebut. Peran peers dalam Denpasar.
bentuk penghargaan, penerimaan, dan perhatian berpengaruh Saran praktis yang dapat dipertimbangkan
pada self esteem remaja. berdasarkan hasil penelitian ini yaitu keluarga diharapkan
memberikan dukungan sosial kepada remaja agar memiliki

60
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN SELF ESTEEM PADA REMAJA AKHIR

self esteem yang tinggi dalam perkembangannya, dan dalam Centi, P.J. 1995. Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: Kanisius.
menghadapi perkembangan remaja, keluarga diharapkan
memiliki sumber referensi yang mampu mengawal Coopersmith, S. 1967. The Antecedents of Self Esteem. San
Fransisco : W.H. Freeman.Company.
perkembangan dan mengedukasi remaja agar bertumbuh
kembang secara optimal. Duffy, K. G. & F. Y. Wong. 2003. Community Psychology
Saran bagi peneliti selanjutnya yang dapat dipertimbangkan (3rd edition). United states of America: Pearson
berdasarkan hasil penelitian ini yaitu, pertama mengacu pada Education, Inc.
nilai koefisien determinasi sebesar 0,268 yang berarti bahwa
sumbangan yang diberikan oleh variabel dukungan sosial Harlyan, L. I. 2012. Uji Hipotesis. Departemen Sumber Daya
keluarga terhadap variabel self esteem yaitu sebesar 26,8% Perikanan Universitas Brawijaya. Akses:23 April
2013,
dan selebihnya 73,2% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
http://ledhyane.lecture.ub.ac.id/files/2012/11/PE
diteliti dalam penelitian ini. Maka disarankan kepada peneliti NGUJIAN-HIPOTESIS.pdf
selanjutnya yang meneliti topik yang berhubungan dengan self
esteem agar mengkaji faktor-faktor lain seperti pengaruh Hasan, Iqbal. 2005. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik
significant others (terutama kelompok teman sebaya), Inferensif). Jakarta: Bumi Aksara.
pengalaman kesuksesan, nilai dan aspirasi, dan kemampuan
bertahan dari seorang individu. Kedua, berdasarkan hasil Heatherton, Todd F., dan Carrie L. Wyland. 2003. Positive
Psychological Assesment: A Handbook of
kategorisasi subjek pada skala dukungan sosial keluarga,
Models and Measures.Washington, DC, US:
subjek dominan berada pada kategori tinggi (82,4%), American Psychological Association
sedangkan pada self esteem subjek dominan berada pada
kategori sedang (59,8%). Hasil tersebut jika disesuaikan Hurlock, E. B. 2002. Psikologi Perkembangan, Suatu
dengan hasil korelasi yakni jika subjek dalam penelitian Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
memiliki tingkat dukungan sosial keluarga yang tinggi maka Jakarta: Airlangga.
diikuti dengan tingkat self esteem yang tinggi tidak terpenuhi
Johnson. D. W, Johnson F. (1991). Joining Together. Group
oleh subjek penelitian. Perbedaan tersebut tidak begitu and Group Skill. Fouth Edition. Englewood
signifikan namun tetap menjadi keterbatasan dalam penelitian Cliffts. Prentice Hall Inc.
ini karena hal tersebut belum dapat diketahui penyebabnya.
Oleh sebab itu bagi peneliti selanjutnya dapat dilakukan Kail, R.V. & Cavanaugh, J.C. 2000. Human Development: A
pengkajian lebih mendalam mengapa pada dukungan sosial Life Span View (2nd ed.). Canada: Wadsworth
remaja yang cenderung tinggi diikuti dengan self esteem &Thompson Learning.
remaja yang cenderung sedang
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan
Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Kencana Prenada Media Group.

Azwar, S. 2010. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Majalah Intisari edisi 598. Berjuang Dari Titik Nol. Jakarta:
Pustaka Belajar. Gramedia Majalah

Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Makmun, Abin Syamsudin. 2007. Psikologi Kependidikan,
Pustaka Pelajar. Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Azwar, S. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Orford, J. 1992. Community Psychology: Theory and Practice.
England: John Wiley & Sons.
Baldwin, Scott A., & John P. Hoffmann. 2002. The Dynamic
of Self Esteem. Journal of Youth and Papalia, Diane E., Sally Wendkos Olds, & Ruth Duskin
Adolescence, Vol. 21, No. 2, April 2002 by Feldman. 2009. Human Development, edisi 10,
Kluwer Academic Publishers. buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Baron, R. A & Bryne, D. 2000. Psikologi Sosial. Alih Bahasa: Santrock, J. W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja).
Michael Adriyanto. Jakarta: Raja Grafindo. Terjemahan oleh Soedjarwo. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Calhoun, J.F. Acocella, J.R. 1990. Psikologi tentang
Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Alih Sarafino, E.P . 2002. Health Psychology: Biopsychosocial
bahasa: Satmoko: IKIP Semarang Press. Interaction (4th ed.). New York: John Wiley.

61
A.A. G.A Sancahya dan P.A. Susilawati

Sarwono, Sarlito W. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta:


Rajawali Press.

Shore, Kenneth. 2007. The Student with Low Self Esteem


Available at: http://www.education-
world.com/a_curr/shore/shore059.shtml (Diakses
1 Maret 2013)

Sugiyono. 2009. MetodelogiPenelitian Bisnis. Bandung: CV


Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV


Alfabeta.

Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis.


Yogyakarta: CAPS.

Suryabrata, Sumadi. 1999. Pengembangan Alat Ukur


Psikologis. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Surono, Agus. 2012. Pilot Wanita Tanpa Tangan.


www.intisari-online.com diakses pada 27 Juni
2013

Syam, Nur. 2012. Peran Generasi Muda Bagi Bangsanya


Available at: http://nursyam.sunan-
ampel.ac.id/?p=115 (Diakses 16 Maret 2013).

Trzesniewski, Kali H., M. Brent Donnellan, Terrie E. Moffitt,


Richard W. Robins, Richie Poulton, &
Avshalom Caspi. 2006. Low Self Esteem During
Adolescence Predicts Poor health, Criminal
behavior, and Limited Economic Prospects
During Adulthood. Journal of developmental
Psychology Vol. 42, No. 2, 381-390. Copyright
2006 by the American Psychological
Association.

United Nation Development Program (UNDP). 2011. Human


Development Report 2011 Sustainability and
Equity: A Better Future for All Available at:
http://hdr.undp.org/en/reports/global/hdr2011/
(Diakses 16 Maret 2011)

Utari, Rahmania. 2007. Upaya Sekolah Dalam Pembentukan


Self Esteem Siswa Melalui Pembelajaran.
Dinamika pendidikan No.1 /Th. XIV/Mei 2007.

Widanarti, Niken, dan Aisah Indati. 2002. Hubungan Antara


Dukungan Sosial Keluarga Dengan Self-Efficacy
pada Remaja di SMU Negeri 9 Yogyakarta.
Yogyakarta: Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi
UGM No.2, 112-123.

Zainuddin, M. 2000. Metodelogi Penelitian. Diktat

62

Anda mungkin juga menyukai