Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929

Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA


TERHADAP PERKEMBANGAN MENTAL REMAJA
Alma Amarthatia Azzahra1, Hanifiyatus Shamhah2, Nadira Putri Kowara3,
Meilanny Budiarti Santoso4
1,2,3
Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran
4
Pusat Studi CSR, Kewirausahaan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, Universitas Padjadjaran

alma20001@mail.unpad.ac.id1, hani20006@mail.unpad.ac.id2, nadira20001@mail.unpad.ac.id3,


meilanny.budiarti@unpad.ac.id4

ABSTRAK

Pola asuh orang tua adalah salah satu aspek yang penting untuk perkembangan anak. Terlebih lagi
pada masa remaja yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, di
mana terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada masa remaja mulai dari perubahan fisik, sosial
serta perkembangan mental. Dengan adanya segala perubahan ini menyebabkan remaja sulit untuk
mengendalikan emosi serta berperilaku yang sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Pola asuh
orang tua juga menjadi salah satu pengaruh dalam proses perubahan-perubahan yang dialami remaja
serta bagaimana remaja bersikap serta berperilaku di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak di usia remaja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur dengan mengumpulkan sumber data dari
berbagai kajian ilmiah yang berhubungan dengan pola asuh orang tua serta perkembangan mental anak
di usia remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan serta dampak
antara pola asuh orang tua dengan perkembangan mental anak di usia remaja.

Kata Kunci: Remaja, pola asuh orang tua, perkembangan mental

ABSTRACT

Parenting is one of the important aspects for child development. Especially in the adolescence stage
which is a period of transition from children to adults. There are several changes that occur during
adolescence ranging from physical, social, and mental changes. With all these changes, it is difficult
for teenagers to control their emotions dan behave in accordance with the norms that exist in society.
Parenting styles also one of the influences in the process of change experienced by adolescents and
how adolescents behave in society. This study aims to determine whether there is a relationship
between parenting and adolescence development. This study uses a literature study approach, in
which the authors have to collect data sources from various scientific studies related to parenting and
the mental development of adolescence. The results showed that there is a correlation or a
relationship between parenting and mental development of adolescence.

Keyword: adolescence, parenting styles, mental development

PENDAHULUAN dalam diri individu baik yang terlihat maupun


tidak terlihat. Menurut (Gunardi, 2010), aspek
Masa remaja merupakan masa dimana perkembangan mental dan emosi remaja yang
seseorang mengalami perkembangan diri merupakan generasi penerus bangsa perlu
karena pada masa ini remaja bertransisi dari diperhatikan. Kematangan mental emosional,
anak-anak menuju dewasa. Perkembangan sosial, dan fisik merupakan arti luas dari usia
yang terjadi pada masa remaja ini akan remaja Hurlock (1997). Santrock (2007) dan
menuntunnya kepada perubahan-perubahan Hurlock (2000) mengatakan bahwa masa

461
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

remaja merupakan masa peralihan Masa remaja adalah masa di mana


perkembangan antara kanak-kanak dengan seseorang mengalami perubahan besar dalam
masa dewasa dimana pada masa ini akan lekat dirinya, sehingga memiliki kerumitan yang
dengan beberapa perubahan, seperti perubahan cukup tinggi dalam dirinya. Menurut Calon
biologis, kognitif, dan emosional yang (Monks, dkk 1994) sifat peralihan ditunjukkan
nantinya akan memiliki masalahnya sendiri pada masa remaja karena mereka belum
pada setiap periode perubahannya. mendapatkan status dewasa, namun sudah
Perkembangan biologis remaja terlepas dari status anak. Ada banyak remaja
cenderung akan melihatkan perubahan yang yang sudah merasa cukup dewasa dan
signifikan pada fisiknya yang ditandai dengan cenderung tidak ingin diperlakukan seperti
terjadinya pubertas dan pertumbuhan fisik. anak-anak. Wahyuningrum (2013)
Berdasarkan pendapat oleh beberapa ahli, menjelaskan banyaknya perubahan dalam diri
batasan usia pada remaja dapat dikategorikan remaja membuat remaja mengalami tekanan.
untuk perkembangan fisik remaja. Menurut Individu pada masa remaja cenderung masih
Neil J. Salkind (2006), remaja dengan usia (10- mencari-cari jati dirinya dan masih meraba
14 tahun) mulai mengalami masa pubertas. perubahan yang terjadi pada hidupnya seperti
Menurut Hartini (2017), di masa ini beberapa perubahan fisik dan mentalnya. Remaja yang
remaja mengalami perubahan signifikan pada tidak mampu menyesuaikan diri dengan
semua domain fungsi termasuk mental. perubahan yang terjadi akan membuat dirinya
Kemudian, menurut Wulandari (2014) pada menjadi labil dan mengalami kesulitan. Di sisi
usia 11-14 tahun yang merupakan fase remaja lain, remaja diharapkan dapat menyesuaikan
awal, karakteristik seks sekunder mulai diri dengan berbagai perubahan yang terjadi,
nampak pada fisik mereka. Karakteristik seks dapat menjalankan tugas perkembangannya
sekunder ini pada tahap remaja akhir (14-17 agar tidak mengalami permasalahan dalam
tahun) mulai tercapai dengan baik, hingga pada kehidupan sosialnya, sukses menentukan tugas
usia 17-20 tahun (remaja akhir), struktur dan perkembangan untuk periode kehidupan
pertumbuhan reproduktif hampir komplit dan selanjutnya, dan dengan demikian, akan
secara fisik remaja telah matang. Sedangkan menjadikan remaja memperoleh kebahagiaan
secara kognitif, Baumeister & Boden (1998) (Saputro, 2018).
menyatakan bahwa faktor kognitif akan Namun pada kenyataannya, seseorang
berkaitan dengan kesadaran pada proses-proses bisa saja mengalami ketidakseimbangan emosi
seseorang menggunakan pikiran dan seperti yang dikatakan oleh Hurlock (2002).
pengetahuannya dalam memperoleh suatu cara Terdapat sepuluh emosi dasar manusia; rasa
atau strategi yang tepat yang sudah dipikirkan bersalah, jijik, malu, marah, muak, takut,
sebelumnya. sedih, tertarik, bahagia, dan heran atau kagum
Pada masa remaja, psikologis individu menurut (Izard & Buechler dalam Ilmiah,
juga mengalami perubahan yang cenderung 1999). Individu yang memasuki usia remaja
kompleks. Secara psikologis, masa remaja umumnya memiliki emosi yang kuat, tidak
adalah usia ketika individu bergabung dengan stabil, dan seakan tidak rasional, sehingga
masyarakat dewasa, usia ketika anak tidak lagi dalam memutuskan sesuatu pun memerlukan
merasa di bawah tingkat orang-orang yang banyak pertimbangan. Gessel (dalam Yusuf,
lebih tua, akan tetapi berada pada tingkatan 2000) mengatakan bahwa remaja yang berusia
yang sama, sekurang-kurangnya dalam 14 tahun terkadang mudah terangsang, mudah
masalah hak (Piaget, dalam Hurlock, 1997). marah, emosinya sering “meledak”, dan tidak
Perkembangan psikologi pada remaja berusaha untuk mengendalikan diri, sehingga
merupakan salah satu aspek perkembangan sangat menonjol dalam aspek emosi.
yang di dalamnya terdapat perkembangan Berdasarkan pendapat para ahli, remaja
emosional dan sosial, moral, serta kognitif. digambarkan sebagai periode “badai dan
Perkembangan psikososial pada remaja perlu tekanan” (storm and stress).
mendapatkan perhatian karena hal ini didasari Pada aspek perkembangan emosi,
oleh masalah yang sering dialami remaja yang Damayanti (2011) menjelaskan bahwa masalah
diakibatkan hubungan sosialnya di sekolah mental emosional pada remaja terbagi menjadi
ataupun lingkungannya (Pangaribuan et., al, dua, yaitu eksternalisasi dan internalisasi.
2019). Gambaran untuk masalah mental internalisasi
yang muncul adalah seperti merasa bingung,
462
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

cemas, temperamen, pesimistis, khawatir perilaku yang berkembang seiring dengan


berlebihan, pelaku menarik diri dari perkembangan mental adalah perilaku disiplin.
lingkungan, dan kesulitan menjalin hubungan Yang mana perilaku ini juga ditentukan oleh
dengan teman sebaya. Haryanti, et al. (2016) pola asuh yang diberikan oleh orang tua.
mengungkapkan bahwa gambaran masalah Keluarga terutama orang tua memiliki
mental emosional eksternalisasi, tergambar peran yang cukup penting dalam tumbuh
dalam kondisi seperti ketidakmampuan dalam kembang anak termasuk pada perkembangan
pemecahan masalah, perilaku bertentangan mentalnya. Stadler (2010) melakukan
berupa tidak suka ditegur, gangguan perhatian, penelitian yang menghasilkan bahwa terdapat
hiperaktivitas, dan umumnya muncul perilaku hubungan mengenai pola asuh orang tua
agresi. Usia remaja cenderung mudah dengan kesehatan mental dan perilaku pada
tersinggung dan mudah marah pada hal-hal anak di Jerman seperti masalah hubungan
kecil, sehingga seringkali pada akhirnya dengan teman sebaya. Menurut Stadler, remaja
berujung pada konflik. Emosi yang yang berusia sekitar 15-18 tahun memiliki
mendominasi pada suatu keadaan tertentu akan risiko yang tinggi dalam mengalami masalah
menuntun seseorang dalam menentukan kesehatan mental jika dukungan dari orang tua
tindakannya. mereka rendah terhadap perkembangannya.
Dalam menghadapi perubahan atau Sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk
konflik yang dialami, remaja perlu mengajarkan hal-hal baik dan memberikan hal
mengendalikan emosinya. Pengendalian emosi yang positif untuk anak dari kecil hingga masa
adalah usaha yang dikeluarkan individu dalam remaja sebelum mereka akhirnya fokus kepada
mengatur dan menguasai emosi (Chaplin, kehidupan masing-masing. Menurut
2003). Kemudian, menurut pendapat Goleman Donaldson (1990), kewajiban untuk memupuk
(2006) mengenai pengendalian emosi bahwa nilai-nilai pada anak-anak adalah peran dan
hal ini merupakan suatu usaha dalam menahan bantuan orang tua yang tampak dalam cara
diri, mengendalikan diri, serta pola asuh orang tua. Salah satu hal penting
mengekspresikan emosi kedalam bentuk yang dalam tumbuh kembang anak adalah pola asuh
rasional sehingga dapat diterima di orang tua yang merupakan perlakuan untuk
masyarakat. Ketika remaja tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup anak, memberikan
mengendalikan emosi yang sudah menguasai perlindungan kepada anak, serta mendidik
dirinya, maka akan mengakibatkan remaja anak melalui interaksi antar orang tua dan
tersebut mengalami gangguan dalam anak. Orang tua tentu memiliki pemikirannya
penyelesaian masalah yang dihadapinya dan tersendiri mengenai pola asuh yang tepat untuk
hal ini berlaku sebaliknya. Remaja dengan diterapkan kepada sang anak terutama di masa
pengendalian diri yang baik dapat membuat remaja. Tentu pola asuh yang diberikan oleh
dirinya dapat mencapai perkembangan orang tua berbeda pada masing-masing
kepribadian yang optimal (Abbas, 1980). keluarga karena adanya perbedaan latar
Penting bagi remaja untuk dapat belakang, nilai yang dianut, budaya, dan lain
mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan sebagainya. Pola asuh yang diberikan oleh
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya orang tua dapat berbentuk sikap, perilaku, atau
karena apabila remaja mengalami kesulitan tutur kata.
dalam menghadapi sesuatu, hal ini akan Menurut Supandi & Hartono (2019)
berpengaruh terhadap perkembangan pola asuh adalah sebuah proses membimbing,
mentalnya. mendisiplinkan, mendidik serta melindungi
Tidak hanya pengendalian emosi, anak agar meraih suatu kedewasaan yang
aspek lainnya yang terdapat dalam sesuai dengan norma yang berlaku di
perkembangan mental adalah perkembangan masyarakat. Sementara Aisyah (2010)
perilaku moral seseorang. Perilaku moral berpendapat bahwa pola asuh orang tua adalah
merupakan perilaku yang sesuai dengan norma suatu jalinan antar orang tua dan anak selama
yang berlaku di masyarakat serta kelompok adanya kegiatan pengasuhan. Pola asuh orang
sosial. Seiring berjalannya waktu, moralitas tua dapat berubah seiring dengan perubahan
pada remaja mulai terbentuk berdasarkan pola situasi. Bun et al. (2020) juga menjelaskan
asuh yang diberikan oleh orang tua kerena bahwa pola asuh merupakan interaksi antara
pendidikan utama berasal dari lingkungan orang tua dengan anak yang bertujuan untuk
keluarga terutama orang tua. Salah satu memenuhi kebutuhan anak, membimbing
463
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

anak, serta menanamkan nilai-nilai akan menentukan pola perilaku remaja di masa
kedisiplinan baik untuk tingkah laku anak mendatang.
maupun pengetahuan anak agar anak dapat Di sisi lain, sangat disayangkan masih
bertumbuh kembang secara optimal dengan banyak orang tua yang belum memahami dan
penguatan yang telah diberikan oleh orang tua. memperhatikan bahwa pengasuhan yang
Yusuf (dalam Fellasari & Lestari, 2016) diberikan oleh orang tua terhadap anaknya
mengemukakan bahwa secara umum terdapat akan berdampak pada perkembangan mental
tiga jenis pola asuh, yaitu pola asuh otoriter, anak. Masyarakat masih cenderung tidak
permisif, serta demokratis. Hal ini sejalan peduli dengan pola asuh yang mereka terapkan
dengan pendapat Hurlock (1999) yang pada anaknya, seperti pada penelitian yang
membagi pola asuh orang tua ke dalam tiga dilakukan oleh Ariasti dkk (2013).
macam, yaitu pola asuh permisif, otoriter, serta Artikel ini disusun dengan tujuan
demokratis. untuk mengungkap bagaimana pengaruh pola
Menurut Baumrind (1971) dalam asuh yang dilakukan oleh orang tua beserta
Santrock (2007) menjalankan bahwa dalam dampaknya terhadap perkembangan mental
kehidupan sehari-hari, banyak orang tua yang remaja, sehingga diperoleh gambaran hal-hal
mencampurkan jenis pola asuh yang ada. penting apa yang harus dilakukan oleh orang
Namun, salah satu diantaranya akan nampak tua agar dapat membentuk perkembangan
menonjol dibandingkan dengan pola asuh mental remaja yang baik.
lainnya dan hal ini bersifat hampir stabil
seiring berjalannya waktu. Setiap pola asuh METODE
yang dominan dilakukan oleh orang tua akan
menghasilkan karakter yang berbeda-beda bagi Alwasilah (2009) mengungkapkan
anak yang bersangkutan dan akan berpengaruh bahwa “metode penelitian merupakan alat atau
pula terhadap perkembangan mental dari anak cara untuk menjawab pertanyaan penelitian”,
tersebut. Berdasarkan penelitian yang sedangkan menurut Arikunto (2010)
dilakukan oleh Devita (2020) ditemukan mengatakan bahwa metode penelitian adalah
bahwa pola asuh orang tua baik otoriter, “cara yang digunakan oleh peneliti dalam
demokratis, maupun permisif berpengaruh mengumpulkan data penelitiannya”. Oleh
terhadap perkembangan mental emosional karena itu, metode penelitian merupakan cara
anak. Disebutkan pada penelitian ini bahwa atau alat yang digunakan oleh peneliti untuk
pola asuh otoriter dan demokratis dapat menjawab serangkaian pertanyaan yang
diterapkan dan dipertahankan oleh orang tua dirumuskan. Dalam menyusun artikel ini,
agar anak remajanya terhindar dari masalah penulis menggunakan teknik studi literatur
mental emosional. Kemudian, orang tua dapat sebagai pendekatan yang dilakukan untuk
meminimalisir penggunaan pola asuh permisif mencari berbagai referensi yang relevan
karena kecenderungan orang tua dengan tidak dengan permasalahan yang menjadi topik
menegur atau memperingatkan anak dapat permasalahan.
berisiko terhadap remaja untuk mengalami Zed (2008) mengatakan bahwa metode
masalah mental emosional. penelitian studi literatur adalah sebuah
Dalam memberikan pengasuhan rangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
kepada anak, setiap keluarga memiliki pola metode pengumpulan data pustaka, membaca,
asuh yang berbeda-beda dan masing-masing mencatat serta, mengolah sebuah bahan
pola asuh yang dilakukan oleh orang tua penelitian. Menurut Danial & Warsinah, studi
memiliki kelebihan dan kekurangannya literatur merupakan sebuah penelitian yang
tersendiri. Namun demikian, apapun pola asuh dilakukan dengan cara mengumpulkan
yang dilakukan oleh orang tua kepada anak sejumlah tulisan yang berkaitan dengan
usia remaja, maka hal itu akan mempengaruhi masalah dan tujuan dari penelitian yang mana
perkembangan mental dari remaja tersebut. dalam penelitian ini sendiri dilakukan untuk
Pola asuh orang tua menjadi dasar yang sangat mengetahui hubungan antara pola asuh orang
penting terhadap perkembangan mental remaja tua dengan perkembangan mental remaja.
karena pengasuhan yang baik oleh orang tua Pembahasan utama pada penelitian ini adalah
akan sangat diperlukan untuk membentuk bahwa pola asuh orang tua menjadi salah satu
perkembangan mental yang juga baik pada hal penting dalam perkembangan mental anak
remaja. Hal ini dikarenakan mentalitas remaja remajanya. Pola asuh orang tua yang
464
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

merupakan perlakuan untuk memenuhi menurut pendapat Guerra, Williamson, dan


kebutuhan hidup anak, memberikan Molina (2012) bahwa usia remaja berada pada
perlindungan kepada anak, serta mendidik kisaran usia 11-18 tahun. Kemudian, ada
anak melalui interaksi antar orang tua dan anak pendapat oleh Santrock (2003) yang
dapat secara langsung membentuk karakter menyebutkan bahwa usia remaja adalah ketika
mental remaja. Orang tua tentu memiliki 10 hingga 13 tahun dan selesai sekitar usia 18
pemikirannya tersendiri mengenai pola asuh hingga 22 tahun. Kemudian, Sarwono (2006)
yang tepat untuk diterapkan kepada sang anak mengemukakan bahwa batasan usia untuk
terutama di masa remaja. Untuk memperoleh remaja masyarakat Indonesia adalah mereka
data-data yang diperlukan, kami berusia 11 sampai 24 tahun dan belum
mengumpulkan berbagai literatur ilmiah, menikah (Winurini, 2019). Lalu, (Haditono,
seperti jurnal ilmiah, artikel, serta hasil 2004) mengungkapkan bahwa usia remaja
penelirian sebelumnya yang serupa terkait adalah di antara 12-21 tahun dengan detailnya
dengan pola asuh orang tua serta hubungannya bahwa 12-15 tahun merupakan remaja awal,
dengan perkembanagn mental remaja. 15-18 tahun yaitu remaja pertengahan, dan 18-
Pengkajian literatur untuk kepentingan 21 yaitu remaja akhir. Meskipun terdapat
dalam penelitian ini adalah literatur teknis, perbedaan pendapat mengenai batasan usia ini,
dimana literatur teknis merupakan laporan remaja akan tetap mengalami perubahan dan
mengenai kajian penelitian dan karya tulis perkembangan baik dari aspek fisik,
profesional dalam bentuk sebuah makalah. psikologis, emosional, atau sosialnya. (Sawyer
Studi literatur juga dapat menjadi sebuah et al., 2012) berpendapat bahwa terdapat tiga
masukan untuk menjelaskan sebuah masalah tahap perkembangan dalam remaja, yaitu:
yang akan diteliti serta memberikan latar 1) Remaja awal atau yang biasa disebut
belakang mengenai pentingnya penelitian dengan istilah early adolescence,
tentang hubungan pola asuh orang tua dengan batasan usianya adalah sekitar 10
perkembangan mentak remaja. hingga 14 tahun. Pada early
Teknik pengumpulan data studi adolescence ini, remaja cukup asing
literatur yang kami lakukan adalah, dengan perubahan yang terjadi pada
pemeriksaan kembali data yang diperoleh dari psikis, tubuh, dan faktor-faktor lain
sumber, seperti kelengkapan, dan kejelasan yang menyebabkan perubahan
makna lalu mengorganisir data yang telah tersebut. Tahapan ini akan membuat
diperoleh dengan kerangka yang diperlukan, remaja cenderung mudah terangsang
terakhir melakukan sebuah analisis mengenai secara erotis karena tertarik pada
hasil pengorganisasian data berdasarkan lawan jenisnya tetapi masih belum
kaidah, teori, dan metode sehingga memikirkan masa depannya.
ditemukannya sebuah kesimpulan yang 2) Remaja akhir atau yang biasa disebut
merupakan hasil dari penelitian ini. Setiap dengan istilah asingnya yaitu adalah
jurnal yang menjadi acuan berdasarkan late adolescence. Pada masa remaja
kriteria, dapat dibuat sebuah kesimpulan yang akhir ini rentang usianya adalah sekitar
menggambarkan Pengaruh Pola Asuh Orang 15-19 tahun dimana pada tahapan ini
Tua terhadap Perkembangan Mental Remaja. pertumbuhan remaja perempuan mulai
Setelah hasil penelitian dari berbagai acuan melambat, namun untuk remaja laki-
literatur telah dikumpulkan, maka selanjutnya laki pertumbuhannya masih berlanjut.
melakukan analisa dalam bentuk pembahasan. Late adolescence adalah masa
peralihan remaja menuju dewasa yang
ditandai dengan sifat egois demi
HASIL DAN PEMBAHASAN memperdulikan diri sendiri dan
mengejar pengalaman baru. Remaja
1. Batasan Umur serta Pengertian Remaja biasanya sudah berpikir matang dalam
mengambil keputusan dimana pada
Para ahli mengungkapkan pendapat tahapan ini identitas emosionalnya
yang berbeda-beda mengenai batasan usia sudah mulai terbentuk. Menurut Yulia
remaja. Menurut Papalia, Old, dan Feldman dkk (2018), tugas perkembangan
(2009), batas usia remaja berawal dari usia 11 remaja akhir yang harus dicapai adalah
atau 12 tahun sampai usia 20an. Selain itu, untuk dapat menerima kondisi fisiknya
465
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

dan memanfaatkannya sebaik memperkenalkan nilai, norma, dan aturan


mungkin, menerima hubungan yang kepada anak remajanya dan mengarahkan
lebih matang dengan teman sebaya dan mereka dalam berperilaku.
jenis kelamin manapun, dan menerima Kemudian, perkembangan mental anak
kedudukan gendernya masing-masing. disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
3) Dewasa awal atau young adulthood internal yang terjadi dalam diri anak yang
memiliki rentang usia 20-24 tahun. melibatkan hormon dan genetika serta faktor
Kemampuan untuk mengendalikan eksternal yang meliputi lingkungan, asupan
emosi, memikirkan ide dari awal nutrisi, dan kasih sayang baik dari keluarga
hingga akhir, dan peduli terhadap maupun orang disekitarnya (Nursalam,
kesehatannya merupakan perwujudan 2005). Melalui hal ini, dapat diketahui bahwa
dari masa dewasa awal. secara internal, perkembangan mental anak
akan lekat dengan karakteristik anak tersebut.
Melalui batasan-batasan usia yang Sedangkan secara eksternal, perkembangan
dikemukakan oleh para ahli untuk remaja, mental anak secara tidak langsung terbentuk
dapat diketahui bahwa remaja dapat dibagi lagi sebagaimana perlakuan lingkungan terhadap
ke dalam beberapa kategori. Pada penelitian dirinya. Menurut Darsono (2008) mengenai
ini, makna dari remaja tidak terbatas pada perkembangan mental seorang anak bahwa hal
kategori tertentu, melainkan semua kategori ini dipengaruhi oleh keadaan fisik sesuai usia,
usia termasuk bagian dari artikel ini. Seperti pendidikan yang diterima baik formal maupun
pendapat oleh Sarwono (2006) yang dapat non formal atau pola asuh di rumah dan
merangkum pendapat para ahli mengenai keadaan lingkungan sosial budayanya.
batasan usia remaja bahwa untuk remaja
masyarakat Indonesia adalah mereka yang 3. Pengertian Pola Asuh
berusia 11 sampai 24 tahun dan belum
menikah (Winurini, 2019). Berdasarkan pengertian oleh Sears
(dalam Krisnawati, 1996), pola asuh anak
2. Perkembangan Mental Pada Remaja adalah hubungan orang tua dengan anaknya
yang mengikutsertakan nilai, sikap, dan
Menurut (Nursidik, 2008), kepercayaan orang tua dalam merawat
perkembangan mental merupakan anaknya. Hal ini kemudian didukung oleh
bertambahnya kemampuan merasakan, Kohn (dalam Setiawati, 1987) yang
memikirkan dan melakukan beberapa situasi mengungkapkan bahwa pola asuh adalah
kehidupan dan meningkatnya kemampuan bagaimana cara orang tua bersikap dalam
untuk memandang diri sendiri dan orang lain. berhubungan dengan anaknya. Sikap-sikap ini
Oleh karena itu, pada perkembangan mental ini dapat terlihat dalam beberapa aspek, seperti
terdapat nilai-nilai abstrak yang berkaitan cara orang tua memberikan hadiah, hukuman,
dengan benar atau salah dan baik atau buruk. dan peraturan, dan bagaimana orang tua
Semakin remaja mengalami perkembangan menunjukkan kekuasaannya dan mengasihi
diri, maka remaja juga mulai akan mengenali dan merespon keinginan-keinginan anak.
nilai-nilai tersebut seperti nilai apa yang dapat Santrock (2002) menyatakan bahwa
dibilang baik dan nilai apa yang buruk. secara garis besar, terdapat tiga pola asuh
Perkembangan mental pada masa dalam masyarakat dalam mendidik anak. Pola
remaja akan menentukan bagaimana sikap, asuh otoriter adalah pola asuh yang
nilai, dan perilaku yang akan dilakukan remaja menggambarkan bagaimana orang tua secara
tersebut di masa depan. Perkembangan mental penuh memerintah kehidupan seorang anak.
pada masa remaja dapat terbilang rentan dan Kemudian, pola asuh permisif merupakan pola
harus ditangani secara khusus karena asuh yang memberikan kebebasan kepada
pembentukan mental pada remaja harus anak-anaknya dalam bertingkah laku, dan pola
diperhatikan pada masa kanak-kanak awal. asuh demokratis yang memberi batasan-
Mengenai hal ini, menurut (Rasjidi, 2009), batasan kebebasan dan tanggung jawab.
keluarga memiliki kehadiran yang sangat Adawiyah (2017) menyatakan bahwa
penting karena dipandang sebagai sumber pola asuh permisif merupakan pola asuh ketika
utama dalam proses sosialisasi. Keluarga akan orang tua sangat memberikan kebebasan
menjadi pihak yang pertama kali kepada anak untuk melakukan hal apapun
466
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

tanpa mempertanyakan mengenai alasan boleh dibantah. Paud (2020) mengemukakan


mengapa anak tersebut mengambil keputusan bahwa pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri,
atau berperilaku seperti itu. Pola asuh permisif seperti orang tua yang bertindak tegas, orang
tidak memiliki peraturan ketat yang diberikan tua suka menghukum anak, kurangnya kasih
serta kurangnya dalam bimbingan orang tua sayang yang diberikan oleh orang tua kepada
kepada anak. Hal ini menyebabkan tidak anak, kurangnya rasa simpatik terhadap anak,
adanya pengendalian terhadap anak serta tidak cenderung memaksa anak untuk selalu patuh
ada tuntutan yang diberikan oleh orang tua kepada orang tua, serta mengekang keinginan
kepada anak. Mengenai hal pengambilan anak.
keputusan, anak diberikan hak penuh untuk Berdasarkan pemaparan di atas dapat
memilih keputusannya sendiri tanpa campur disimpulkan bahwa pola asuh otoriter
tangan serta pertimbangan orang tua serta anak merupakan pola asuh yang memaksakan
dapat berperilaku sesuka mereka tanpa adanya kehendak orang tua kepada anak, mengekang
kontrol dari orang tua. kebebasan anak, serta anak tidak
Mardatilah (2015) menyatakan bahwa diperbolehkan untuk berpendapat. Pola asuh
dalam pola asuh permisif, orang tua ini merupakan pola asuh yang keras karena
memberikan penerimaan serta kehangatan mungkin saja dapat merenggut kebebasan anak
yang sangat besar kepada anak mereka. Akan untuk berpikir, berpendapat, serta mengambil
tetapi, kehangatan ini cenderung memanjakan keputusan. Pola asuh orang tua juga cenderung
anak. Hoskins (2014) juga menyatakan bahwa mencerminkan sebuah perilaku yang
pola asuh permisif merupakan sebuah pola diskriminatif terhadap anak. Dalam pola asuh
asuh di mana orang tua tidak pernah ini cenderung menggunakan kekerasan baik
memberikan aturan atau pengarahan kepada verbal maupun non verbal agar anak dapat
anak. Ia juga berpendapat bahwa pola asuh mengikuti segala perintah atau aturan yang
permisif merupakan pola asuh yang cenderung telah dibuat oleh orang tua.
memberikan kebebasan kepada anak untuk Pola asuh selanjutnya adalah pola asuh
berperilaku sesuai dengan keinginannya tanpa demokratis. Ayun (2017) menyatakan bahwa
memperdulikan mengenai norma yang ada di dalam pola asuh demokratis, orang tua
masyarakat. Dari sini dapat ditarik kesimpulan memberikan pengakuan terhadap kemampuan
bahwa pola asuh permisif adalah pola asuh anak, serta anak diberi kesempatan untuk
yang mana orang tua memberikan seluruh belajar mandiri dan tidak selalu bergantung
tanggung jawab, pilihan , serta memberikan kepada orang tua. Dalam pola asuh ini, orang
kebebasan yang sangat besar kepada anak. tua memberikan sedikit kebebasan kepada
Orang tua tidak memberikan aturan atau anak untuk dapat memilih apa yang terbaik
bimbingan yang baik kepada anak mengenai untuk dirinya. Orang tua juga memberikan
aspek-aspek dalam kehidupan yang sesuai kebebasan kepada anak untuk mengungkapkan
dengan norma-norma yang berlaku baik itu pendapatnya. Anak juga dilibatkan dalam
norma agama maupun norma sosial dan lain pembicaraan yang menyangkut mengenai
sebagainya. Anak dibiarkan sesuka hati dalam pilihan dalam kehidupan anak itu sendiri.
menjalankan hidupnya tanpa tau mana yang Dalam pola asuh ini anak diajarkan untuk
benar dan mana yang salah. melakukan kontrol internal yang ada dalam
Selanjutnya pola asuh otoriter. dirinya sehingga sedikit demi sedikit dapat
Gunarsa (2002) berpendapat bahwa pola asuh bertanggung jawab akan pilihannya dan
otoriter merupakan sebuah pola asuh yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
mana orang tua menerapkan batasan-batasan Zahara (2017) menyatakan bahwa pola
serta aturan yang mutlak kepada anak dan anak asuh demokratis tetap menetapkan suatu aturan
tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat atau tuntutan tetapi masih sesuai dengan
serta jika anak tidak mematuhi aturan serta kematangan. Orang tua juga tetap memberikan
batasan yang berlaku maka orang tua akan suatu batasan-batasan yang wajar kepada anak
memberikan hukuman kepada anak. Selain itu, dan menuntut anak agar tetap mematuhinya.
Baumrind dalam buku Santrock (2002) Dalam pola asuh ini juga orang tua
menyatakan pola asuh otoriter adalah pola memberikan kasih sayang serta kehangatan
pengasuhan yang menuntut anak untuk selalu kepada anak, mendengarkan keluh kesah anak
mengikuti aturan secara kaku dan semua dengan sabar serta anak diajak untuk
aturan yang ditetapkan oleh orang tua tidak berdiskusi dan diberikan kesempatan untuk
467
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

ikut serta dalam pengambilan keputusan yang semata-mata menjadi bantuan bagi anak
menyangkut tentang hidupnya. Orang tua yang remajanya untuk dapat memiliki
menerapkan pola asuh demokratis cenderung perkembangan mental yang stabil disaat
mengawasi serta menerapkan norma-norma mereka masih mencari jati dirinya masing-
yang jelas untuk tingkah laku, orang tua juga masing (Rerung, 2021)
bersifat tidak mencampuri atau membatasi Garvin (2017: 35) dalam penelitiannya
anak dan cenderung memberikan kebebasan mengungkapkan bahwa sebanyak 24.50% atau
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sebanyak 37 orang partisipan dalam penelitian
anak. Disiplin yang digunakan juga tidak ini memiliki kecenderungan delinkuensi yang
menggunakan kekerasan melainkan pemberian cenderung rendah, sebesar 50.33% atau
dukungan kepada anak. Pola asuh ini juga sebanyak 76 orang partisipan lainnya
memberikan batasan area dimana anak dapat menunjukkan kecenderungan perilaku
memperoleh pengetahuan dan juga dapat delinkuensi yang tergolong sedang, serta
bersikap tegas kepada anak jika anak melawan 25.17% partisipan lainnya atau 38 orang
orang tua cenderung memiliki perilaku delinkuensi yang
Pola asuh demokratis dapat tergolong tinggi. Perilaku delinkuensi yang
disimpulkan sebagai pola asuh yang terjadi pada remaja adalah perilaku yang
memberikan kebebasan kepada anak untuk menyimpang dari norma, aturan, serta nilai
berdiskusi, mengungkapkan apa yang ia yang terdapat di masyarakat serta berkaitan
rasakan, serta mengambil keputusan. Akan dengan norma-norma hukum pidana. Hal ini
tetapi, tetap dibarengi dengan pemberian termasuk ke dalam perkembangan mental
norma-norma yang berlaku sesuai dengan usia remaja jika dikaitkan. Di mana perkembangan
anak. Pemberian afeksi serta kasih sayang juga mental seorang remaja dinilai dari bagaimana
banyak didapat melalui pola asuh ini. Dalam mereka bersikap serta berperilaku yang
pola asuh ini terdapat hubungan dua arah yang dilakukan. Dalam penelitian ini juga
seimbang antara orang tua dengan anak disebutkan bahwa terdapat hubungan yang
sehingga tidak condong kepada salah satu negatif antara pola asuh authoritative atau juga
pihak saja. dapat disebut sebagai pola asuh demokratis
dengan perilaku delinkuensi remaja. Sementara
4. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dua pola asuh lainnya, yaitu otoriter
Terhadap Perkembangan Mental (authoritarian) dan permisif tidak memiliki
Remaja hubungan yang signifikan dengan perilaku
delinkuensi remaja.
Teori psikososial oleh Erikson pada tahap Devita (2020: 508) menjelaskan dalam
remaja dengan usia 14-18 tahun menyatakan penelitiannya mengenai hubungan pola asuh
bahwa fase ini menggambarkan bagaimana orang tua dengan masalah mental emosional
remaja dibebaskkan oleh lingkungan sosialnya remaja, bahwa terdapat hubungan antara pola
untuk mencoba berbagai identitas. Remaja asuh otoriter, permisif, serta demokratis
pada fase ini mencoba berbagai kepribadian dengan dengan mental emosional remaja. Pola
dan peran untuk menemukan jati dirinya, asuh otoriter, memiliki hubungan dengan
prestasi, identitas seksual, budaya, fisik, minat, perilaku seksual berisiko remaja di mana
dan yang lainnya. Pencarian jati diri yang remaja dengan pola asuh otoriter mempunyai
terjadi pada usia remaja seringkali membuat peluang sebesar 3,258 kali untuk berperilaku
mereka menghadapi masalah-masalah atau seksual beresiko. Fuad (2010) juga
tanggung jawab yang berat secara psikis berpendapat bahwa pola asuh otoriter tidak
karena mereka belum cukup matang. Fase ini memberikan efek yang baik terhadap perilaku
juga akan membuat remaja ingin mengeksplor anak di masa remaja. Hal ini berarti bahwa
banyak hal, namun di satu sisi, hal tersebut pola asuh otoriter memberikan pengaruh dalam
juga akan menempatkan remaja kepada proses perkembangan mental remaja untuk
masalah-masalah tertentu. Ketika hal ini berpikir, berperilaku, serta menilai baik
terjadi, peran keluarga khususnya orang tua buruknya sesuatu.
menjadi sangat penting untuk dapat menemani Dalam penelitian tersebut juga
anak remajanya melalui masa yang sulit agar dijelaskan bahwa pola asuh demokratis juga
remaja tersebut tidak terganggu secara mental. memiliki hubungan dengan mental emosional
Pengasuhan yang diberikan oleh orang tua remaja. Sejalan dengan penelitian Kharie
468
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

(2014) yang menunjukkan masalah mengenai menyatakan bahwa sang ibu selalu menuruti
perilaku merokok remaja yang diasuh dengan kemauannya baik itu positif maupun tidak dan
pola demokratis. Dari sini dapat dipahami sang ayah tidak peduli terhadap apa yang
bahwa pola asuh orang tua yang demokratis dilakukan oleh klien. Dapat disimpulkan
juga berpengaruh terhadap perkembangan bahwa orang tua klien menggunakan pola asuh
mental anak dalam berperilaku serta bersikap. permisif. Dari adanya pola asuh ini, klien
Sebab remaja yang merokok cenderung meniru merasa sulit untuk memahami norma serta
perilaku orang tua mereka yang juga merokok nilai dan perilaku yang ada di masyarakat.
di rumah serta menurut Hoskins (2014) Terlebih lagi, hal ini juga membuat klien untuk
berpendapat bahwa orang tua yang berperilaku semena-mena. Jadi perkembangan
menggunakan pola asuh demokratis mental klien dalam penilaian benar dan salah,
menunjukkan pemantauan yang tinggi ketika berperilaku, sera berpikir juga ditentukan oleh
anak mereka masih kecil tetapi berkurang pola asuh yang diberikan.
ketika anak mereka sudah beranjak dewasa. Pola asuh orang tua tentu menjadi
Untuk pola asuh permisif juga salah satu faktor utama yang dapat membentuk
memiliki hubungan dengan mental emosional karakter anak serta berpengaruh terhadap
remaja di mana pola asuh ini memberikan perkembangan mental anak tentang bagaimana
dampak yang tidak baik untuk perkembangan anak menilai salah atau benar, bagaimana anak
remaja baik itu perkembangan emosional berperilaku yang sesuai dengan norma dan
maupun psikososial. Sebab dalam pola asuh ini aturan, serta bagaimana anak memandang
orang tua cenderung memberikan kebebasan dirinya sendiri serta orang lain. Adanya
kepada anak untuk bersikap serta berperilaku perkembangan mental yang terjadi dalam diri
dan tidak memberikan teguran ketika anak seorang anak juga ditentukan oleh
melakukan sebuah kesalahan. perkembangan emosional, psikis atau mental
Pada penelitian lain yang dilakukan anak. Terutama saat di usia remaja yang
oleh Vera Fitriana dkk (2019: 102) yang merupakan masa peralihan yang mana bisa
membahas mengenai Gambaran Pola Asuh saja mereka mengalami ketidakseimbangan
Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada dalam emosi. Emosi yang sedang tidak
Remaja, ditemukan hasil pada respondennya seimbang ini nantinya juga akan menentukan
bahwa pola asuh yang diterapkan oleh bagaimana remaja dalam bertindak.
keluarga kepada anaknya terbanyak adalah Dari hasil penelitian-penelitian ilmiah
pola asuh demokratis yaitu sebesar 45%, pola yang telah dikemukakan di atas dapat
asuh permisif sebesar 26%, dan pola asuh diketahui bahwa pola asuh orang tua
otoriter sebesar 29%. Penelitian ini memberikan pengaruh dalam perkembangan
menunjukkan adanya hubungan yang mental anak di usia remaja. Seperti penelitian
signifikan antara pola asuh orang tua dengan Devita (2020) dan Vera Fitriana dkk. (2019)
tingkat depresi pada remaja serta pembentukan yang keduanya membahas mengenai pola asuh
kepribadian dan tingkah laku. Dalam orang tua dan hubungannya dengan
penelitian ini disebutkan bahwa tingkat depresi perkembangan mental anak remajanya serta
seorang anak lebih tinggi dihasilkan oleh pola tingkat depresi anak di usia remaja. Dimana
asuh otoriter serta permisif sedangkan remaja pada kedua penelitian ini, ketiga pola asuh
yang orang tuanya menggunakan pola asuh orang tua menyumbang pengaruh terhadap
demokratis cenderung lebih banyak yang tidak perkembangan mental anak remaja serta
depresi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tingkat depresi remaja.
adanya gangguan jiwa pada remaja Sedangkan pada penelitian oleh
dipengaruhi oleh faktor fisik, pola asuh, dan Garvin (2017) terdapat hasil bahwa perilaku
lingkungan. delinkuensi remaja memiliki hubungan yang
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan negatif dengan pola asuh demokratis sementara
oleh Utami (2021: 11) yang meneliti tentang dua pola asuh lainnya tidak memberikan
pola asuh orang tua dan kenakalan remaja dampak terhadap perilaku delinkuensi. Jika
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dibandingkan dengan penelitian yang
pola asuh yang diberikan oleh orang tua dilakukan oleh Utami (2021) yang meneliti
terhadap kenakalan remaja. Hasil assesment tentang hubungan pola asuh orang tua dan
klien, yaitu salah satu anak didik di LPKA kenakalan remaja yang mendapatkan hasil
Sukamiskin, Bandung dalam penelitian ini bahwa pola asuh permisif yang diberikan oleh
469
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

orang tua akan menimbulkan kebingungan perilaku atau sesuatu. Sehingga dalam hal ini,
bagi anak untuk menentukan mana yang baik anak cenderung sulit untuk memahami norma
dan mana yang benar sehingga mereka dan nilai yang ada di masyarakat.
cenderung melakukan hal sesuka mereka. Dari Dari hasil penelitian-penelitian yang
dua penelitian ini maka dapat diketahui bahwa sudah ada juga dapat dilihat bahwa pola asuh
masing-masing pola asuh memberikan memberikan pengaruh terhadap perilaku
dampaknya tersendiri terhadap perkembangan kenakalan yang biasa dilakukan oleh remaja
mental anak terutama pada perilaku serta perilaku delinkuensi. Meskipun kedua
menyimpang yang dilakukan oleh remaja. perilaku ini dihasilkan dari pola asuh yang
berbeda tetapi tetap dapat ditarik kesimpulan
Pola asuh permisif yang cenderung bahwa pola asuh orang tua memberikan
membebaskan anak dalam bertindak dan dampak kepada bagaimana cara anak untuk
berperilaku baik itu sesuai dengan aturan atau berperilaku. Dari sini juga dapat diketahui
norma maupun tidak membuat remaja bahwa anak di usia remaja masih sangat sulit
kebingungan untuk menentukan suatu hal baik untuk menentukan hal yang benar serta hal
dan yang buruk. Sementara pola asuh lainnya, yang salah. Mereka juga masih sulit untuk
yaitu pola asuh otoriter juga memberikan menyesuaikan perilaku dengan norma yang
dampak atau hubungan terhadap berlaku di masyarakat. Dalam perkembangan
perkembangan mental atau perilaku anak di mentalnya, remaja masih mencari jati diri
usia remaja terutama pada perubahan perilaku, mereka sehingga terkadang mereka cenderung
seperti perilaku seksual beresiko serta untuk melakukan hal yang tidak sesuai dengan
merokok. Serta pola asuh demokratis yang norma yang terdapat di masyarakat.
juga memberikan memberikan pengaruh Saran yang diperlukan bagi remaja
terhadap perkembangan mental emosional dan dalam menghadapi fase perkembangan dalam
kecenderungan depresi pada remaja. Dari dirinya adalah agar mampu menyesuaikan dan
adanya penelitian ini maka nantinya akan mengendalikan diri dengan segala perubahan
dapat dimanfaatkan sebagai sumber rujukan yang ada. Dengan begitu, perkembangan
mengenai hubungan pola asuh serta mental remaja tersebut dapat berjalan dengan
dampaknya terhadap kesehatan mental untuk baik. Kemudian, untuk keluarga khususnya
penelitian-penelitian selanjutnya. orang tua yang mengajari, mendidik, dan
mengasuh anak remaja juga sudah seharusnya
menaruh perhatian penuh terhadap bagaimana
SIMPULAN DAN SARAN perkembangan mental anak mereka. Jenis pola
asuh yang akan diberikan baik itu otoriter,
Berdasarkan beberapa penelitian yang demokratis, maupun permisif hendaknya
sudah dilakukan sebelumnya mengenai dipertimbangkan mengingat ketiga pola asuh
pengaruh antara pola asuh orang tua dengan berpengaruh terhadap perkembangan mental
perkembangan mental anak di usia remaja anak remaja. Orang tua juga harus dapat
menunjukkan bahwa pola asuh memberikan memahami bahwa ketika di usia remaja emosi
dampak terhadap perkembangan mental anak masih belum stabil sehingga pola asuh
remaja. Baik itu pola asuh otoriter, pola asuh yang digunakan juga harus disesuaikan.
permisif, maupun pola asuh demokratis,
ketiganya memberikan dampak terhadap
perkembangan emosi anak di usia remaja serta DAFTAR PUSTAKA
memberikan pengaruh juga terhadap
perkembangan mental seorang anak, seperti Adawiyah, R. (2017). Pola Asuh Otoriter
kecenderungan perilaku delinkuensi remaja Orang dan Implikasinya Terhadap
yang memiliki hubungan negatif dengan pola Pendidikan Anak (Studi pada
asuh demokratis. Selain itu, perilaku seksual Masyarakat Dayak di Kecamatan
beresiko juga menjadi dampak dari adanya
Halong Kabupaten Balangan).
pola asuh otoriter. Selanjutnya pola asuh
permisif yang cenderung membebaskan anak Jurnal Pendidikan Guru
dalam bertindak dan berperilaku memberikan Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1),
pengaruh terhadap perkembangan mental anak 128-137.
terutama pada penilaian baik buruknya sebuah
470
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

Ayyun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua Hendri. (2019). Peran Pola Asuh Orang
dan Metode Pengasuhan Dalam Tua Terhadap Pembentukan
Membentuk Kepribadian Anak. Konsep DIri Pada Anak. Jurnal At
Jurnal Inovasi Pendidikan Guru - Taujih Bimbingan dan Konseling
Raudhatul Athfal, 5(1), 102-122. Islam, 2(2), 56-70.
Devita, Y. (2020). Hubungan Pola Asuh Kalalo, R. T., Basoeki, L., & Purnomo, W.
Orang Tua Dengan Masalah Mental (2019). Hubungan Antara Pola
Emosional Remaja. Jurnal Ilmiah Asuh dan Depresi Pada Remaja
Universitas Batanghari Jambi, Overweight-obese. Jurnal Psikiatri
20(2), 503-513. Surabaya, 8(1), 1-6.
Fatchurahman, M., & Pratikto, H. (2012). Latifah, N., & Fitriyanti, E. (2021).
Kepercayaan Diri, Kematangan Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Emosi, Pola Asuh Orang Tua Permisif dengan Moral Tidak Baik
Demokratis dan Kenakalan Remaja dan Implikasinya terhadap
Remaja. Jurnal Psikologi Konseling Perorangan.
Indonesia, 1(2), 77-87. Psycocentrum Review, 3(1), 80-95.
Febriani, D., Elita, V., & Utami, S. (2018). Mustamu, A. C., Hasim, N. H., &
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Khasanah, F. (2020). Pola Asuh
Terhadap Masalah Mental Orang Tua, Motivasi, &
Emosional Remaja. JOM FKp, Kedisiplinan dalam Meningkatkan
5(2), 353-360. Kesehatan Mental Remaja Papua.
Fellasari, F., & Lestari, Y. I. (2016). Jurnal Keperawatan
Hubungan Antara Pola Asuh Orang Muhammadiyah Bengkulu, 8(1),
Tua Dengan Kemanatan Emosi 17-25.
Remaja. Jurnal Psikologi Nurhayati, R., Novitasari, D., & Natalia.
Universitas Islam Negeri Sultah (2013). Tipe Pola Asuh Orang Tua
Syarif Kasim Riau, 12(2), 84-90. yang Berhubungan dengan Perilaku
Fitri, A., Neherta, M., & Sasmita, H. Bullying di SMA Kabupaten
(2019). Faktor-faktor yang Semarang. Jurnal Keperawatan
Mempengaruhi Masalah Mental Jiwa, 1(1), 49-59.
Emosional Remaja di Sekolah Rerung, A. E. (2021). Menciptakan Self-
Menengah Kejuruan (SMK) Swasta efficacy Pada Anak Usia 19-22
se-Kota Padang Panjang Tahun tahun Dengan Menggunakan Pola
2018. Jurnal Keperawatan Asuh Teori Psikososial Erik
Abdurrab, 2(2), 68-72. Erikson di Gereja Toraja Jemaat
Fitriana, V., & Mustafida, S. (2019). Sion Lestari Klasis Wotu. Jurnal
Gambaran Pola Asuh Keluarga Ilmu Sosial dan Pendidikan, 1(2),
Dengan Tingkat Depresi Pada 91-109.
Remaja. Jurnal Profesi Reswita. (2017). Hubungan Pola Asuh
Keperawatan, 6(1), 91-104. Orangtua Dengan Capaian
Garvin. (2017). Pola Asuh Orangtua dan Perkembangan Anak. PAUD
Kecenderungan Delinkuensi Pada Lectura: Jurnal Pendidikan Anak
Remaja. Jurnal Psikologi Usia Dini, 1(1), 72-81.
Psibernetika, 10(1), 30-39. Safitri, Y., & Hidayati, N. E. (2013).
Haryanti, D., Pamela, E. M., & Susanti, Y. Hubungan Antara Pola Asuh Orang
(2016). Perkembangan Mental Tua Dwngan Tingkat Depresi
Emosional Remaja di Panti Remaja di SMK 10 November
Asuhan. Jurnal Keperawatan Jiwa, Semarang. Jurnal Keperawatan
4(2), 97-104. Jiwa, 1(1), 11-17.

471
Jurnal Penelitian dan Pengabdian e ISSN: 2775 - 1929
Kepada Masyarakat (JPPM) p ISSN: 2775 - 1910 Vol. 2 No. 3 Hal : 461-472 Desember 2021

Sari, P. P., Sumardi, & Mulyadi, S. (2020). Zahra, F. (2017). Pengendalian Emosi
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua
Perkembangan Emosional Anak Pada Siswa Usia Remaja di SMA
Usia Dini. Jurnal Ilmiah UTAMA Medan. Kognisi Jurnal,
Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 1(2), 94-108.
157-170.
Silitonga, R. S., & Pardede, J. A. (2018).
Pola Asuh Orang Tua Dengan
Perkembangan Emosional Remaja
di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 14 Medan. Jurnal
Kesehatan, 3(2), 1-8.
Sonia, G., & Apsari, N. C. (2020). Pola
Asuh yang Berbeda-beda dan
Dampaknya Terhadap
Perkembangan Kepribadian Anak.
Prosiding Penelitian &
Pengabdian Kepada Masyarakat,
7(1), 128-135.
Supandi, D., Hakim, L., & Hartono, R.
(2019). Pola Asuh Orang Dalam
Perkembangan Moral Remaja:
Studi Kasus di Desa Pernek.
JURNAL PSIMAWA, 2(1), 35-46.
Supriati. (2019). Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Dengan Perkembangan
Emosional Remaja Kelas XI di
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Swasta Santa Lusia. Jurnal
Maternitas Kebidanan, 4(2), 102-
111.
Susanti, Y., Pamela, E. M., & Haryanti, D.
(2018). Gambaran Perkembangan
Mental Emosional Pada Remaja.
Unissula Nuesing Conference Call
for Paper, 1(1), 38-44.
Ulya, F., & Setiyadi, N. A. (2021). Kajian
Literatur Faktor yang Berhubungan
dengan Kesehatan Mental Pada
Remaja. Jurnal of Health and
Therapy, 1(2), 27-46.
Utami, A. C., & Raharjo, S. T. (2021).
Pola Asuh Orang Tua dan
Kenakalan Remaja. Jurnal
Pekerjaan Sosial, 4(1), 1-15.
Zahara, F. (2017). Pengendalian Emosi
Ditinjau Dari Pola Asuh Orangtua
Pada Siswa Usia Remaja di SMA
Utama Medan. Kognisi Jurnal,
1(2), 95-109.
472

Anda mungkin juga menyukai