PROPOSAL PENELITIAN
Dosen pengampu:
Gemala Nurendah, S.Pd., M.A.
Muhammad Ariez Musthofa, M.Si.
oleh
Khofifah Al Adawiyah
1800482
DEPARTEMEN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ........................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
merupakan konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang mengarah pada pengungkapan perasaan-
perasaan pribadi berdasarkan pengalaman hidupnya. Kesejahteraan anak
merupakan bagian tak terpisahkan dari kesejahteraan keluarga sehingga
kesejahteraan keluarga merupakan utama dalam mengembangkan
kesejahteraan anak (Praptomojati, 2018).
Anak yang mengalami perceraian orang tua akan merasakan dampak
dari perceraian yang menimpa kedua orangtuanya terlebih mereka yang berada
di usia remaja. Mereka akan merasakan kemarahan, ketakutan, tertekan, dan
merasa bersalah. Selain itu, anak remaja juga akan merasa terganggu dalam
melaksanakan tugas perkembangannya apabila keluarganya sedang dalam
keadaan tidak harmonis akibat dari perceraian. Hal ini berakibat pada turunnya
kesejahteraan psikologis (psychological well-being) remaja dikarenakan
kegagalan dalam menjalankan peran dan tanggung jawab yang mereka emban
(Ramadhani et al., 2016). Dalam penelitian bidang akademik mengenai efek
perceraian orang tua terhadap performansi anak di kelas, disimpulkan bahwa
anak dengan orang tua yang bercerai memiliki nilai performansi yang lebih
rendah dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak bercerai (Dewi &
Utami, 2015).
Adofo dan Etsey (2016) juga dalam studinya menguraikan bahwa
dampak perceraian orang tua bagi remaja dapat termanifestasikan dalam dua
keadaan, yaitu internalizing behavior ataupun externalizing behavior.
Internalizing behavior meliputi rasa takut, malu, depresi, rendahnya harga
diri, sedih, cemas, bingung, tidak aman, sakit hati, dan rendahnya kepercayaan
diri. Sedangkan Externalizing behavior meliputi perilaku agresi, kesulitan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain, ketidakmampuan untuk
menyesuaikan diri, perilaku bermasalah di sekolah, perilaku seksual berisiko,
dan kenakalan remaja lainnya.
Sehubungan dengan fenomena tersebut, keadaan keluarga menjadi hal
yang sangat penting terhadap psychological well-being pada seorang anak
karena lingkungan pertama untuk menumbuhkan kesejahteraan anak adalah
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah diajukan, penelitian
ini bertujuan untuk mengindentifikasi bagaimana dinamika psychological
well-being pada remaja yang mengalami perceraian orang tua.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengayaan dalam
bidang psikologi khususnya berkaitan dengan psychological well-being
pada remaja dan berkaitan juga dengan perceraian orang tua.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat secara praktis
diantaranya:
a. Bagi Orang tua
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
orang tua bahwa perceraian ini memiliki dampak tersendiri terhadap
anaknya terutama anak remaja.
b. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi dan
informasi baru yang berkaitan dengan psychological well-being pada
remaja dan berkaitan juga dengan perceraian orang tua.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
6) Pertumbuhan pribadi
Dimensi ini merupakan kemampuan diri mengembangkan potensi
dirinya untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu secara efektif
meliputi kapasitas mengembangkan potensi, serta perubahan pribadi
dari waktu ke waktu mencerminkan pengetahuan diri, tumbuh dan
efektivitas.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini memiliki tujuan untuk membandingkan kenyataan yang ada
di lapangan dengan teori yang relevan, pendekatan penelitian ini didasarkan
pada penelitian-penelitian terdahulu sebagai berikut:
1. (Ramadhani et al., 2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Tia Ramadhani, Djunaedi, Atiek
Sismiati pada tahun 2016 ini berjudul Kesejahteraan Psikologis
(Psychological Well-Being) Siswa yang Orangtuanya Bercerai. Subjek
dalam penelitian ini 33 siswa SMK Negeri 26 Pembangunan Jakarta yang
memiliki latar belakang orang tua bercerai. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa 52% siswa memiliki kesejahteraan psikologis yang
rendah, sebesar 42% siswa memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi,
dan 6% siswa memiliki kesejahteraan psikologis yang sedang/cukup.
Kesejahteraan psikologis siswa yang orangtuanya bercerai pada penelitian
ini berada dalam taraf rendah yang berarti perlu adanya penanganan lebih
lanjut agar kesejahteraan psikologis siswa menjadi tinggi.
2. (Praptomojati, 2018)
Penelitian ini dilakukan oleh ardian praptomojati pada tahun 2018
yang berjudul Dinamika Psikologis Remaja Korban Perceraian: Sebuah
Studi Kasus Kenakalan Remaja. Subjek penelitian merupakan seorang
10
anak laki-laki berusia 13 tahun dengan orang tua yang telah bercerai dan
tinggal di Panti Asuhan. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi
kasus, data diambil melalui observasi, wawancara, dan tes psikologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenakalan remaja terjadi karena
didasari oleh kebutuhan subjek untuk mendapatkan perhatian dari
lingkungannya. Adanya pola pikir yang salah, yaitu “Aku akan
mendapatkan perhatian jika aku bandel dan mengganggu orang lain”
menjadi dasar kenapa subjek berperilaku negatif.
3. (Dewi & Utami, 2015)
Penelitian ini dilakukan oleh Pracasta Samya Dewi dan Muhana
Sofiati Utami pada tahun 2015 dengan judul Subjective Well‐Being Anak
Dari Orang Tua Yang Bercerai. yang bercerai. Ada dua jenis subjek yang
digunakan dalam penelitian ini, subjek pertama mempunyai karakteristik
utama yaitu merupakan anak dari orang tua yang bercerai yang
selanjutnya kemudian disebut sebagai subjek. Subjek ke dua yaitu orang‐
orang terdekat subjek (significant person) yang berfungsi sebagai sarana
pengkroscek informasi yang selanjutnya disebut sebagai informan. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil tiga subjek.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat beberapa
kondisi yang dapat meningkatkan dan menurunkan subjective well‐being
anak dari orang tua yang bercerai. Kondisi‐kondisi yang dapat
meningkatkan subjective well‐being anak dari orang tua yang bercerai,
antara lain sikap orang tua yang memahami anak, adanya pemahaman
anak terhadap perceraian orang tuanya, adanya dukungan emosional yang
dirasakan anak dari lingkungan sekitarnya, serta strategi coping yang
lebih bersifat problem focused coping.
Adapun kondisi‐kondisi yang dapat menurunkan subjective well‐
being anak dari orang tua yang bercerai, antara lain adanya konflik orang
tua, situasi keluarga yang jarang berkumpul dan jarang beraktivitas
bersama, perceraian orang tua, sikap orang tua yang tidak memberikan
pemahaman kepada anak atas perceraian yang terjadi, hubungan orang tua
11
C. Posisi Teoritis
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang berkontribusi terhadap
kesejahteraan anak. Jika keluarganya harmonis, maka anak pun akan merasa
sejahtera. Ketidakharmonisan dalam keluarga merupakan wujud dari keluarga
yang tidak bahagia. Keadaan keluarga yang tidak bahagia dapat menimbulkan
pertengakaran yang memicu terjadinya perceraian. Perceraian merupakan titik
puncak dari berbagai permasalahan yang menumpuk beberapa waktu
sebelumnya sehingga jalan terakhir yang harus ditempuh ketika hubungan
perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi (Dariyo dalam Giovanie,
2019). Perceraian yang terjadi pada orang tua dapat memberikan dampak
negatif terutama bagi perkembangan psikologis anak.
Dalam penelitian yang telah dilakukan Ramadhani (2016),
menunjukkan bahwa remaja dengan orang tua yang bercerai mengalami
tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah dibandingkan dengan remaja
yang memiliki orang tua utuh. Kesejahteraan psikologis (psychological well-
being) berhubungan dengan kesehatan mental seseorang. Psychological well-
12
C. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, penulis akan mengumpulkan data dengan beberapa
teknis, diantaranya:
1. Wawancara
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara semi terstruktur dengan pedoman umum (Interview Guide)
yang berisi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan psychological well-
being remaja dari orang tua yang bercerai. Pedoman umum wawancara
13
14
D. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif yang mengacu pada konsep Milles dan Huberman (1992),
memiliki tiga tahap diantaranya reduksi data, display data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dalam catatan tertulis dilapangan. Adapun data yang direduksi
pada penelitian ini adalah data yang didapatkan dari informan yang
didapatkan dari hasil wawancara dan observasi.
2. Display Data
Display data merupakan suatu kumpulan informasi yang tersusun.
Dalam tahap ini, data sudah berupa rangkuman, uraian singkat, bagan,
dengan maksud agar data telah dikumpulkan dikuasai oleh peneliti dasar
untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Adapun data yang didisplay
pada penelitian ini adalah data yang didapatkan dari hasil wawancara yang
berisikan tentang dinamika psychological well-being dari ketiga
responden.
15
3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan ini dimulai dari permulaan pengumpulan
dan menyusun atau mengelompokkan data. Adapun yang dilakukan dalam
hal ini adalah mengambil kesimpulan mengenai dinamika psychological
well-being pada ketiga responden yang diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi.
E. Isu Etik
Penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif baik fisik maupun
non fisik kepada subjek yang diteliti. Kerahasian subjek yang diteliti akan
dijaga demi menjaga kode etik subjek yang diteliti. Peneliti menjelaskan
tujuan, manfaat dalam penggunaan alat perekam, dan penggunaan data
penelitian, serta jika partisipan menyetujui, maka partisipan menandatangani
surat ketersediaan dalam berpartisipasi atau Informed Consent.
Selama proses wawancara berlangsung, peneliti memerhatikan
beberapa hal yang dapat merugikan partisipan seperti kenyamanan, dan
perubahan perasaan. Apabila kondisi tersebut membahayakan partisipan, maka
peneliti menghentikan wawancara terlebih dulu dan memulainya kembali
ketika kondisi sudah stabil dan partisipan siap untuk melakukan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
16
17