“TOXIC PARENTS”
BAGI KESEHATAN MENTAL ANAK
Oleh :
1.Atiq HImatul Afifah
2.Chika Dewi Kaila
3.Ketrin Amelia
4.Mayah Ramadani
5.Tiara Sanjaya
Peran keluarga terutama orang tua, menjadi amat penting bagi pembentukan karakter anak,
terlebih lagi jika pembentukan karakter anak di mulai sejak usia dini. Komunikasi keluarga
adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota
keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam
membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar
anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi
jika sebuah pola komunikasi keluarga dan perilaku toxic parents berbaur di dalam sebuah
keluarga tentu akan mempengaruhi perkembangan anak bahkan kesehatan anak itu sendiri.
Kesehatan mental yang kurang baik pada masa anak-anak dapat menyebabkan gangguan
perilaku yang lebih serius akibat ketidakseimbangan mental dan emosional, serta kehidupan
sosial anak yang kurang baik.Untuk itu, dalam berkomunikasi dengan anak, ibu dan ayah
harus memperhatikan karakter anak, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi
harus dibina sedini mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari ibu-ayah. Tentunya,
komunikasi yang dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga
bisa diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan kata-kata
positif. penelitian ini diharapkan mampu membawa efek positif kepada para orang tua dalam
memilih pola asuh anak. Selain itu bisa memberikan solusi dalam mengatasi perilaku toxic
parents.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang "Peran Komunikasi
Keluarga Dalam Mengatasi `Toxic Parents` Bagi Kesehatan Mental anak".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya
ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan & Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Penelitian Terdahulu ……………………………………………………… 2
2.2 Landasan Teori ………………………………………………………………….. 2
2.3 Hipotesis ………………………………………………………………………… 3
2.4 Metodologi Penelitian ……………………………………………………………. 3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan mental memiliki arti penting dalam kehidupan seseorang, dengan mental
yang sehat maka seseorang dapat melakukan aktivitas sebagai makhluk hidup. Kondisi mental
yang sehat akan membantu perkembangan seseorang kearah yang lebih baik dimasa
mendatang (Adityawarman, 2010). Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang
mampu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat
bekerja secara produktif dan mampu memberi kontribusi terhadap lingkunganya (WHO,
2016). Sedangkan masalah kesehatan mental diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang
menyesuaikan diri terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan
ketidakmampuan tertentu (Kartono, 2000).
Masalah kesehatan mental yang dialami remaja cukup tinggi. Data survei yang dilakukan
National Adoles Health Information Center NWHIC (2005) menunjukkan bahwa remaja dan
dewasa muda pada usia 10-24 tahun baik pria maupun wanita pernah melakukan rawat jalan
gangguan kesehatan mental, sebesar 1,9 juta pria melakukan rawat jalan kesehatan mental
sedangkan wanita sebesar 1,6 juta jiwa. Survei Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa
11,6% penduduk Indonesia dengan usia diatas 15 tahun mengalami gangguan kesehatan
mental dan emosional, sekitar 19 juta anak mengalami kesehatan mental dan sosial
(Riskesdas, 2007). Data survei yang dilakukan oleh World Health Organization WHO (2011)
menunjukkan bahwa 20% remaja mengalami masalah kesehatan mental khususnya kecemasan
dan depresi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kajian penelitian terdahulu berisikan jurnal yang berkaitan dengan tema yang sedang
peneliti ambil. Kajian-kajian tersebut membantu menambah wawasan, menginspirasi, serta
menentukan posisi peneliti dalam mengkaji tema yang sama. Yaitu jurnal yang disusun oleh
Oktariani, Jurnal Penelitian Pendidikan, Psikologi Dan Kesehatan dengan judul "Dampak
toxic parent dalam kesehatan mental anak". Dalam jurnal yang ia tulis bahwa "Dalam pola
pengasuhan beracun, orang tua memperlakukan anaknya dengan tidak hormat sebagai
individu, contoh tidak memuji pekerjaan anak atau ,meremehkan hal-hal yang sudah dilakukan
anak dalam kehidupan sehari-harinya. Atau orang tua yang suka membanding –
membandingkan anak dengan anak lain atau membandingkan dengan saudara kandungnya
sendiri sehingga mengakibatkan turunnya rasa percaya diri pada anak. Orang tua yang
melakukan pola asuh ini atau toxic parents memiliki perilaku yang buruk, seperti melakukan
kekerasan fisik dan juga kekerasan verbal, sehingga pada akhirnya ini menjadi racun dalam
pribadi anak dan hal ini jarang disadari oleh orang tua. Toxic parents memberikan efek negatif
yang sangat besar untuk anak-anak. Anak-anak dapat menderita secara mental. Anak tipe
penurut akan berusaha sekeras mungkin untuk membahagiakan orang tuanya dengan cara
segala cara menekan hal yang mereka inginkan. Sementara untuk anak tipe pemberontak akan
menjadi pembangkang untuk orang tuanya. Jika toxic parents ini berlangsung sepanjang
kehidupan anak maka kesehatan mental anak akan mengalami gangguan. Jika kesehatan
mental anak terganggu, maka akan berpengaruh kepada perilaku anak di dalam kehidupan
kesehariannya".
http://jurnalp3k.com/index.php/J-P3K/article/view/107
2
1.Stratifikasi Sosial
Hollingshead dan Redlich menemukan bahwa terdapat distribusi gangguan mental secara
berbeda antara kelompok masyarakat yang berada pada strata sosial tinggi dan rendah.
2. Interaksi Sosial
Faris dan Dunham mengemukakan bahwa kualitas interaksi sosial individu sangat
mempengaruhi kesehatan mentalnya.
3. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang menentukan kepribadian dan kesehatan
mental anak.
4. Sekolah
Sekolah juga merupakan lingkungan yang turut mempengaruhi terhadap perkembangan
kesehatan mental anak (Muhyani, 2012).
2.3 Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis merupakan
dugaan sementara yang mengandung pernyataan-pernyataan ilmiah, tetapi masih memerlukan
pengujian Hipotesis dibuat berdasarkan penelitian terdahulu dan data-data yang sudah ada
sebelum penelitian ini dilakukan. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
1. Hipotesis Mayor
“Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang menentukan kepribadian dan
kesehatan mental anak”.
2. Hipotesis Minor
1. Pengaruh terhadap kesehatan mental dipengaruhi dari berbagai aspek, Aspek terdekat
yaitu di lingkungan keluarga, yang mana keluarga adalah tempat pertama membentuk
kepribadian pada seorang anak.
2. Kualitas interaksi sosial tiap individu sangat mempengaruhi kesehatan mentalnya. oleh
karena itu, seorang anak diinginkan agar dibimbing untuk dapat berinteraksi dalam
lingkungan yang sehat.
3. Sekolah juga merupakan lingkungan yang turut mempengaruhi terhadap
perkembangan kesehatan mental anak. Karena selain sebagai wadah pembelajaran,
sekolah juga menjadi bagian dari proses pembentukan karakter dari seorang anak.
3
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif, karena peneliti
berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan sebenarnya ketika penelitian
berlangsung yaitu diperolehnya gambaran mengenai “Peran Komunikasi Keluarga Dalam
Mengatasi ‘Toxic Parents’ Bagi Kesehatan Mental Anak’. Dengan tujuan untuk
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara
tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan mental melibatkan lebih dari masalah medis. Banyak faktor yang
mempengaruhi hal tersebut, seperti adanya faktor sosial ekonomi. Masalah kesehatan mental
dapat muncul di berbagai area mulai dari ranah individu seperti penyalahgunaan
zat, kejahatan, kekerasan, kehilangan produktivitas hingga bunuh diri. Kesehatan mental pada
anak dan remaja juga melibatkan kapasitasnya
untuk dapat berkembang dalam berbagai area seperti biologis, kognitif dan sosial-emosional
(Remschmidt, et al., 2007). Oleh karenanya, penting bagi kita memahami tahapan
perkembangan sebagai upaya untuk melihat adanya indikasi permasalahan pada
perkembangan anak dan remaja.
3.2 Saran
Terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti mencoba untuk
memberikan saran dan masukan tidak hanya sebagai seorang pelajar yang melakukan
penelitian. Mudah-mudahan saran dan masukan ini memberikan manfaat dan pencerahan.
Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil peneliti yang telah dilakukan,
yaitu sebagai berikut :
1. Sebaiknya para calon peneliti selanjutnya diharapkan dapat untuk melanjutkan penelitian ini
dengan mengkaji faktor lain yang mempengaruhi kesehatan mental remaja. Agar peneliti dan
pembaca dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi kesehatan mental
remaja. Sehingga kita semua dapat mencegah serta meminimalisir kesehatan mental remaja
yang terganggu, dan dapat membantu remaja-remaja untuk hidup lebih baik.
4
2. Sebaiknya remaja dapat semakin mampu memanfaatkan teknologi canggih dengan lebih
bertanggung jawab seperti penggunaan smartphone. Penggunaan smartphone yang
bertanggung jawab akan menyeimbangkan dampak buruk dari penggunaan smartphone yang
berlebihan. Agar remaja mengerti cara bertanggung jawab dalam menggunakan smartphone,
orang tua atau orang dewasa harus mengajarkan atau menjelaskan kapan saja dan untuk apa
saja smartphone dibutuhkan dan digunakan. Sehingga remaja akan lebih mengerti dan paham
dalam menggunakan smartphone dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang mereka
miliki.
5
DAFTAR PUSTAKA
Vania Larissa, 2020. Kesehatan Mental Pada Anak Dan Remaja. Fakultas Psikologi
:Universitas Persada Indonesia