Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sitti Trinurmi, Problematika Mental Anak Pada Masa Pertumbuhan Dan Perkembangannya,
Makasar : journal.uin-alauddin.ac.id 2020, hlm 43
1
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak, banyak problem yang
dialami oleh anak sesuai dengan kondisi lingkungan keluarga, kondisi lingkungan
dimana ia berada, khususnya lingkungan dimana anak-anak bermain. Secara
kudrati, memang ada manusia yang tumbuh dengan baik, sehat dan ada juga yang
pertumbuhan dan perkembangan fisikdan psikisnya lamban dan terganggu. Dalam
pemaparan ini, akan ditelusuri problema mental apa saja yang mungkin muncul
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak serta factor pemicunya. Lalu
dicarikan solusi agar anak kembali sehat mental dan fisiknya.
B. Rumusan masalah.
Dari latar belakang masalah di atas dapat kita ketahui bahwa rumusan
masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang di maksud dengan gangguan mental?
2. Apa yang di maksud dengan emosional umum/sosial?
3. Apa saja penanganan gangguan mental?
C. Tujuan.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Agar kita dapat mengetahui apa itu gangguan mental.
2. Agar kita dapat mengetahui apa itu emosional umum/sosial.
3. Agar kita dapat mengetahui apa saja penanganan gangguan mental.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Masa anak dan remaja yang masih erat kaitannya dengan masa
perkembangan membuat adanya kesulitan dalam melakukan diagnosis dan
memberikan perlakuan. Kesulitan ini muncul karena tidak ada garis yang jelas
dalam membedakan perkembangan yang normal dan abnormal. Kesehatan mental
melibatkan lebih dari masalah medis. Banyak faktor yang memengaruhi, seperti
adanya faktor sosial ekonomi. Masalah kesehatan mental dapat muncul di
berbagai area mulai dari ranah individu seperti penyalahgunaan zat, kejahatan,
kekerasan, kehilangan produktivitas hingga bunuh diri.
Kesehatan mental pada anak dan remaja juga melibatkan kapasitasnya untuk
dapat berkembang dalam berbagai area seperti biologis, kognitif dan sosial-
emosional. Oleh karenanya, penting bagi kita memahami tahapan perkembangan
sebagai upaya untuk melihat adanya indikasi permasalahan pada perkembangan
anak dan remaja. Anak yang memiliki kesehatan mental memiliki ciri-ciri yang
dapat kita amati dari proses perkembangannya.2
1. Proses Biologis
Proses biologis pada anak melibatkan terjadinya perubahan fisik pada
tubuh anak. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh seperti fungsi seksual
akan memengaruhi perilaku dan perkembangan anak. Beberapa
contohnya adalah gen yang diwarisi dari orang tua, perkembangan otak,
tinggi badan dan kenaikan berat badan, kemajuan dalam keterampilan
motorik serta perubahan hormonal. Anak perlu mendapatkan nutrisi yang
cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan fisiknya. Mereka perlu
ruang dan waktu untuk bermain dengan aman. Dengan melakukan
aktivitas bermain dan aktivitas belajar, anak melatih dirinya untuk
mengembangkan kemampuan koordinasi tubuhnya. Anak yang sehat
mental dapat melakukan aktivitas yang produktif seperti bermain dan
belajar sesuai dengan kapasitas intelektual dan usianya.
2. Proses Kognitif
2
Ey Gunatirin, Kesehatan Mental Anak dan Remaja, repository.ubaya.ac.id : 2018, hlm 7
4
Proses kognitif melibatkan perubahan dalam cara berpikir individu dan
kecerdasan seseorang (Santrock, 2014). Proses ini sangat erat kaitannya
dengan perkembangan otak. Anak yang sehat mental dan memiliki
perkembangan kognitif yang memadai memunculkan kemauan untuk
mempelajari hal baru di sekitarnya, memiliki kreativitas, dan kemampuan
bahasanya pun berkembang. Proses ini lalu berkembang sampai pada
kemampuan anak untuk mampu membedakan hal-hal yang dianggap
benar dan salah, menghafal, memecahkan masalah sederhana, memilih
dan mengambil keputusan, serta mengendalikan dirinya.
3. Proses Sosial-Emosional
Proses sosial-emosional melibatkan perubahan emosi, kepribadian,
hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosial. Proses
sosialemosional yang berkembang dengan baik membuat anak mampu
menyadari, membedakan, mengelola serta mengekspresikan emosi secara
tepat. Seiring perkembangannya, anak perlu untuk menjadi sadar akan
adanya orang lain dan berusaha menumbuhkan empatinya terhadap orang
lain. Di lingkungan, anak memiliki kemampuan untuk masuk dan
menjalin hubungan serta mempertahankan hubungan tersebut. Anak yang
sehat mental memiliki kedekatan dalam hubungan dan mampu merasa
aman berada di lingkungan.
Untuk mengetahui kesehatan mental anak, penting untuk melihat faktor
dalam diri anak, keluarga dan lingkungan. Faktor dalam diri anak seperti faktor
genetik, temperamen, dan kesehatan fisik perlu diamati. Faktor dari keluarga
meliputi pola asuh orang tua serta kelekatan anak terhadap orang tua. Teori
kelekatan (attachment) dari John Bowlby memperlihatkan bahwa anak-anak perlu
membangun ikatan yang aman dengan pengasuh utama mereka di masa kecil.
Ikatan yang aman ini penting untuk membangun kepercayaan dan rasa aman.
Dengan adanya kedua hal tersebut, mereka dapat belajar dan melakukan
eksplorasi terhadap dunia di sekitar mereka dengan percaya diri dan tanpa
ketakutan yang berlebihan. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap rasa
aman anak. Adanya peraturan yang berlebihan, tuntutan yang tidak realistis,
5
kebebasan tanpa batasan aturan, dan pola komunikasi yang tidak didasari oleh
alasan-alasan mengapa pesan tersebut harus dilaksanakan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kesehatan mental anak.
Masalah kesehatan mental anak dan remaja dapat diamati dari adanya
permasalahan pada tahapan perkembangan pada tiga area besar, yaitu area emosi,
perilaku dan perkembangan.3
1. Emosi
Berbicara tentang emosi erat kaitannya dengan kemampuan menilai serta
menyadari emosi yang dimiliki, membedakan emosi yang dirasakan,
mengelola emosi, serta mengekspresikan emosi. Anak yang selalu merasa
sedih, mudah murung dan merasa kurang bahagia memiliki kemungkinan
mengalami permasalahan kesehatan mental. Mereka akan mermiliki
banyak kekhawatiran dan kecemasan yang membuat anak tidak berani
melakukan eksplorasi. Ketika mengekspresikan emosinya, anak lebih
memilih menangis berlebihan, berteriak berlebihan ataupun mengalami
tantrum. Anak perlu diperkenalkan dan dibimbing untuk dapat
memahami serta mengekspresikan emosinya dengan cara yang sesuai.
2. Perilaku
Dalam mengamati permasalahan perilaku pada anak, penting untuk
mengingat proses pembentukan perilaku berdasarkan pendekatan
behavioristik. Pendekatan ini memiliki prinsip dimana gangguan perilaku
terjadi karena adanya pengalaman salah belajar. Salah belajar disini
memiliki dua arti, yaitu anak mempelajari dengan benar contoh perilaku
yang tidak baik, atau anak mempelajari dengan salah contoh perilaku
yang baik. Adanya masalah perilaku pada anak dapat dideteksi dari
aktivitas yang ia lakukan setiap hari, seperti aktivitas tidur, makan, dan
bermain. Beberapa contohnya adalah anak yang selalu sulit untuk bangun
tidur, memiliki pola tidur bermasalah, mengalami gangguan makan,
berbohong dan mudah menyalahkan orang lain untuk kesalahannya, serta
melanggar aturan dapat menjadi indikasi masalah.
3
Ey Gunatirin, Kesehatan Mental Anak dan Remaja, repository.ubaya.ac.id : 2018, hlm 9
6
3. Perkembangan
Adanya masalah perkembangan sangat terkait dengan tahapan
perkembangan anak. Beberapa permasalahan terkait perkembangan dapat
dilihat dari faktor kognisi dan juga atensi. Faktor kognisi terkait dengan
permasalahan kecerdasan dan juga kesulitan belajar. Atensi adalah fokus
dari sumber daya mental. Atensi meningkatkan proses kognitif untuk
banyak tugas, mulai dari meraih mainan, memukul bola, hingga menari.
Anak-anak memiliki rentang atensi yang terbatas, artinya hanya sejumlah
informasi yang mampu mereka perhatikan. Atensi akan berkembang
seiring dengan usia dan aktivitas anak. Kesulitan anak memusatkan
perhatian pada tugas, anak yang gelisah, tidak bisa diam, mudah
teralihkan perhatiannya menjadi indikasi masalah kesehatan mental.
Masalah-masalah seperti yang telah dijelaskan di atas dapat menjadi indikasi
awal yang mengarah pada gangguan kesehatan mental apabila hal ini konsisten
dinampakkan anak. Oleh karenanya, menjadi tugas bagi orang tua atau caregiver
untuk dapat mendeteksi sedari dini permasalahan ini supaya tidak berkembang
menjadi gangguan
B. Emosional Umum/Sosial.
Campos men-definisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul
ketika seseorang bera-da dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh
individu tersebut. Emosi diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan
kenyamanan atau ketidaknya-manan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang
bentuk rasa senang, takut, marah, dan sebagainya.
Karaktristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik yang terjadi pada
orang dewasa, dimana karekteristik emosi pada anak itu antara lain; (1)
Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba; (2) Terlihat lebih hebat atau kuat; (3)
Bersifat sementara atau dangkal; (4) Lebih sering terjadi; (5) Dapat diketahui
dengan jelas dari tingkah lakunya, dan (6) Reaksi mencerminkan individualitas.4
4
Rahmah Wati Anzani dan Intan Khairul Insan, Perkembangan Sosial Emosi, Tangerang :
ejournal.stitpn.ac.id 2020, hlm 182
7
Emosi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, emosi positif maupun
negatif. Santrock mengungkapkan bahwa emosi dipengaruhi oleh dasar biologis
dan juga pengalaman masa lalu. Terutama ekspresi wajah dari emosi, disini
dituliskan bahwa emosi dasar seperti bahagia, terkejut, marah, dan takut memiliki
ekspresi wajah yang sama pada budaya yang berbeda.
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak,
baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya,
karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson menyebutkan bahwa
anak memiliki kebutuhan emosional, seperti ingin dicintai, dihargai, rasa aman,
merasa kompeten dan mengoptimalkan kompe-tensinya.
Pada usia anak-anak sekolah belajar menguasai dan mengekspresikan emosi.
Pada usia enam tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks,
seperti kecemburuan, kebang-gaan, kesedihan dan kehilangan, tetapi anak-anak
masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain. Pada tahapan ini
anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup kapasitas untuk
mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional, serta menjaga perilaku yang
terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibim-bing oleh
pengalaman emosional. Seluruh kapasitas ini berkembang secara signifikan
selama masa prasekolah dan beberapa diantaranya tampak dari meningkatnya
kemampuan anak dalam mentoleransi frustasi.
Kemampuan untuk mentoleransi frustasi ini, yang merupakan upaya anak
untuk menghindari amarah dalam situasi frustasi yang membuat emosi tidak
terkontrol dan perilaku menjadi tidak terorganisir. Anak-anak tampak mening-kat
kemampuannya dalam mentoleransi frustasi ketika diminta melakukan sesuatu
yang berlawanan dengan keinginan mereka. Mereka juga mulai belajar bagai-
mana menegosiasikan konflik tersebut.
Sedangkan Kemampuan untuk menunjukkan kontrol diri terhadap emosi
akan menjadi anugerah yang dilematis bagi anak apabila anak tidak mampu
menyesuaikan levelnya terhadap situasi tertentu. Pada beberapa situasi anak
8
diharapkan mampu menahan diri, tetapi pada situasi yang lain anak-anak dapat
berperilaku impulsif dan ekspresif seperti yang mereka inginkan.5
Dalam konteks sosial emosi, emosi cenderung mendorong aktivitas sosial
seseorang. Kompetensi sosial ditentukan oleh kompetensi emosi seseorang. Sese-
orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi cenderung menjadi pribadi yang
kompeten secara sosial. Goleman menyatakan bahwa kematangan emosi
seseorang anak merupakan kunci keber-hasilan dalam menjalin hubungan sosial-
nya. Kecakapan tersebut merupakan faktor utama dalam menunjang keberha-silan
dalam pergaulan. Goleman juga menyebutkan bahwa salah satu kunci kecakapan
sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapkan perasaanya.
Sehingga dapat diketahui bahwa per-kembangan emosi sangat berpengaruh
besar terhadap perkembangan sosial anak. Interaksi sosial membutuhkan
keterampilan khusus yang didorong oleh kondisi emosi anak seperti motivasi,
empati dan menyelesaikan konflik. Anak yang dapat mengendalikan diri dan
mudah menunjukkan empati dan kasih sayang akan mudah bersosialisasi dengan
orang disekitarnya.
9
teman sebayanya. Guru atau pembimbing yang menggunakan pendekatan krisis
akan meminta anak untuk membicarakan penyelesaian masalahnya dengan teman
yang telah melukainya. Bahkan mungkin guru atau pembimbing segera
memanggil anak yang telah bersalah tersebut untuk menghadap dan
membicarakan penyelesaian masalah yang telah di lakukannya.
2. Pendekatan Remedial.
Dalam pendekatan remedial, guru atau pembimbing akan menfokuskan
bantuannya kepada upaya penyembuhan atau perbaikan terhadap kelemahan-
kelemahan yang di tampakkan anak. Tujuan bantuan dari pendekatan ini adalah
menghindarkan terjadinya krisis yang mungkin dapat terjadi. Berbagai strategi
dapat di gunakan untuk membantu anak, seperti mengajarkan kepada anak
keterampilan belajar, keterampilan bersosial dan sejenisnya yang belum di miliki
anak sebelumnya. Guru atau pembimbing yang menggunakan pendekatan
remedial untuk contoh kasus di atas, akan mengambil tindakan mengajarkan anak
keterampilan berdamai sehingga anak dapat memiliki keterampilan untuk
mengatasi masalah-masalah hubungan antar pribadi. Misal guru atau pembimbing
meminta anak yang telah melempar temannya dengan batu untuk meminta maaf
atas perbuatannya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Mereka di minta
untuk bersalaman dan bermain kembali.
3. Pendekatan preventif
Pendekatan preventif merupakan pendekatan yang mencoba mengantisipasi
masalahmasalah yang mungkin akan muncul pada anak dan mencegah terjadinya
masalah tersebut. Masalah-masalah pada anak taman kanak-kanak dapat berupa
tempat perkelahian, pencurian, merusak, menyerang dan sebagainya. Pendekatan
preventif di dasarkan pemikiran bahwa jika guru atau pembimbing dapat
membantu anak untuk menyadari bahaya dari berbagai aktivitas itu maka masalah
dapat di hindari sebaik-baiknya.
4. Pendekatan perkembangan
Dalam pendekatan perkembangan, kebutuhan akan layanan bimbingan di
taman kanak-kanak muncul dari karakteristik dan permasalahan perkembangan
anak didik, baik permasalahan yang berkenaan dengan perkembangan fisik
10
motorik, kognitif, sosial, emosi, maupun bahasa. Pendekatan perkembangan
dalam bimbingan lebih berorientasi pada bagaimana menciptakan suatu
lingkungan yang kondusif agar anak didik dapat berkembang secara optimal.
Berbagai teknik ini di gunakan dalam pendekatan ini seperti mengajar, tukar
informasi, bermain peran, melatih, tutorial dan konseling.
Selain itu, dalam penerapan bimbingan terdapat beberapa layanan bimbingan
untuk anak usia dini, yaitu : Layanan pemahaman siswa (pengumpulan data),
layanan pemberian informasi, layanan pemberian nasehat, layanan
penempatan,layanan pemecahan masalah dan pembiasaan. Dari beberapa jenis
layanan di atas, layanan pembiasaanlah yang di nilai paling efektif dan sangat
urgen di lakukan di Tk.
Jadi, ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk membina dan
membimbing problema mental yang dihadapi anak dalam pertumbuhannya, di
antaranya; pendekatan krisis, pendekatan remedial, pendekatan prefentif, serta
pendekatan perkembangan. Adapun Zakiah Daradjat berpendapat bahwa
pendidikan yang baik, bukanlah yang pendidikan yang disengaja melainkan
termasuk latihan kebiasaan yang baik seperti latihan sopan santun, dan kebiasaan
belajar yang baik. Adapun pelaksanaanya yang dapat di lakukan dengan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:7
1. Pendidikan instruksional dan interaktif yaitu terpadu dengan pelaksanaan
program kegiatan belajar.
2. Pendekatan dukungan sistem yaitu dengan menciptakan suasana Tk dan
lingkungan yang menunjang perkembangan anak.
3. Pendekatan pengembangan pribadi, yaitu dengan memberikan kesempatan
kepada anak untuk berkembang sesuai dengan kondisi dan kemampuan dirinya.
Pendekatan ini dapat di lakukan dengan memberikan tugas-tugas individual,
penempatan anak dalam keompok berdasarkan minat, kemampuan.
Jadi model bimbingan perkembangan memungkinkan konselor untuk
memfokuskan tidak sekedar terhadap gangguan emosional klien, melainkan lebih
mengupayakan pencapaian tujuan dalam kaitan penguasaan tugas-tugas
7
Ey Gunatirin, Kesehatan Mental Anak dan Remaja, repository.ubaya.ac.id : 2018, hlm 50
11
perkembangan, menjembatani tugas-tugas yang muncul pada saat tertentu, dan
meningkatkan sumber daya dan kompetensi dalam memberikan bantuan terhadap
pola perkembangan yang optimal dari klien.
Dengan demikian bimbingan perkembangan adalah bimbingan yang di
rancang dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat, dan isue-isue
yang berkaitan dengan tahapan perkembangan perkembangan anak dan
merupakan bagian penting dan integral dari keseluruhan program pendidikan.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Kesimpulan yang dapat saya sampaikan adalah :
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan Kesehatan mental merupakan
kondisi dimana individu memiliki kesejahteraan yang tampak dari dirinya yang
mampu menyadari potensinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi
tekanan hidup normal pada berbagai situasi dalam kehidupan, mampu bekerja
secara produktif dan menghasilkan, serta mampu memberikankontribusi kepada
komunitasnya. Mengutip dari jargon yang digunakan oleh WHO, “there is no
health without mental health” menandakan bahwa kesehatan mental perlu
dipandang sebagai sesuatu yang penting sama seperti kesehatan fisik. Mengenali
bahwa kesehatan merupakan kondisi yang seimbang antara diri sendiri, orang lain
dan lingkungan membantu masyarakat dan individu memahami bagaimana
menjaga dan meningkatkannya.
B. SARAN.
Saran yang dapat pemakalah sampaikan adalah dengan membaca kesimpulan
di atas maka diperlukan adanya pendampingan dari orang dewasa di sekitar anak
agar dapat memantai kesehatan mental anak.
Demikianlah makalah ini dibuat, tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan di dalam penulisan maupun pengambilan referensi, oleh sebab itu
selaku penyusun makalah ini menerima kritik dan saran agar untuk pembuatan
makalah kami ke depan menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin.
13
DAFTAR PUSTAKA
14