Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TINDAKAN PIDANA KORUPSI PERUNDANG UNDANGAN

DOSEN PEMBIMBING : MUTTAQIN, M.Pd.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

1. BILI NABILA PUTRI


2. EFA NITA FARIYANI
3. FEBRIANSYAH
4. LAILATUL OKTA FRANSISKA

PROGRAM STUDI PENDIDIKKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


YAYASAN NURUL ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM YASNI BUNGO
TAHUN AKADEMI 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nyasehingga makalahBelajar dan Pembelajaranini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah Belajar dan Pembelajaranini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah Belajar dan Pembelajaranini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Belajar
dan Pembelajaranini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Muara Bungo, 17 Maret 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Tindakan Pidana Korupsi Perundang Undangan..................................... 2
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 9
B. Saran........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tipikor tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi
telah menjadi kejahatan luar biasa. Metode konvensional yang selama ini
digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di
masyarakat, maka penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar
biasa. Mengingat bahwa salah satu unsur Tipikor di dalam Pasal 2 dan Pasal 3
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah adanya
unsur kerugian keuangan negara, unsur tersebut memberi konsekuensi bahwa
pemberantasan Tipikor tidak hanya bertujuan untuk membuat jera para
Koruptor melalui penjatuhan pidana penjara yang berat, melainkan juga
memulihkan keuangan negara akibat korupsi sebagaimana ditegaskan dalam
konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah tentang Belajar dan Pembelajaran ini adalah sebagai
berikut:
1. Jelaskan tindakan pidana korupsi perundang undangan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Belajar dan
Pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tindakan pidana korupsi perundang undangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tindak Pidana Korupsi Perundang Undangan

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela di tanah air selama ini
tidak saja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga
telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat,
menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa. Metode
konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan
persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus
menggunakan cara-cara luar biasa. Mengingat bahwa salah satu unsur Tipikor di
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor) adalah adanya unsur kerugian keuangan negara, unsur tersebut memberi
konsekuensi bahwa pemberantasan Tipikor tidak hanya bertujuan untuk membuat
jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana penjara yang berat, melainkan juga
memulihkan keuangan negara akibat korupsi sebagaimana ditegaskan dalam
konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor. Kegagalan pengembalian aset hasil
korupsi dapat mengurangi ‗makna‘ penghukuman terhadap para koruptor.

Pada dasarnya pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang


dilakukan oleh negara korban Tipikor untuk mencabut, merampas, menghilangkan
hak atas aset hasil Tipikor dari pelaku Tipikor melalui rangkaian proses dan
mekanisme baik secara pidana dan perdata. Aset hasil Tipikor baik yang ada di
dalam maupun di Luar Negeri dilacak, dibekukan, dirampas, disita, diserahkan
dan dikembalikan kepada negara yang diakibatkan oleh Tipikor dan untuk
mencegah pelaku Tipikor menggunakan aset hasil Tipikor sebagai alat atau sarana
tindak pidana lainnya dan memberikan efek jera bagi pelaku/calon pelaku.5 UU
Tipikor mengatur mekanisme atau prosedur yang dapat diterapkan dapat berupa
pengembalian aset melalui jalur pidana, dan pengembalian aset melalui jalur
perdata. Di samping UU Tipikor, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Ratifikasi Konvensi Anti Korupsi (UNCAC) 2003 yang mengatur juga bahwa

2
3

pengembalian aset dapat dilakukan melalui jalur pidana (aset recovery secara
tidak langsung melalui criminal recovery) dan jalur perdata (aset recovery secara
langsung melalui civil recovery). Secara teknis, UNCAC mengatur pengembalian
aset pelaku tindak pidana korupsi dapat melalui pengembalian secara langsung
dari proses pengadilan yang dilandaskan kepada sistem ―negotiation plea” atau
―plea bargaining system” dan melalui pengembalian secara tidak langsung yaitu
dengan proses penyitaan berdasarkan keputusan pengadilan.

Pengembalian aset Tipikor melalui jalur perdata terdapat pada ketentuan-


ketentuan pada Pasal 32 ayat (1), Pasal 34, Pasal 38B ayat (2) dan (3) UU Tipikor.
Pertama, Ketentuan Pasal 32 ayat (1) mengatur bahwa dalam hal penyidik
berpendapat tidak terdapat cukup bukti pada satu atau lebih unsur tindak pidana
korupsi sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka
penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada
Jaksa Pengacara Negara. Jaksa Pengacara Negara berdasarkan berkas yang
diserahkan oleh penyidik melakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada
instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatannya. Kedua, penguatan
pengembalian kerugian negara dilakukan dengan mewajibkan pelaku untuk
membuktikan harta benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga diduga
berasal dari tindak pidana korupsi. Pada kondisi dimana terdakwa tidak dapat
membuktikan bahwa harta benda yang diperoleh bukan karena tindak pidana
korupsi maka hakim atas dasar kewenangannya dapat memutus seluruh atau
sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara. Ketiga tuntutan perampasan
harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh penuntut umum
pada saat membacakan tuntutannya pada perkara pokok.

Pengajuan gugatan perdata dinilai seperti senjata yang sangat ampuh untuk
langsung menyerang para pelaku tindak pidana dalam upaya pengembalian
asetaset hasil tindak pidana korupsi selain mendapatkan hukuman pidana. Hal
tersebut harus dilaksanakan apabila aset yang disebutkan dalam putusan
sebelumnya ditemukan lagi adanya aset lain yang belum teridentifikasi sebagai
hasil tindak pidana korupsi.7 Gugatan perdata dalam rangka perampasan aset hasil
tipikor, memiliki karakter yang spesifik, yaitu hanya dapat dilakukan ketika upaya
pidana tidak lagi memungkinkan untuk digunakan dalam upaya pengembalian
4

kerugian negara pada kas negara. Keadaan dimana pidana tidak dapat digunakan
lagi antara lain tidak ditemukan cukup bukti; meninggal dunianya tersangka,
terdakwa, terpidana; terdakwa diputus bebas; adanya dugaan bahwa terdapat hasil
korupsi yang belum dirampas untuk negara walaupun putusan pengadilan telah
berkekuatan hukum tetap. Dengan adanya pengaturan gugatan perdata untuk
perampasan aset dalam Undang-Undang Tipikor dalam Pasal 32, 33, 34, 38C,
Undang-Undang Tipikor dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya pengaturan
tersebut maka perampasan aset hasil tipikor dengan menggunakan mekanisme
perdata tidak dapat dilakukan.

Pengembalian aset dari jalur kepidanaan dilakukan melalui proses


persidangan dimana hakim di samping menjatuhkan pidana pokok juga dapat
menjatuhkan pidana tambahan. Menurut Lilik Mulyadi, apabila diperinci maka
pidana tambahan dapat dijatuhkan hakim dalam kapasitasnya yang berkorelasi
dengan pengembalian aset melalui prosedur pidana ini dapat berupa:

1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau


barang yang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak
pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan
barang-barang tersebut. (Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Tipikor);
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama
dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Jika
terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat
disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk
membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam
UU ini lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan
pengadilan. (Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), (3) UU Tipikor);
5

3. Pidana denda dimana aspek ini dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi mempergunakan perumusan sanksi pidana (strafsoort) bersifat
kumulatif (pidana penjara dan atau pidana denda), kumulatif-alternatif
(pidana penjara dan/atau pidana denda) dan perumusan lamanya sanksi
pidana (strafmaat) bersifat determinate sentence dan indifinite sentence;
4. Penetapan perampasan barang-barang yang telah disita dalam hal terdakwa
meninggal dunia (peradilan in absentia) sebelum putusan dijatuhkan dan
terdapat bukti yang cukup kuat bahwa pelaku telah melakukan tindak pidana
korupsi. Penetapan hakim atas perampasan ini tidak dapat dimohonkan
upaya hukum banding dan setiap yang berkepentingan dapat mengajukan
keberatan kepada pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan tersebut
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman.
(Pasal 38 ayat (5), (6), (7) UU Tipikor);
5. Putusan perampasan harta benda untuk negara dalam hal terdakwa tidak
dapat membuktikan bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan karena
tindak pidana korupsi yang dituntut oleh Penuntut Umum pada saat
membacakan tuntutan dalam perkara pokok. (Pasal 38B ayat (2), (3) UU
Tipikor)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap orang, baik disadari maupun tidak, selalu melaksanakan
kegiatan belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur sampai
dengan tidur kembali akan selalu diwarnai oleh kegiatan belajar. Seseorang
yang tiba-tiba melihat petani sedang mencangkul di sawah, misalnya,
kemudian di dalam otaknya terlintas pikiran betapa beratnya kehidupan petani
dalam menghasilkan bahan makanan, sehingga muncul perasaan menghargai
hasil jerih payah petani. ilustrasi ini telah menunjukkan adanya pengalaman
belajar dan telah menghasilkan perubahan perilaku berupa tindakan
menghargai karya petani pada diri orang tersebut.
B. Saran
Para mahasiswa diharapkan agar mengetahui proses belajar mengajar
pada mata kuliah belajar dan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari dan
untuk lebih memahami dan mampu menjelaskan dalam dunia pendidikan.

6
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/win%207/Downloads/
01__Buku_Laplit_2017__Urgensi_&_Mekanisme_Pengembalian_Aset_Ha
sil_Tindak_Pidana_Korupsi__ISI__TSu_&_TSa_(1)%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai