Anda di halaman 1dari 15

AUDITING III

KASUS SUAP PEMBERIAN OPINI WTP OLEH 2 AUDITOR BPK

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Auditing III dengan Dosen Dr. Suparno MM.,
MBA

disusun oleh:

Ismiani Aulia 1610631030146

Kelas 6 AK – 4

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya yang berjudul “Kasus Suap Pemberian Opini WTP oleh 2 Auditor
BPK”.

Saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan
memberikan informasi pengetahuan kepada teman-teman semua. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak akan saya terima dengan tangan terbuka selalu demi kesempurnaan makalah
ini.

Akhir kata, saya sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Karawang, April 2019

Ismiani Aulia

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................................3

2.1. Pengertian Korupsi...................................................................................................3

2.2. Bentuk-Bentuk Korupsi............................................................................................3

2.3. Faktor Penyebab Korupsi.........................................................................................4

2.4. Penjelasan KPK Mengenai Suap Opini WTP Kemendes............................................5

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................6

3.1. Kronologi Kasus Suap dan Pencucian Uang...........................................................6

3.2 Pelaku Yang Terlibat dan Ancaman Pidana............................................................8

3.3 Pengendalian Internal Yang dilakukan BPK........................................................10

BAB IV PENUTUP.................................................................................................................11

4.1. Kesimpulan...............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Unqualified Opinion
artinya Laporan Keuangan (LK) telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Laporan Arus Kas, sesuai dengan prinsip akuntansi yg berlaku umum. Penjelasan laporan
keuangan juga telah disajikan secara memadai, informatif dan tidak menimbulkan
penafsiran yang menyesatkan.

Wajar di sini dimaksudkan bahwa Laporan Keuangan bebas dari keraguan dan
ketidakjujuran serta lengkap informasinya. Pengertian wajar tidak hanya terbatas pada
jumlah -jumlah dan ketepatan pengklasifikkasian aktiva dan kewajiban, namun yang
terpenting meliputi pengungkapan yang tercantum dalam Laporan Keuangan.

Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) diberikan oleh pemeriksa, apabila :

1. Tidak ada pembatasan lingkup pemeriksaan sehingga pemeriksa dapat


menerapkan semua prosedur pemeriksaan yang dipandang perlu untuk meyakini
kewajaran Laporan Keuangan; atau ada pembatasan lingkup pemeriksaan tetapi
tidak material dan dapat diatasi dengan prosedur pemeriksaan alternatif;

2. Tidak ada tekanan dari pihak lain kepada pemeriksa,

3. Tidak ada penyimpangan terhadap standar akuntansi atau ada penyimpangan


dari standar akuntansi tetapi tidak material.

Agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dapat memperoleh opini


Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) dari BPK RI, Pemerintah Daerah
harus menerapkan suatu sistem pengendalian intern yang kuat untuk menyakinkan
tercapainya proses dan hasil kegiatan yang dinginkan, dengan penilaian risiko
serta pemilihan metode tata kelola yang tepat, yang mampu meyakinkan dapat
dikendalikannya proses dan diperolehnya hasil kegiatan yang mampu meningkatkan
kegunaan dan keandalan informasi baik keuangan dan non keuangan.

1
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diketahui rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana kronologi terjadinya kasus suap opini WTP tersebut?
2. Apa ancaman pidana bagi para terdakwa yang dilakukan oleh para
pelaku tersebut?
3. Pengendalian Internal seperti apa yang dilakukan oleh BPK untuk
mencegah terjadinya kasus suap terulang kembali?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan disusunnya makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui kronologi terjadinya kasus suap opini WTP tersebut.
2. Mengetahui ancaman pidana bagi para terdakwa tersebut
3. Mengetahui pengendalian internal yang dilakukan oleh BPK untuk
mencegah kejadian suap ini terulang kembali

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Korupsi


Nurdjana (1990), Pengertian Korupsi Menurut Nurdjana, korupsi berasal dari
bahasa Yunani yaitu “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang,
dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma
agama materiil, mental dan hukum.
UU No. 20 Tahun 2001, Pengertian Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001
adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.
UU No 24 Tahun 1960, Pengertian Korupsi Menurut UU No.24 Tahun 1960
adalah perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau
dilakukan dengan menyalah gunakan jabatan atau kedudukan.
Kartono (1983), Pengertian Korupsi Menurut Kartono adalah tingkat laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
dan atau merugikan kepentingan umum dan negara.

2.2. Bentuk-Bentuk Korupsi


Korupsi mempunyai/ beberapa bentuk yaitu:
Penyuapan (bribery) adalah sebuah perilaku memberi dan menerima suap,
baik itu berupa uang ataupun barang.
Penggelapan (embezzlement) adalah perbuatan penipuan dan pencurian
sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya
tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
Kecurangan (fraud) adalah perbuatan kejahatan ekonomi yang melibatkan
penipuan. Yang didalamnya termasuk manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta
dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
Pemerasan (extortion) adalah perbuatan meminta uang atau sumber daya
lainnya secara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak
yang mempunyai kekuasaan. Yang dilakukan oleh mafia lokal dan regional.
Favouritism adalah mekanisme kekuasaan yang disalah gunakan yang
berimplikasi kepada tindakan privatisasi sumber daya, melanggar hukum yang ada

3
dan merugikan negara. Yang sifatnya serba kerahasiaan, walaupun dilakukan secara
kolektif atau korupsi berjamaah.

2.3. Faktor Penyebab Korupsi

Ada dua faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu:


1. Faktor Internal

 Sifat Tamak
Sifat tamak atau tidak puas dengan apa yang telah diraih, selalu merasa
kurang sehingga melakukan perbuatan korupsi.
 Moral Yang Kurang Kuat
Individu yang mempunyai moral tidak kuat akan muda tergoda/tertarik
untuk melakukan korupsi.
 Gaya Hidup Konsumtif
Perbuatan atau gaya hidup yang konsumtif jika tidak dibarengi dengan
pendapatan yang cukup, hal ini akan menyebabkan terjadinya korupsi.
2. Faktor Eksternal

 Faktor Ekonomi
Seorang pegawai atau karyawan yang kurang gaji/upah akan
menyebabkan pegawai itu melakukan korupsi.
 Faktor Politik
Instanbilitas politik juga akan menyebabkan korupsi
 Faktor Organisasi
Kurangnya sikap keteladanan pimpinan terhadap bawahan juga bisa
menyebabkan terjadinya korupsi.
 Faktor Umum
Tidak berdayanya hukum atau lemah dan buruknya perundang-
undangan juga akan bisa menyebabkan terjadinya korupsi.

4
2.4. Penjelasan KPK Mengenai Suap Opini WTP Kemendes
KPK menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemberian
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di laporan keuangan Kemendes. Irjen
Kemendes PDTT Sugito juga turut menjadi tersangka.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan dan


menetapkan 4 orang tersangka yaitu SUG (Sugito), Irjen Kemendes; JBP (Jarot Budi
Prabowo), eselon III Kemendes; RS (Rochmadi Saptogiri), eselon I BPK; dan ALS
(Ali Sadli), auditor BPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan
Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu(27/5/2017).

Sugito dan Jarot disangka memberi uang sebesar Rp 240 juta kepada
Rochmadi dan Ali agar Kemendes memperoleh opini WTP. Hingga operasi tangkap
tangan KPK pada Jumat (26/5), masih ada Rp 40 juta yang belum diberikan. Uang
tersebut ditemukan di ruangan Ali.

Sugito dan Jarot disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1
huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64
KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Rochmadi dan Ali disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b


atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Kronologi Kasus Suap Opini WTP


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus kemungkinan peran audit
Badan Pemeriksa Keuangan dalam mendekati pihak auditee dalam kasus pemberian
suap dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah


mengungkapkan bahwa sejauh ini lembaga tersebut telah memeriksa 18 orang saksi
untuk mendalami tentang dua hal yakni adanya relasi antara pihak Kementerian Desa
PDTT dan Auditor BPK. “Selain itu kami juga mendalami ada atau tidak pengaruh
atau ada modus lain dari auditor untuk mendekati auditee. Kami juga lakukan
pendalaman pertemuan terkait perkara ini mulai dari internal Kemendes, lalu dengan
auditor BPK,” ujarnya.

Dari kantor BPK, KPK sempat mengamankan enam orang, yakni pejabat
Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri (RS), Auditor BPK Ali Sadli (ALS), pejabat eselon
III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo (JBP), sekretaris RS, sopir JBP, dan satu
orang satpam. KPK kemudian melakukan penggeledahan di sejumlah ruangan di
kantor BPK.

"Untuk kepentingan pengamanan barang bukti dilakukan penyegelan di


sejumlah ruangan di BPK, disegel dua ruangan, yakni ruangan ALS dan RS," kata
Agus, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (27/5/2017).

Di ruang Ali Sadli, KPK menemukan uang Rp 40 juta yang diduga merupakan
bagian dari total commitment fee Rp 240 juta untuk suap bagi pejabat BPK. Uang Rp
40 juta ini merupakan pemberian tahap kedua ketika tahap pertama Rp 200 juta
diduga telah diserahkan pada awal Mei 2017.

KPK kemudian menggeledah ruangan milik Rochmadi Saptogiri, dan


ditemukan uang Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar AS atau setara dengan 39,8 juta di
dalan brankas. KPK sedang mempelajari uang di ruangan Rochmadi Saptogiri
tersebut terkait kasus dugaan suap yang sedang ditangani ini atau bukan.

6
Setelah mengamankan enam orang dan melakukan penggeledahan di kantor
BPK RI, KPK pada hari yang sama sekitar pukul 16.20 WIB, mendatangi kantor
Kemendes PDTT di Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan.

"Di sini KPK mengamankan satu orang (inisial) SUG, yaitu Irjen Kemendes
PDTT," ujar Agus. Di Kemendes PDTT, lanjut Agus, KPK menyegel empat ruangan,
di antaranya ruangan Sugito dan ruangan Jarot Budi Prabowo. Setelah melakukan
rangkaian penangkapan dan penggeledahan, dari hasil gelar perkara KPK
meningkatkan status perkara kasus ini menjadi penyidikan.

Pemberian suap diawali pemeriksaan atas laporan keuangan Kemendes PDTT


tahun anggaran 2016 dengan masa tugas 60 hari mulai 23 Januari-17 April 2017 di
Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Pada akhir April 2017, Sugito dan Anwar Sanusi bertemu dengan Ketua Sub
Tim 1 Pemeriksa BPK Choirul Anam yang menginformasikan bahwa Kemendes
PDTT akan memperoleh Opini WTP dan menyarankan agar Rochmadi dan Ali Sadli
diberi sejumlah uang dengan mengatakan "Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong
atensinya" yaitu sekitar Rp240 juta.

"Pemberian uang dari Sugito melalui Jarot Budi Prabowo tidak lepas dari
keinginan untuk mendapatkan opini WTP dan akibat dari pemberian itu Kemendes
mendapat opini WTP," ungkap hakim Sigit.

Dalam memenuhi pemberian Rp240 juta itu maka pada awal Mei 2017, Sugito
atas sepengetahuan Anwar Sanusi mengumpulkan para Sesditjen, Sesbadan, Sesitjen
serta Karo Keuangan dan BMN. Sugito meminta adanya "atensi atau perhatian" dari
seluruh Unit Kerja Eselon I (UKE 1) kepada Tim Pemeriksa BPK berupa pemberian
uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp200-300 juta.

Rapat menyepakati bahwa uang yang akan diberikan kepada Rochmadi dan
Ali Sadli ditanggung oleh 9 UKE 1 dengan besaran uang sesuai kemampuan dari
masing-masing UKE 1, uang akan disetorkan kepada Jarot.

"Pemberian sesuatu telah terjadi sejak awal pemeriksaan untuk 5 daerah


sampling dengan alasan dana tidak tercover anggaran dinas sehingga sudah ada
pengumpulan uang yang diberikan ke Ekamatwati terkumpul Rp240 juta yang
merupakan konflik kepentingan bukti petunjuk untuk mendapatkan WTP atas usulan
7
Sekjen atau eselon 1 karena tidak dibenarkan untuk meminta dana di luar
penganggaran," tambah hakim Sigit.

Setelah uang sebesar Rp200 juta terkumpul maka Jarot pada 10 Mei 2017
membawa tas kain belanja berisi uang sejumlah Rp200 juta. Ia menemui Ali Sadli di
ruang kerjanya Lantai 4 kantor BPK RI. Jarot menyampaikan "Ada titipan dari Pak
Irjen, Sugito".

Pemberian selanjutnya adalah pada 26 Mei 2017 Jarot mengantarkan sisa uang
sebesar Rp40 juta ke kantor BPK RI menggunakan kendaraan motor ojek online.

Jarot langsung masuk ke ruang kerja Ali Sadli di lantai 4. Setelah bertemu
dengan Ali, saat akan pulang Jarot memberikan sebuah tas kertas berwarna coklat
bertuliskan "Pandanaran" yang berisi uang sebesar Rp40 juta kepada Ali Sadli dan
menyampaikan "Pak, ini ada titipan", kemudian tas berisi uang tersebut disimpan oleh
Ali Sadli ke dalam laci meja kerjanya.

3.2 Pelaku Yang Terlibat dan Ancaman Pidana


1. Sugito

Mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT tersebut terbukti


memberikan suap senilai Rp240 juta kepada auditor BPK agar Kemendes PDTT
mendapat Opini WTP.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Sugito terbukti melakukan tindak pidana


korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar
Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana
kurungan selama 2 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah dalam sidang
di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta,

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) KPK yakni 2 tahun penjara ditambah denda Rp250 subsider 6 bulan kurungan.

2. Jarot Budi Prabowo

Sedangkan bawahan Sugito, Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo juga divonis
bersalah dalam kasus yang sama.
8
"Mengadili, menyatakan terdakwa Jarot Budi Prabowo terbukti melakukan
tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan ditambah denda
sebesar Rp75 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 2 bulan," kata Hakim Diah.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum
(JPU) KPK yakni Jarot dituntut 2 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan
kurungan

3. Ali Sadli

Dalam perkara ini, hakim menyebut Ali terbukti bersama-sama dengan


Rochmadi menerima duit suap Rp 240 juta dari Kemendes PDTT terkait pemberian
opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Duit suap itu diterima dari Irjen Kemendes
PDTT Sugito melalui Kepala Bagian TU dan Keuangan Inspektorat Kemendes Jarot
Budi Prabowo.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 6 tahun dan


denda Rp 250 juta subsider 4 bulan," kata hakim Ibnu.

Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu 10 tahun penjara dan denda
Rp 300 juta subsider 6 bulan. Dia juga diminta membayar uang pengganti ke negara
senilai Rp 325 juta subsider 1 tahun.

4. Rochmadi Saptogiri

"KPK melakukan eksekusi terhadap Rochmadi Saptogiri, Auditor Utama


AKN 3 Badan Pemeriksa Keuangan, terkait kasus suap terkait Laporan Keuangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun
Anggaran 2016,"
"Putusan Mahkamah Agung Nomor 2680 K/Pid.sus/2018 tanggal 6 Desember
2018 dengan vonis penjara 7 tahun dan pidana denda Rp 300 juta, jika tidak dibayar,
diganti kurungan 4 bulan, di tingkat kasasi " ujar Febri.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan putusan tingkat
pengadilan negeri. Rochmadi sebelumnya divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300
juta subsider 4 bulan. Rochmadi dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dari eks
Irjen Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha Jarot Budi Prabowo.
9
3.3 Pengendalian Internal Yang dilakukan BPK
Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) semakin memperkuat pengawasan
internal. Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya auditor dan pegawai yang
terlibat kasus korupsi.

"Kami sudah memiliki sistem pencegahan, di antaranya sistem quality control


dan quality assurance secara berjenjang dalam proses pemeriksaan, yang memastikan
kualitas proses dan hasil audit dapat diandalkan," ujar Kepala Biro Humas dan Kerja
Sama Internasional BPK Yudi Ramdan Budiman kepada Kompas.com, Jumat
(19/1/2018).

Selain itu, menurut Yudi, BPK memanfaatkan teknologi informasi dalam


proses audit. Hal itu untuk memastikan dokumentasi terjaga secara sistem tanpa
manual.

BPK juga memiliki majelis kehormatan kode etik. Majelis tersebut berperan
mengawal penegakan kode etik bagi pemeriksa BPK dan pengembangan pendidikan
secara berkelanjutan.

Sebelumnya, tiga auditor BPK ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi


Pemberantasan Korupsi.

Mereka adalah Rochmadi Saptogiri, selaku Auditor Utama Keuangan Negara


III BPK dan Ali Sadli selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan
Negara BPK. Kemudian, Sigit Yugoharto yang merupakan Auditor Madya pada Sub
Auditorat VII B2.

Para auditor tersebut ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK. Dua di
antaranya didakwa menerima suap, gratifikasi, dan kasus pencucian uang.

10
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
KPK menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemberian
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di laporan keuangan Kemendesyaitu SUG
(Sugito), Irjen Kemendes; JBP (Jarot Budi Prabowo), eselon III Kemendes; RS
(Rochmadi Saptogiri), eselon I BPK; dan ALS (Ali Sadli), auditor BPK.

Sugito, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Des diduga melakukan


pendekatan dengan pihak auditor BPK untuk mendapatkan status WTP.Kedua belah
pihak kemudian menyepakati uang komitmen yang harus diserahkan kepada pihak
auditor sebesar Rp240 juta

Sugito dan Jarot disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1
huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64
KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Rochmadi dan Ali disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b


atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, para


tersangka kasus suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang
melibatkan pejabat Kemendes PDTT ke pejabat dan auditor BPK saat ini sudah
ditahan. Keempatnya tidak ditempatkan satu tahanan. Irjen Kemendes Sugito (SUG)
dan pejabat Eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo (JBP) ditempatkan di Rutan
Polres Metro Jakarta Pusat.

Pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri (RS) ditahan di Rutan Polres Metro
Jakarta Timur, sedangkan Auditor BPK Ali Sadli (ALS) ditempatkan di Rutan Cabang
KPK di Guntur

11
DAFTAR PUSTAKA

News Detik.Com. "KPK Eksekusi Eks Auditor BPK Rochmadi Ke Lapas Cibinong -
Detik.com". DETIK.com . Diakses tanggal 2019-04-16.

News Detik.Com. “Terbukti Terima Suap, Eks Auditor BPK Ali Sadli Dihukum 6 Tahun Bui
- Detik.com". DETIK.com . Diakses tanggal 2019-04-19.

Octavia, Suryani. “Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” Academia.edu. Diakses


tanggal 2019-04-16.

Tirto.id. "Kasus Suap Kemendes PDTT: Sugito Divonis 1,5 Tahun Penjara", Tirto.id .
Diakses tanggal 2019-04-16.

Kompas.com. "BPK Perkuat Pengawasan Internal untuk Cegah Korupsi Terulang". Penulis :
Abba Gabrillin. Diakses tanggal 2019-04-19

12

Anda mungkin juga menyukai