Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAHAP PERKEMBANGAN MENTAL DAN PERUBAHAN


KESEHATAN PERKEMBANGAN REPRODUKSI

Di susun untuk memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah Patofisiologi

Dosen Pengampu: Ns. H. Jajang Ganjar Waluya, S. Kep., M. Kep

DI SUSUN OLEH

1. Desi Natalia (8801220018)

2. Rizky Maulana Nursam (8801220024)

3. Masfatmawati (8801220071)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

DIII KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, Tugas Makalah
Mata Kuliah Patofisiologi yang membahas tentang “Tahap Perkembangan Mental dan
Perubahan Kesehatan Perkembangan Reproduksi” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan Artikel/Jurnal yang berkaitan dengan
Tahap Perkembangan Mental dan Perubahan Kesehatan Perkembangan Reproduksi, serta
informasi dari media massa yang berhubungan dengan Tahap Perkembangan Mental dan
Perubahan Kesehatan Perkembangan Reproduksi. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaannya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. H. Jajang Ganjar Waluya, S. Kep., M.
Kep selaku Dosen Patofisiologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk Pembaca.

Serang, 19 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………... ii


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………… 1
C. Tujuan ……………………………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………… 2
A. Pengertian Profesi ……………………………….………………………………... 2
B. Kriteria Profesi ….….………………………………………….…………………... 2
C. Ciri-ciri Keperawatan Sebagai Profesi ……………………………………………. 4
D. Standar Profesi Keperawatan ……………………………………………………… 6
BAB III PENUTUP …………………………………………………………………….... 18
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………... 18
B. Penutup ……………………………………………………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan mental setiap individu berbeda tergantung kemampuan individu, keluarga dan
komunitas dalam menemukan, menjaga dan mengoptimalkan kesehatannya. untuk
menghadapi kehidupan sehari-hari mencakup bio, psiko, sosial, spiritual dan kultural
(Radiani, 2019). Menurut WHO tahun 2013 (Radiani, 2019) kesehatan mental mempunyai
potensi untuk mengatasi tekanan hidup, produktif dan berkontribusi dalam kehidupan sosial.
Perkembangan mental merupakan aspek penting dari perkembangan meliputi berbagai aspek
kemampuan mental. Perkembangan mental sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
dengan mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman melalui proses diferensiasi
Perkembangan tersebut dimuali sejak lahir dan terus berkembang respon bertambahnya usia
(Bharti, 2021). mentalnya seiring bertambahnya usia (Bharti, 2021).
Sebagian besar gangguan mental dimulai pada usia 14 tahun sampai pada usia pertengahan
20-an. Sedangkan untuk kecemasan dan gangguan kepribadian dimulai saat usia 11 tahun.
Berdasarkan survei dari 10 negara ditemukan sekitar seperempat anak muda memiliki
gangguan mental yaitu 10%. anak laki-laki, 14% anak perempuan (Organisation for
Economic Co-operation and Development, 2018). Hasil studi di Amerika mencatat bahwa
prevalensi gangguan mental yang paling rendah terjadi pada usia lebih dari 60 tahun (Fusar-
Poli, 2019). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental
adalah dengan cara mengoptimalisasi perkembangan mental mulai sejak dini. Apabila
masalah kesehatan mental pada anak dan remaja tidak tertangani dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan masalah perilaku mulai usia tujuh tahun dan akan memburuk pada
usia 16 tahun, serta memperburuk pasar tenaga kerja pada usia 22 dan 23 tahun
(Funk et al, 2012).
B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
Untuk menambah wawasan kepada pembaca tentang dokumentasi asuhan keperawatan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu proses menuju kedepan dan tidak dapat diulang kembali.
Menunjuk pada proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam
kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri baru mencakup konsep usia diawali saat pembuahan
dan berakhir dengan kematian (Ajhuri, 2019).

Definisi perkembangan Perkembangan menurut ilmu psikologi adalah perubahan secara


kualitatif pada ranah jasmani dan rohani manusia yang saling berkesinambungan menuju
kearah yang lebih baik, meliputi perubahan fungsi-fungsi organ fisik, fungsi psikologis atau
kepribadian, perkembangan bahasa dan sosial emosional.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan individu meliputi (Ajhuri, 2019):

1. Faktor herediter

2. Faktor lingkungan

3. Kematangan fungsi organ dan psikis

4. Aktivitas

5. Ketentuan Tuhan

Teori Perkembangan

Beberapa teori yang mempengaruhi perkembangan meliputi (Ajhurt 2019):

1. Teori Nativisme Arthur Schopenhaur dalam teorinya yang dikenal dengan teori nativisme,
menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh natives atau faktor bawaan
manusia sejak dilahirkan. Teori ini memandang bahwa sifat manusia tidak dapat diubah
karena ditentukan oleh sifat turunannya.

2
2. Teori empirisme Tokoh yang mempelopori teori empirisme bernama Jonh Locke
menyatakan bahwa perkembangan seseorang akan ditentukan oleh pengalaman selama
individu hidup.

3. Teori konvergensi

Teori ini merupakan teori gabungan yang dikemukakan oleh William Stern yang menyatakan
baik faldor endogen (bawaan) maupun faktor eksogen (pengalaman atau lingkungan)
mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu.

Aspek-Aspek perkembangan

Aspek perkembangan individu meliputi perkembangan fisik, emosi, bahasa, sosial,


kepribadian dan moral (Ajhuri, 2019):

1. Perkembangan fisik Perkembangan fisik terdiri dari 4 aspek antara lain: sistem syaraf yang
mempengaruhi kecerdasan dan emosi, otot yang mempengaruhi perkembangan motorik,
kelenjar endokrin yang menyebabkan munculnya pola tingkah laku baru, struktur tubuh
meliputi tinggi, berat dan proporsi.

2. Perkembangan emosi

Perkembangan emosi berjalan seiring usia manusia. Faktor yang mempengaruhi


perkembangan emosi adalah perkembangan fisik sistem syaraf yang terdapat dalam otak.

3. Perkembangan bahasa

Perkembangan berpikir individu merupakan faktor yang berkaitan erat dengan perkembangan
bahasa. Perkembangan tersebut ditunjukkan dari kemampuan membentuk pengertian,
menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.

4. Perkembangan sosial

Perkembangan sosial merupakan proses belajar untuk. menyesuaikan diri terhadap norma-
norma kelompok moral dan tradisi serta meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerja sama. Aspek sosial individu berkembang seiring dengan
perkembangan usia dan pergaulannya. Orang tua, pendidikan formal atau non formal,
lingkungan sehari-hari dan teman menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial individu

3
5. Perkembangan kepribadian

Aspek-aspek kepribadian yang mempengaruhi keunikan dalam penyesuaian terhadap


lingkungan meliputi karakter, temperamen, sikap, responsibilitas dan teman sebaya.

6. Perkembangan moral

Moral berasal dari kata latin "mos" yang artinya adat istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-
nilai kehidupan. Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan peraturan,
nilai-nilai, atau prinsip moral tanpa berharap adanya imbalan atau pujian. Pencapaian
tingkatan moral pada individu tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri (internal)
dan faktor lingkungan (eksternal).

Tahapan perkembangan Perkembangan manusia menurut Aristoteles dimulai sejak lahir


sampai usia 21 tahun melalui tiga fase yaitu:

1. Fase anak kecil atau fase bermain (0-7 tahun) yang diakhiri dengan pergantian gigi

2. Fase anak sekolah atau fase belajar (7-14 tahun) dimulai dari tumbuhnya gigi baru sampai
timbulnya gejala berfungsinya kelenjar-kelenjar kelamin

3 Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi dewasa (14-21 tahun)
dimulai dari bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin sampai akan memasuki masa dewasa.

Perkembangan manusia menurut Sigmund Freud adalah berdasarkan pada cara-cara reaksi
bagian-bagian tubuh tertentu meliputi

1. Fase infantil

Fase ini terjadi pada rentang usia 0-5 tahun yang dibedakan menjadi 3 yaitu

a. Fase oral (0-1 tahun), anak mendapatkan kepuasan seksual melalui mulutnya


b. Fase anal (1-3 tahun), anak mendapatkan kepuasan seksual melalui anusnya
c. Fase phalis (3-5 tahun), anak mendapatkan kepuasan seksual melalui alat kelaminnya.

2. Fase laten

Fase ini terjadi pada anak usia 5-12 tahun, dimana perhatian lebih kepada masalah-masalah
sekolah dan teman sejenisnya. Anak lebih fokus pada masalah sosial, sedangkan desakan
seksual mulai mengendur

4
3. Fase pubertas

Fase ini terjadi pada anak usia 12-18 tahun. Dorongan seksual pada fase ini mulai muncul
kembali. Apabila dorongan tersebut disublimasikan dengan baik, maka terjadi kematangan
pada fase genital.

4. Fase genital Fase ini terjadi pada usia 18-20 tahun. Fase dimana individu mengalami
ketertarikan pada lawan jenis. Seiring dengan seksualitas yang lebih terarah pada tujuan
reproduksi, individu pada fase ini mencapai ego yang ideal yaitu adanya keseimbangan antara
kerja dan cinta.

Perkembangan individu berdasarkan ciri-ciri psikologis menurut Oswald Kroch (Ajhuri,


2019) antara lain:

1. Fase anak awal (0-3 tahun)

Fase ini ditandai dengan anak membantah atau menentang orang lain, hal ini disebabkan
karena munculnya kesadaran adanya kemampuan untuk mencapai kemauan.

2. Fase keserasian sekolah (3-13 tahun)

Fase ini juga ditandai dengan anak suka menentang kepada orang lain, terutama terhadap
orang tuanya. Anak merasa mampu berpikir lebih maju daripada orang lain, dan mempunyai
keyakinan yang dianggapnya benar tetapi dirasakan sebagai keguncangan

3. Fase kematangan (13-21 tahun)

Anak mulai menyadari kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihannya. Anak mulai


menghargai pendapat orang lain, toleransi terhadap keyakinan orang lain. Fase ini terbentuk
kepribadian yang matang.

Menurut Havighurst perkembangan manusia berdasarkan konsep tugas


Perkembangan antara lain:

1. Masa bayi dan kanak-kanak/ infancy and early childhood (0-6 tahun)

5
2. Masa sekolah atau pertengahan kanak-kanak / middle childhood (6-12 tahun)

3. Masa remaja / adolescense (12-18 tahun)

4. Masa awal dewasa / early adulthood (18-30 tahun)

5. Masa dewasa pertengahan / middle age (30-50 tahun)

6. Masa tua/latter maturity (50 tahun keatas)

Neurobiologi perkembangan mental Menurut (Fusar-Ri, 2019), Otak manusia mencerminkan


gelombang faktor risiko terjadinya gangguan mental yang terjadi pada masa perkembangan
anak dan remaja. Patofisiologi gangguan mental secara progresif berasal dari perubahan
maturasi yang terjadi pada otak sejak lahir. Perubahan kematangan dapat mempengaruhi
struktur otak, aktivitas otak, proses mielinisasi, konektivitas saraf, dan proses neurokimia.
Perkembangan otak neonatus pada fase ektoderm sangat rentan terhadap gangguan
perkembangan saraf dan keterlambatan belajar. Proses yang terganggu meliputi
perkembangan konektivitas otak kematian sel, mielinisasi tengah tahun pertama. Otak
manusia tumbuh matur membutuhkan waktu selama tiga dekade. Selanjutnya perubahan
neurobiologis dan perilaku terjadi sejak pertengahan masa kanak-kanak melalui masa puber
sampai pertengahan usia 20an. Perubahan kematangan tersebut mengoptimalkan otak untuk
menghadapi tantangan masa depan, tetapi pada saat yang sama juga meningkatkan
kerentanan terhadap munculnya gangguan mental Risk tertinggi gangguan kesehatan mental
terjadi pada usia dewasa.

Proses perkembangan mental bersifat dinamis (Sons, 2010). Piaget adalah tokoh yang
mengembangkan teori kognitif yang berfokus pada perkembangan mental. Piaget
mengemukakan bahwa anak-anak berkembang melalui empat tahap perkembangan kognitif
meliputi (Lally and Valentine- French, 2019):

Tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget

Tahap Rentang Usia Karakteristik Tahap


Pencapaian

Sensorimotor 0-2 Tahun Pengalaman Anak Objek


terhadap dunia melalui Permanen
indra penglihatan,

6
pendengaran, perabaan
atau menyentuh dan
perasa

Pre operasional 2-7 Tahun Anak-anak memperoleh Teori berpikir:


kemampuan membangun Peningkatan
pengalaman dunia yang cepat
melalui bahasa dan dalam
gambaran mental, serta kemampuan
mulai melihat dunia dari berbahasa.
sudut pandang orang lain

Operasional 7-11 Tahun Anak mamapu berpikir koservasi

Konkret Logis, mereka dapat


melakukan operasi pada
objek yang nyata

Operasional Formal 11 Tahun-Dewasa Mampu berpikir secara Logis abstrak


sistematis, dapat
mengungkapkan alesan
tentang konsep abstrak
dan dapat memahami
etika dan pelajaran ilmiah

Periode sensorimotor merupakan tahapan pertama yang menandai perkembangan


kemampuan dan pemahaman spasial yang terdiri dari enam sub-tahapan meliputi (Thahir,
2018):

1. Sub-tahapan skema reflek

Reflek yang muncul saat lahir sampai enam minggu

2. Sub-tahapan fase reaksi sirkuler primer

Perkembangan kemampuan yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan mulai usia enam


minggu sampai empat bulan.
7
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkuler sekunder

Perkembangan kemampuan yang berhubungan dengan koordinasi antara penglihatan dan


pemaknaan muncul antara usia empat sampai sembilan bulan.

4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkuler sekunder

Perkembangan kemampuan yang muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen

5. Sub-tahapan fase reaksi sirkuler tersier

Perkembangan kemampuan yang berhubungan dengan penemuan cara-cara baru untuk


mencapai tujuan yang muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan

6. Sub-tahapan awal representasi simbolik

Perkembangan kemampuan yang berhubungan dengan tahapan awal kreativitas.

Tahap praoperasional merupakan tahap kedua- mengikuti tahapan sensorimotor dan


muncul antara usia dua. sampai enam tahun. Pada tahap ini, anak mengembangkan
ketrampilan bahasa, mempresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar, memiliki
pildiran imajinatif. Anak masih bersifat egosentris dan merasa kesulitan untuk melihat dari
sudut pandang orang lain. Anak mampu mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri.
Contoh pada tahap operasional, anak mengumpulkan semua benda yang berwarna merah
dengan bentuk yang berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat dengan warna
berbeda-beda (Thahir, 2018). Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga mulai usia
6-12 tahun dengan karakteristik kemampuan menggunakan logika. Proses pada tahap
operasional konkret antara lain (Thahir, 2018):

1. Pengurutan Kemampuan mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk atau ciri lain,
misalnya anak yang diberi benda-benda dengan ukuran berbeda, mereka akan mengurutkan
benda-benda tersebut dari yang paling besar ke ukuran yang paling kecil.

2. Klasifikasi

Kemampuan pada anak untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilan, ukuran, gagasan anak dalam berpikir logis terhadap benda (anak tidak
menganggap lagi bahwa semua benda hidup dan mempunyai perasaan).

8
3. Decentering

Kemampuan anak dalam memecahkan masalah mulai muncul dengan mempertimbangkan


beberapa aspek, misalnya anak tidak akan menganggap bahwa cangkir yang lebar dan pendek
isinya lebih sedikit dibandingkan dengan cangkir yang kecil dan tinggi.

4. Reversibility

Anak mampu memahami jumlah atau benda-benda dapat diubah dan kembali pada keadaan
semula. Misalnya anak dapat dengan mudah menentukan penjumlahan 4+4 sama dengan 8.

5. Konservasi

Anak mampu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek. Misalnya bila anak diberi cangkir
yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu jika air dituangkan kedalam gelas
lain yang ukurannya berbeda, maka air dalam gelas tersebut akan tetap sama banyak.

6. Penghilangan sifat egosentrisme

Kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, meskipun orang tersebut berpikir
dengan cara yang salah. Misalnya seorang anak yang ditunjukkan sebuah komik yang
menceritakan tentang siti yang menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan
ruangan dan kemudian boneka tersebut dipindahkan oleh ujang. Ketika siti kembali ke
ruangan, siti akan tetap menganggap bonekanya ada didalam kotak meskipun tahu bahwa
bonekanya sudah dipindahkan. Keadaan tersebut menandakan anak dalam tahap operasi
konkret.

Definisi Kesehatan Reproduksi

Istilah reproduksi berasal dari kata "re" yang berarti kembali dan kata "produksi" yang berarti
membuat atau menghasilkan. Jadi, istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan
manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya, sedangkan yang disebut
organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia (Harnani et al.,
2015). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kesehatan reproduksi merupakan suatu
keadaan seseorang yang sehat secara utuh baik fisik, mental, dan sosial yang berhubungan
dengan sistem, fungsi, serta proses reproduksi.

9
Pembahasan dalam kesehatan reproduksi tidak hanya mengenai penyakit yang dapat
mengganggu kesehatan represuksi, namun juga mengenai cara mencegah dan menjaga diri
agar terhindar dari gangguan reproduksi Isu gender adalah bagian dari kesehatan reproduksi.
Sering kali perempuan dan laki-laki tidak memiliki kesetaraan dalam memperoleh informasi
maupun layanan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, ilmu kesehatan reproduksi membahas
hak hak reproduksi secara menyeluruh dengan memperhatikan kesetaraan gender.

Tujuan Kesehatan Reproduksi Menurut Setyorini (2014), tujuan kesehatan reproduksi terdiri
atas dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum berkaitan dengan peningkatan
kemandirian dalam mengatur fungsi dan proses reproduksi termasuk kehidupan seksualitas,
sedangkan tujuan khusus kesehatan reproduksi adalah meningkatkan peran dan tanggung
jawab sosial lakiki terhadap akibat dari perilaku seksnya. Selain itu, dukungan yang
menunjang perempuan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan
proses reproduksinya

Tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah untuk meningkatkan kesadaran,


kemandirian, tanggung jawab, dan kewaspadaan remaja dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya. Kesehatan reproduksi dapat dicapai secara optimal dengan mengaplikasikan
poin- poin dalam tujuan utama program kesehatan reproduksi. Berdasarkan tujuan tersebut
maka hasil akhir yang diharapkan adalah terpenuhinya hak-hak reproduksi.

C. Manfaat Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan kesehatan reproduksi bila diberikan sejak usia remaja (usia yang identik dengan
pubertas) maka remaja akan tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang sehat dan
berdaya guna. Remaja sering kali sulit menemukan informasi yang tepat mengenai kesehatan.
reproduksi sehingga menimbulkan beragam persepsi yang belum tentu. kebenarannya
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bermanfaat bagi remaja untuk menghadapi
berbagai perubahan fisik, sosial, dan psikis yang dialaminya. Selain itu, membantu remaja
dalam menjaga kesehatan reproduksi serta mencegah permasalahan akibat kelalaian menjaga
kesehatan reproduksi.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesehatan Reproduksi

10
Kualitas kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tiga faktor utama yang
sangat berpengaruh adalah status kesehatan, praktik budaya, serta sarana dan prasarana yang
menunjang kesehatan. Pertama, status kesehatan berkaitan dengan gizi seorang remaja dan
menjadi perhatian karena remaja yang sakit cenderung mengalami permasalahan pada fungsi
dan proses reproduksinya. Kedua, pengaruh praktik budaya di masyarakat yang hingga saat
ini masih menjadi "momok" dalam permasalahan kesehatan reproduksi, salah satunya adalah
praktik budaya pernikahan usia dini. Ketiga, sarana dan prasarana kesehatan semakin
dilengkapi pemerintah untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan kesehatan reproduksi.

Remaja yang telah pubertas sudah memulai fungsi reproduksi, namun organ reproduksi
belum mengalami maturitas (kematangan) sepenuhnya. Remaja perempuan harus menyadari
bahwa umur yang masih belia menandakan organ reproduksi masih belum optimal untuk
menerima kehamilan. Apabila remaja perempuan mengalami kehamilan, berbagai masalah
kesehatan dapat bermunculan, seperti perdarahan, preeklampsia, Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR), infeksi, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi karena komplikasi yang
terjadi akibat usia ibu

yang terlalu muda dan ketidaksiapan secara psikososial. Berdasarkan hasil Indonesian Health
Demographic Survey (IHDS) tahun 2012, 45% perempuan menikah di bawah umur 20 tahun,
4,2% menikah pada rentangan umur 10-14 tahun, dan 41,8% menikah pada rentangan umur
15-19 tahun Praktik pernikahan usia dini sangat berisiko buruk bagi kesehatan reproduksi
remaja yang akan dirasakannya di fase Kehidupannya yang akan datang Banyak kasus
kematian ibu melahirkan akibat tubuhnya belum siap untuk melangsungkan proses persalinan
Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan reproduksi dapat bersumber dari dalam (internal)
atau luar (eksternal) dan dapat juga kombinasi antara keduanya. Faktor internal seperti
kondisi kesehatan bük fisik maupun mental, edangkan faktor eksternal seperti lingkungan
tempat sosialisasi atau lingkungan yang memengaruhi asupan nutrisi. Kondisi kesehatan
remaja harus dijaga dan diperhatikan dengan balk karena dampaknya dapat dirasakan di masa
depan. Remaja juga perlu pendewasaan dengan mengontrol emosiagar tidak salah dalam
bertindak. Pakungan karga dan masyarakat juga sangat membantu remaja untuk berperilaker
positif sehingga kesehatan seksual dan reproduksi remaja dapat terjadi dengan baik

Hak-hak Kesehatan Reproduksi Hak hak kesehatan reproduksi

11
yang telah dituangkan dalam International Conference on Population and Development
(ICPD) CAIRO tahun 1994 adalah sebagai berikut (BKKBN, 2008),

1 Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi

2. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi

3 Hak untuk kebebasan berpikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksinya

4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak.

5. Hak untuk hidup dan terbebas dari risiko kematian karena kehamilan kelahiran
karena masalah gender.

6. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi.

7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk yang menyangkut kesehatan
reproduksi.

8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan reproduksi.

9.Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam reproduksinya.

10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik yang bernuansa
kesehatan reproduksi

12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi

Hak-hak Kesehatan Reproduksi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun


2002 (Nelwan, 2019) dapat dijabarkan secara praktis sebagai berikut.

1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik Ini
berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien sehingga menjamin keselamatan
dan keamanan klien

12
2.Setiap orang perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak
memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat
serta efek samping obat- obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan,
dan/atau mengatasi masalah kesehatan reproduksi.

3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang efektif, terjangkau,
dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan, dan tidak melawan hukum.

4.Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya yang


memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan serta
memperoleh bayi yang sehat.

5. Setiap anggota pasangan suami-istri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan.

6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dengan situasi dan kondisi yang di
ingikan bersama tanpa unsur paksaan, ancaman, dan kekerasan.

7. Setiap remaja lelaki maupun perempuan berhak memperoleh informasi yang tepat dan
benar tentang reproduksi sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan
seksual yang bertanggung jawab.

8. Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan
akurat mengenai penyakit menular seksual termasuk HIV/ AIDS.

Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) merupakan suatu tantangan kesehatan
reproduksi dan seksualitas remaja di Indonesia Berbagai aktivitas telah dilakukan pemerintah
untuk memenuhi hak-hak reproduksi remaja. Pemerintah dan aspek terkait hendaknya
memberikan pendidikan seksualitas dan reproduksi yang komprehensif, menangani berbagai
masalah kekerasan seksual, menyediakan akses ke layanan kesehatan seksual dan reproduksi,
serta mempromosikan keragaman demi meningkatkan hidup yang penuh toleransi Masalah
kesehatan reproduksi terjadi karena keterbatasan informasi dan juga miskonsepsi terhadap
pendidikan kesehatan reproduksi sehingga pada akhirnya berpengaruh pada tingginya angka
kehamilan tidak direncanakan, angka kematian ibu, serta kejadian infeksi menular seksual
dan HIV/AIDS di Indonesia.

Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

13
Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan rangkaian kehidupan manusia
dimulai sejak masa konsepsi hingga usia lanjut. Menurut Kumalasari dan Andhyantoro
(2013), pendekatan siklus hidup (life cycle approach) digunakan dalam pelaksanaan
kesehatan reproduksi agar diperoleh sasaran yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas
serta dilaksanakan secara terpadu dan berkualitas dengan memperhatikan hak-hak reproduksi
perorangan dengan bertumpu pada program pelayanan yang tersedia.

Salah satu pendekatan siklus hidup yang perlu mendapat perhatian lebih adalah masa remaja.
Masa remaja harus diwaspadai karena beragam risiko cenderung menghampiri remaja,
misalnya kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan, kehamilan tidak diinginkan yang
dapat berujung tindakan unsafe abortion (aborsi yang tidak aman). Hal ini akan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas akibat gangguan sistem reproduksi
yang dialami remaja.

14

Anda mungkin juga menyukai