Anda di halaman 1dari 16

PENTINGNYA INTERAKSI, KOMUNIKASI, SERTA

PEMAHAMAN SEBAGAI WAHANA SOSIALISASI dan


INTERAKSI EDUKATIF PADA LINGKUNGAN KELUARGA

Disusun Oleh :
Kethrine Tania Sukma Sekarti (16)
XII IPS 3

Guru Pembimbing :
Sofiah Azmil, S.Pd

TUGAS AKHIR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI


TAHUN AJARAN 2023/2024
SMA NEGERI 1 NGANTANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas limpahan
rahmat dan karunianya saya dapat menulis makalah ini mengenaiSosialisasi di daerah yang
miskin. Makalah ini dapat selesai berkat bantuan beragai pihak. Antara lain Guru
pembimbing yang telah mengarahkan dalam menyusun makalah ini, orang tua yang telah
membantu saya dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, Saya mengucapkan terima
kasih kepada semuanya atas bantuannya. Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini
kurang sempurna. Untuk itu, Saya meminta kritik dan saran kepada pembaca agar untuk
kedepannya makalah yang saya buat dapat lebih baik.

Malang, 16 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan.........................................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA.........................................................................
1.1 Metode Penelitian.......................................................................................
A. Metode Kualitatif Deskriptif......................................................................
B. Lokasi Penelitian........................................................................................
C. Informan Penelitian....................................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................
2.1 Interaksi.....................................................................................................
2.2 Komunikasi...............................................................................................
2.3 Sosialisasi..................................................................................................
2.4 Peranan Dan Fungsi Keluarga...................................................................
2.5 Keluarga Sebagai Wahana Sosialisasi Anak..............................................
2.6 Pola Interaksi Religius Dalam Keluarga...................................................
BAB III PENUTUP.......................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
LAMPIRAN 1................................................................................................
LAMPIRAN 2................................................................................................
3.2 Transkrip Wawancara ...............................................................................
Narasumber 1..................................................................................................
Narasumber 2..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama dalam


bersosialisasi. Menjaga kesejahteraan anak merupakan landasan dasar untuk mencapai
kehidupan efektif sehari-hari. Kesejahteraan tersebut dapat dicapai melalui
pendidikan yang berkualitas dimana terjadi interaksi edukatif keagamaan antar
anggota keluarga. Tekniknya dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan, seperti
orang tua hendaknya merencanakan apa yang akan dikatakannya, tidak terburu-buru,
terbuka dan jujur pada diri sendiri dan juga pada anak. Pendekatan yang dilakukan
antara lain: 1) dialog terbuka dengan anak, 2) berpikir kritis dan kreatif, dan 3)
klarifikasi nilai. Oleh karena itu, orang tua perlu: 1) menerapkan pola pendidikan
yang moderat pada anak, 2) menciptakan suasana akrab antara orang tua dan anak, 3)
membiasakan anak terhadap rasa bersalah, dan 4) memberikan kesempatan yang luas
untuk berinteraksi. Dan bersosialisasi dengan lingkungannya dalam arti positif.

Menurut Vander (1979:75) sosialisasi merupakan proses interaksi sosial yang


menyebabkan seorang individu mengenal cara berpikir, berperasaan, dan bertingkah
laku sehingga membuatnya dapat berperan serta dalam kehidupan masyarakatnya.
Cara individu berpikir, berperasaan, dan bertingkah-laku itu dipelajari dari anggota
masyarakat lainnya. Secara sadar maupun tidak, setiap individu mendapat informasi
dari apa yang diajarkan oleh orang tua, saudara, anggota keluarga yang lain, dan guru
di sekolah. Menurut Berger (1984:116) menyatakan bahwa, interaksi individu dengan
lingkungannya merupakan proses sosialisasi. Berger dan Luckman (1967)
menyatakan bahwa sosialisasi berlangsung dalam dua fase, yaitu sosialisasi primer
dan sosialisasi sekunder. Pendapat lain dikemukakan oleh Waters and Crook (1946)
yang menyatakan bahwa sosialisasi berlangsung dalam tiga fase, yaitu sosialisasi
primer, sekunder, dan tersier. Sosialisasi primer berlangsung dalam keluarga,
sosialisasi sekunder terjadi di luar lingkungan keluarga, sementara sosialisasi tersier
terjadi ketika individu masuk dalam situasi sosial yang baru dalam masa
kedewasaannya.

Sosialisasi memberikan dua kontribusi 12fundamental bagi kehidupan


seseorang. Pertama, memberikan dasar atau pondasi kepada individu bagi terciptanya
partisipasi yang efektif dalam masyarakat. Kedua, memungkinkan lestarinya suatu
masyarakat karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga
kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya, masyarakat Minangkabau,
Batak, Jawa, dan lainnya. Akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak
mensosialisasikan nilai-nilai dan budaya Minangkabau, nilai-nilai dan budaya Batak,
dan nilai-nilai budaya Jawa kepada generasi berikutnya. Menurut Ihromi (1999:144)
paling tidak ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok
bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Proses sosialisasi akan
berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu
tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Tidak dapat
dipungkiri bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar
berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Solehudin (2000:79) menyatakan bahwa,
keluarga menjadi salah satu sarana penting dalam penanaman nilai-nilai pendidikan
karakter. Melalui keluarga anak belajar merespon dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Melalui proses interaksi itu anak secara bertahap belajar mengikuti apa
yang disosialisasikan oleh orang tua.

Keluarga adalah tempat sosialisasi pendidikan inti yang menjadi pondasi


untuk perkembangan anak. Sementara pendidikan yang diperoleh dari sekolah
maupun dari lingkungan merupakan sebagian dari pendidikan yang diperlukan.
Menurut Suyatno (2003:109) bahwa pendidikan dalam keluarga tidak hanya tentang
bagaimana meningkatkan fungsi kognitif atau mencerdaskan anak saja, tetapi juga
membentuk karakter. Anak perlu diajari untuk membedakan mana yang salah dan
yang benar, mana yang hak dan mana yang kewajiban, serta bagaimana agar tetap
hidup benar di lingkungan yang salah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pentingnya interaksi dan komunikasi sebagai wahana sosialisasi edukatif


pada anak dalam lingkungan keluarga? Dan bagaimana cara penerapannya
agar efektif?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pentingya sosialisasi edukatif di lingkungan keluarga.


2. Untuk mengetahui bentuk sosialisasi yang dapat diterapkan dalam lingkungan
keluarga.
3. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan referensi dalam
menambah wawasan pengetahuan mengenai keilmuan sosiologi keluarga.
4. Agar dapat memberikan pustaka pengetahuan bagi semua kalangan.
Khususnya terkait dengan pembelajaran sosiologi kelas XII.
5. Agar dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam mengaplikasikan
pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Metode Penelitian


Pada penelitian tentang pentingnya interaksi, komunikasi, serta pemahaman sebagai
wahana sosialisasi dan interaksi edukatif pada lingkungan keluarga menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

A. Metode Kualitatif Deskriptif


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian lapangan
(field research) dengan desain deskriptif kualitatif, yaitu sebuah penelitian yang
berusaha mengungkap keadaan yang bersifat alamiah secara holistik. Masalah dan
fakta yang digambarkan secara deskriptif. Kemudian dianalisis untuk memperoleh
gambaran utuh tentang permasalahan-permasalahan yang diteliti. Sedangkan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, dan
normatif. Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang mempelajari struktur
sosial dan proses-proses sosial, terutama di dalamnya perubahan-perubahan sosial.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Jl. Raya Tlogomas Gg. 9 No.29, Tlogomas,
Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65144 dan Jl. Raya Mulyorejo No.253,
Maron, Mulyorejo, Kec. Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65392.

C. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini istilah yang digunakan untuk subjek penelitian adalah
informan atau nara sumber yang memberikan informasi di lembaga, atau di tempat
lain yang berkaitan dengan obyek penelitian. Pada dasarnya kedua istilah di atas sama
bermakna pada subjek penelitian, penekanan yang diinginkan dengan menyebut
subjek penelitian dengan istilah informan adalah dari yang bersangkutan. Peneliti
menggali informasi mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan dirinya sendiri
ataupun tentang lingkungan sekitarnya yang menjadi topik penelitian ini. Pemilihan
informan dan informan kunci lebih menekankan pada data apa yang hendak dicari
oleh peneliti. Adanya kesalahan dalam penentuan informan dapat berakibat pada
kesalahan kesimpulan, ramalan, atau tindakan yang berkaitan dengan hasil penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data


Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara sebagai
teknik utamanya. Teknik wawancara dengan cara melibatkan beberapa pihak. Selain
itu perlunya dokumentasi. Dokumentasi merupakan pengambilan data yang diproses
melalui dokumen-dokumen. Metode dokumentasi dipakai untuk mengumpulkan data
dari sumber-sumber dokumen yang mungkin mendukung atau bahkan berlawanan
dengan hasil wawancara. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang berupa
dokumen atau arsip. Metode dokumentasi dilaksanakan untuk melengkapi data yang
diperoleh dari wawancara dan observasi. Data yang diperoleh berupa tulisan.

BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Interaksi
Interaksi sosial berasal dari kata interaksi artinya tindakan yang terjadi secara dua
orang atau lebih yang bereaksi akan timbal balik melalui kontak langsung maupun tidak
langsung. Sosial yang berarti mencakup saling berkesinambungan atau bekerja sama seperti
halnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan
membutuhkan orang lain. Secara sederhana, pengertian interaksi sosial adalah hubungan
timbal balik antara individu maupun kelompok untuk menjalin hubungan pertemanan,
diskusi, kerjasama yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Interaksi yaitu satu relasi antara dua sistem yang terjadi sedemikian rupa sehingga
kejadian yang berlangsung pada satu sistem akan mempengaruhi kejadian yang terjadi pada
sistem lainnya. Interaksi adalah satu pertalian sosilal antar individu sedemikian rupa sehingga
individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lainnya (Chaplin, 2011).
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1982) interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-
perorangan, antara kelompokkelompok manusia maupun antara orang perorangtan dengan
kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka
saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-
aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.Jadi interaksi sosial adalah
kemampuan seorang individu dalam melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau
kelompok dengan ditandai adanya adanya kontak sosial dan komunikasi.

2.2 Komunikasi
Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang
atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Kata komunikasi berasal dari
bahasa latin, communicatus, artinya berbagi atau menjadi milik bersama – mengacu pada
upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Sebagai mahluk sosial, manusia
dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan manusia lainnya dengan
berkomunikasi. Mempelajari komunikasi berarti meningkatkan kemampuan berkomunikasi
(menulis, berbicara, dan sebagainya). Di samping itu, ini juga berarti belajar menganalisis
peristiwa komunikasi sebagai peristiwa sosial.
2.3 Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses belajar yang kompleks. Dengan sosialisasi, manusia
sebagai makhluk biologis menjadi manusia yang berbudaya, yang cakap menjalankan
fungsinya dengan tepat sebagai individu dan sebagai anggota kelompok. Seorang bayi yang
lahir merupakan organisme yang sangat lemah. Pemenuhan segala kebutuhan fisiknya
bergantung kepada orang dewasa. Namun, sejak saat itu dia mulai berinteraksi dengan
lingkungan dan menyerap banyak hal hingga tumbuh dewasa, dan baru berakhir setelah dia
meninggal. Hal-hal yang diserap meliputi sikap dan nilai, rasa suka dan tidak suka, rasa
senang dan sedih, keinginan dan tujuan hidup, cara bereaksi terhadap lingkungan, dan
pemahaman mengenai segala sesuatu. Semua itu diperolehnya melalui proses yang disebut
sosialisasi. Dalam proses ini, seseorang juga mengalami internalisasi (mendarah-dagingkan)
nilai dan norma sosial tempat dia hidup, sehingga terbentuklah kepribadiannya. Setiap orang
perlu mempelajari nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakatnya.

2.4 Peranan dan Fungsi Keluarga


Keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan pribadi dan perkembangan
anak dalam rangka mencapai kemandirian dan per-kembangan optimal dalam kehidupan-nya.
Karena keluarga sebagai lingkungan pendidikan primer dan utama amat besar peranannya,
maka keluarga itu mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Makna dan corak fungsi-fungsi itu serta
penerapannya dipengaruhi oleh kebudayaan sekitar dan intensitas keluarga dalam turut
sertanya dengan kebudayaan dan lingkungannya. Berkaitan dengan fungsi dan peran keluarga
dalam mendidik anaknya, Sudardja Adiwikarta (1988:70) mengungkapkan bahwa keluarga
merupakan lokasi terselenggaranya pendidikan. Pengaruh edukatif keluarga tidak hanya
terdapat pada anak-anak kecil, melainkan juga pada seluruh anggota keluarga, termasuk anak-
anak yang sudah bersekolah, pemuda-pemuda yang masih tinggal bersama keluarga, dan
orang dewasa sendiri yang menjadi pemimpin keluarga itu, bahkan mungkin orang lain yang
berada di luar lingkungan keluarga. Selanjutnya Soelaeman (1988:52-79) mengemukan
fungsi keluarga sebagai berikut:
Pertama, fungsi edukatif. Dalam keluarga. Anak pertama kali memperoleh
pengalaman yang sangat penting bagi perkembangannya, karena itu kelurga disebut
lingkungan pendidikan pertama karena keluarga meletakkan dasardasar pertama bagi
perkembangan anak. Kedua,fungsi sosialisasi. Dalam hal ini keluarga sebagai suatu lembaga
sosial mempunyai peranan penting bagi masyarakat yaitu membentuk pribadi seseorang
dimana personalitas seseorang itu nantinya akan dapat mempengaruhi corak dari suatu
masyarakat. Keluarga merupakan penghubung anak dengan kehidupan sosialnya, interaksi
dan sosialisasi dimulai dalam keluarga, baru kemudian cerminan sosialisasi dalam keluarga
akan tercermin dalam interaksinya di sekolah dan di masyarakat.
Ketiga, fungsi protektif. Dalam keluarga anak mendapat perlindungan dan
melindunginya dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial dan
kaedah agama dan dari ketidakmampuannya bergaul dengan lingkungan. Keempat, fungsi
religius. Keluarga wajib memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai religius kepada anak.

2.5 Keluarga Sebagai Wahana Sosialisasi Anak


Lingkungan pertama sebagai wahana sosialisasi anak adalah lingkungan keluarga.
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari
satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah
sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena Dalam
proses sosialisasi diajarkan peran peran yang harus dijalankan oleh individu. Selanjutnya
sosialisasi adalah satu konsep umum yang dapat dimaknai sebagai sebuah proses di mana
seseorang belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan
bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam
menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi
selama hidup. Proses sosialisasi merupakan proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi
dengan mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara
hidup atau kebudayan masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari
kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat di mana dia
hidup. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan
dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.
Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan
seseorang. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya
partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu
masyarakat – karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian
masyarakat akan sangat terganggu. Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-
pesan yang di sampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya
saling mendukung satu sama lain.
Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama dan utama bagi anak. Dalam
lingkungan keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam
suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas
(extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja
terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping
anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi
dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak.
Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya,
misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga
pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam lingkungan keluarganya
terutama orang tuanya sendiri. Anak sebagai bagian anggota keluarga dalam pertumbuhan
dan perkembangannya tidak akan terlepas dari lingkungan dimana dia dirawat/diasuh atau
awal diperolehnya pengalaman belajar bagi seorang anak. Dalam keluargalah kali pertama
anak berinteraksi terutama dengan ibunya setelah anak dilahirkan dan melalui kegiatan
menyusui. Hubungan tersebut akan berkembang sesuai tahapan usia anak. Dari sinilah anak
akan dan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri melalui pengalaman belajar agar diterima
di lingkungan sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat; dengan syarat punya
kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain, mampu berkomunikasi dan berbicara
yang dapat dimengerti oleh orang lain dan memiliki motivasi belajar yang menyenangkan.
Untuk itu, diperlukan suatu dukungan anggota keluarga, karena pengalaman sosial pertama
diperoleh di dalam lingkungan keluarga, maka anggota keluarga terutama orang tua diyakini
paling tepat menentukan terjadinya proses sosialisasi yang baik pada anak.
Tantangan keluarga dalam era teknologi informasi adalah bagaimana anggota
keluarga mampu mengantisipasi pengaruh negatif agen sosialisasi lainnya terhadap anak. Di
samping kelompok bermain, media massa disadari atau tidak juga memiliki pengaruh yang
signifikan dalam membentuk sikap dan perilaku anak. Bagaimana anak bersikap,
berkomunikasi, dan berperilaku juga diwarnai oleh model figur yang diperankan dan
ditampilkan oleh media massa. Dimana media massa sudah merambah berbagai penjuru
tanpa batas termasuk pada lingkungan keluarga, terutama media elektronik yaitu radio,
televisi, video, film, dan lainnya. Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas
dan frekuensi pesan yang disampaikan. Contoh: Penayangan acara Smack Down di televisi,
video porno melalui internet dan HP diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku
anak-anak dan remaja dalam banyak kasus. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan
pola konsumsi atau bahkan mewarnai gaya hidup masyarakat pada umumnya. Tampilan gaya
anak Punky telah banyak mewarnai sikap dan kepribadian anak dan remaja yang notabene
remaja terpelajar saat ini.
2.6 Pola Interaksi Religius Dalam Keluarga

Bermakna atau tidaknya interaksi orang tua dengan anak dalam keluarga tergantung
kepada bagaimana sikap dan komunikasi yang dibangun oleh orang tua dalam keluarga. Salah
satu karakteristik dari manusia adalah adanya komunikasi antara yang satu dengan yang
lainnya. Komunikasi yang dimaksud adalah bagaimana hubungan dialogis yang terjalin
timbal balik antara orang tua dengan anak dalam keluarga. Memperkuat pernyataan itu, Danil
(1981:7) mengemukakan bahwa manusia tidak dapat membebaskan diri dari relasi. Setiap
manusia bebas dari relasi itu karena relasi itu telah ada sebelum kita menolak atau
menerimanya. Selanjutnya Soelaiman (1988:71) mengungkapkan bahwa manusia pertama-
tama tampil sebagai makhluk komunikatif, kehidupannya sehari-hari selalu terlibat dalam
situasi dan interaksi komunikatif.

Dalam komunikasi manusia di samping sebagai subjek adakalanya sebagai objek dari
suatu komunikasi. Namun manusia bukan suatu misteri yang bukan saja sulit dipahami oleh
orang lain, tetapi oleh dirinya sendiri sebagai pribadi. Sebagai sesama manusia bagaimanapun
juga hidup bersama dengan orang lain merupakan kemestian, kehidupan dalam kebersamaan
itu bukan hanya suatu kenyataan saja, tetapi suatu yang harus ada dan wajib diadakan apabila
belum terjalin kebersamaan itu sendiri. Pola interaksi di sini dimaksud kan bagaimana
memperbaiki hubungan sosial dan komunikasi orang tua dengan anak yang mengandung
nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai agama (edukasi religius) dalam keluarga. Pola tersebut
dilakukan sebagai upaya menjalin saling pengertian, pemahaman, penanaman sikap,
komitmen beragama, kemandirian, kepribadian yang baik (akhlak karimah) melalui interaksi
dalam keluarga. Artinya orang tua harus mampu menampilkan dan memerankan diri sebagai
tokoh ideal, panutan, dan keteladanan dalam bersikap dan berkomunikasi dengan anggota
keluarga.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa;
Pertama, lingkungan keluarga sebagai wahana sosialisasi dan interaksi edukatif merupakan
strategi pembinaan kepribadian dan kesejahteraan anak secara optimal. Format pendidikan
keluarga yang lebih efektif adalah menciptakan dan memberdayakan sistem interaksi yang
bersifat edukatif anggota keluarga terutama orang tua dengan anak dalam keluarga.

Kedua, di antara fungsi keluarga adalah fungsi edukatif, sosialisasi, protektif,


efeksional, religius, rekreatif, biologis, dan fungsi ekonomi; Ketiga, interaksi orang tua
dengan anak dalam keluarga yang bersifat edukatif terbentuk dengan adanya hubungan timbal
balik yang dinamis antara orang tua dengan anak yang bernuansa mendidik dalam keluarga.
Kemudian interaksi edukatif dalam keluarga merupakan salah satu strategi yang efektif dalam
mendidik anak agar tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kualitas interaksi dalam
keluarga yang mengarah kepada interaksi edukatif semestinya selalu mendapat perhatian
serius bagi orang tua dalam keluarga.

Keempat, teknik interaksi orang tua dengan anak yang bersifat edukatif dilakukan
dengan berbagai pendekatan, di antaranya orang tua merencanakan pembicaraannya, tidak
tergesa-gesa dan asal bicara, mengevaluasi pembicaraannya, dan bersikap terbuka dan jujur
terhadap dirinya sendiri dan anaknya. Di sampaing itu, pendekatan yang dapat dilakukan
orang tua dalam mendidik anak-anaknya dalam era globalisasi yaitu; (1) pendekatan dialog
secara terbuka dengan anak-anak; (2) pendekatan berpikir kritis dan kreatif; dan (3)
pendekatan klarifikasi nilai. Untuk itu, orang tua perlu; (1) menerapkan gaya mendidik yang
bersifat moderat dengan anak-anak; (2) menumbuhkan suasana keakraban antara orang tua
dengan anak; (3) mengembangkan budaya rasa salah pada anak-anak; dan (4) memberi
kesempatan yang luas kepada anak untuk bergaul dengan lingkungan sekitarnya secara
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer(Surabaya: Arkola, 1994),
hlm. 719.2Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar(Cet. XXXI Jakarta: Rajawali Pers
2001), hlm. 21-22.

Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Academia, 2010),

4Bambang Sunggono, Metode Penelitian, cet 2 (Jakarta: Rajawali Press, 1998),

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :Rineka
Cipta Arsal, Thriwaty. 2016. Marriage System In Arabian Culture. Atlantis Press. ISSN
2352-5398 : 333-335
Aryanti, Nina Yudha. 2015. Javanese Cultural Socialization in Family and EthnicIdentity
Formation of Javanese Adolescent Migrantat Lampung Province. Jurnal Komunitas. Vol 7
(2) : 251-258
LAMPIRAN 1

(Randi Samudra) (Ike Desy)


LAMPIRAN 2

3.2 Transkrip Wawancara


Narasumber 1 : Randi Samudra (Via Video Call)

Kethrine : “Menurut kamu penting ga sih komunikasi dan interaksi


dalam lingkungan keluarga untuk sosialisasi edukatif pada
anak?”
Randi : “Penting banget sih, menurutku. Karena Keluarga adalah
tempat pendidikan primer dan utama bagi anak untuk
media
perkembangan mereka.”
Kethrine : “Menurut kamu apa yang terjadi jika keluarga tidak mampu
atau bahkan gagal dalam mengedukasi anak-anak yang
menjadi tanggung jawab mereka?”
Randi : “Menurut saya ini sangat jelas kesalahan dalam pengasuhan
anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan
karakter yang baik. Kenapa saya menjawab seperti ini,
karena dalam keluarga saya pernah merasakan hal yang
seperti ini. Akibat dari pola asuh atau cara orang tua saya
mendidik kakak saya dengan interaksi dan komunikasi
yang
kurang tepat, sehingga kakak saya tumbuh menjadi anak
yang nakal dan bandel.”
Kethrine : “Maaf, kalau boleh tahu dampak seperti apa sih yang
didapatkan oleh kakak kamu akibat dari komunikasi dan
interaksi orang tua yang kurang tepat itu?”
Randi : “Seperti remaja pada umumnya, kakak saya menjadi
pembangkang, tidak nurut dengan orang tua, menjadi
seperti
anak berandalan. Simple nya sih begitu.”
Kethrine : “Sebelum terlambat, kira-kira perbaikan apa yang perlu
dilakukan oleh orang tua kamu agar kakak kamu dapat
berubah menjadi lebih baik?”
Randi : “Saya berharap orang tua saya dapat berperan sebagai
teman,
maksudnya menjadi pendengar yang baik dan mendidik
dengan tidak kasar.”

Narasumber 2 : Ike Desy (Di Sekolah)

Kethrine : “Ike, menurut kamu selama ini lingkungan keluarga kamu


sudah tepat atau belum dalam memberikan pemahaman
sebagai wahana sosialisasi dan interaksi edukatif pada
lingkungan keluarga kamu?”
Ike : “Sejauh ini, selama 18 tahun saya hidup saya merasa
berada
di dalam lingkungan keluarga yang tepat. Walaupun bukan
keluarga yang sempurna, tetapi pada lingkungan keluarga
saya termasuk orang tua dan saudara-saudara, kami mampu
menjalin interaksi dan komunikasi dengan sangat baik. Tak
jarang juga kami saling memberikan edukasi satu sama lain
untuk menambah wawasan dan menerapkan pola asuh yang
benar.”
Kethrine : “Apakah pernah ada masalah yang timbul terkait dengan
cara kalian melakukan komunikasi dan interaksi satu
dengan
yang lainnya? Dan separah apakah masalah itu?”
Ike : “Seperti keluarga pada umumnya, dalam lingkup keluarga
kami juga sering mengalami konflik. Kebanyakan konflik
salah paham, namun itu semua dapat kami atasi dengan
baik
dan tidak menjadi konflik berkepanjangan.”

Anda mungkin juga menyukai