Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

Kedudukan Hadits Dalam Islam................................................................................ 3

Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits........................................................................... 3

Pembagian Hadits Ditinjau Dari Kuantitas Sanad (Jumlah Rowinya)...................... 4

Hadits Mutawatir........................................................................................... 4

Hadits Ahad................................................................................................... 6

Pembagian Hadits Berdasarkan Penyandaran Matan................................................ 9

Hadits Qudsi.................................................................................................. 9

Hadits Marfu’................................................................................................. 9

Mauquf......................................................................................................... 10

Maqthu’........................................................................................................ 10

Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas ................................................................ 12

Hadits Shahih............................................................................................... 12

Hadits Hasan................................................................................................ 12

Hadits Dhoif................................................................................................. 13

BAB III PENUTUP 14

DAFTAR PUSTAKA 15

1
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Adanya pembagian Hadits dan sejarah periwayatan hadits Nabi, memang berbeda dengan
sejarah periwayatan Al-Qur’an. Periwayatan Al-Qur’an dari Nabi kepada para sahabat
berlangsung secara terbuka dan umum, sehingga jumlah sahabat yang mendengarkan dan
kemudian menghafalya, jumlahnya tidak terhitung. Kemudian, Al-Qur’an itu oleh para
sahabat disampaikan kepada para tabi’in dengan bentuk sama pula, dan demikian seterusnya
para tabi’in dengan bentuk yang sama pula, dan seterusnya sampai kepada zaman kita.
Sehingga dengan demikian, tak dapat diragukan lagi, bahwa Al-Qur’an sampai sekarang ini
tetap terpelihara keorisilannya.. Di samping itu, Allah SWT sendiri telah menjamin akan
terpeliharanya. Al-Qur’an itu, sebagaimana firman Allah :

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya.” (Q.S al-Hijr:9).

Sebelum masa pendewaan Hadits telah terjadi berbagai pemalsuan Hadits, baik yang didasari
oleh kepentingan politik, kepentingan agama (da’wah), atau kepentingan lainnya. Sehingga
apa yang disampaikan oleh periwayatan Hadits sebagai Hadits Nabi, dengan sendirinya
memerlukan penelitian yang ketat untuk menetapkan apakah benar riwayat tersebut berasal
dari Nabi atau tidak.Apabila dilihat dari segi jumlah perawi yang meriwayatkan hadits Nabi
dari generasi ke generasi, maka ternyata yang berkedudukan mutawatir sebagaimana
periwayatan Al-Qur’an, jumlahnya tidaklah banyak. Jadi dimakalah ini, kita dapat
mengetahui mana Hadits yang benar-benar berasal dari Nabi, sehingga akan yakin dan tidak
ada alasan bagi kita untuk tidak mengamalkannya. untuk lebih jelasnya, sedikit kami akan
paparkan dalam isi atau pembahasan makalah ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

KEDUDUKAN HADITS DALAM ISLAM


Hadits memiliki dua fungsi, yaitu:

1. Mubayyin
Mubayyin adalah penjelas hal-hal yang disebutkan secara umum dalam Al-Quran.
Misalnya penjelasan tentang tata cara shalat, puasa, haji, dan lain sebagainya.
2. Sumber Hukum
Hadits sebagai sumber hukum tersendiri dalam hal-hal yang tidak dibahas dalam Al-
Quran baik secara umum maupun terperinci. Misalnya hukum haramnya binatang
bertaring, berkuku tajam, dan lain sebagainya.

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS


Pengertian Ilmu Hadits

Ilmu hadits secara bahasa berarti ilmu – ilmu tentang hadits. Secara istilah di ungkapkan oleh
Syaikh Abu Hasan Al Ma’ribi bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari kaidah –
kaidah yang membahas perkataan, perbuatan, dan hal ihwal nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam.

Imam Suyuthi mengatakan ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-
cara persambungan nanti sampai kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari segi
keseharian dan kedhaifan dan tentang hal ihwal para rowinya yang mengangkut kedhabitan
dan ke’adilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.

Perkembangan Ilmu Hadits

1. Ilmu Hadits Riwayah

Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadits riwayah secara bahasa
berarti ilmu hadits tentang periwayatan. Para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikan ilmu Hadits riwayah. Definisi yang paling terkenal adalah yang
dinyatakan oleh Ibnu Akhfani yaitu ilmu yang pembahasannya meliputi ucapan dan
perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dilihat dari aspek periwayatan atau
kekuatan hafalan dan penulisan lafadz-lafadznya.

Ilmu hadits riwayah bertujuan memelihara hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
dari kesalahan dalam proses periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya.

3
2. Ilmu Hadits Dirayah

Istilah ilmu hadits dirayah menurut Suyuti muncul setelah masa Khatib Al Baghdadi
yaitu pada masa Akhfani. Ilmu ini dikenal juga dengan sebutan ushulul hadits,
ulumul hadits, mustholahhul Hadits, dan qowaidul hadits.

Definisi ilmu hadits dirayah adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Mahmud
Thahan yaitu ilmu yang mempelajari dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang
menjelaskan keadaan sanad dan Matan, sehingga bisa diterima atau ditolak.

Objek kajian ilmu hadits dirayah adalah sanad dan matan dengan segala persoalan
yang terkandung di dalamnya yang turut mempengaruhi kualitas hadits tersebut.

Tujuan dan faedah ilmu hadits dirayah adalah kita bisa mengetahui dan menetapkan
maqbul (diterima) atau mardud (ditolak) suatu hadits. Karena dalam
perkembangannya hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah dikacaukan dengan
munculnya hadits-hadits palsu yang tidak saja dilakukan oleh musuh-musuh Islam,
tetapi juga oleh umat Islam sendiri dengan motif kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan.

Oleh karena itu, ilmu hadits dirayah mempunyai arti penting dalam usaha
pemeliharaan hadits nabi. Dengan ilmu hadits dirayah, kita dapat meneliti hadits mana
yang dapat dipercaya berasal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang
shahih, dhaif dan maudhu’ (palsu).

4
PEMBAGIAN HADITS DITINJAU DARI KUANTITAS SANAD
(JUMLAH ROWINYA)
A. Hadits Mutawatir

Pengertian Hadits Mutawatir

Secara bahasa, kata Mutawatir dapat berarti mutatabi’, yaitu sesuatu yang datang
beriringan antara satu dengan yang lainnya tanpa adanya jarak.

Sedangkan secara istilah, hadits mutawatir dapat didefinisikan sebagai hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut keumuman mustahil mereka
bersepakat untuk berdusta, hal itu seimbang dari permulaan sanad hingga akhir sanad,
dan tidak terdapat kejanggalan pada setiap thabaqat (tingkatan).

Menurut Dr. Mahmud Thahan, yang dimaksud dengan hadits mutawatir adalah hadits
yang diriwayatkan oleh banyak rawi, yang menurut kebiasaan mereka tidak mungkin
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta (mengadakan hadits tersebut).
Contoh Hadis mutawatir :

: ‫َقاَل َر ُس ول ِهللا َص َّلى ُهللا َع َليِه َو َس َّلَم‬


‫َم ن َك ذَب َع َلَّى ُم َتَعِّم ّدا َفْلَيَتَبَو ْأ َم ْقَعَدُه ِم َن الَّناِر‬

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang berbohong


atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk menempati
tempat duduknya di neraka.”

Dalam Kitab Qathf Al-Azhar Al-Mutanatsirah Fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah karya Al


Imam Al Hafizh Jalaluddin Al-Suyuthi, bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh 78
sahabat Rasulullah.

Syarat-Syarat Mutawatir

a. Diriwayatkan oleh banyak rawi


Sesuai dengan definisi hadits mutawatir, syarat pertama hadits tersebut harus
diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi. Ada yang berpendapat bahwa jumlah rawi
hadits mutawatir minimal 4 orang. kesimpulan ini dianalogikan dengan banyaknya
saksi yang diperlukan hakim untuk memberikan vonis kepada terdakwa dalam
masalah zina.

Menurut Imam Suyuthi pendapat yang terpilih tentang jumlah minimal dalam
hadits mutawatir adalah 10 orang rawi, sebab bilangan 10 merupakan batas
minimal jamak taksir katsrah.

5
b. Jumlah yang banyak tersebut ada pada sebuah thabaqat sanad
c. adanya keyakinan bahwa mereka tidak berdusta.
d. berita yang disampaikan harus didasarkan pada tangkapan Indra, harus benar-
benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.

Kedudukan Hadits Mutawatir

Dengan adanya beberapa syarat dalam hadits mutawatir, misalnya harus diriwayatkan
oleh banyak rawi dan tidak mungkin berbohong maka hadits mutawatir dapat
memberikan faedah ilmu dharuri. Yakni suatu keharusan untuk membenarkan dan
mengamalkan isinya sesuai dengan yang diberitakan, sehingga membawa pada
keyakinan yang qath’i( pasti). Ini berarti, hadits yang diriwayatkan secara mutawatir
seluruhnya maqbul dan tidak perlu dipertanyakan lagi kebenarannya. Karenanya, para
rawi yang menyampaikan hadits mutawatir ini tidak perlu lagi diteliti ke tsiqohannya.

B. Hadits Ahad

Pengertian Hadits Ahad

Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul wahid adalah khabar yang
diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits Ahad menurut istilah adalah hadits
yang belum memenuhi syarat-syarat Mutawatir.

Hadits ahad terbagi menjadi tiga macam: masyhur, aziz, dan gharib.

Pembagian Hadits Ahad

Berdasarkan pengertian hadits ahad yang telah dijelaskan sebelumnya, maka bisa
dipahami bahwa batasan rawi dalam hadits Ahad tidak lebih dari 10 rawi. Karena
menurut pendapat yang dipilih Imam Suyuti, batas minimal dalam hadits mutawatir
adalah 10 rawi. Dari pengertian inilah, kemudian hadits ahad itu dibagi 3: hadits
masyhur, hadits aziz, dan hadits gharib.

a. Hadits Masyhur

Menurut bahasa, masyhur adalah muntasir, yaitu sesuatu yang sudah tersebar, sudah
populer.

Adapun menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau lebih,
pada tiap thabaqat sanad, namun tidak mencapai derajat mutawatir.

6
Contoh Hadits Masyhur

‫المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده‬

Artinya; “Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-
orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR Bukhari & Muslim)

، ‫ ِإَّن َهَّللا َال َيْقِبُض اْلِع ْلَم اْنِتَزاًعا‬:‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َع ْم ِر و ْبِن اْلَع اِص َقاَل َسِم ْع ُت َر ُسوَل ِهَّللا صلى هللا عليه وسلم َيُقوُل‬
، ‫ اَّتَخ َذ الَّناُس ُر ُء وًسا ُجَّهاًال َفُس ِئُلوا‬، ‫ َح َّتى ِإَذ ا َلْم ُيْبِق َعاِلًم ا‬، ‫ َو َلِكْن َيْقِبُض اْلِع ْلَم ِبَقْبِض اْلُع َلَم اِء‬، ‫َيْنَتِزُع ُه ِم َن اْلِعَباِد‬
‫ َفَض ُّلوا َو َأَض ُّلوا‬، ‫َفَأْفَتْو ا ِبَغْيِر ِع ْلٍم‬

Dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw
bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu itu dari para hamba-hamba-Nya
begitu saja. Namun Allah mencabut ilmu itu dengan mewafatkan para ulama.
Sehingga tidak ada lagi seorang ulama pun yang masih hidup. Lalu umat manusia
akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai panutan. Orang-orang bodoh itu pun
menjadi rujukan. Mareka menjawab pertanyaan tanpa ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Hadits Aziz

Secara bahasa, kata aziz berasal dari azza - ya‘izzu yang berarti: qalla (sedikit)
atau nadara (jarang terjadi). Sehingga hadits Aziz secara bahasa dapat
didefinisikan sebagai hadits yang mulia, hadits yang kuat, hadits yang sedikit, atau
jarang sekali.

Adapun menurut istilah adalah hadits yang jumlah rawi dalam setiap thabaqat
sanadnya tidak kurang dari dua rawi. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa
hadits azis bukan saja hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap
tabaqatnya. Jadi, meskipun pada beberapa thabaqat diriwayatkan oleh banyak rawi
namun salah satu thabaqatnya diriwayatkan oleh dua rawi maka ia tetap disebut
hadits aziz.

Contoh Hadits Aziz

‫ َال ُيْؤ ِم ُن َأَح ُد ُك ْم َح َّتى َأُك وَن َأَح َّب ِإَلْيِه ِم ْن َو اِلِد ه‬:‫ قال الَّنِبُّي صَّلى هللا عليه وسَّلم‬:‫َع ْن َأَنس رضي هللا عنه قال‬
‫َو َو َلِدِه َو الَّناِس َأْج َم ِع ين‬

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Tidaklah seorang di antara kalian beriman, sehingga aku menjadi orang yang
paling dia cintai. Dibandingkan ayahnya, anaknya, dan seluruh umat manusia.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

7
c. Hadits Gharib

Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan secara istilah
adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi.

Keadaan seperti ini tidak disyaratkan dalam setiap thabaqat sanadnya, akan tetapi
cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Bila dalam tingkatan yang lain
jumlah rawinya lebih dari satu maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits
gharib) selama pada salah satu tingkatan sanadnya terdapat periwayatan dengan
satu rawi.

Contoh Hadits Gharib

،‫ َفَم ْن َكاَنْت ِهْج َر ُتُه ِإَلى ُد ْنَيا ُيِص يُبَها َأْو ِإَلى اْمَر َأٍة َيْنِكُح َها‬،‫ َو ِإَّنَم ا ِلُك ِّل اْم ِر ٍئ َم ا َنَو ى‬،‫ِإَّنَم ا اَألْع َم اُل ِبالِّنَّياِت‬
‫َفِه ْج َر ُتُه ِإَلى َم ا َهاَج َر ِإَلْيِه‬

“Setiap amal tergantung pada niat. Setiap orang akan memperoleh apa yang dia
niatkan. Barangsiapa hijrah untuk keuntungan dunia atau untuk menikahi seorang
wanita, maka hijrahnya sesuai dengan tujuan hijrahnya.”

Kedudukan Hadits Ahad

Bila Hadits Mutawatir bisa dipastikan sepenuhnya berasal dari Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam maka tidak demikian halnya dengan hadits ahad. Dengan kata
lain, kebenarannya masih bersifat zhanni (diduga dari Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam). Maka hadits ahad perlu diteliti, apabila terpenuhi
syarat-syarat qobul (penerimaan) yang telah ditentukan oleh para ulama hadits
maka dia termasuk hadits yang maqbul. Namun apabila tidak terpenuhi syarat-
syarat tersebut maka ia masuk kategori hadits yang mardud. dengan demikian,
hadits ahad dari segi kualitasnya, ada yang shohih, hasan, dan dhaif.\

8
PEMBAGIAN HADITS BERDASARKAN PENYANDARAN MATAN

A. Hadits Qudsi

Secara bahasa kata qudsi diambil dari kata al-qudsu yang berarti suci. Karenanya
hadits qudsi berarti hadits yang suci. Disebut qudsi karena disandarkan kepada zat
yang maha suci, yaitu Allah Azza wa Jalla.

Adapun definisi secara istilah ialah semua hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam yang disandarkan oleh beliau kepada Allah Azza wa Jalla.

Disebut hadits karena redaksinya disusun sendiri oleh Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam, dan disebut qudsi karena hadits ini datangnya dari zat yang maha
suci. Maka ciri-ciri hadits ini terdapat kalimat qala/yaqulullahu, atau fima yarwihi ‘an
rabbihi azza wajalla, atau lafadz-lafadz lain yang semakna.

Contoh Hadits Qudsi

‫ َتَر ْكُتُه وِش ْر َك ُه‬،‫ َم ن َع ِمَل َع َم اًل أْش َر َك فيه َم ِع ي غيِر ي‬، ‫ أنا أْغ َنى الُّش َر كاِء َع ِن الِّش ْر ِك‬:‫قاَل ُهَّللا َتباَر َك وَتعاَلى‬

Allah ‫ ﷻ‬berfirman : “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu,
maka siapa yang beramal lalu dia persekutukan Aku dengan yang lain dalam amalan
tersebut, Aku tinggalkan dia bersama sekutunya.” (HR. Muslim : 2985).

B. Hadits Marfu’

Secara bahasa, marfu’ merupakan bentuk isim maf'ul dari kata rafa'a yang berarti
“meninggikan”. Disebut marfu’ karena dinisbatkan kepada orang yang mempunyai
kedudukan yang tinggi yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Sedangkan secara istilah yaitu perkataan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Contoh Hadits Marfu’

‫َح َّد َثَنا اْبُن َأِبي ُع َم َر َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َع ْن َع ْم ِر و ْبِن ِد يَناٍر َع ْن َأِبي َقاُبوَس َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َع ْم ٍر و َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا‬
‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم الَّراِحُم وَن َيْر َحُم ُهْم الَّرْح َم ُن اْر َحُم وا َم ْن ِفي اَأْلْر ِض َيْر َحْم ُك ْم َم ْن ِفي الَّسَم اِء‬

(At Tirmidzi menyatakan): Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar (ia
berkata) telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amr bin Dinar dari Abu
Qobuus dari Abdullah bin ‘Amr –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah

9
shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang yang memiliki kasih sayang akan
disayangi oleh arRahmaan (Allah). Berkasih sayanglah terhadap yang ada di bumi,
niscaya Yang di atas langit akan menyayangimu.” (HR At Tirmidzi, dishahihkan
Syaikh al-Albani)

C. Mauquf

Secara bahasa, mauquf merupakan Isim maf'ul dari kata waqafa yang berarti berhenti
dan berdiri.

Sedangkan secara istilah adalah perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang


disandarkan kepada sahabat.

Contoh Mauquf

‫ اِال ْقِتَص اُد ِفى الُّس َّنِة َأْح َس ُن ِم َن اِال ْج ِتَهاِد ِفى اْلِبْد َع ِة‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا َقاَل‬

Dari Abdullah (bin Mas’ud) -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Sederhana dalam
Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan. (Riwayat al-
Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, al-Hakim dalam al-Mustadrak, dinyatakan shahih
sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim oleh adz-Dzahabiy)

D. Maqthu’

Secara bahasa maqthu’ merupakan bentuk Isim maf'ul dari kata qatha’a yang berarti
gugur atau terputus.

Secara istilah maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada
tabiin.

Contoh Maqthu’

‫َع ْن ُمَحَّمِد ْبِن ِس يِريَن َقاَل ِإَّن َهَذ ا اْلِع ْلَم ِد يٌن َفاْنُظُروا َع َّم ْن َتْأُخ ُذ وَن ِد يَنُك ْم‬

Dari Muhammad bin Sirin ia berkata: Sesungguhnya Ilmu ini adalah Dien. Maka
lihatlah kalian dari siapa kalian mengambil (ilmu) Dien kalian. (Riwayat Muslim
dalam Muqoddimah Shahih Muslim)

10
Kedudukan Hadits Qudsi, Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’

Sebagaimana hadits pada umumnya, secara kualitas hadits qudsi, marfu’, mauquf,
juga dapat dibedakan menjadi shahih, hasan, dan dhoif. Tentu perbedaan ini
didasarkan atas terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
kualitas riwayat tersebut. Artinya, jika riwayat tersebut memenuhi kriteria sebagai
hadits shahih maka riwayat tersebut ditetapkan sebagai riwayat yang shahih. Jika
tidak, tergolong hasan atau bahkan dhoif.

11
PEMBAGIAN HADITS BERDASARKAN KUALITAS

A. Hadits Shahih

Secara bahasa, sahih Berarti sehat. sedangkan secara istilah yaitu hadits yang
sanadnya bersambung (sampai kepada nabi), diriwayatkan oleh (rawi) yang
memenuhi kriteria adalah dan dhabt (hafalannya) sampai akhir sanad, tidak ada
kejanggalan dan tidak ada ilat.

Contoh Hadits Shahih

‫َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهللا ْبُن ُيْو ُسَف َقاَل َأْخ َبَر َنا َم اِلٌك َع ِن اْبِن ِشَهاٍب َع ْن ُمَحَّمِد ْبِن ُج َبْيِر ْبِن ُم ْطِع ِم َع ْن َأِبْيِه َقاَل َسِم ْع ُت َر ُسْو َل‬
)‫م َقَر َأ ِفي اْلَم ْغ ِر ِب ِبالُّطْو ِر "(رواه البخاري‬.‫ِهللا ص‬

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin
math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca
dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

B. Hadits Hasan

Secara bahasa berarti Al Jamal yaitu indah. Sedangkan menurut istilah, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikannya. definisi yang paling tepat adalah hadits
yang sanadnya bersambung (sampai kepada nabi), diriwayatkan oleh (rawi) yang
memenuhi kriteria ‘adalah namun kurang memenuhi kriteria dhabt (kuat hafalannya)
sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ada ilat.

Berdasarkan definisi diatas, dapat dipahami bahwa hadits hasan adalah hadits yang
telah memenuhi persyaratan hadits shahih. Bedanya adalah pada shahih daya ingat
rawinya sempurna, sedangkan pada hadits hasan daya ingatannya kurang sempurna.
Dengan demikian, hadits hasan posisinya di antara hadits shahih dan hadits dhaif.

Contoh Hadits Hasan

‫َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن اْلُم َثَّنى َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن َأِبي َع ِد ٍّي َع ْن ُمَحَّمٍد َيْع ِني اْبَن َع ْم ٍر و َقاَل َح َّد َثِني اْبُن ِشَهاٍب َع ْن ُعْر َو َة ْبِن‬
‫الُّز َبْيِر َع ْن َفاِط َم َة ِبْنِت َأِبي ُح َبْيٍش َأَّنَها َكاَنْت ُتْسَتَح اُض َفَقاَل َلَها الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِإَذ ا َك اَن َد ُم اْلَح ْيَضِة َفِإَّنُه‬
‫َأْس َو ُد ُيْع َر ُف َفِإَذ ا َك اَن َذ ِلَك َفَأْمِسِك ي َع ِن الَّص اَل ِة َفِإَذ ا َك اَن اآْل َخُر َفَتَو َّض ِئي َو َص ِّلي َفِإَّنَم ا ُهَو ِع ْر ٌق‬

(Abu Dawud berkata) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsannaa
(ia berkata) telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Adiy dari
Muhammad, yaitu bin ‘Amr ia berkata: telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab dari
Urwah bin az-Zubair dari Fathimah bintu Abi Hubaisy bahwasanya ia mengalami
istihadhah. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Darah haid itu kehitaman

12
sudah dikenal. Jika darahnya seperti itu janganlah melakukan sholat. Jika ciri
darahnya tidak seperti itu, berwudhu’lah dan sholatlah karena itu adalah urat (yang
terluka)”.

C. Hadits Dhoif

Secara bahasa dhaif berarti lawan kuat yaitu lemah. Maka hadits dhaif adalah hadits
yang lemah. sedangkan dalam istilah ilmu hadits, hadits dhaif adalah hadits yang tidak
memenuhi kriteria hadits hasan karena kehilangan sebagian persyaratannya.

Karena hadits hasan terletak antara shahih dan dhaif maka setiap hadits yang tidak
sampai derajat hasan termasuk dalam kategori dhaif. Seperti diketahui, persyaratan
hadits hasan ialah: harus bersambung sanadnya (ittishalus sanad), para rawinya
memenuhi kriteria ‘adalah (adalahtur ruwat), rawinya kurang sempurna dhabtnya
(khaffa dhabathur ruwat), tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih
Shahih(‘adamusy syudzudz), tidak mengandung cacat (‘adamul ‘illah).

Contoh Hadits Dhoif

‫َنْو ُم الَّصاِئِم ِع َباَد ٌة‬

“Tidurnya orang yang berpuasa merupakan ibadah ”

BAB III

PENUTUP

13
Berdasarkan pembahasan dan penjelasan yang sudah disampaikan sebelumnya, kami selaku
penulis mendapatkan kesimpulan :

Apa Manfaat mempelajari Mustholah hadits ?

1. Dengan mempelajari musthalah hadits, seorang Muslim dapat mengetahui apakah amalan
yang dilakukannya benar-benar berdasarkan sunnah Nabi atau bukan. Ilmu ini juga mampu
mendekatkan seseorang kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

2.bahwa faedah belajar musthalah hadits adalah untuk dapat membedakan mana hadits sahih,
mana yang dhoif.

3. Dapat diamalkan dalam keseharian kita

DAFTAR PUSTAKA

Thahan. Mahmud, 2010. Ilmu Hadits Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

14
Shafwan. Muhammad Hambal, 2020. Studi Ilmu Hadits. Malang: Pustaka Learning Center.

15

Anda mungkin juga menyukai