Anda di halaman 1dari 16

ALASAN PENGHAPUS DAN JENIS PENUNTUTAN NYA SERTA

ALASAN PEMBENAR DAN JENISNYA

DI SUSUN OLEH:
NAMA: ANDI ALFIAN TENRI LENGKANG
NIM: 04020220535
KELAS: A11

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
2023
ABSTRAK

Ranah pendidikan selamanya tidak akan pernah terlepas dari peran seorang guru, guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik, tentu melakukan berbagai cara yang
berkaitan dengan metode-metode pengajaran. Pengendalian sosial dalam dunia pendidikan
sangat dibutuhkan untuk membentuk siswa yang berkarakter baik sesuai dengan citra bangsa
Indonesia. Pengendalian sosial memiliki berbagai macam metode, salah satunya ialah metode
koersif. Metode koersif adalah tindakan pengendalian oleh pihak-pihak yang berwenang dengan
menggunakan kekerasan atau paksaan. Hukum Pidana mengenal kekerasan sebagai tindak
pidana. Oleh karena itu, penulis hendak mengkaji mengenai batasan untuk dapat menentukan
mana yang termasuk dalam kategori pengendalian sosial dan mana yang termasuk tindak
kekerasan dalam hukum pidana.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif.


Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan masalah yuridis normatif. Data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data,
penandaan data dan sistematisasi data yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa metode koersif dalam mendidik
siswa di sekolah dapat dijadikan alasan penghapus pidana, tepatnya pada alasan penghapus
pidana diluar KUHP. Hal tersebut dikarenakan perbuatan metode koersif tidak memenuhi unsur
materil tindak pidana, selain itu pun metode koersif diperkuat dengan Pasal 50 dan 51 Ayat (1)
KUHP, dan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1554 tahun 2013. Guru tidak hanya
mendidik dalam pembelajaran pengetahuan, namun mendidik moral siswa sesuai karakter
bangsa Indonesia. Sedangkan, Batasan metode koersif yang dapat dijadikan alasan penghapus
pidana ialah ditentukan pada niat dan tujuan yang tampak pada pelaku, sebab apabila metode
koersif maka niat dan tujuan yang hendak dicapai ialah kebaikan. Sedangkan kekerasan dan
penganiayaan dalam tindak pidana, niat dan tujuan yang hendak dicapai ialah nestapa. Jika
perbuatan menimbulkan luka atau rasa sakit itu bukan merupakan tujuan melainkan merupakan
cara untuk mencapaisuatu tujuan yang dapat dibenarkan, maka dalam hal tersebut orang tidak
dapat berbicara tentang adanya suatu penganiayaan dan kekerasan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode koersif dalam mendidik siswa di sekolah
dapat dijadikan alasan penghapus pidana dan batasan metode koersif yang dapat dijadikan
alasan penghapus pidana ialah ditentukan pada niat dan tujuan yang tampak pada pelaku.

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan
banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun tugas makalah Hukum Pidana yang berjudul
“Alasan Penghapus dan Jenis Penuntutannya serta Alasan Pembenar dan Jenisnya” dengan baik.

Saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya.

Kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
yang membacanya.

Makassar,8 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Kepenulisan .............................................................................................................. 4
BAB II .............................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 5
2.1 Alasan Penghapusan Pidana dan Jenis Penuntutannya. .................................................... 5
2.2 Alasan Pembenar dan Jenisnya ......................................................................................... 11
BAB III ........................................................................................................................................... 14
PENUTUP ..................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 15

BAB I

PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang

Hukum Pidana merupakan bagian dari ranah hukum publik. Hukum Pidana di Indonesia
diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan
peninggalan zaman penjajahan Belanda. KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum
pidana di Indonesia, dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan
pidana yang diatur di luar KUHP.

Dalam pembahasan hukum pidana, dikenal adanya istilah tindak pidana yang berarti
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.Apapun tindak pidana yang dilakukan pasti
mempunyai pertimbangan untuk mendapatkan keringanan pidana bahkan penghapusan pidana
dengan alasan pembenar. Dasar tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 44 - Pasal 54 BAB III Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tentang hal yang menghapuskan, mengurangkan atau
memberatkan pengenaan pidana. Salah satu pasal dalam BAB III ini membahas tentang daya paksa
(overmacht) yang terdapat dalam Pasal 48 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan
perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari alasan penghapusan pidana?

2. Apa saja jenis penuntutan dari alasan penghapusan pidana?

3. Apa pengertian dari alasan pembenar?

4. Apa saja jenis dari alasan pembenar?

1.3 Tujuan Kepenulisan

1. Mengetahui pengertian alasan penghapusan pidana

2. Mengetahui berbagai jenis penuntutan dari alasan penghapusan pidana

3. Mengetahui pengertian alasan pembenar

4. Mengetahui berbagai jenis dari alasan pembena

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1 Alasan Penghapusan Pidana dan Jenis Penuntutannya.

Penghapusan Pidana :

Hal-hal atau keadaan yang mengakibatkan tidak dijatuhkannya pidana pada seseorang yang
telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang dan diancam dengan sanksi pidana karena
terdapat alasan yang memaafkan dan alasan yang membenarkan perbuatan tersebut.

Alasan-alasan penghapusan pidana telah disebutkan di dalam Buku I BAB III KUHP yang
menjelaskan mengenai alasan penghapusan pidana umum. Di dalam Buku II KUHP juga
menjelaskan mengenai alasan penghapusan pidana khusus yang menjelaskan mengenai delik
tertentu seperti pada Pasal 221 dan Pasal 310 KUHP.

M.v.T dari KUHP Belanda telah membagi alasan-alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan seseorang sehingga orang tersebut tidak dipidana sebagai berikut:

1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang terletak pada diri orang


tersebut (indewig) seperti yang dijelaskan dalam Pasal 44 KUHP.

2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang terletak di luar orang tersebut


(uitwendig) seperti yang dijelaskan dalam Pasal 48-51 KUHP.

Dalam teori hukum pidana, alasan-alasan penghapusan pidana dibagi sebagai berikut

1. Alasan Pembenar

2. Alasan Pemaaf

3. Alasan Penghapusan Tuntutan

Terdapat pula alasan penghapusan pidana di luar undang-undang seperti:

1. Tindakan penghukuman yang didasarkan pada hak mendidik oleh orang tua, wali,
guru dan pendidik lainya

2. Tindakan yang bersumber pada hak jabatan dokter, apoteker, dan ahli kebidanan

5
3. Tindakan yang telah mendapat persetujuan dari pihak yang dirugikan mengenai
suatu perbuatan pidana

4. Mewakili urusan orang lain

A. Alasan Penghapusan Pidana Umum

Pasal 44 KUHP tentang Tidak Mampu Bertanggung Jawab

Di dalam Pasal 44 KUHP dijelaskan bahwa seseorang dikatakan tidak dapat bertanggung
jawab karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, sehingga tidak
dipidana. Selanjutnya hakim pada tingkat Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan
Negeri dapat memerintahkan agar orang tersebut dimasukkan ke rumah sakit jiwa dengan masa
percobaan satu tahun.

Contoh:

Sidang Mahkamah Militer mengadili terdakwa seorang Sersan Mayor Polisi Polda Nusra yang
melakukan penembakan terhadap tiga orang hingga meninggal dunia. Berdasarkan keterangan
saksi ahli Dokter Jiwa yang diuraikan dalam persidangan, ternyata terdakwa mengalami stress
berat sehingga mengalami gangguan “amok” (suatu keadaan jiwa yang tidak sadar) waktu
melakukan penembakan. Orang semacam ini telah terganggu pikiran sehatnya (ziekelijk storing
derverstandelijk vermogens). Oleh karena itu, ia tidak memiliki unsur kesalahan sehingga Pasal
44 KUHP dapat diterapkan dalam kasus ini. Mahkamah Agung dalam putusannya No.
33.K/Mil/1987 tanggal 27 Februari 1988 menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti dengan sah
dan meyakinkan sehingga dilepas dari segala tuntutan hukum.

Pasal 48 KUHP tentang Daya Paksa dan Keadaan Darurat

Pasal 48 menjelaskan mengenai seseorang yang melakukan sesuatu karena adanya Daya Paksa
atau overmacht, sehingga orang itu tidak dipidana. Overmacht ini kemudian dibagi menjadi dua :

1. Vis absoluta (paksaan absolut)

Daya paksa yang disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam. Dalam hal ini paksaan
tersebut sama sekali tidak dapat ditahan.

2. Vis Compulsiva (paksaan relatif)

6
Paksaan yang timbul tidak dapat diharapkan bahwa ia dapat mengadakan perlawanan.

Pasal 48 juga menjelaskan mengenai Keadaan Darurat atau noodtoestand yaitu daya paksa
yang timbul pada saat orang itu dalam keadaan darurat sehingga menjadikan seseorang yang
membela diri seolah-olah main hakim sendiri. Terdapat tiga bentuk dari keadaan darurat :

1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum.

2. Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum.

3. Pertentangan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum.

Pasal 49 ayat (1) tentang Pembelaan Terpaksa

Pasal 49 ayat (1) menyebutkan “Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan,
karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri
maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri
maupun orang lain, tidak dipidana”.

Contoh:

Seseorang yang dibegal melakukan pembelaan diri agar dirinya selamat sekalipun melukai
pelaku begal.

Pasal 49 ayat (2) tentang Pembelaan terpaksa melampaui batas (Noodweer Exces)

Pasal 49 ayat (2) tersebut menyebutkan “Tidak dipidana seseorang yang melampaui batas
pembelaan yang diperlukan, jika perbuatan itu merupakan akibat langsung dari suatu kegoncangan
jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan itu”. Berdasarkan pasal tersebut terdapat tiga
syarat yang harus terpenuhi :

1. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas;

2. Pembelaan itu yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat atau sangat
panas hatinya;

7
3. Pembelaan itu karena terdapat serangan atau ancaman serangan.

Contoh:

Seseorang yang dibegal menggunakan pisau di tengah jalan melakukan perlawanan diri
dengan menusukkan pisau si pelaku begal hingga menyebabkan begal tersebut meninggal.

Pasal 51 ayat (2) tentang Perintah Jabatan tidak sah

Pasal 51 Ayat (2) KUHP yang berbunyi, “Perintah jabatan tanpa wewenang tidak
menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa
perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya.”

B. Alasan Penghapus Pidana Khusus

Pasal 221 KUHP

Perbuatan yang disebutkan dalam Pasal 221 ayat (1) KUHP adalah perbuatan
menyembunyikan, menolong untuk menghindarkan diri dari penyidikan atau penahanan, serta
menghalangi atau mempersulit penyidikan atau penuntutan terhadap orang yang melakukan
kejahatan. Kemudian pada Pasal 221 ayat (2) KUHP aturan diatas tidak berlaku bagi orang yang
melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindar atau menghalau bahaya
penuntutan terhadap seseorang keluarga sedarah atau dalam garis lurus atau garis menyimpang
derajat dua atau tiga atau terhadap suami/istri atau bekas suami/istri

Ketentuan ayat 2 pasal 221 KUHP sebagai alasan penghapus pidana jika suatu perbuatan
dilakukan oleh keluarga termasuk suami/istri atau bekas suami/istri. Disini perbuatan yang
dilakukan tetaplah pidana, namun elemen yang dicela pelaku yang dihapuskan.

8
Pasal 310 KUHP

Unsur unsur yang terdapat dalam pasal 310 KUHP:

1. Pasal 310 ayat (1) mengenai pencemaran nama baik

“Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh
suatu hal, yaitu yang dimaksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena
pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”

2. Pasal 310 ayat (3) KUHP menyebutkan

“Bukan merupakan pencemaran tertulis jika perbuatan dilakukan demi kepentingan umum
atau karena terpaksa untuk membela diri”

C. Alasan Penghapusan Tuntutan Pidana

Alasan penghapusan tuntutan merupakan keadaan tertentu yang dapat menyebabkan seorang
pelaku tindak pidana tidak dapat dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan alasan penghapusan
penuntutan atau dasar-dasar yang menghilangkan penuntutan. Dalam hal ini letak masalah bukan
pada alasan pembenar atau alasan pemaaf, namun pemerintah menganggap atas dasar
kemanfaatanya kepada masyarakat penuntutan tersebut lebih baik untuk ditiadakan.

Alasan penghapusan pidana telah diatur di dalam pasal-pasal berikut:

1. Pasal 2-3 dan Pasal 7-9 KUHP yang mengatur tentang ruang lingkup berlakunya Undang-
Undang Pidana Indonesia.

2. Pasal-pasal 61 dan 62 KUHP yang menentukan bahwa pencetak dan penerbit tidak dapat
dituntut jika di dalam cetakan tersebut tercantum nama dan alamatnya serta diketahui
siapa pembuatnya atau jika diberitahukan pada saat teguran pertama bahwa akan
dilakukan penuntutan.

3. Pasal 71-75 KUHP yang mengatur dicabutnya pengaduan dalam delik aduan. Penyidik
boleh melakukan penyidikan terbatas serta tidak dapat dilakukan penuntutan sebelum
adanya aduan.

9
4. Pasal 76 KUHP tentang Neb Bis In Indem yaitu asas hukum yang melarang terdakwa
diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan apabila telah terdapat keputusan hakim
yang memiliki kekuatan hukum baik yang menghukum atau membebaskannya.

5. Pasal 77 KUHP yang menentukan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus jika
terdakwa meninggal dunia.

6. Pasal 78 KUHP tentang Daluwarsa Penuntut Pidana. Daluwarsa adalah suatu keadaan
lewatnya waktu atau jangka waktu kadaluwarsa yang ditentukan oleh Undang-
Undang,yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut dan
melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana. Maka
terdakwa tidak dapat diajukan ke Pengadilan untuk dilakukan proses penuntutan.
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa
melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara
ke pengadilan yang berwenang mengadili. Tetapi terdapat asas Oportunitas yang
memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut
dengan tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah melakukan tindak pidana demi
kepentingan umum.

7. Pasal 82 KUHP tentang penyelesaian diluar pengadilan. Pasal ini mengatur hal
diantaranya:

1. Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda menjadi


hapus, jika secara suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan.

2. Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai
perampasan wajib diserahkan pula atau harganya harus dibayar menurut taksiran
pejabat yang berwenang.

3. Dalam hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku
sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan
lebih dulu telah hapus karena penyelesaian di luar pengadilan.

10
4. Ketentuan-ketentuan tersebut tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang
pada saat melakukan perbuatan belum 16 tahun

2.2 Alasan Pembenar dan Jenisnya

Alasan pembenar merupakan alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak
pidana, sehingga perbuatan terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar. Dalam alasan
pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif).

Alasan pembenar terdapat dalam dalam KUHP :

- Pasal 48 KUHP tentang Daya Paksa (Overmacht), mengatur masalah kedaruratan


ini, yang berbunyi: “Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa,
tidak dipidana.” Keadaan memaksa dalam hukum pidana, merupakan kondisi
seseorang melakukan tindak pidana karena dalam keadaan yang benar-benar terpaksa.
Keadaan terpaksa itu, bisa disebabkan oleh karena kekuasaan yang tidak bisa
dihindarinya atau keadaan dari luar yang menyebabkan seseorang melakukan
perbuatan yang melawan hukum.

Daya paksa terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Paksaan Mutlak

Pada keadaan ini, pelaku tindak pidana tidak dapat berbuat hal lain selain tindakan
yang dipaksakan kepadanya. Menurut Jonkers, orang yang mendapatkan paksaan
mutlak terkena pengaruh yang bersifat kejasmanian maupun kejiwaan. Beberapa
ahli berpendapat bahwa daya paksa mutlak bukanlah daya paksa sesungguhnya
menurut Pasal 48 KUHP karena pelaku yang dipaksa hanya menjadi alat dan
perbuatan yang dilakukannya tidak berdasarkan kehendaknya.

2. Paksaan Relatif

Pada keadaan ini, seseorang mendapat paksaan yang tidak mutlak, namun ia tidak
dapat melawannya. Orang tersebut memiliki kesempatan untuk memilih tindakan
yang akan dilakukannya walaupun pilihannya dipengaruhi oleh pemaksa, apabila

11
ia melakukan perbuatan sesuai kehendaknya maka ia akan mendapatkan perlakuan
yang merugikannya. Pada paksaan mutlak segala perbuatan dilakukan oleh orang
yang memaksa, sedangkan pada paksaan relatif suatu perbuatan masih dilakukan
oleh orang yang dipaksa berdasarkan pilihan yang ia buat.

3. Keadaan Darurat

Keadaan darurat atau Noodtoestand terbagi menjadi tiga kemungkinan, yaitu


adanya benturan antara dua kepentingan hukum, benturan antara kepentingan
hukum dan kewajiban hukum, serta benturan antara dua kewajiban hukum. Dalam
suatu keadaan darurat, seseorang dapat melakukan perbuatan pidana berdasarkan
pilihannya sendiri.

Contoh kasus : Seseorang dihipnotis sehingga melakukan perbuatan melawan hukum


seperti membunuh atau mencuri.

- Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Perbuatan Pembelaan Darurat atau Pembelaan


Terpaksa (Noodweer) “Untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau
ancaman serangan yang sangat dekat.”

Contoh kasus : Membunuh begal dan pembelaan darurat.

- Pasal 50 KUHP tentang Melaksanakan Ketentuan Undang-Undang yang


berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-
undang, tidak dipidana.”

Contoh kasus : Seorang eksekutor yang mengeksekusi narapidana yang dijatuhi


hukuman mati tidak dipidana karena ia melaksanakan ketentuan dalam undang-
undang.

- Pasal 51 ayat 1 KUHP tentang Melaksanakan Perintah Jabatan yang berbunyi


“Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”

12
Contoh kasus : Polisi diperintah oleh seorang Penyidik Polri dengan menerbitkan suatu
Surat Perintah Penangkapan untuk menangkap seorang yang telah melakukan
kejahatan. Pada hakekatnya polisi ini merampas kemerdekaan seorang lain, akan tetapi
karena penangkapan itu dilaksanakan berdasarkan perintah yang sah, maka polisi
bersangkutan tidak dapat dipidana.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terkait alasan-alasan penghapus pidana tersebut mempunyai peranan yang sangat penting
dalam penegakan hukum dan keadilan. Tanpa adanya alasan penghapus pidana seseorang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana dapat dijatuhi pidana
walaupun tidak ada maksud untuk melanggar ketentuan hukum tersebut, atau telah dilakukan sikap
hati – hati atau tidak ada kesalahan pada orang tersebut.

Lalu dalam alasan pembenar juga mempunyai peranan yang sama pentingnya.Alasan ini
dapat ditinjau dari sisi perbuatan seorang terdakwa.Dengan begitu seseorang yang melakukan
tindak pidana tidak boleh langsung dihukum atas perbuatannya , tetapi harus diselidiki apakah
perbuatannya tersebut termasuk dalam kategori perbuatan yang dibenarkan atau dimaafkan atau
tidak . Pertanggungjawaban pidana dapat hapus apabila seseorang yang melakukan tindak pidana
mempunyai alasan pembenar.

3.2 Saran

Alasan penghapus dan pembenar dalam hukum pidana merupakan aspek yang harus
diperhatikan dan diterapkan dalam tindak pidana.Karena dengan adanya alasan ini dapat mencegah
adanya putusan hakim yang tidak adil dalam memutuskan suatu tindak pidana.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rattu, R. (2019). Daya Paksa (Overmacht) Dalam Pasal 48 KUHP Dari Sudut Doktrin dan
Yurisprudensi. Lex Crimen, 8(11), 14-21.

Tahir, B. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Menurut Hukum Pidana Tentang Daya Paksa
(Overmacht). Spirit Pro Patria, 7(2), 115-124.\

Kermite, D. P., Kermite, J. A., dan Tawas, F. Terhadap Pembelaan Terpaksa (Noodweer) Dalam
Tindak Pidana Kesusilaan Berdasarkan Pasal 49 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Lex Privatum Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021.

Drs. P. A. F. Lamintang, S. (2018). Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika.

Prof. Moeljanto, S. (2008). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Siapakah yang Berhak Menentukan Waras atau Tidaknya Pelaku Tindak Pidana? (Bag 1) –
TRIBRATANEWS POLDA KEPRI. (2020, Juli 15). TRIBRATANEWS POLDA KEPRI.
Diakses pada Juni 15, 2022, dari https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2020/07/15/siapakah-
yang-berhak-menentukan-waras-atau-tidaknya-pelaku-tindak-pidana-bag-1/

15

Anda mungkin juga menyukai