Anda di halaman 1dari 26

@ELECEH

ZBIBFELEI HRLR@ MA AIMGIBSAE


(ZEIOESACE)

DOSEN PENGAJAR :

Irham Badrusman, SH, MH

DISUSUN OLEH :

1. Dwiki Brian Prambudi


2. Euis Nunung
3. Nadila Marcelina
4. Rian Warlian
5. Renaldi
6. Retno Dwi Jayanti
7. Satrio Dwi Cahyo
8. Saepul Mikdar
9. Servasius Irwanto
INSTITUT TEKNOLOGI BUDI UTOMO

FAKULTAS TEKNIK

TEKNIK SIPIL — P2T K1

2019/2020

LE]E ZBIFEI]ET

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Mannaat Penulisan
E. Metode Penulisan
F. Sistematika BAB

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Pengertian Hukum
B. Pengertian Penegakan Hukum
C. Faktor Penegakan Hukum

BAB III : PEMBAHASAN

A. Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum


B. Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum
C. Kebijakan Pemerintah yang Perlu Dilakukan
D. Contoh Analisa Kasus

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................................
DAD I
ZBIDAHRCRAI

A. Ceter Dbceleif
Seperti yang kita ketahui,semua negara pasti mempunyai peraturan-peraturan
dan hukum,dan begitu juga dengan negara Indonesia. Negara Indonesia adalah Negara
hukum, yang mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang sifatnya memaksa seluruh
masyarakat atau rakyat Indonesia harus patuh terhadap peraturan-peraturan atau
kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia bahkan juga memaksa orang asing yang
berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum yang ada di negara
Indonesia dan negara pun membentuk badan penegak hukum guna mempermudah
dalam mewujudkan Negara yang adil dan makmur. Tetapi tidak dapat dipungkiri di
negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di negara kita. Dan
masih banyak juga ketidak-adilan dalam melaksanakan hukum yang berlaku. Tetapi,
itu bukanlah salah dalam perumusan hukum melainkan salah satu keteledoran badan-
badan pelaksana hukum di Indonesia.
Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali pelangaran-pelangaran
hukum,dan pelangar-pelangar hukum yang seharusnya di adili dan dikenakan sangsi ,
malah dibiarkan begitu saja. Dan hal ini sangat berdampak buruk bagi masa depan
negara ini. Oleh karena itu , kita akan membahas apa, bagaimana penegakan hukum
yang adil dan bagaimana upaya-upaya penegakan hukum di negara kita ini untuk
memulihkan atau membentuk negara yang memiliki hukum yang tegas dan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Karena masalah tersebut merupakan masalah
yang sangat serius yang harus dipecahkan guna menciptakan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia dan dalam menegakkan hukum di Indonesia.

D. Ru`usei @eseceh
d. Apakah Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum?
o. Bagaimana keadaan - keadaan penegakkan hukum di Indonesia saat ini?
m. Bagaimana cara menegakkan hukum di Negara kita?
b. Contoh analisa kasus hukum di indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk membahas mengenai faktor penyebab ketidakadilan hukum dan cara
mengatasai masalah yang terjadi pada Negara ini.
b. Bagaimana terjadinya ketidak-adilan hukum yang berkembang dalam

masyarakat.
c. Bagaimana cara kita menyikapinya
d. Bagaimana menganalisa kasus hukum di indonesia

D. Manfaat Penulisan
Bagi Penulis
- Penulisan karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan
tugas dari mata kuliah Pancasila.
- Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai penegakan

hukum
Bagi Pihak Lain
- karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka
yang berhubungan dengan penegakan hukum di Indonesia.

E. Metode Penulisan
Sumber dan Jenis Data
Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal

dari berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang


dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan adalah artikel ilmiah
yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh variative, bersifat
kualitatif maupun kuantitatif.

Pengumpulan data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuai

dengan topik yang dibahas.


Analisis data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
kajian. Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang
telah dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.

F. Sistematika Penulisan
Dalam penyususnan makalah ini , maka penulis akan membuat sistematika
penulisan dengan tujuan untuk memberikan landasan yang dapat ditelusuri serta dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Selain itu pula mempermudah dalam
penulisan sehingga dapat sistematis serta terstruktur. Adapun sistematika penulisan
sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Biasanya bertitel “Pendahuluan” yang didalamnya terbagi dalam 6 sub Bab

yaitu : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,


metode penulisan dan sistematika penulisan

2. Landasan teori
Pada bab ini membahas mengenai uraian doktrin, pendapat para ahli, kajian
yuridis serta bahan-bahan kerangka teori yang akan dipakai penulis untuk
mendukung analisa terhadap permasalahan yang akan diteliti

3. Pembahasan

Isi bab ini adalah pembahasan permasalahan yang menjadi fokus kajian bab
ini,penulis menuangkan data-data secara lebih detail hasil penelitian yang
kemudian berusaha menganalisa yang didukung oleh sumber data primer
maupun skunder atau rujukan teoritis / atau normatif yang telah penulis
paparkan dalam bab sebelumnya ,dengan tujuan untuk mendukung analisa
terhadap permasalahan yang akan diteliti

4. Penutup
Isi bab ini adalah bab terakhir yang biasa bertitel “penutup” dalam bab ini

terdapat dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran-saran. Apa yang disimpulkan
oleh penulis pada dasarnya adalah hasil analisa bab III. Kesimpulan ini harus
disesuaikan dengan permasalahannya sebab ini disebut ringkasan jawaban atas
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam bab II dan dibahas
dalam bab III. Selain kesimpulan inti dimungkinkan penulis dapat menambah
kesimpulan lain. Tentu saja bila hal tersebut dipandang penting. Kemudian
dari kesimpulan tersebut dimungkinkan pula timbul hal-hal yang perlu

disarankan. Sebagai rekomendasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.


Sebab setelah bab IV selesai maka selanjutnya pada halaman berikutnya
dibuat daftar pustaka yang dijadikan sumber rujukan penulis, serta lampiran-
lampiran yang perlu dilampirkan
BAB II
LANDASAN TEORI

E. Pengertian Hukum
Kata hokum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya
adalah “Alkas”, yang selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi
“Hukum”.
Didalam pengertian hokum terkandung pengertian bertalian erat dengan pengertian
yang dapat melakukan paksaan. Ada beberapa pengertian hokum menurut para ahli
seperti berikut :
➢ Prof. Dr.P.Borst
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia
didalam masyarakat, yang pelaksanaanya dapat dipaksa dan bertujuan
mendapatkan tata atau keadilan.
➢ Prof.Dr.Van Kan
Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat
➢ Kantorowich
Hukum adalah keseluruhan peraturan — peraturan social yang mewajibkan
perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan
 Dr.E.Utrecht SH
Hukum adalah himpunan petunjuk — petunjuk hidup tata tertib suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan
➢ M.H. Tirtaamidjaja,SH
Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus ditaati dalam tingkah laku,
tindankan — tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus
mengganti kerugian jika melanggar aturan — aturan itu, akan membahayakan
diri sendiri atau harta, umpama orang akan kehilangan kemerdekaannya,
didenda dan sebagainya.
Dari definisi — definisi yang dibuat oleh fakar hukum terlihat bahwa definisinya beda
— beda. Hal tersebut menunjukkan bahwa hukum memang sulit didefinisikan.
Secara umum hukum dapat didefinisikan sebagai himpunan peraturan — peraturan
yang di buat oleh yang berwenang, dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan yang
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat

memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya.


Jadi di dalam hukum terkandung unsur — unsur di bawah ini:
• Peraturan — peraturan yang dibuat oleh yang berwenang
• Tujuannya mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat
• Mempunyai viri memerintah dan melarang
• Bersifat memaksa dan ditaati

D. Pengertian Penegakan Hukum


Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara

rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi
kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku
kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat
diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk
menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni
mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang undangan pidana yang sesuai
dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa masa yang akan datang.
Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai

dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian


antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai actual di dalam masyarakat
beradab.
Sebagai proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam
rangka pencapaian tujuan adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana
sebagai suatu sistem peradilan pidana.
Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga
konsep, yaitu sebagai berikut :
a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang

menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali.
b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept)
yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individual.
c. Konsep penegakan hukum actual (actual enforcement concept) yang
muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum

karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana


prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang undangannya
dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang
melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui
proses hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah
suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut
disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu sebagai

pertanggungjawabannya. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas legalitas, yang
mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur dalam undang -
undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan larangan
tersebut sudah di atur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku dapat dikenai
sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.
Sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian pembangunan

nasional dibidang hukum ditujukan agar masyarakat memperoleh


kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran
dan keadilan serta memberikan rasa aman dan tentram.
Moeljatno menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar -dasar dan
aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu
bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;
2. Menentukan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan -
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan

tersebut.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa
hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan peraturan yang mengandung
keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya serta mengatur pelanggaran-
pelanggaran dan kejahatan - kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang
diancam hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia
menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung
norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran- pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum.

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan


hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang
mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam
praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan
dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan
dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara procedural yang
ditetapkan oleh hukum formal.

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya merupakan


penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemamfaatan
sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan
ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan. Hakikatnya penegakan hukum
mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran,
penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah
di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun
demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung
jawab. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Ditinjau dari sudut subyeknya:
Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum
dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative
atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan
diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau

menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya


diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin
dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya: Dalam arti luas,
penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di
dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang
ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya
menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

Menurut Penulis , penegakan hukum merupakan suatu lembaga yg terbagi dari


beberapa bagian yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah dengan ketentuan
perundang-undang yang berlaku di Indonesia.

C. Faktor Penegakan Hukum


Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum
memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas
kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam
penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.

Menurut Soerjono Soekanto factor-faktor yang mempengaruhi penegakkan


hukum sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri
Semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin baik
memungkinkan penegakannya. Sebaliknya, semakin tidak baik suatu
peraturan hukum akan semakin sukarlah menegakkannya. Secara umum,
peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara
yuridis, sosiologis dan filosofis.
a. Secara Yuridis

Setiap peraturan hukum yang berlaku haruslah bersumber pada


peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Ini berarti bahwa setiap
peraturan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan
peraturan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Misalnya, Undang-
Undang di Indonesia dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Secara Sosiologis:

Bilamana peraturan hukum tersebut diakui atau diterima oleh


masyarakat kepada siapa peraturan hukum tersebut
ditujukan/ diberlakukan menurut “Anerkennungstheorie”, “The
recognition Theory”). Teori ini bertolak belakang dengan
“Machttheorie”, Power Theory”) yang menyatakan, bahwa peraturan
hukum mempunyai kelakuan sosiologis, apabila dipaksakan
berlakunya oleh penguasa, diterima ataupun tidak oleh warga
masyarkat.
c. Secara Filosofis:

Apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita


hukum (rechtsidde) sebagai nilai positif yang tertinggi. Dalam negara
Indonesia, cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi adalah
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.

2. Faktor Penegak Hukum


Secara sosiologi setiap penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan (status) atau peranan (role). Kedudukan social merupakan posisi

tertentu dalam struktur masyarakat yang isinya adalah hak dan kewajiban.
Penegakkan hukum dalam mengambil keputusan diperlukan penilaian pribadi
yang memegang peranan karena:
a. Tidak ada perundingan undang-undang yang sedemikian lengkap,
sehingga dapat mengatur perilaku manusia.
b. Adanya hambatan untuk menyelesaikan perundang-undangan dengan
perkembangan masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpastian.
c. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan.
d. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan khusus.
3. Faktor sarana atau Fasilitas
Sarana atau fasilitas antara lain mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka
mustahil penegak hukum akan mencapai tujuannya.

Misalnya, untuk membuktikan apakah suatu tanda tangan palsu atau


tidak, kepolisian di daerah tidak dapat mengetahui secara pasti, karena tidak
mempunyai alat untuk memeriksanya, sehingga terpaksa dikirim ke Jakarta.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas
sangat menentukan dalam penegak hukum. Tanpa sarana atau fasilitas yang
memadai, penegak hukum tidak akan dapat berjalan lancar, dan penegak
hukum tidak mungkin menjalankan peranan yangg seharusnya.

4. Faktor Masyarakat

Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin


memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya, semakin rendah
tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk
melaksanakan penegak hukum yang baik.
Kesadaran hukum merupakan suatu pandangan yang hidup dalam
masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan itu berkembang dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu agama, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Pandangan itu selalu berubah, oleh karena itu hukum pun selalu
berubah. Maka diperlukan upaya dari kesadaran hukum, yakni:

a. Pengetahuan hokum
b. Pemahaman hokum
c. Sikap terhadap norma-norma
d. Perilaku hokum

5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari

hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi


yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa
yang dianggap buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia
merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu
berlaku pula hukum tertulis (perundang-undangan), yang dibentuk oleh
golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan
wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat

mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar hukum
perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara aktif.
Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa azas
yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang
positif. Azas-azas tersebut antara lain:
1) Undang-undang tidak berlaku surut,
2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,
3) Mempunyai kedudukan yang lebih tinggi,
4) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang

yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama,


5) Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-
undang yang berlaku terdahulu.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum
Sebelum berangkat ke pertanyaan itu, satu hal yang harus dikemukakan adalah
pentingnya ada upaya dari pemerintah, di samping dari lembaga yudikatif sendiri, untuk
melakukan hal ini. Setidaknya ada tiga alasan perlunya ada kebijakan dari pemerintah dalam

penegakan hukum:
1. pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya
untuk mencapai tujuan dalam bernegara. Bagi Indonesia sendiri, pernyataan tujuan
bernegara sudah dinyatakan dengan tegas oleh para pendiri negara dalam Pembukaan
UUD 1945, di antaranya: melindungi bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Bukan hanya pernyataan tujuan bernegara Indonesia, namun secara mendasar pun
gagasan awal lahirnya konsep negara, pemerintah wajib menjamin hak asasi warga
negaranya. Memang, dalam teori pemisahan kekuasaan cabang kekuasaan negara
mengenai penegakan hukum dipisahkan dalam lembaga yudikatif. Namun lembaga

eksekutif tetap mempunyai tanggung jawab karena adanya irisan kewenangan dengan
yudikatif serta legislatif dalam konteks checks and balances dan kebutuhan
pelaksanaan aturan hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari.
2. Tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk
menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya. Birokrasi
dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik, serta keamanan masyarakat.
Dengan adanya penegakan hukum yang baik, akan muncul pula stabilitas yang akan
berdampak pada sektor politik dan ekonomi. Menjadi sebuah penyederhanaan yang
berlebihan bila dikatakan penegakan hokum hanyalah tanggung jawab dan

kepentingan lembaga yudikatif.


3. Sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang
berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan
hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung semata. Dalam konteks keamanan
masyarakat dan ketertiban umum, Kejaksaan dan Kepolisian justru menjadi ujung
tombak penegakan hokum yang penting karena ia langsung berhubungan dengan
masyarakat. Sementara itu, dalam konteks legal formal, hingga saat ini pemerintah
masih mempunya suara yang sigifikan dalam penegakan hukum. Sebab, sampai
dengan September 2004, urusan administratif peradilan masih dipegang oleh

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Karena itu, Pemerintah masih
berperan penting dalam mutasi dan promosi hakim, serta administrasi peradilan.
Evolusi masyarakat hingga menjadi organisasi negara melahirkan konsep tentang
adanya hukum untuk mengatur institusi masyarakat. Karenanya, ada asumsi dasar bahwa
adanya kepastian dalam penegakan hukum akan mengarah kepada stabilitas masyarakat. Dan
memang, selama hukum masih punya napas keadilan, walau terdengar utopis, kepastian

hukum jadi hal yang didambakan. Sebab melalui kepastian inilah akan tercipta rasa aman
bagi rakyat. Kepastian bahwa kehidupan dijaga oleh negara, kepentingannya dihormati, dan
kepemilikan yang diraihnya dilindungi.
Tidak berhenti di situ. Bagi Indonesia sendiri, penegakan hukum bukan cuma soal
mendorong perbaikan politik dan pemulihan ekonomi. Harus disadari bahwa penegakkan
hukum justru merupakan ujung tombak proses demokratisasi. Sebabnya, melalui penegakan
hukum ini Indonesia dapat secara konsisten memberantas korupsi yang sudah mengakar
dengan kuat di berbagai sektor, menjalankan aturan - aturan main dalam bidang politik dan
ekonomi secara konsisten. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tegas, pemulihan

ekonomi dan tatanan politik juga bisa didorong percepatannya.

B. Adakah ^isi Pemerintah dalam Penegakan Hukum7


Lantas, bagaimana dengan penegakan hukum di Indonesia? Pertanyaan ini menjadi
sulit dijawab karena pemerintah sendiri hingga saat ini belum menunjukkan
komitmennya yang jelas mengenai penegakkan hukum. Hingga belakangan ini, hukum
seringkali tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting dalam proses demokratisasi. Ia
sering dipandang sebagai sektor yang menopang perbaikan di bidang lainnya seperti

politik dan pemulihan ekonomi. Alhasil, pembaruan hukum sering diartikan sebagai
pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
rencana-rencana perbaikan ekonomi dan politik daripada pembenahan perangkat penegakan
hukum itu sendiri.
Indikasi gejala ini terlihat dari lahirnya berbagai undang-undang secara kilat di DPR,
yang didorong oleh rencana pemulihan ekonomi yang dipreskripsikan oleh berbagai lembaga
internasional dan nasional sementara tidak banyak yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja
kepolisian dan kejaksaan oleh pemerintah. Memang ada beberapa inisiatif yang sudah
dilakukan. Misalnya saja perbaikan ditubuh Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang

lebih profesional. Begitu pula halnya dengan studi-studi dalam rangka perbaikan kejaksaan,
seperti Governance Audit untuk Kejaksaan RI yang dilakukan oleh Asian Development Bank
dan Price Waterhouse Coopers Indonesia (Kejaksaan Agung RI, 2001). Saat inipun, dengan
didorong dan diasistensi oleh beberapa institusi, ada gerakan untuk pembaruan hukum yang
dilakukan oleh institusi-institusi hukum negara, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan
Kepolisian. Namun perlu dicermati juga bahwa kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah
dorongan dari luar, dari masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya,

baik internasional maupun dalam negeri. Sementara pemerintah sendiri tampaknya belum
mempunyai visi yang jelas mengenai penegakan hukum. Secara sederhana, asumsi di atas
bisa dilihat dari tidak adanya kemauan politik untuk menunjukkan komitmen terhadap
penegakan hukum dengan dibiarkannya beberapa koruptor kelas kakap berkeliaran di
masyarakat. Bahkan, jajaran pemerintahan yang terkena indikasi korupsipun masih dibiarkan
memegang jabatannya. Padahal, langkah pertama untuk menunjukkan komitmen terhadap
penegakan hukum justru dengan secara konsisten menerima putusan, bahkaan sangkaan
pengadilan mengenai tindak pidana tertentu, terlepas dari final atau tidaknya putusan
tersebut. Pasalnya, mereka adalah pejabat publik yang memiliki pertanggungjawaban politik,

sehingga soal teknis legal-formal menjadi tidak lagi relevan.

Dalam bidang pembentukan kebijakan, indikasi yang menunjukkan gejala di atas bisa
dilihat dalam soal perencanaan pembentukan kebijakan hukum pemerintah yang mandeg.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, dibentuk Komisi Hukum Nasional yang
bertugas memberikan nasehat kepada presiden dalam bidang hukum.

C. Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Hukum


Menukik ke pembicaraan yang lebih konkrit, ada beberapa hal yang perlu dilakukan

oleh pemerintah dalam penegakan hukum. Di tingkat substansi hukum peraturan perundang-
undangan pemerintah perlu mendorong pembentukan perangkat peraturan yang terkait
dengan penegakan hukum dengan visi di atas.
Misalnya saja, pembentukan peraturan yang mewajibkan prosedur teknis dalam
melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Juga, pemerintah, sebagai salah satu
aparat pembentuk undang-undang, perlu berinisiatf membentuk undang-undang yang
berkaitan dengan perbaikan institusi penegakan hukum: Pengadilan, Kejaksaan, dan
Kepolisian. Di tingkat aparat, perlu ada kebijakan yang berkaitan dengan disiplin yang tinggi.

Bukan hanya aparat penegak hukum yang langsung berkaitan dengan pengadilan ,
tetapi seluruh aparat birokrasi pemerintah. Sebab penegakan hukum bukanlah hanya
dilakukan di pengadilan tapi juga soal bagaimana menjalankan peraturan perundang-
undangan secara konsisten, tanpa kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam konteks “kultur”
hukum, pemerintah perlu menjalankan kebijakan ke dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri,
dalam hal ini aparat birokrasi, dan kepada rakyat pengguna jasa penegakan hukum. Kultur ini
bisa saja menjadi keluaran dari proses disiplin yang kuat yang menumbuhkan budaya

penghormatan yang tinggi kepada hukum. Namun disamping itu, perlu juga dilakukan
rangkaian kegiatan yang sistematis untuk mensosialisasikan hak dan kewajiban warga negara,
agar muncul kesadaran politik dan hukum.

Anggaran Penegakan Hukum


Masih dalam konteks kebijakan pemerintah, penegakan hukum inipun harus
didukung pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta, yang lebih penting lagi,
perencanaan pendanaan yang memadai. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dana
untuk sektor hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat

dari tahun ke tahun. Namun, ada beberapa permasalahan dalam hal anggaran ini, seperti
diungkapkan dalam Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pengelolaan Keuangan Pengadilan
yang disusun oleh Mahkamah Agung bekerja sama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi
untuk Independensi Peradilan (LeIP). Dalam hal perencanaan dan pengajuan APBN,
kelemahan internal pengadilan yang berhasil diidentifikasi antara lain:
a. ketiadaan parameter yang obyektif dan argumentasi yang memadai;
b. proses penyusunan yang tidak partisipatif;
c. ketidakprofesionalan pengadilan; dan lain-lain (MA, 2003: 53-55).
Kebanyakan “perencanaan” dana pemerintah untuk satu tahun anggaran tidak

dilakukan berdasarkan pengamatan yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan yang


real, melainkan menggunakan system “line item budgeting” menggunakan metode
penetapan anggaran melalui pendeketan “incremental” (penyusunan anggaran hanya
dilakukan dengan cara menaikkan jumlah tertentu dari anggaran tahun lalu atau
anggaran yang sedang berjalan). Akibatnya, dalam pelaksanaan anggaran, muncul
“kebiasaan” untuk menghabiskan anggaran di akhir tahun anggaran, tanpa
memperhatikan hasil dan kualitas dari anggaran yang digunakan (MA, 2003: 53-55) .

Kertas Kerja tersebut merumuskan serangkaian rekomendasi yang sangat teknis guna

mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Kertas Kerja itu memang lebih banyak ditujukan
untuk mempersiapkan wewenang administrasi dan keuangan yang akan dipindahkan dari
pemerintah ke Mahkamah Agung. Meski begitu, setidaknya beberapa rekomendasi yang
sifatnya umum dan sesuai dengan arah kebijakan penegakan hukum, seharusnya dapat
diterapkan pula oleh pemerintah.

Kebijakan yang Mendesak

Dalam jangka pendek, hal yang paling dekat yang bisa dilakukan pemerintah untuk
mendukung penegakan hukum misalnya terkait dengan wewenang administrasi
pengadilan yang masih ada di tangan pemerintah hingga September 2004. Di sini, pemerintah
bisa memainkan peranan penting dalam mendisiplinkan hakim-hakim yang diduga
melakukan praktek korupsi dan kolusi. Selain itu, perlu ada dorongan dalam pembentukan
undang-undang yang berkaitan dengan pembenahan institusi pengadilan. Seperti perubahan
lima undang-undang yang berkaitan dengan sistem peradilan terpadu (integrated justice
system), yaitu UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Tata
Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, UU Peradilan Umum, dan UU Kejaksaan. Kelima

undang-undang ini tengah dibahas di DPR oleh Badan Legislasi (lihat www.parlemen.net).
Sejauh perannya bisa dimainkan dalam proses pembahasan kelima undang-undang ini,
pemerintah perlu mendorong perbaikan institusi yang mengedepankan pengadilan yang
bersih dan independen. Begitu pula halnya dengan rencana penyusunan UU tentang Komisi
Yudisial yang sudah disampaikan oleh Badan Legislasi DPR kepada pemerintah namun
belum mendapatkan jawaban.
Dalam hal korupsi, yang tentunya berkaitan erat dengan konsistensi penegakan
hukum, pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tengah
dilaksanakan harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Demikian juga

dengan rencana pembentukan Pengadilan Khusus Korupsi yang direncanakan terbentuk pada
bulan Juni 2004 (lihat Bappenas, Cetak Biru Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi). Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam
perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang
pemerintah. Pada saat ini Kejaksaan tengah menyusun cetak biru pembaruan kejaksaan
dengan asistensi Komisi Hukum Nasional. Di sini perlu ada dorongan politik yang kuat agar
cetak biru tersebut tersusun dengan baik dan, lebih penting lagi, dapat terlaksana dengan baik.

D. Contoh analisa kasus hukum di indonesia

Kita dapat menemukan sejumlah contoh kasus hukum di Indonesia yang terbilang
cukup unik. Diantaranya adalah kasus hukum nenek Minah yang harus menjalani hukuman
selama satu bulan lima belas hari plus tiga bulan masa percobaan. Hukuman itu harus dijalani
setelah nenek Minah dinyatakan telah bersalah karena memetik buah kakao di area
perkebunan PT. Rumpun Sari Antan.
Kita juga pernah mendengar adanya kasus pemulung yang dikriminalisasi telah memiliki
ganja oleh sejumlah oknum polisi. Meskipun kemudian sejumlah oknum polisi tersebut

dihukum setelah melalui persidangan, namun citra aparat penegak hukum di Indonesia sangat
tercoreng karena tindakan seejumlah oknum tersebut.
Contoh kasus hukum di Indonesia yang paling heboh dan menyita perhatian media
dan masyarakat luas adalah kasus hukum prita mulyasari. Prita mulyasari telah didakwa
melakukan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Alam Sutera di Tangerang.
Pengadilan Negeri Tangerang sempat memutus bebas Prita Mulyasari, namun oleh
Mahkamah Agung Prita Mulyasari divonis hukuman selama enam bulan dengan masa
percobaan selama satu tahun.
Ada lagi kasus lainnya yaitu kasus Baiq Nuril yang sempat menyita perhatian publik

Indonesia, bermula saat dia berinisiatif merekam percakapan telepon mengarah asusila yang
menimpa dirinya oleh atasannya, Kepala SMAN 7 Mataram , sekitar Agustus 2014.
Telepon seluler yang digunakan Baiq untuk merekam itu sempat rusak, kemudian diserahkan
kepada kakak ipar Baiq untuk diperbaiki. Baiq tidak mengetahui pasti akhirnya rekaman
audio tersebut kemudian menyebar. Ia malah dilaporkan atasannya ke kepolisian oleh karena
dianggap telah mendistribusikan rekaman perbincangan tersebut. Dalam persidangan putusan
pada 26 Juli 2017, Majelis Hakim PN Mataram memutuskan Baiq tidak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan. Kalah di persidangan, Jaksa Penuntut
Umum kemudian mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian pada

September 2018, MA memutus Baiq Nuril bersalah. Baiq Nuril mengajukan peninjauan
kembali atas kasus itu ke MA, dan MA melalui putusannya menolak permohonan peninjauan
kembali (PK) Baiq Nuril untuk perkara pelanggaran UU ITE terkait penyebaran rekaman
berisi pembicaraan asusila secara elektronik.

Selain itu di Indonesia juga telah pernah terjadi citizen lawsuit, dimana warga negara
melakukan gugatan melawan pemerintah. Ini sesungguhnya adalah contoh kasus yang sangat
baik dan dapat dijadikan contoh bagi warga negara lainnya saat ingin memperjuangkan hak
yang seharusnya diberikan oleh negara terhadap warganya. Kasus hukum ini pernah

dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan menghukum para tergugat, yakni
Presiden dan Wakil Presiden, Ketua DPR RI dan beberapa menteri untuk membuat Undang-
undang yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Dari contoh-contoh kasus diatas, beberapa akan dianalisis menurut komponen hukum
Lawrance Friedman. Komponen-komponen hukum Lawrence Friedman sebagai berikut:

1. Struktur Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum merupakan pranata hukum yang
menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum, lembaga-lembaga
hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2. Substansi Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu sendiri, artinya isi hukum tersebut
harus merupakan sesuatu yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan dapat diterapkan
dalam masyarakat.
3. Budaya Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme para penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran masyarakat dalam menaati hukum itu sendiri.
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum tersebut ada beberapa hal yang harus

dilakukan antara lain:


• Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber
daya manusianya yang berkualitas.

• Perumusan kembali hukum yang berkeadilan;

• Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran


hukum;

• Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum;

• Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum; dan,

• Penerapan konsep Good Governance.


Dari contoh kasus yang sebelumnya dijelaskan, struktur-struktur hukum ada dalam kasus-
kasus tersebut. Terlihat dari bentuk kasus tersebut adalah kasus hukum pidana, dengan
memiliki lembaga hukum yaitu pengadilan tinggi negeri. Adapula substansi hukum, hukum
yang diberikan merupakan tujuan hukum yang ada yaitu penegakan keadilan. Siapapun yang
melanggar hukum atau tidak menaati hukum, pastilah akan diberikan hukuman. Tak
memandang siapapun itu. Disini budaya hukum itupun ada. Hal ini terdapat pada tingkat
profesionalisme para penegak hukum. Para penegak hukum menjalankan tugas tanpa
memandang bulu. Jadi, semua tugas yang telah diberikan, sesuai dengan apa yang terjadi
secara fakta, dan hukum itu berlaku sesuai kejadian yang ada.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Selama 32 Tahun di jaman orde baru dimana penegakan hukum lebih memiliki
kepastian hukum walaupun masih ada kebocoran-kebocoran namun dibandingkan sekarang

ini di jaman reformasi yang merupakan masih sebatas eforia, penegakan hukum semakin
tidak jelas dan tidak memiliki kepastian hukum. Situasi ketidakadilan atau kegagalan ini
mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera
ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas biru ataublue print untuk dapat
mewujudkan seperti apa yang dicita-citakan pendiri bangsa ini.

Pentingnya Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum

• Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya


untuk mencapai tujuan dalam bernegara

• Tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung untuk
menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya.

• Sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi penegakan hukum lainnya yang
berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan

Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum

• Ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan ditubuh
Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih professional.

• kebanyakan dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari masyarakat sipil
dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik internasional maupun dalam
negeri.

Kebijakan yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Hukum

• Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam
perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang
pemerintah.
• kebijakan-kebijakan pemerintah ini harus terus didorong agar mempunyai visi
yang lebih jelas dan responsif terhadap persoalan-persoalan yang nyata ada di
masyarakat.

Kesimpulan dari keadilan kasus penegakan hukum di indonesia

hukum yang diberikan merupakan tujuan hukum yang ada yaitu penegakan keadilan.
Siapapun yang tidak melanggar hukum atau tidak menaati hukum, pastlah akan diberikan
hukuman. Tak memandang siapapun itu. Disini budaya hukum itupun ada. Hal ini terdapat
pada tingkat profesionalisme para penegak hukum. Para penegak hukum menjalankan tugas
tanpa memandang bulu. Jadi, semua tugas yang telah diberikan, sesuai dengan apa yang
terjadi secara fakta, dan hukum itu berlaku sesuai kejadian yang ada.

B. SARAN
Masyarakat di suatu negara pasti menginginkan negaranya memiliki penegak-penegak

hukum serta hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Maka dari itu, mari
bangkitkan penegakan hukum di negeri kita tercinta ini karena kita adalah anak-anak
bangsa Indonesia yang cinta dengan negeri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Gramsci, Antonio. Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart, 1971. Jayasuriya,
Kanishka. “The Rule of Law and Governance in the East Asian State,” Asian Law Vol. 1, 107.

MahkamahAgungRI.CetakBiruPembaruanMahkamahAgungRI.Jakarta:
Mahkamah Agung RI, 2003.

Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pengeloaan Keuangan Pengadilan. Jakarta: Mahkamah


Agung RI, 2003.

Bagaimana Undang-Undang Dibuat. Seri Panduan Legislasi PSHK. Jakarta:


PSHK, 2003.

http://dahlenablog.blogspot.com/2007/08/penegakan-hukum- sebagai-

%20Sebagai%20Negara%20Hukum.html

indonesia-saat-ini-runcing-kebawah-tumpul-keatas-quo-vadis-penegakkan-hukum

Anda mungkin juga menyukai