Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGANTAR ILMU HUKUM


Disusun untuk Memenuhi Penilaian Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu :

Dr. Alwan Hadiyanto, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

NAMA : ‘AZZAH SALSABILLA MULYAWANDIRA

NPM : 231150016

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN

2024
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rah
mat dan hidayah-Nya makalah ini dapat kami persiapkan dengan baik dan selesai
tepat waktu. Makalah ini kami beri judul “Pengantar Ilmu Hukum”
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi penilaian ujian akhir
semester dari dosen pengampu. Selain itu, makalah ini juga dimaksudkan untuk mem
berikan wawasan kepada saya selaku penulis dan bagi para pembaca. Khususnya
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengantar ilmu hukum, mengingat luas
dan beraneka ragamnya bahasan dalam Pengantar Ilmu Hukum ini, baik gagasan
maupun tema bisa jadi akan sangat umum dijumpai dalam literatur hukum saat ini.
Saya selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. Alwan Hadiyanto, S.H., M.H. selaku dosen pengampu. Saya juga ingin mengucap
kan terima kasih kepada mahasiswa lain yang membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Akhir kata, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saya sangat terbuka terhadap kritik dan saran untuk memperkuat
kemampuan, sehingga pada tugas berikutnya dapat menulis makalah yang lebih baik
lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya dan pembaca.

Batam, 17 Januari 2024

Penulis.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................1

1.3 TUJUAN...........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2

2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM......................................................2

2.2 KONSEP HUKUM...........................................................................................3

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................5

3.1 PENGERTIAN HUKUM..................................................................................5

3.2 FUNGSI DAN TUJUAN HUKUM..................................................................6

3.3 PERTAMA KALI HUKUM DI INDONESIA..................................................7

3.4 PEMISAHAN PENGANTAR ILMU HUKUM (PIH) DAN PENGANTAR


HUKUM INDONESIA (PHI).................................................................................7

3.5 ALASAN HUKUM HARUS DITAATI............................................................8

3.6 SUBJEK DAN OBJEK HUKUM.....................................................................9

BAB IV STUDI KASUS.............................................................................................12

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................14

5.1 KESIMPULAN...............................................................................................14

5.2 SARAN...........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam masyarakat, orang-orang selalu berhubungan satu sama lain. Adanya in
teraksi, kontak, dan hubungan satu sama lain adalah hasil dari kehidupan bersama. Ko
ntak dapat berarti hubungan yang menyenangkan atau yang menghasilkan konflik ata
u pertentangan.
Tidak mustahil konflik antar manusia terjadi, karena kepentingan mereka berte
ntangan. Konflik atau pertentangan terjadi ketika seseorang merugikan orang lain dala
m melaksanakan atau mengejar kepentingannya. Ini terjadi dalam kehidupan masyara
kat.
Oleh karena itu, agar masyarakat dapat memenuhi fungsinya dalam
menghindari konflik dan menjamin jaminan sosial, penting untuk memahami hukum
sebagai aturan yang mendefinisikan norma-norma sosial secara lebih mendalam.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hukum?
2. Bagaimana fungsi dan tujuan dari hukum?
3. Siapa yang pertama kali menggunakan hukum di Indonesia?
4. Dimana letak pemisahan antara PIH dan PHI?
5. Kapankah hukum itu harus ditaati?
6. Mengapa hukum mempunyai subjek dan objek?
7. Bagaimana contoh dari studi kasus?
1.3 TUJUAN
1. Agar dapat memahami pengertian hukum
2. Agar dapat memahami asal usul dari penggunaan hukum
3. Agar dapat memahami fungsi dan tujuan dari hukum
4. Agar dapat memahami perbedaan dan persamaan dari PIH dan PHI
5. Agar dapat memahami sebagaimana hukum itu terlaksana
6. Agar dapat memahami subjek dan objek hukum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi berbagai teori yang digunakan sebagai rujukan berfikir dan
analisis. Secara garis besar bagian tinjauan pustaka menguraikan teori mengenai
hukum berdasarkan mazhab sosiologi dan dari para ahli
2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM
Hukum memiliki banyak dimensi dan segi, sehingga tidak mungkin memberik
an definisi hukum yang sungguh-sungguh dapat memadai kenyataan. Walau tidak dap
at memberikan definisi hukum yang benar-benar sesuai dengan keadaan dikarenakan
hukum memiliki banyak aspek dan dimensi, beberapa sarjana menggunakan definisi
mereka sebagai pedoman untuk melakukan penelitian hukum, meskipun tidak ada defi
nisi yang sempurna. Meskipun tidak mungkin untuk membuat definisi yang lengkap t
entang apa itu hukum, namun mazhab sosiologis memberikan pandangan mengenai
apa itu ilmu pengetahuan hukum. Menurut pandangan mazhab sosiologis, ilmu
pengetahuan hukum merupakan suatu gambaran tentang tingkah laku manusia dalam
masyarakat, sehingga hukum merupakan gejala masyarakat, karena hukum bukan
norma, tetapi kebiasaan- kebiasaan manusia yang menjelma dalam perbuatan atau
perilaku di dalam masyarakat. Jadi dapat diartikan ilmu pengetahuan hukum itu
sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hubungan antara gejala-gejala
masyarakat yang satu dengan gejala-gejala masyarakat yang lainnya.
Para Ahli pun membuat definisi yang lengkap tentang apa itu hukum yang da
pat digunakan sebagai pegangan bagi mereka yang ingin belajar hukum. Menurut Utre
cht, hukum adalah kumpulan aturan, terdiri dari perintah-perintah dan larangan-larang
an, yang mengatur tata tertib masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh wargan
ya. Hans Kelsen mengartikan hukum adalah tata aturan (rule) sebagai suatu sistem atu
ran-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menumpu
k pada satu aturan tunggal (rule) tetapi separangkat aturan (rules) yeng memiliki satu
kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem, konsekuwensinya adalah tida
k mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja.
Pengertian lain mengenai hukum, disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo
(1986:11-12), yang mengartikan hukum sebgai kumpulan peraturan- peraturan atau ka
idah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama keseluruhan peraturan tentang tingkah la
ku yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksaannya deng
an suatu sanksi. Yang berarti hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempu
nyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan
normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dil
akukan serta bagaimana cara melaksanakan kepatuhan terhadap kaidah-kaidah yang
berlaku.

2.2 KONSEP HUKUM


Radbruch membedakan dua jenis konsep hukum yakni konsep yuridis relevan
(legally relevant consept) dan konsep hukum asli (genuine legal concepts). Konsep
hukum asli selanjutnya disebut sebagai konsep hukum. Konsep yuridis relevan
merupakan konsep komponen aturan hukum khususnya konsep yang digunakan untuk
memaparkan situasi fakta dalam kaitannya dengan ketentuan undang-undang yang
dijelaskan dengan interpretasi, misalnya konsep fakta seperti benda membawa pergi
atau mengambil, tujuan atau maksud (intensi). Sementara konsep hukum (genuine
legal concepts) adalah konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk
memahami sebuah aturan hukum (misalnya konsep hak, kewajiban, hubungan hukum,
lembaga hukum, perikatan, perkawinan, waris dan jual beli).
Dari konsep hukum di atas maka dikenal lima tipe kajian dalam penelitian
hukum. Kelima metode kajian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tipe kajian filsafat hukum yang bertolak dari pandangan bahwa hukum adalah
asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal. Tipe
kajian ini berorientasi kefilsafatan, dengan menggunakan metode logika-deduksi
dari premis normatif yang diyakini bersifat self-evident.
2. Tipe kajian hukum murni yang mengkaji "law as it is written in the books"
yang bertolak dari pandangan bahwa hukum adalah norma- norma positif di
dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Berorientasi positivistik, dan
menggunakan metode doktrinal bersaranakan logika deduksi untuk membangun
sistem hukum positif.
3. Tipe kajian American sociological jurisprudence yang mengkaji "law as it is
by judges through judicial process", yang bertolak dari pandangan bahwa hukum
adalah apa yang diputuskan oleh hakim inkonkreto dan tersistematisasi sebagai
judge made law. Berorientasi behavioural dan sosiologik serta menggunakan
metode doktrinal dan nondoktrinal bersaranakan logika induksi untuk mengakaji
"court behaviours".
4. Tipe kajian sosiologi hukum yang mengkaji "law as it is an society" yang
bertolak daripada pandangan bahwa hukum adalah pola perilaku sosial yang
terlembaga dan eksis sebagai variabel sosial yang empirik. Berorientasi
struktural, dan menggunakan metode sosial atau nondoktrinal dengan pendekatan
struktural/makro dan umumnya kuantitatif.
5. Tipe kajian sosiologi dan/atau antropologi hukum yang mengkaji "law as it is
in (human) action", yang bertolak dari pandangan bahwa hukum adalah
manifestasi makna-makna simbolik pelaku sosial sebagaimana tampak dalam
interaksi mereka. Berorientasi simbolik interaksional, dan menggunakan metode
sosial atau nondoktrinal dengan pendekatan interaksional/mikro dengan analisis
kualitatif.

Tipe kajian hukum nomor (1), (2), dan (3) adalah jenis penelitian hukum yang
mengacu pada konsep hukum sebagai kaidah. Ini dikenal sebagai penelitian normatif.
Metodenya dikenal sebagai metode doktrinal-monologik, yang bertolak dari kaidah
sebagai ajaran yang mengkaidahi perilaku. Tipe kajian hukum yang mengacu pada
konsep hukum sebagai kaidah dan metode doktrinal adalah metode yang digunakan
dalam pengembanan teori hukum dan ilmu hukum.
Tipe kajian hukum (4) dan (5) termasuk penelitian hukum yang mengacu pada
konsep hukum sebagai proses atau perilaku yang berulang setiap kali hal yang sama
terjadi, yang disebut penelitian sosial. Hukuman dianggap sebagai pola perilaku yang
berulang, bukan aturan. Metodenya dikenal sebagai nomologi nondoktrinal. Metode
ini digunakan untuk penelitian sosial tentang kaidah hukum dalam disiplin hukum
empiris.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN HUKUM


Pengertian Hukum adalah suatu sistem peraturan yang di dalamnya terdapat
norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku
manusia, menjaga ketertiban dan keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan.
Ada juga yang mengatakan bahwa definisi hukum adalah suatu peraturan atau
ketentuan yang dibuat, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, dimana isinya
mengatur kehidupan bermasyarakat dan terdapat sanksi atau hukuman bagi pihak
yang melanggarnya. Keberadaan hukum bertujuan untuk melindungi setiap individu
dari penyalahgunaan kekuasaan serta untuk menegakkan keadilan. Dengan adanya
hukum di suatu negara, maka setiap orang di negara tersebut berhak mendapatkan
keadilan dan pembelaan di depan hukum yang berlaku.
Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarakat berhak untuk memperoleh
pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau
ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun tidak tertulis untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan menyediakan sanksi untuk orang yang melanggarnya.

Hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut:


1) Hukum berdasarkan bentuknya: Hukum tertulis dan tidak tertulis
2) Hukum berdasarkan wilayah berlakunya: Hukum local, hukum nasional, dan
hukum Internasional.
3) Hukum berdasarkan fungsinya: Hukum materil dan hukum formal.
4) Hukum berdasarkan waktunya: lus constitutum, Ius constituendum, Lex
naturalis/hukum alam.
5) Hukum berdasarkan isinya: Hukum publik, hukum antar waktu, dan hukum
private. Hukum public sendiri dibagi menjadi hukum tata Negara, hukum
administrasi Negara, Hukum pidana, dan hukum acara. Sedangkan hukum privat
dibagi menjadi hukum pribadi, hukum keluarga, hukum kekayaan, dan hukum
waris.
6) Hukum berdasarkan pribadi: Hukum satu golongan, hukum semua golongan, dan
hukum antar golongan.
7) Hukum berdasarkan wujudnya: Hukum obyektif, dan hukum subyektif.
8) Hukum berdasarkan sifatnya: Hukum yang memaksa dan hukum yang mengatur.
3.2 FUNGSI DAN TUJUAN HUKUM
a) FUNGSI HUKUM
Mochtar Kusumaatmaja mengemukakan bahwa apa yang menjadi fungsi atau
tujuan hukum Indonesia sebenarnya sudah terkandung pada batasan pengertian
hukum itu sendiri. Di atas dikemukakan bahwa hukum diartikan sebagai perangkat
kaidah-kaidah dan asas- asas berdasarkan keadilan yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat. Dengan berpedoman pada batasan hukum tersebut, dapatlah
dikemukakan bahwa fungsi hukum adalah untuk mencapai ketertiban dan keteraturan,
sedangkan tujuan dari hukum adalah mencapai keadilan.

b) TUJUAN HUKUM

Tujuan hukum dalam hukum positif Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
aspirasi dan tujuan perjuangan bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 dan Sila Keadilan Sosial yang merupakan bagian penting dari sistem nilai.
Keberadaan hukum sebagai bagian dari tatanan sosial yang ada disamping
norma agama, kesusilaan dan kesopanan, pada dasarnya berfungsi untuk melindungi
dan mengintegrasikan (menggabungkan dan menyelaraskan) kepentingan-
kepentingan anggota masyarakat yang ada. Hal ini dimungkinkan karena sifat dan
watak hukum (termasuk hukum Indonesia)yang memberi pedoman dan petunjuk
tentang bagaimana berperilaku dalam masyarakat. Hukum juga menunjukkan mana
yang boleh dan tidak boleh melalui norma-normanya yang bersifat mengatur dalam
bentuk perintah dan larangan.

Tujuan hukum dikemukakan dalam berbagai teori seperti di bawah ini.

Menurut Soeroso fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat terdiri dari:


a) Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat dalam arti, hukum berfungsi
menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala
sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur; b) Sebagai sarana untuk mewujudkan
keadilan sosial lahir dan batin. Dengan sifat dan ciri-ciri hukum yang telah
disebutkan, maka hukum diharapkan dapat memberi keadilan, dalam arti dapat
menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan
dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya; c) Sebagai sarana penggerak
pembangunan. Daya mengikat dan memaksadari hukum dapat digunakan untuk
menggerakkan pembangunan. Di sini hukum dijadikan sebagai alat untuk membawa
masyarakat kearah yanglebih maju.
Friedmann dan Rescoe Pound mengemukan bahwa fungsi hukum sebagai
berikut: a) Sebagai saran pengendali sosial (social control) yaitu sistem hukum
menerapkan; b) aturan-aturan mengenai perilaku yang benar atau pantas; c) Sebagai
sarana penyelesaian (dispute settlement); d) sebagai sarana untuk mengadakan
perubahan pada masyarakat. 20 Sedangkan menurut Ahmad Ali, membedakan fungsi
hukum terdiri atas sebagai berikut:21 i) Fungsi hukum sebagai a tool of social control;
ii) Fungsi hukum sebagai a tool of social engineering; iii) Fungsi hukum sebagai
simbol; iv) Fungsi hukum sebagai a political instrument; v) Fungsi hukum sebagai
integrator.

3.3 PERTAMA KALI HUKUM DI INDONESIA


Tata hukum di Indonesia ditetapkan oleh masyarakat Hukum Indonesia,
ditetapkan oleh Negara Indonesia. Lahirnya tata Hukum di Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, dibentuklah tata hukumnya itu dinyatakan dalam :
1. Proklamasi Kemerdekaan: "Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaan Indonesia",
2. Pembukaan UUD-1945: "Atas berkat Rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu susunan Undang- undang dasar Negara Indonesia..."
Pernyataan itu mengandung arti:
1. Menjadikan Indonesia suatu Negara yang merdeka dan berdaulat
2. Pada saat itu menetapkan tata hukum Indonesia, sekedar mengenai bagian yang
tertulis.

3.4 PEMISAHAN PENGANTAR ILMU HUKUM (PIH) DAN PENGANTAR


HUKUM INDONESIA (PHI)
Perbedaan dan hubungan antara PIH dengan pengantar hukum Indonesia
(PHI) adalah sebagai berikut.
1. Keduanya memiliki objek kajian yang berbeda, yaitu objek kajian PIH adalah
pengertian-pengertian dasar dan teori-teori ilmu hukum serta membahas hukum
pada umumnya, dan tidak terbatas pada hukum yang berlaku di tempat atau di
Negara tertentu saja, tetapi juga hukum yang berlaku di tempat atau Negara lain
pada waktu kapan saja (ius constitutum dan ius constituendum). Sedangkan objek
kajian PHI adalah mempelajari atau menyelidiki hukum yang sekarang sedang
berlaku atau hukum positif di Indonesia (ius constitutum).
2. PIH berfungsi sebagai dasar bagi setiap orang yang akan mempelajari hukum
secara luas beserta berbagai hal yang melingkupinya, sedangkan PHI berfungsi
untuk mengantarkan setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang
berlaku atau hukum positif Indonesia.
Akan tetapi, antara PIH dan PHI tetap merupakan dua mata kuliah yang
memiliki hubungan yang erat. Hubungan yang erat itu, dapat mengantar bagi yang
mempelajarinya pada suatu kesimpulan, bahwa PIH menelaah hukum secara luas dan
komprehensif, tetapi dalam PHI secara khusu mempelajari hukum yang sedang, atau
akan diberlakukan pada waktu tertentu di Indonesia. Adapun hubungan antara PIH
dengan PHI dapat dilihat pada dua hal, sebagai berikut.
1. Keduanya merupakan mata kuliah dasar keahlian yang mempelajari atau
menyelidiki hukum sebagai ilmu.
2. PIH merupakan dasar atau penunjang dalam mempelajari PHI, artinya PIH harus
dipelajari terlebih dahulu sebelum PHI.

3.5 ALASAN HUKUM HARUS DITAATI


Pertanyaan tentang kapan hukum harus ditaati melibatkan sejumlah faktor, dan
pandangan mengenai hal ini dapat bervariasi tergantung pada perspektif hukum,
moral, dan filosofis masing-masing individu. Namun, secara umum, ada beberapa
pandangan umum yang dapat dijelaskan:
1. Keharusan Kepatuhan: Banyak sistem hukum dan nilai masyarakat
menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hukum. Hukum sering dianggap
sebagai kerangka kerja yang mendasari keadilan, ketertiban, dan perlindungan
hak asasi manusia. Dalam perspektif ini, hukum harus ditaati karena memberikan
dasar untuk kehidupan sosial yang teratur.
2. Perlindungan Masyarakat: Hukum sering dirancang untuk melindungi
masyarakat dari tindakan yang merugikan atau membahayakan. Kepatuhan
terhadap hukum dianggap sebagai cara untuk menjaga kesejahteraan dan
keamanan masyarakat secara keseluruhan.
3. Kontrak Sosial: Beberapa pandangan filosofis, seperti teori kontrak sosial,
mengemukakan bahwa kepatuhan terhadap hukum adalah bagian dari
kesepakatan sosial yang menyatukan masyarakat. Dalam kerangka ini, orang
setuju untuk patuh pada hukum sebagai bagian dari kesepakatan untuk hidup
bersama dalam masyarakat.
4. Moral dan Etika: Bagi sebagian orang, kewajiban untuk patuh pada hukum juga
didasarkan pada pertimbangan moral dan etika. Kepatuhan terhadap hukum
sering dianggap sebagai tanggung jawab moral untuk berkontribusi pada
kebaikan bersama dan menghormati hak-hak individu.
5. Konsekuensi Hukum: Dalam banyak kasus, melanggar hukum dapat berakibat
pada konsekuensi hukum seperti denda, hukuman penjara, atau sanksi lainnya.
Kepatuhan terhadap hukum dapat dianggap sebagai cara untuk menghindari
konsekuensi negatif ini.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa ada situasi di mana


ketidakpatuhan terhadap hukum dapat dianggap sebagai tindakan etis, terutama jika
hukum tersebut dianggap tidak adil atau melanggar prinsip-prinsip moral yang lebih
tinggi. Pada akhirnya, pandangan mengenai kapan hukum harus ditaati dapat
bervariasi tergantung pada konteks dan nilai-nilai individu atau masyarakat tertentu.

3.6 SUBJEK DAN OBJEK HUKUM


a) SUBJEK HUKUM
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi
pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Subjek hukum ini, dalam kamus
ilmu hukum disebut juga "orang" atau "pendukung hak dan kewajiban". Dengan
demikian, subjek hukum memilki kewenangan untuk bertindak menurut tata cara
yang ditentukan atau dibenarkan hukum.
Adapun subjek hukum (orang) yang dikenal dalam ilmu hukum adalah
manusia dan badan hukum.
1. Manusia (natuurlijk persoon) menurut hukum adalah setiap orang yang
mempunyai kedudukan yang sama, selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada
prinsipnya, orang sebagai subjek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir
setelah meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut pasal 2 KUHPerdata,
bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan
menjadi subjek hukum, apabila kepentingan menghendaki (dalam hal menerima
pembagian warisan). Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia,
menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan subjek hukum
(tidak menerima pembagian warisan). Akan tetapi, ada golongan manusia yang
dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatan hukum, golongan ini
disebut personae miserabile, sehingga mengakibatkan mereka tidak dapat
melaksanakan sendiri hak-hak dan kewajibannya. Jadi, untuk menjalankan hak-
hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu yang ditunjuk, yaitu
walinya. Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum (personae
miserabile) tersebut, dalam arti tidak dapat melakukan perbuatan hukum di
bidang keperdataan atau harta benda, adalah sebagai berikut.
a. Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa (belum berusia 21 tahun),
dan belum kawin/nikah.
b. Orang dewasa yang berada di bawah pengampuan (curatele), disebabkan oleh
sebagai berikut.
1) Sakit ingatan: gila, orang dungu, penyakit suka mencuri (kleptomania),
khususnya penyakitnya.
2) Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus dalam peralihan hak di
bidang harta kekayaan)
3) Isteri yang tunduk pada pasal 110 BW/KUH-Perdata. Namun berdasarkan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 tahun 1963, setiap isteri
sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum. Isteri yang yang
ditempatkan di bawah pengampuan berdasarkan penetapan hakim yang
disebut "kurandus".
2. Badan hukum (rechts person), suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh
hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Badan hukum terbagi atas dua macam,
yaitu sebagai berikut.
a. Badan hukum privat, seperti perseroan terbatas (PT), firma, CV, badan
koperasi, yayasan, dan sebagainya.
b. Badan hukum public, seperti Negara (mulai dari pemerintah pusat, sampai
pemerintah desa), dan instansi pemerintah.
Keberadaan suatu badan hukum, menurut teori ilmu hukum ditentukan oleh
empat teori yang menjadi syarat suatu badan hukum agar tergolong sebagai subjek
hukum, yaitu sebagai berikut.
1. Teori fictie, yaitu badan hukum dianggap sama dengan manusia (orang) sebagai
subjek hukumn dan hukum juga member hak dan kewajiban.
2. Teori kekayaan bertujuan, yaitu harta kekayaannya dari suatu badan hukum
mempunyai tujuan tertentu, dan harus terpisah dari harta kekayaan para
pengurusnya atau anggotanya.
3. Teori pemilikan bersama, yaitu semua harta kekayaan badan hukum menjadi
milik bersama para pengurusnya atau anggotanya.
4. Teori organ, yaitu badan hukum itu harus mempunyai organisasi atau alat untuk
mengelola dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan, yaitu para
pengurus dan aset (modal) yang dimiliki.
b) OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah "segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum, dan
dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum". Menurut terminology (istilah)
ilmu hukum, objek hukum disebut pula "benda atau barang", sedangkan "benda atau
barang" menurut hukum adalah "segala barang dan hak yang dapat dimiliki dan
bernilai ekonomis", dan dibedakan atas berikut ini.
1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud (pasal 503 KUH-Perdata).
a. Benda yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat dicapai atau dilihat dan
diraba oleh panca indera. Contohnya rumah, meja, kuda, pohon kelapa, dan
sebagainya.
b. Benda tidak berwujud, yaitu segala macam benda yang tidak berwujud, berupa
segala macam hak yang melekat pada suatu benda. Contoh, hak cipta, hak atas
merek, hak atas tanah, hak atas rumah, dan sebagainya.
2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak (Pasal 504 KUH-Perdata).
a. Benda bergerak, yaitu setiap benda yang bergerak, karena:
1) Sifatnya dapat bergerak sendiri, seperti hewan (ayam, kerbau, kuda, ayam,
kambing dan sebagainya);
2) Dapat dipindahkan, seperti kursi, meja, sepatu, buku, dan sebagainya;
3) Benda bergerak karena penetapan atau ketentuan undang-undang, yaitu hak
pakai atas tanah dan rumah, hak sero, hak bunga yang dijanjikan, dan
sebagainya.
b. Benda tidak bergerak, yaitu setiap benda yang tidak dapat bergerak sendiri
atau tidak dapat dipindahkan, karena:
1) Sifatnya tidak bergerak, seperti gunung, kebun, dan apa yang didirikan di
atas tanah, termasuk apa yang terkandung dalamnya;
2) Menurut tujuannya, setiap benda yang dihubungkan dengan benda yang
karena sifatnya tidak bergerak, seperti wastafel di dalam kamar mandi, tegel
(ubin), alat percetakan yang ditempatkan di gudang, dan sebagainya;
3) Penetapan undang-undang, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan kapal
yang tonasenya/beratnya 20m³.
Urgensi pembedaan atas "benda bergerak" dan "benda tidak bergerak" yang
diberikan oleh hukum, adalah dalam kaitannya dengan pengalihan hak, yaitu terhadap
benda bergerak, cukup dilakukan dengan penyerahan langsung saja. Sedangkan benda
tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan surat atau akta balik nama.
BAB IV
STUDI KASUS

Pria Dibacok Lima Orang yang Mengaku Dari Ormas


JAKARTA, KOMPAS.com - Irfan Kurniawan (30) mengalami luka bacokan
yang cukup parah setelah dikeroyok lima orang yang mengaku berasal dari organisasi
kemasyarakatan tertentu. Warga Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, itu pun
harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. "Kejadiannya di perempatan DDN,
Pondok Labu, tengah hari," kata Komisaris Nuredy Irwansyah, Kapolsek Metro
Cilandak saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat (14/12/2012).
Peristiwa tersebut berawal saat Irfan sedang mengatur lalu lintas yang macet
di perempatan DDN. Tiba-tiba muncul rombongan pelaku yang mengendarai sepeda
motor dan menyerobot jalur. Melihat tingkah tersebut, Irfan langsung menegur salah
seorang pelaku. Namun, teguran itu justru tidak diterima oleh pelaku yang langsung
menghentikan kendaraannya. "Tegurannya dijawab dengan keras juga. Kata dia, kamu
nggak tahu apa saya ini anggota ormas," kata Nuredy menirukan ucapan pelaku.
Dibantu rekan-rekannya, pelaku lantas membacok korban dengan
menggunakan senjata tajam jenis golok. Korban yang terluka parah di bagian tangan,
kepala bagian belakang, dan punggung, kemudian dilarikan warga ke RS Marinir
Cilandak untuk mendapat bantuan medis. Sementara itu, petugas kepolisian langsung
melakukan pengejaran setelah mendapatkan keterangan dari beberapa saksi dari
lokasi kejadian.
Analisa :
Hukum Pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah.
laku manusia dalam dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Syarat suatu
perbuatan atau peristiwa dikatan sebagai peristiwa pidana adalah:
a. Ada perbuatan atau kegiatan.
b. Perbuatan harus sesuai dengan apa yang dilukiskan/dirumuskan dalam ketentuan
hukum.
c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Harus berlawanan/bertentangan dengan hukum.
e. Harus tersedia ancaman hukumnya.
Kasus diatas termasuk suatu peristiwa pidana karena kasus tersebut memenuhi
syarat- syarat peristiwa pidana, dimana terjadi penganiayaan, pengeroyokan dan
pembacokan terhadap Irfan oleh lima orang yang mengaku sebagai ormas tersebut. Ini
dibuktikan dengan adanya laporan dari beberapa saksi di TKP yang langsung
melaporkan kepada aparat kepolisian stempat. Disini jelas bahwa perbuatan kelima
orang tersebut melanggar hukum, yakni pasal 351,354, dan 358 KUHP tentang
Penganiayaan.
Kasus ini khususnya diatur dalam pasal 351 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
"Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah" dan "Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun".
Kemudian diatur juga dalam pasal 354 ayat 1 yang berbunyi: "Barang siapa
sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun".
Dan untuk pengeroyokannya diatur dalam pasal 358 (1) yang berbunyi:
"Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana
terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang
khusus dilakukan olehnya, diancam: dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka
berat".
Solusi :
Jadi untuk pelaku pembacokannya akan dikenai hukuman sesuai dengan pasal 351
ayat 1 dan 2, dan 354 ayat 1 KUHP, sedangakan teman-teman yang membantu orang
yang membacoktersebut dikenai hukuman sesuai dengan pasal 351 ayat 1 dan pasal
358 KUHP.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dari rangkaian dan analisa diatas, dimana telah dijelaskan awal mulanya
hukum di Indonesia, kemudian perbedaan dan hubungan antara PIH dan PHI, yang
dimana kedua-duanya adalah mata kuliah yang mempunyai hubungan erat. Hubungan
yang erat itu, dapat mengantar bagi yang mempelajarinya pada suatu kesimpulan,
bahwa PIH menelaah hukum secara luas, tetapi PHI secara khusus mempelajari
hukum yang sedang, atau akan diberlakukan pada waktu tertentu di Indonesia.
Hakikat subjek dan objek hukum begitu penting bagi peninjauan fungsi hukum
sendiri. Hukum juga sangat penting di masyarakat, karena tujuan hukum sendiri tidak
hanya melindungi kepentingan masyarakat, namun untuk mewujudkan masyarakat
yang terlindungi kepastian hukum sehingga terwujud masyarakat yang aman, damai,
dan sentosa.
5.2 SARAN
Saran yang dapat diambil dengan terselesainya makalah ini adalah perlunya
meningkatkan pendidikan hukum di kalangan masyarakat. Adanya pendidikan hukum
yang inklusif perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program
pendidikan formal maupun non-formal yang memberikan pemahaman hukum kepada
seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Semakin banyak orang yang paham
hukum, semakin mampu masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan sistem
hukum yang adil.
Hukum harus mampu beradaptasi dengan dinamika masyarakat. Oleh karena
itu, diperlukan mekanisme pembaruan regulasi yang responsif terhadap perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya. Serta harus melakukan penelitian ilmu hukum yang
berkelanjutan untuk menghadapi tantangan dan perkembangan baru dalam
masyarakat. Penelitian ini dapat membantu menemukan solusi hukum yang inovatif
dan relevan.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://temukanpengertian.blogspot.com/pengertian-hukum.html
2. Tata Hukum di Indonesia – GUNAWAN SRI GUNTORO (wordpress.com)
3. Mas Marwan. 2014, Pengantar Ilmu Hukum. Edisi ketiga. Ghalia Indonesia,
Makassar
4. Dr. Rr. Dijan Widijowati, S.H., M.H. 2018, Pengantar Ilmu Hukum
5. Dr. Romli Arsad, S.H., M.Hum. 2014, Pengantar Ilmu Hukum
6. BAB 2 META.pdf (umko.ac.id)
7. SKOM443902-M1.pdf (ut.ac.id)
8. Ilmu Hukum dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern (kemenkumham.go.id)
9. Teori Hukum Menurut Para Ahli - Gramedia Literasi

Anda mungkin juga menyukai