Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ALIRAN RECHTSVINDING”
Mata Kuliah: PENGANTAR ILMU HUKUM
Dosen Pengampu: SAFITRI MUKARROMAH, S.Ag, M.Si

Di susun Oleh:

1. FARINA NAJIBATUN SHOLEHAH 2306040013


2. RISMA HANIFAN PRASETYO 2306040014
3. HAIDAR ABDUSSALAM 2306040015
4. DYAH AMIR RINANDA 2306040016
5. SALSABILA RAMADHANI 2306040017

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN AJARAN 2023/2024

DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………………………………... i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2

KATA PENGANTAR....................................................................................................................................3

BAB I........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................2

C. Tujuan.................................................................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3

A. Perkembangan Aliran Rechtsvinding................................................................................................3

B. Metode yang digunakan dalam Penafsiran Hukum.............................................................................4

C. Hubungan antara Aliran Rechtsvinding dengan penerapan hukum.....................................................7

BAB III....................................................................................................................................................10

PENUTUP...............................................................................................................................................10

A. Kesimpulan........................................................................................................................................10

B. Saran.................................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................11

KATA PENGANTAR
Pertama – tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yangtelah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Aliran Rechtsvinding” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu Safitri
Mukarromah S.Ag, M.Si, pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum, makalah ini juga
bertujuan untuk menambahwawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Safitri Mukarromah S.Ag,


M.Si,selaku dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
kami pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata kami sampaikan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pemikiran manusia yang selalu berubah menurut zamannya,
berpengaruh kuat terhadap ajaran atau faham- faham dalam ilmu hukum. Aliran hukum,
atau juga biasa disebut mazhab sepanjang sejarah pemikiran hukum terus mengalami
dinamika dan perkembangan. Aliran-aliran (mazhab) pemikiran hukum ini sangat
diperlukan dalam menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum hingga pada aspek
filosofisnya.
Soejono Soekanto, membagi aliran hukum kedalam; aliran utilitarinisme, mazhab
sejarah dan kebudayaan, mazhab formalitas, aliran realisme hukum dan ainan sociological
junsprudence.
Rasdji membaginya ke dalam; mazhab sejarah, aliran hukum alam aliran hukum
positif sociological jurisprudence, dan pragmatic legal realism.
Sementara Northrop membagi aliran atau madzhab filsafat hukum ke dalam 5
(lima) aliran, yaitu. a) Legal Positivism, b) Pragmatic Legal Realism. c) Neo Kantian and
Kelsenian Ethical Jurisprudence, d) Sociological Junsprudence, dan e) Naturalistic
Jurisprudence.
Soehardjo Sastrosoehardjo membagi mazhab hukum ke dalam 9 (sembitan) aliran,
yaitu: a). Aliran Hukum Kodrat/Hukum Alam, b) Aliran Idealisme Transendental
(Kantianisme), c) Aliran Neo Kantianisme d) Aliran Sejarah e) Aliran Positivisme, f)
Aliran Ajaran Hukum Umum, g) Aliran Sosiologi Hukum, h) Aliran Realisme Hukum, i)
Aliran Hukum Bebas. Namun dalam praktiknya terdapat hanya tiga aliran yaitu Aliran
Legisme, Aliran Freie Rechts;ehre, Aliran Rechtsvinding.
Rachtsvinding adalah konsep hukum yang berasal dari Belanda yang dapat
diterjemahkan sebagai "penemuan hukum." Konsep ini menekankan pentingnya pencarian
keadilan dan kebenaran dalam mengambil keputusan hukum, terlepas dari aturan hukum
tertulis. Rachtsvinding mengakui bahwa dalam beberapa kasus, hukum tertulis mungkin
tidak mencakup semua situasi atau tidak mencerminkan nilai-nilai moral yang mendasari
keadilan.
Dalam praktiknya, rachtsvinding memberikan kebebasan kepada hakim untuk menemukan
solusi yang adil dan sesuai dengan keadaan konkret dalam kasus tertentu. Ini mencerminkan

1
pendekatan hukum yang lebih fleksibel dan memungkinkan penyesuaian terhadap
perkembangan sosial atau perubahan nilai masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Setelah menyusun latar belakang makalah, kami memiliki beberapa rumusan masalah
yangrelevan untuk dibahas dalam makalah ini, yaitu:

1. Bagaimana Aliran Rechtsvinding Tercipta?


2. Bagaimana Metode dalam Penafsiran Hukum?
3. Apa Hubungan Mempelajari Aliran Rechtsvinding dengan Bagaimana Hakim
Menerapkan Suatu Hukum?
C. Tujuan

Dari rumusan masalah diatas, kami memiliki beberapa tujuan yang kami muat, yaitu:
1. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Aliran Rechtsvinding.
2. Mahasiswa dapat memahami hubungan antara Aliran Rechtsvinding dengan
penetapan/penerapan suatu hukum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Aliran Rechtsvinding

Sejarah aliran rechtsvinding berhubungan dengan perkembangan pemikiran hukum di


Eropa, khususnya Belanda, pada abad ke-19 dan ke-20. Aliran rechtsvinding atau
penemuan hukum merupakan aliran yang berada di antara aliran legisme yang
menganggap undang-undang sebagai satu-satunya sumber hukum dan aliran
freirechtsschule yang memberi kebebasan penuh kepada hakim untuk membuat hukum.
Aliran rechtsvinding mengakui bahwa undang-undang tidak selalu lengkap, jelas, dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat, sehingga hakim perlu menggunakan metode
konstruksi hukum, penafsiran hukum, dan analogi hukum untuk mencari solusi yang adil
dan bermoral.

Salah satu tokoh yang mempelopori aliran rechtsvinding adalah Van Apeldoorn,
seorang hakim dan guru besar hukum di Universitas Leiden. Ia menulis buku berjudul
"Inleiding tot de studie van het Nederlandsche Recht" pada tahun 1916, yang menjadi buku
pegangan bagi mahasiswa hukum di Belanda. Dalam buku tersebut, ia menjelaskan bahwa
hakim bertugas membentuk hukum dengan memperhatikan beberapa asas tertentu, seperti
asas kepastian hukum, asas keadilan, asas kemanfaatan, asas kesesuaian, dan asas
keterbukaan. Ia juga mengkritik aliran legisme yang menganggap bahwa hakim hanya
sebagai corong undang-undang, dan aliran freirechtsschule yang menganggap bahwa
hakim dapat membuat hukum sesuka hati.

Aliran rechtsvinding kemudian berkembang dan dipengaruhi oleh aliran-aliran lain,


seperti aliran sosiologis hukum yang menekankan pentingnya memperhatikan keadaan
sosial yang nyata dalam menetapkan hukum, dan aliran kritik hukum yang menantang
asumsi-asumsi yang mendasari hukum positif. Aliran rechtsvinding juga mendapat
tantangan dari aliran postmodernisme hukum yang menolak adanya kebenaran objektif dan
universal dalam hukum, dan aliran feminisme hukum yang menyoroti ketimpangan gender
dalam hukum.

3
Indonesia termasuk negara yang mengikuti aliran rechtsvinding hingga saat ini. Hal
ini terlihat dari Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yang menyatakan bahwa hakim wajib menemukan hukum dan mengadili
berdasarkan hukum. Hakim juga diberi kewenangan untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan memberikan putusan yang bersifat final dan
mengikat. Hakim diharapkan dapat menyelesaikan perkara dengan mempertimbangkan
nilai-nilai hukum, keadilan, dan kemanusiaan yang hidup di masyarakat.

B. Metode yang digunakan dalam Penafsiran Hukum

1. Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran Undang-
undang menurut arti kata- kata (istilah) yang terdapat pada Undang-undang. Hukum
wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum.
Mis. [a] Peraturan per.Undang-undangan melarang orang menghentikan
“Kenderaannya” pada suatu tempat. Kata kendaraan bisa ditafsirkan beragam,
apakah roda dua, roda empat atau kenderaan bermesin, bagaimana dengan sepeda
dan lain-lain (E. Utrecht). Jadi harus diperjelas dengan kendaraan mana yang
dimaksudkan. [b] Mengenai istilah “dipercayakan” yang tercantum dalam pasal 342
KUHP Mis. sebuah paket yang diserahkan kepada Dinas Perkereta Apian (PJKA).
Sedangkan yang berhubungan dengan pengiriman tidak ada selain Dinas tersebut
artinya dipercayakan. [c] Istilah “menggelapkan” dalam pasal 41 KUHP sering
ditafsirkan sebagai menghilangkan.
2. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang dengan cara
melihat sejarah terjadinya suatu Undang-undang. Penafsran historis ini ada 2 yaitu :
[a] Penafsiran menurut sejarah hukum (Rechts historische interpretatie) adalah suatu
cara penafsiran dengan jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah perkembangan
segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum seluruhnya. Contoh : KUHPerdata
BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di Hindia Belanda. Menurut sejarahnya
mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan pada
tahuan 1838. [b] Penafsiran menurut sejarah penetapan suatu undang-undang
Wethistoirsche interpretatie) yaitu penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki
perkembangan suatu undang-undang sejak dibuat, perdebatan-perdebatan yang
terjadi dilegislatif, maksud ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk Undang-
undang pada waktu pembentukannya.

4
3. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal
yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu per Undang-undangan yang
bersangkutan, atau dengan Undang-undang lain, serta membaca penjelasan Undang-
undang tersebut sehingga kita memahami maksudnya. Contoh [a] Dalam pasal 1330
KUHPerdata menyatakan “Tidak cakap membuat persetujuan/perjanjian antara lain
orang-orang yang belum dewasa”. Timbul pertanyaan : “Apakah yang dimaksud
dengan orang-orang yang belum dewasa”. Untuk hal tersebut harus dikaitkan pada
pasal 330 KUHPerdata yang mengatur batasan orang yang belum dewasa yaitu
belum berumur 21 tahun. [b] Apabila hendak mengetahui tentang sifat pengakuan
anak yang dilahirkan diluar perkawinan orang tuanya, tidak cukup hanya mencari
ketentuan-ketentuan didalam KUHPerdata (BW) saja melainkan harus dihubungkan
juga dengan pasal 278 KUHP.
4. Metode Interpretasi secara Teleologis Sosiologis yaitu makna Undang-undang itu
ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan artinya peraturan perUndang-
undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Ketentuan
Undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi disesuaikan dengan keadaan sekarang
untuk memecahkan/menyelesaikan sengketa dalam kehidupan masyarakat. Peraturan
yang lama dibuat aktual. Penafsiran seperti ini yang harus dimiliki lebih banyak pada
hakim-hakim di Indonesia mengingat negara Indonesia yang pluralistik dan
kompleks. Peraturan per Undang-undangan dalam tatanan Hukum Nasional harus
diterjemahkan oleh para hakim sesuai kondisi sosial suatu daerah. Umpamanya :
Didaerah suku Dayak di Kalimantan, tanah dianggap seperti ibu yang dapat dimiliki
oleh setiap orang dan harus dijaga/dirawat layaknya menjaga/merawat seorang ibu.
Dalam hal ini hakim harus menserasikan pandangan sosial kemasyarakatannya
dengan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok-pokok Agraria.
5. Metode Intepretasi secara Authentik (Resmi) yaitu penafsiran yang resmi yang
diberikan oleh pembuat Undang-undang tentang arti kata-kata yang digunakan dalam
Undang-undang tersebut. Contoh : Dalam Titel IX Buku I KUHP memberi
penjelasan secara resmi (authentik) tentang arti beberapa kata/sebutan didalam
KUHP. Seperti dalam Pasal 97 KUHP yang dimaksud “sehari” adalah masa yang
lamanya 24 jam, “sebulan” adalah masa yang lamanya 30 hari. Tetapi tafsiran dalam
Titel IX Buku I KUHP ini tidak semestinya berlaku juga untuk kata-kata yang
dipergunakan oleh peraturan pidana diluar KUHP artinya Hakim tidak hanya

5
bertindak sebagai corong hukum saja melainkan harus aktif mencari dan menemukan
hukum itu sendiri dan mensosialisasikannya kepada masyarakat.
6. Metode interpretasi secara ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti
kata-kata yang terdapat dalam Undang-undang sehingga suatu peristiwa dapat
dimasukkan kedalamnya. Contoh : Bahwa Jurisprudensi di Nederland :
“Menyambung” atau “menyadap” aliran listrik dapat dikenakan pasal 362 KUHP
artinya Jurisprudensi memperluas pengertian unsur barang (benda), dalam pasal 362
KUHP.
7. Metode Interpretasi Restriktif yaitu penafsiran yang membatasi/mempersempit
maksud suatu pasal dalam Undang-undang seperti : Putusan Hoge Road Belanda
tentang kasus Per Kereta Api “Linden baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal
1365 KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus
bersikap hati-hati sehingga pejalan kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi
separuhnya (orang yang dirugikan juga ada kesalahannya) ( Mr. C. Asser, 1986, hal
84-85).
8. Metode interpretasi Analogi yaitu memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum
dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas
hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya
dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. Contoh penafsiran penjualan dalam
pasal 1576 KUHPerdata yaitu “Penjualan barang yang disewa tidak memutuskan
sewa menyewa kecuali apabila diperjanjikan”. Apabila misalnya seseorang
menghibahkan rumah miliknya kepada orang lain sedangkan rumah tersebut dalam
keadaan disewakan kepada orang lain, bagaimana?. Berdasarkan persamaan yang ada
dalam perbuatan memberi (hibah), menukar, mewariskan dengan perbuatan menjual,
dan persamaan itu adalah perbuatan yang bermaksud mengasingkan suatu benda
maka hakim membuat suatu pengertian “bahwa pengasingan (menukar, mewariskan)
tidak memutuskan (mengakhiri) sewa menyewa. Pasal 1576 KUHPerdata walau
hanya menyebut kata “menjual” masih juga dapat diterapkan pada peristiwa hibah,
menukar mewariskan. Oleh konstruksi hukum seperti itu. Hakim dapat
menyempurnakan sistem formil hukum. Konstruksi hukum seperti diatas menurut
Scholten tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.

Konstruksi itu harus meliputi bahan-bahan yang positip (Contructive moet de


positive stof dekken). Yang dimaksud dengan bahan-bahan positip adalah sistem
6
materil Undang-undang yang sedang berlaku. Konstruksi itu harus didasarkan atas
pengertian-pengertian hukum yang memang ada dalam Undang-undang yang
bersangkutan dan menjadi dasar Undang-undang yang bersangkutan. Konstruksi
tidak boleh didasarkan atas anasir-anasir (elemen-elemen) diluar sistem materil
positip. Didalam hukum pidana analogi dilarang sedangkan metode interpretasi
ekstensif dibolehkan (contoh Kasus penyambungan/penyadapan aliran listrik).
Hukum di Inggris yang sebagian tertulis (Statute law) dan sebagian tidak tertulis
(Common law) mengenal analogi. Walaupun demikian Hukum di Inggris menolak
menggunakan analogi terhadap hukum pidana. Sedangkan di Uni Soviet
menghilangkan dengan sengaja ketentuan nullum delictum dan menggunakan prinsip
bahwa hakim pidana harus menghukum semua tindakan yang membahayakan
masyarakat.
9. Metode interpretasi argumentus a contrario yaitu suatu penafsiran yang memberikan
perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang
diatur dalam Undang-undang. Berdasarkan perlawanan ini ditarik suatu kesimpulan
bahwa perkara yang dihadapi tidak termasuk kedalam pasal tersebut melainkan
diluar peraturan per undang-undangan. Scolten mengatakan bahwa tidak hakekatnya
pada perbedaan antara menjalankan Undang-undang secara analogi dan menerapkan
Undang-undang secara argumentum a contrario hanya hasil dari ke 2 menjalankan
Undang-undang tersebut berbeda-beda, analogi membawa hasil yang positip
sedangkan menjalankan Undang-undang secara Argumentus a contrario membawa
hasil yang negatif. Contoh : Dalam pasal 34 KUHPerdata menyatakan bahwa
seorang perempuan tidak dibenarkan menikah lagi sebelum lewat suatu jangka waktu
tertentu yaitu 300 hari sejak perceraian dengan suaminya. Berdasar Argumentus a
contrario (kebalikannya) maka ketentuan tersebut tidak berlaku bagi lelaki/pria.
Menurut Azas hukum Perdata (Eropa) seorang perempuan harus menunggu sampai
waktu 300 hari lewat sedangkan menurut Hukum Islam dikenal masa iddah yaitu 100
hari atau 4 x masa suci karena dikhawatirkan dalam tenggang waktu tersebut masih
terdapat benih dari suami terdahulu. Apabila ia menikah sebelum lewat masa iddah
menimbulkan ketidak jelasan status anak yang dilahirkan dari suami berikutnya.

7
C. Hubungan antara Aliran Rechtsvinding dengan penerapan hukum

Mempelajari aliran rechtsvinding berhubungan dengan memahami bagaimana


hakim atau aparat hukum lainnya menemukan, menafsirkan, dan menerapkan hukum
dalam kasus-kasus konkret. Aliran rechtsvinding adalah aliran yang berada di antara
aliran legisme yang menganggap undang-undang sebagai satu-satunya sumber hukum
dan aliran freirechtsschule yang memberi kebebasan penuh kepada hakim untuk
membuat hukum. Aliran rechtsvinding mengakui bahwa undang-undang tidak selalu
lengkap, jelas, dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, sehingga hakim perlu
menggunakan metode konstruksi hukum, penafsiran hukum, dan analogi hukum untuk
mencari solusi yang adil dan bermoral. Namun, kebebasan hakim dalam aliran
rechtsvinding tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus terikat oleh batas-batas
yang ditentukan oleh undang-undang, yurisprudensi, doktrin, kebiasaan, dan nilai-nilai
sosial. Aliran rechtsvinding juga menekankan pentingnya ilmu hukum sebagai sumber
pengetahuan dan kritik hukum. Indonesia termasuk negara yang mengikuti aliran
rechtsvinding hingga saat ini.

Aliran rechtsvinding muncul sebagai reaksi terhadap aliran legisme yang terlalu
kaku dan formalis dalam memandang hukum. Aliran legisme menganggap bahwa hukum
hanya terdiri dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif yang
berwenang, dan bahwa tugas hakim hanya untuk menerapkan peraturan tersebut secara
mekanis dan literal tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain. Aliran legisme
mengabaikan bahwa hukum juga merupakan produk dari sejarah, budaya, dan
masyarakat, dan bahwa hukum juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman
dan keadaan. Aliran legisme juga mengesampingkan bahwa hukum juga memiliki
dimensi etis, filosofis, dan politis, dan bahwa hukum juga harus mencerminkan nilai-
nilai keadilan, kemanusiaan, dan demokrasi.

Aliran rechtsvinding juga muncul sebagai reaksi terhadap aliran freirechtsschule


yang terlalu bebas dan subjektif dalam memandang hukum. Aliran freirechtsschule
menganggap bahwa hukum tidak hanya terdiri dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh
lembaga legislatif yang berwenang, tetapi juga dari norma-norma yang hidup di
masyarakat dan dari kehendak bebas hakim. Aliran freirechtsschule menganggap bahwa

8
tugas hakim adalah untuk menciptakan hukum sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat, dan bahwa hakim memiliki kebebasan penuh untuk menentukan hukum
tanpa terikat oleh peraturan yang ada. Aliran freirechtsschule mengabaikan bahwa
hukum juga merupakan produk dari konsensus, keteraturan, dan kepastian, dan bahwa
hukum juga harus menghormati otoritas, hierarki, dan prosedur. Aliran freirechtsschule
juga mengesampingkan bahwa hukum juga memiliki dimensi ilmiah, logis, dan rasional,
dan bahwa hukum juga harus berdasarkan bukti, argumen, dan analisis.

Aliran rechtsvinding berusaha untuk mencari keseimbangan antara aliran legisme


dan aliran freirechtsschule dalam memandang hukum. Aliran rechtsvinding menganggap
bahwa hukum terdiri dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif yang
berwenang, tetapi juga dari norma-norma yang hidup di masyarakat dan dari
kebijaksanaan hakim. Aliran rechtsvinding menganggap bahwa tugas hakim adalah
untuk menemukan hukum yang sesuai dengan kasus-kasus konkret, dan bahwa hakim
memiliki kebebasan terbatas untuk menafsirkan dan menerapkan hukum dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain. Aliran rechtsvinding mengakui bahwa hukum
merupakan produk dari sejarah, budaya, dan masyarakat, tetapi juga dari konsensus,
keteraturan, dan kepastian. Aliran rechtsvinding mengakui bahwa hukum memiliki
dimensi etis, filosofis, dan politis, tetapi juga ilmiah, logis, dan rasional.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aliran Rechtsvinding merupakan aliran antara Legisme dan Freie Rechtslehre.
Berbeda dengan aliran Legisme dan Freie Rechtslehre, Rechtsvinding berpegang pada
undang-undang tetapi tak seketat seperti aliran Legisme dan tidak sebebas aliran Freie
Rechtslehre. Dengan kata lain, terikat tetapi bebas (gebonden vrijheid) dan bebas tetapi
terikat (vrijegebondenheid). Kemudian dalam penafsiran suatu hukum juga terdapat
beberapa metode yang dapat digunakan. Maka dalam hal ini menetapkan atau
menerapkan suatu hukum bukanlah hal yang dapat dianggap mudah, karena harus
memperhatikan poin-poin penting yang harus ada dalam menetapkan suatu hukum.

B. Saran

Diharapkan agar semua masyarakat dapat memahami teori-teori bagaimana hakim,


menerapkan hukum. Pendidikan tentang hukum ini harus ditanamkan sejak dini agar kelak
menjadi orang yang faham akan hukum.

10
DAFTAR PUSTAKA

Auli, R. C. (2022, Juli 19). 7 Macam Aliran Hukum dalam Rechtsvinding. Retrieved from Hukumonline:
https://www.hukumonline.com/klinik/a/7-macam-aliran-hukum-dalam-rechtsvinding-
lt62d6502e32b2d

DPC, T. (2022, April 1). Aliran Rechtsvinding. Retrieved from DPC PERDADI TASIKMALAYA: https://peradi-
tasikmalaya.or.id/aliran-rechtsvinding/

Putri, R. A. (2022, Januari 20). Mempelajari dan Memahami Aliran Pemikiran Hukum . Retrieved from
Kawan Hukum: https://kawanhukum.id/singkat-mempelajari-dan-memahami-aliran-pemikiran-
hukum/

Redaksi, T. (2021, Maret 18). Mengenal Rechtsvinding dan Contoh Kasus Penemuan Hukum oleh Hakim.
Retrieved from VOI: https://voi.id/berita/39307/mengenal-rechtvinding-dan-contoh-kasus-
penemuan-hukum-oleh-hakim

Simatupang, E. F. (2021, Juli 7). Aliran Rechtsvinding. Retrieved from Beranda Hukum:
https://berandahukum.com/a/aliran-rechtsvinding

11

Anda mungkin juga menyukai