FILSAFAT HUKUM
TENTANG
ALIRAN-ALIRAN (MAZHAB) DALAM FILSAFAT HUKUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu pada Program Pascasarjana
Universitas Kristen Indonesia Makassar
Oleh:
NIM 81611011210035
Dosen Pengampu:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan dan berkat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Filsafat Hukum tentang Aliran-aliran (Mazhab) dalam Filsafat
Hukum ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Hukum. Makalah ini menjelaskan lebih mendalam mengenai Aliran-aliran (Mazhab) dalam
Filsafat Hukum sehingga lebih mudah untuk dipahami.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku
panduan yang berkaitan dengan Filsafat Hukum, serta infomasi dari media massa yang
berhubungan dengan Filsafat Hukum.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Aliran-aliran (Mazhab) dalam
Filsafat Hukum. Akhir kata, mungkin dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Kritik dan saran tentunya sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dan semoga makalah ilmiah tentang Aliran-aliran (Mazhab) dalam Filsafat
Hukum ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi para pembaca.
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 23
B. Saran................................................................................................................................ 23
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
-1-
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas Penulis dapat menyimpulkan, dalam makalah ini
Penulis akan mengangkat dua rumusan masalah yang akan dibahas yaitu
meliputi :
1. Bagaimana Pengertian dan Kedudukan Filsafat Hukum?
2. Apa saja Mazhab atau Aliran-Aliran dalam Pemikiran Filsafat Hukum?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam membuat makalah ini yaitu untuk :
1. Mengetahui bagaimana pengertian dan kedudukan filsafat hukum;
2. Mengetahui macam-macam mazhab atau aliran-aliran dalam pemikiran
filsafat hukum.
-2-
BAB II
PEMBAHASAN
1
Suparman Usman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, SUHUDSentrautama, hlm. 47
2
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Baraktullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum Pemikiran Menuju
Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta, Rajawali Pres, 2014, hlm.9
-3-
hukum sebagai suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah
suatu pembatasan akademik dan intelektual saja dalam usaha studi dan
bukan menunjukan hakikat dan filsafat hukum itu sendiri.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah
cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari
hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang
mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah
hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau
dasarnya, yang disebut hakikat.3
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu
definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldom, sebagaimana
dikutip dari Imanuel khant, para ahli hukum masih mencari tentang apa
definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para
ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka
melihatnya.4
Jadi pengertian dan pokok bahasan filsafat hukum adalah filsafat tentang
hukum. Yaitu kajian yang mendalam, dan sungguh-sungguh secara
sitematis dan metodis tentang hakikat hukum sampai kedasar atau akarnya.
Masalah-masalah dasar yang menjadi perhatian para filosof masa dahulu
terbatas pada masalah tujuan hukum (terutama masalah keadilan),
hubungan hukum alam dan hukum positif, hubungan Negara dan hukum.
Dengan demikian yang membedakan filsafat hukum dengan filsafat
lain, terletak dalam objeknya, filsafat hukum hanya mengkaji masalah-
masalah hukum. Filsafat hukum ialah filsafat yang mengkhususkan objek
kajiannya tentang hukum. Filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat.
Karena yang menjadi objek filsafat hukum adalah masalah hukum,
maka persoalan filsafat hukum dapat dirinci sebagai berikut:5
1. Apakah hukum itu? Atau apakah hakikat hukum?
2. Apakah atau dari manakah asal hukum?
3. Apakah atau bagaimana tujuan hukum?
3
Ibid,hlm.10
4
Ibid,hlm.11
5
Suparman Usman, op.cit. hlm.50
-4-
4. Apakah atau bagaimana kedudukan manusia dalam hukum?
5. Apakah norma-norma yang berlaku bagi pemelihara (pengembala)
hukum?.
6
Darji Darmodiharjo dan Shindarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pusaka Utama, 2008, hlm.13
7
Sukarno Aburaera, dan Muhadar, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Jakarta, Kencana Prenata
Media Grroup, 2013, hlm.45
-5-
3. Politik yang mengatur kesusilaan dan kemkmuran dalam
Negara.
Filsafat Poetika
Filsafat poetika biasa disebut dengan filsafat estetika. Filsafat
ini meliputi kesenian dan sebagainya.
8
Ibid, hlm.46
9
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, op.cit, hlm.14
-6-
kekusaan Negara tertentu yang berdaulat. Materi studi demikian ini
termasuk dalam pengetahuan hukum positif (studi normatif).
3. Hukum sebagai institusi social yang riil dan fungsional dalam
sistem kehidupan bermasyarakat yang terbentuk dari pola-pola
tingkah laku yang melembaga.
10
Ibid, hlm.15
11
Ibid, hlm.16
-7-
1. Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional.
2. Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang
dengan kekuatan penalarannya memungkinkan menciptakan
suatu natural life yang didasarkan pada reasonable living
3. Hukum alam dapat di identikan dengan moralitas tertinggi.
4. Basis hukum adalah aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.12
5. Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan
yang benar dari yang salah dan hukum didasarkan pada konsep-
konsep manusia tentang hak dan kewajiban.
-8-
sumber dari pandangan semacam ini. Semua hukum yang
diciptakan oleh manusia karena itu harus sesuai13 dengan
hukum Tuhan seperti yang digariskan dalam kitab suci
(mengesampingkan aspek ratio manusia).
2. Pandangan sekuler (berdasarkan ratio)
Pandangan ini didasari keyakinan bahwa manusia (kemampuan
akal budinya) dan dunianya (masyarakat) menjadi sumber bagi
tatanan moral yang ada. Tatanan moral yang ada menjadi
manifestasi tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia.
Keutamaan moral tidak ada dalam sabda Tuhan yang tertulis
dalam kitab suci tetapi dalam hati kehidupan sehari-hari
manusia. Hukum itu berlaku secara universal dan bersifat abadi
dengan menekankan pada aspek ratio manusia. Aliran hukum
alam yang rational disebut pula aliran hukum alam yang
modern.
13
Ibid, hlm. 106
14
Ibid, hlm. 107
-9-
penulis akan mengelompokkan tokoh dan pakar itu menurut
zamannya, dan bagi pembaca yang ingin mendalami persoalan hukum
alam ini secara khusus, dapat mencarinya pada literatur-literatur lain
yang membahasnya secara lebih terinci:15
a. Tokoh-tokoh hukum alam Yunani, antara lain: Socrates, Plato,
Aristoteles.
b. Tokoh-tokoh hukum alam Romawi, antara lain: Cicero, Gaius.
c. Tokoh-tokoh hukum alam abad pertengahan, antara lain:
Augustine, Isidore, Thomas Aquinas, William of Occam.
d. Tokoh-tokoh hukum alam diabad keenam belas hingga kedelapaan
belas antara lain :Jhon Locke, Montesquieu, Rousseau.
e. Tokoh-tokoh Idealisme Transendental, antara lain: Kant, Hegel.
f. Tokoh-tokoh kebangkitan kembali hukum alam, antara lain adalah:
Kholer, Stammler, Leon Duguit, Geny, Dabin, Le Fur, Rommen,
Maritain, Renard, Gustaw, Radhbuch, Del Vecchio, Fuller,
Recasens Sinches.
15
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, op.cit, hlm.101
16
Suparman Usman, op.cit, hlm. 108
-10-
yang dikenal dengan nama legisme, berpendapat17 lebih tegas, bahwa
hukum itu identik dengan undang-undang.18
Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama dalam
melihat hukum adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan
diberlakukan oleh orang-orang tertentu didalam masyarakat yang
mempunyai kewenangan untuk membuat hukum. Sumber dan validitas
atas norma hukum bersumber pada kewenangan tersebut.
Menurut aliran ini, hukum adalah norma-norma yang
diciptakan atau bersumber dari kewenangan yang formal atau19
informal dari lembaga yang berwenang untuk itu atau lembaga
pemerintahan yang tertinggi dalam sebuah komunitas.
Aliran ini berpandangan hukum identik dengan undang-
undang, yaitu aturan yang beralaku. Satu-satunya sumber hukum
adalah undang-undang. Menurut aliran ini hukum itu merupakan
perintah penguasa dan kehendak dari Negara. Sumber pemikirannya
adalah logika, yaitu suatu cara berpikir manusia yang didasarkan pada
teori-teori kemungkinan (kearah kebenaran).20
Dalam aliran hukum positif ini penulis akan memberikan
definisi dari beberapa tokoh yang menganut aliran positif ini, salah
satu diantaranya yaitu :
1. Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin (1790-1859)
Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Hakikat hukum
sendiri, menurut Austin, terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum
dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup.
Dalam bukunya The Province of Jurisprudence obliges a person or
person… “A law is a commandans are said to proceed from
superiors, and to bind or oblige inferiors.”
Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis : (1)
hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws), dan (2) hukum
yang dibuat oleh manusia. Mengenai hukum yang dibuat oleh
17
Darji Darmodiharjo dan Shindarta, op.cit, hlm.113
18
Ibid, hlm.114
19
Suparman Usman, loc.cit, hlm. 108
20
Ibid, hlm.109
-11-
manusia ini dapat dibedakan lagi dalam: (1) hukum yang
sebenarnya, dan (2) hukum yang tidak sebenarnya. Hukum dalam
arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum positif) meliputi
hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh
manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang
diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum
yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum,
seperti ketentuan dari suatu organisasi olahraga. Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu: (1) perintah
(commandan), (2) sanksi (sanction), (3) kewajiban (duty), dan (4)
kedaulatan (sovereighnty).21
21
Darji Darmodiharjo, op.cit, hlm.114
22
Suparman Usman, loc.cit, hlm.109
-12-
dengan alasan yang rasional, petunjuk, atau bukti
(noncognitivisme dalam etika).
1. Analitical Jurisprudence;
2. Reine Rechtheer (ajaran hukum murni).23
23
Ibid, hlm.110
24
Ibid, hlm.111
-13-
3. Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme atau utilism lahir sebagai reaksi terhadap ciri-
ciri metafisis dan abstrak dari filsafat hukum dan politik pada abad ke-
18. Aliran ini adalah aliran yang meletakan kemanfaatan disini sebagai
tujuan hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagian
(happiness). Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum,
bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada
manusia atau tidak. Jadi menurut penulis demikian juga dengan
perundang-undangan, baik buruknya ditentukan juga oleh ukuran
tersebut. Oleh karena itu undang-undang yang banyak memberikan
kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai
undang-undang yang baik.
Jadi tujuan dalam aliran ini yaitu untuk memberikan
kemanfaatan dan kebahagian yang sebanyak-banyaknya kepada
masyarakat. Adapun tokoh-tokoh dalam aliran ini antara lain Jeremy
Bantham (1748-1783), John Stuart Mill (1806-1873) dan Rudolf von
Jhering.
Menurut Bantham keberadaan Negara dan hukum semata-mata
sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki, yaitu kebahagiaan
mayoritas masyarakat.
Lebih jauh menurut Jeremy Bantham bahwa esensi hukum ini sebagai
berikut :
1. Tujuan hukum dan wujud keadilan menurut Jeremy Bantham
adalah mewujudkan the greatest happiness of the greatest number
(kebahagian yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya nya
orang).
2. Tujuan perundang-undangan menurut Jeremy Bantham adalah
untuk menghasilkan kebahagian bagi masyarakat. Untuk itu
perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan
yaitu :
a. To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup);
b. To provide abundance (untuk memberikan makanan yang
berlimpah);
-14-
c. To provide security (untuk memberikan perlindungan);
d. To attain equality (untuk mencapai persamaan).
25
Ibid, hlm.112
-15-
Lebih lanjut Savigny mengatakan : “Di dunia ini terdapat
berbagai bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai suatu
volgeist (jiwa rakyat). Jiwa ini berbeda-beda, baik menurut waktu
maupun menurut tempat. Pencerminan dari adanya jiwa yang berbeda
ini tampak pada kebudayaan dari bangsa tadi yang berbeda-beda.
Ekspresi itu tampak pula pada hukum yang sudah tentu berbeda pula
pada setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika
terdapat hukum yang belaku universal pada semua waktu. Hukum
sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat dan yang menjadi
isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa
ke masa (sejarah).26
26
Ibid, hlm.113
-16-
Aliran ini mempunyai ajaran mengenai pentingnya living law (hukum
yang hidup dalam masyarakat). Menurut aliran ini hanya hukum yang
mampu mengahaadapi ujian akal dapat hidup terus. Yang menjadi
unsur kekal dalam hukum itu hanyalah pertanyaan-pertanyaan akal
yang berdiri diatas pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal
dan akal diuji oleh pengalaman. Hukum adalah pengalaman yang
diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa
oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mengesahkan27
undang-undang dalam masyarakat dan dibantu oleh kekuasaan dalam
masyarakat itu.
Syarat-syarat suatu hukum agar menjadi living law adalah :
1. Dianut dan dilaksanakannya hukum tersebut, didasarkan kepada
kesadaran hukum masyarakat (tidak ada unsur paksaan);
2. Hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang tumbuh dan berlaku
dalam masyarakat;
3. Penggunaan hukum itu tidak ada clausul pelanggaran.
27
Ibid, hlm.114
-17-
a. Kebiasaan
b. Relige
c. Ide-ide moral dan ide-ide filosofis
d. Putusan pengadilan (“adjudication”)
e. Diskusi ilmiah
f. Undang-undang
6. Tugas dari ilmu hukum yang sosioligis (sociological jurisprudence)
yang merupakan suatu sumber penting dari ide-ide, adalah untuk
membantu menjamin bahwa fakta-fakta28 sosial direkam dan
dianalisi didalam formulasi, interprestasi dan penerapan hukum.
Untuk itu dibutuhkan antara lain:
a. Suatu studi tentang efek-efek sosial dari persepsi-persepsi
hukum, doktrin-doktrin hukum dan pranata-pranata hukum.
b. Suatu penyelidikan sosiologis sebagai suatu tahap persiapan
bagi pembuatan undang-undang.
c. Studi tentang metode untuk membuat persepsi-persepsi hukum
efektif dalam penerapannya
d. Suatu studi yang mendalam bagi proses peradilan.
e. Suatu studi sosiologis tentang sejarah hukum.
f. Penghargaan terhadap pentingnya keadilan dan penalaran
putusan-putusan kasus-kasus perseorangan
g. Mengakui bahwa tujuan studi hukum adalah untuk mencapai
tujuan-tujuan hukum29
28
Ibid, hlm.115
29
Ibid, hlm.116
-18-
Pandangan aliran realism dalam kontek hukum, melihat bahwa
hukum itu dipandang dan diterima sebagaimana apa adanya, tanpa
identitasi dan spekulasi atas hukum yang bekerja dan berlaku.
Aliran realism hukum merupakan satu sub aliran (pecahan) dari aliran
positivisme hukum yang dipelopori antara lain oleh John Chipman.
Roescoe Pound melalui pendapatnya bahwa aliran hukum itu
merupakan a tool of social engineering dapat digolongkan kepada
aliran ini.
Aliran realisme hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Realisme bukanlah suatu aliran/mazhab. Realisme adalah suatu
gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum.
2. Realisme adalah suatu konsepsi mengenai hukum yang berubah-
ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan maupun hasilnya. Hal
ini berarti bahwa keadaan sosial lebih cepat mengalami perubahan
dari pada hukum.
3. Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara
sollen dan sein untuk keperluan suatu penyilidikan agar
penyelidikan itu mempunyai tujuan maka hendaknya30 diperhatikan
adanya nilai-nilai dan observasi terhadap nilai-nilai itu haruslah
seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh kehendak
observer da tujuan kesusilaan.
4. Realisme tidak mendasarkan pada konsep hukum tradisonal karena
realisme bermaksud melakukan apa yang dilakukan sebenarnya
oleh pengadilan dan orang-orangnya. Untuk itu dirumuskan definisi
dalam peraturan yang merupakan ramalan umum tentang apa yang
akan dikerjakan oleh pengadilan. Berdasarkan keyakinan ini,
realisme menciptakan penggolongan perkara dan keadaan hukum
yang lebih kecil jumlahnyan dan jumlah pengglongan yang ada
pada masa lampau.
5. Gerakan realisme menekankan pada perkembangan setiap bagian
hukum haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai akibatnya.
30
Ibid,hlm. 117
-19-
Menurut Karl Llwellyn, salah satu seorang tokoh aliran ini,
bahwa hukum harus diterima sebagai suatu yang terus menerus
berubah, hukum bukan suatu yang statis. Tujuan hukum harus
senantiasa dikaitkan dengan tujuan masyarakat dimana hukum itu
berada. Masyarakat selalu berproses yang terus menerus berubah
secara kesinambungan. Oleh karena itu perubahan hukumpun
merupakan sesuatu yang esensial dan diperlukan penekanan pada
evaluasi hukum terhadap dampaknya pada masyarakat.
31
Ibid, hlm.118
-20-
6. Aliran Antropologis
Antropologi merupakan kajian atau ilmu yang terpisah dari
hukum. Secara harfiah, antropologi berarti “the study of man” (studi
tentang manusia), muncul sekitar abad ke-19.
Menurut pandangan antropologi, tempat hukum didalam kultur
masyarakat. Pengertian kultur sangat luas mencangkup suatu
pandangan masyarakat tentang kebutuhannya untuk “survinal”.
Hukum juga merupakan aturan yang mengatur produksi dan distribusi
kekayaan dan metode untuk melindungi masyarakat terhadap
kekacauan internal dan musuh dari luar.
Beberapa ajaran yang beraliran antropologi dikemukakan
antara lain oleh Molinowski, Hoebel, Gluckman, Bohannan, dan
Pospisil.
Menurut Prof. T.O. Ihromi, objek kajian antropologi tentang hukum
ini, adalah:32
1. Hukum barat;
2. Hukum dalam masyarkat yang belum kompleks;
3. Hukum tidak tertulis;
4. Hukum rakyat/local
32
Ibid,hlm.119
-21-
Pandangan Paul Bohannan terhadap hukum terkenal dengan “a
double legitimacy”. Ia bepandangan bahwa seluruh kaidah hukum
berasal dari kaidah-kaidah non hukum lain yang sudah ada
sebelumnya. Tidak ada kaidah hukum yang langsung lahir sebagai
kaidah hukum. Keseluruhannya melalui proses pelegitimasi-an
kembali (double legitimacy.
-22-
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau
etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain,
filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.
Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji
secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut
hakikat.
Dalam pemikiran filsafat hukum yang terus berkembang sepanjang
zaman, menyebabkan keragaman pola dan ukuran nilai dan idelitas
dalam hubungannya dengan normativitas dan faktisitas dari dalam
dunia hukum, dan terutama apabila dihubungkan dengan naluri
manusia untuk mencari jalan keluar dari kesulitan dan permasalahan
dalam kehidupannya, akan melahirkan berbagai aliran/mazhab dalam
filsafat hukum. Secara urut aliran-aliran/mazab hukum tersebut
menunjukan sebuah dealegtika.
Dialegtika tersebut muncul disamping karena unsur kedinamikaan
manusia juga karena hukum sendiri secara teoritis dapat ditinjau
beberapa konsep/perspektif hukum, sehingga memunculkan beragam
pemikiran, karena memang berbeda sudut pandangnya.
2. Dalam pembicaraan hakekat hukum yang menjadi kajian filsafat
hukum, dikenal beberapa aliran atau mazhab tentang hukum, antara
lain: (1) Alaliran hukum alam, (2) Aliran hukum positif, (3) Aliran
utilitarianisme, (4) Aliran sejarah, (5) Aliran Sociological
jurisprudence, (6) Aliran realism hukum, (7) Aliran antropologis dan
(8) Aliran hukum Islam.
B. Saran
Dalam makalah yang dibuat oleh penulis ini membahas tentang
aliran-aliran dalam filsafat hukum merupakan inti dari mata kuliah filsafat
hukum yang penulis pelajari. Dengan mengetahui pokok-pokok aliran-
-23-
aliran tersebut, sekaligus juga dapat diamati berbagai corak pemikiran
tentang hukum. Dengan demikian, sadarlah kita betapa kompleksnya
hukum itu dengan berbagai sudut padangnya.
Hukum dapat diartikan macam-macam, demikian juga tujuan
hukum. Setiap aliran berangkat dariargumentasinya sendiri. Akhir-nya,
pemahaman terhadap aliran-aliran tersebut akan membuat wawasan kita
makin kaya dan terbuka dalam memandang hukum dan masalah-
masalahnya. Dan penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi yang
membacanya.
-24-
DAFTAR PUSTAKA
-25-