Disusun Oleh :
(STAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
BHAKTI PERSADA BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sholawat serta salam semoga tercurah pada jungjungan Nabi besar
Muhamad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini merupakan salah satu tugas Mata kuliah Logika &
Penalaran Hukum, Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis sendiri dan umum nya bagi
para pembaca
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar beleakang
hukum di tanah air, peran logika dan penalaran hukum dalam studi hukum
lawyer, hakim, jaksa, atau praktisi hukum yang handal, pemahaman terhadap
yang tak bisa ditawar-tawar. Hal tersebut mencerminkan bahwa pentingnya para
bahwa studi hukum secara kritis dari sudut pandang logika, penalaran hukum,
peraturan atau ketentuan hukum yang ada berdasarkan kemampuan rasio (akal
budi) manusia. Kemampuan semacam ini tidak hanya dibutuhkan bagi mereka
yang berkecimpung dalam bidang hukum melainkan juga dalam seluruh bidang
1
Harus diakui bahwa konsep, pemahaman dan studi tentang logika,
hukum sering dituntut untuk berpikir seperti seorang ahli hukum, “to think like
kemudian hari. Karena dengan berpikir secara kritis, logis, dan mendalam
disangkal bahwa logika dan penalaran hukum (legal reasoning) sering ditolak.
atau pengalaman praktis dan bukan pemikiran abstrak, rasional atau logis.
Penalaran hukum lalu dianggap tidak perlu diajarkan kepada mereka yang
pengalaman konkrit saja.3Hal tersebut tentu tidak dapat serta merta dianggap
sebuah rumusan yang abstrak tentang sesuatu yang dalam hal ini adalah
2
Berdasarkan paparan singkat di atas, maka sebenarnya terdapat urgensi
tanpa sebab, tentu saja terdapat hal-hal yang dibutuhkan oleh calon-calon
bahkan ahli hukum untuk dapat berpikir dengan nalar untuk dapat mahir dalam
memutus permasalahan yang ada dan hadir untuk diselesaikan melalui adanya
hukum itu sendiri. Sehingga dalam artikel ilmiah kali ini, akan dibahas
adanya penalaran hukum untuk dipelajari dan dikuasai oleh para calon maupun
ahli hukum. Pentingnya pembahasan mengenai hal ini adalah untuk memahami
apa yang dimaksud dengan penalaran dan kaitannya dengan ilmu hukum, serta
Dalam tulisan ini, dua permasalahan yang dibahas oleh penulis adalah:
Bagaimanakah yang disebut dengan penalaran itu dan apa kaitannya dengan
yang terakhir dibahas mengenai apa hubungan antara logika dengan filsafat?
2
Sharon Hanson (ed.), Legal Method, Skills, and Reasoning, Milton Park-
Abingdon-Oxon: Routledge-Cavendish, 2010, hlm. 5-8.
3
B. Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini
dengan para ilmuan, setiap individu merujuk pada filsatat yang sama, yaitu
yang mereka hadap4. Karena penggunaan metode ilmiah dalam sebuah wacana
wacana mereka tersebut. Sehigga akhirnya lahirlah sebuah asumsi bahwa dalam
hanya atas nama logika. Karena pada hakekatnya setiap kebenaran ilmiah selalu
3
Noor Ms Bakry, Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu, Yogyakarta:
Liberty, 2001, hlm. 55.
4
Fritjop Capra, Titik Balik Peradaban: Sains Masyarakat dan Kebangkitan
Kebudayaan, terj. M. Thoyibi, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1998
5
diperkuat dengan adanya bukti-bukti empiris maupun indrawi yang
Ilmu sering diartikan sebagai suatu alat untuk mengetahui segala hal yang
belum diketahui, baik ia bersifar riil, ataupun abstrak, dengan keyakinan yang
berdasar, entah ia sesuai dengan kenyataan ataupun tidak. Adapun logika sering
diartikan sebagai suatu cara bernalar secara sistematis, atau tepatnya cara untuk
mencari jalan, guna tercapainya ilmu yang benar.Karena kedua hal tersebut
untuk mencapai pengetahuan yang benar, dan ilmu yang benar membutuhkan
tersebut adalah berupa ide, maka kebenaran ataupun nilainya ditentukan seperti
kebenaran alat tersebut akan ditentukan dengan bagaimana keadaan, dan hasil
permasalahan.
6
Rumusan aturan hukum tidak lain dari usaha mengeksplisitasi gagasan
atau prinsip hidupyang abstrak dalam norma kehidupan nyata. Tidak berlebihan
untuk menyatakan bahwa hukum sebagian bersumber dari prinsip hidup ideal.
Tak dapat disangkal bahwa logika murni (pure logic), logika formal, atau logika
putusan hukum (legal decision) dan logika seharusnya tidak boleh berperan
argumen yang memadai. Karena proses berargumentasi itu tidak lain dari proses
menjustifikasi. Dalam konteks itulah studi dan penelitian literer terhadap logika,
melainkan juga selalu relevan. Karena studi tentang logika, penalaran, dan
pendapat, atau putusan hukum baik atau buruk, benar atau salah dan dapat
7
Muncul logika sebagai suatu cara berfikir, tidak bisa begitu saja terlepas
semuanya membuahkan tindakan, adakalanya saat hal itu hanya akan menjadi
hanya sebagai buah pikiran belaka. Ini juga tidak menutup kemungkinan untuk
lahir sebagai sebuah cara berfikir dalam memandang hidup yang tersusun rapi,
namun sejatinya ia mengalami proses yang dimulai dari logika sebagai metode
MeningkatnyaPemahaman Hukum
Pertama, adanya pola berfikir yang secara luas (logis), hal inilah yang
sering disebut sebagai logika. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa setiap usaha
5
Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet.4, hlm. 45-46.
8
proses berfikir. Sehingga Berfikir secara logis dapat dimaknai sebagai suatu
pola, dan ketentuan tertentu yang digunakan dalam proses berfikir. Maka dari
itu sebuah kerangka logika dalam satu hal tertentu sangat mungkin dianggap
tidak logis jika ditinjau dari kerangka lainnya. Hal inilah yang menimbulkan
pencerminan dari suatu proses berfikir yang bersandar pada suatu analisa dan
logika ilmiah sebagai pijakannya. Dalam hal ini, analisa merupakan suatu
berfikir tidak semuanya berlandaskan pada penalaran. Maka dari itu berfikir
dapat dibedakan mana yang menggunakan dasar logika dan analisa, serta mana
ataupun hal lainnya. Karena hal-hal tersebut bersifat non-analistik, yang tidak
dan cara berfikir yang dianggap kuno telah memperoleh gugatan. Hal ini
dikarenakan, tidak semua ilmu pengetahuan dapat didekati dengan cara yang
9
saja hidup dalam kondisi modernisasi yang serba mudah dan praktis. Lebih dari
itu, kini manusia mampu menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak
mungkin. Manusia tidak lagi diam, atas apa yang terjadi, sebagai akibat dari
bernilai salah atau benar namun tidak keduanya. Hal inilah yang sebelumnya
disebut sebagai proposisi. Proposisi yang telah dihimpun ini nantinya akan
dapat dievaluasi dengan beberapa cara, seperti: deduksi, dan induksi. Maka dari
itu, poin pembahasan yang relevan dengan topik wacana kali ini, adalah metode
induksi dan deduksi. Yang secara singkat jika metode induksi diartikan sebagai
salah satu cara untuk menarik kesimpulan yang umum digunakan oleh para
ilmuwan. Maka metode deduksi adalah kebalikan dari metode induksi, karena
Adapun tujuan dari penggunaan kedua metode ilmiah ini tiada lain
adalah agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai
antara kajian ilmiah, dengan tanpa terbatas ruang, waktu, tempat dan kondisi
tertentu6.
6
Milton D. Hunnex, Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik,Jakarta:
Teraju, 2004, hlm. 1-9.
10
prinsip-prinsip logika dasar dan penalaran hukum. Ibarat seorang perenang
yang perlu mempelajari teknik dan cara berenang agar tetap survive, demikian
penalaran hukum agar bisa survive7. Keterampilan dasar dan elementer dalam
penalaran hukum lebih baik diberikan kepada mahasiswa hukum dari pada
mahasiswa dan para praktisi hukum mampu memahami hukum secara kritis dan
dengan masing- masing filsuf yang berkaitan dengannya. Seperti Plato, yang
menyatakan filsafat sebagai ilmu yang berusaha meraih sebuah kebenaran yang
ilmu pengetahuan yang berusaha memahami hakekat alam, dan realitas, serta
kandung dari logika, maka dari itu ia harus lebih “pintar” dari logika itu sendiri.
Hal ini dikarenakan bahwa inti dari filsafat adalah membentuk sebuah pola
pikir, bukan sekedar mengisi kepada dengan fakta- fakta. Sehingga kelebihan
7
Urbanus Ura Weruin, Op. Cit., hlm. 379
11
filsafat itu sendiri dapat dikatakan mampu melengkapi manusia dalam banyak
Ilmu sering diartikan sebagai suatu alat untuk mengetahui segala hal yang belum
diketahui, baik ia bersifar riil, ataupun abstrak, dengan keyakinan yang berdasar,
entah ia sesuai dengan kenyataan ataupun tidak. Adapun logika sering diartikan
sebagai suatu cara bernalar secara sistematis, atau tepatnya cara untuk mencari
jalan, guna tercapainya ilmu yang benar. Karena kedua hal tersebut tidaklah
lainnya. Jadi logika, ialah jalan untuk mencapai pengetahuan yang benar, dan ilmu
Dalam hidup, panca indra manusia pastilah akan sering terbentur dengan banyak
hal, terlebih lagi apa yang belum ia ketahui. Karenanya ia sangatlah memerlukan
bantuan dari akal, ilmu, serta cara bernalar yang benar. Sehingga dengan alat
tersebut, maka akhirnya sesuatu yang tadinya tidak mungkin diketahui manusia,
menjadi bukan lagi sebuah kemustahilan untuk dicapai olehnya. Sehingga sesuatu
yang tadinya asing, akan dapat di mengerti dan dipahami dengan segala sifat dan
karaktersitiknnya. Lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan disiplin keilmuan lain,
maka indentifikasi terhadap karakteristik suatu ilmu pengetahuan, adalah inti pola
pemikiran filsafat.
12
Filsafat sendiri tidak dapat didefinisikan secara pasti, karena ia berkaitan dengan
filsafat sebagai ilmu yang berusaha meraih sebuah kebenaran yang murni. Adapun
prinsip-prinsip dan penyebab dari adanya suatu realitas. Namun secara singkat kita
memahami hakekat alam, dan realitas, serta membawa manusia untuk menelusuri
sangat berkaitan dengan rasio dalam menalar dan iman dalam meyakini.
logika, maka dari itu ia harus lebih “pintar” dari logika itu sendiri. Hal ini
dikarenakan bahwa inti dari filsafat adalah membentuk sebuah pola pikir, bukan
sekedar mengisi kepada dengan fakta-fakta. Sehingga kelebihan filsafat itu sendiri
dapat dikatakan mampu melengkapi manusia dalam banyak bidang non akademis,
Maka jika dikatakan bahwa filsafat merupakan penyempurnaan dari logika, lantas
perlu diketahui beberapa faktor minus dari logika yang dilengkapi, atau ditambal
Suatu anggapan yang mengatakan bahwa suatu pengetahuan yang ada pada
derajat keilmiahan tertinggi adalah sains. Adapun posisi logika merupakan alat
13
control, dan baca ilmu pengetahuan, namun ia tidak sepenuhnya mutlak sebagai
dasar dari sains yang ada. Dalam pandangan ini filsafat, dinilai menolak untuk
menerima apapun yang tidak bisa diketahui secara jelas, dan terpilah-
diafirmasi oleh bukti-bukti yang nyata, dan dapat dipertanggung jawabkan secara
penelitian. Dengan kata lain, filsafat menilai proses kerja, dan logika internal
Sampai di sini dapat kita simpulkan bahwa dalam dalam menanggapi suatu
permaslahan, seorang ilmuwan bukan hanya berpijak di satu jalan pikiran saja
namun juga harus mengalir dengan pola-pola yang teratur, serta mengkaji dengan
teliti segenap materi yang ia miliki. Ia tidak menerima ataupun menolak sesuatu
begitu saja tanpa pemikiran yang cermat dan mendalam. Di sinilah kelebihan
seorang ilmuan dibanding orang awam. Walaupun demikian tidak sedikit ilmuan
yang tergelincir dalam asumsi yang kurang tepat, seperti halnya tidak sedikit orang
yang terbius pendapat Hitler yang menilai bahwa Jerman adalah bangsa Aria,
sedangkan Yahudi adalah pencemarnya, sehingga terjadilah apa yang telah terjadi.
8
Reza AA Wattimena, Filsafat & Sains (Sebuah Pengantar) (T.t.: Grasindor,
t.th.), 95.
14
Hal ini tiada lain merupakan sebuah jalan pikiran yang keliru ataupun materi yang
tidak benar. Di sinilah letak kenapa logika memerankan peran yang sangat krusial
Metode ini merupakan suatu rangkaian langkah yang harus ditempuh sesuai
Sehingga jika metode ilmiah adalah sebuah prosedur yang digunakan ilmuwan
dalam mencari suatu kebenaran baru, maka ia perlu dijalankan secara sistematis
dan ditinjau kembali dari kacamata pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
Secara singkat metode bernalar dapat digolongkan kedalam dua bentuk yang
tampak saling bertolak belakang namun saling melengkapi, yaitu induksi dan
deduksi.9
perselisihan yang tepat.47 Artinya logika diplot sebagai sebuah track yang harus
teratur..
yang dipegang secara teguh tanpa kompromi, mendapatkan sentilah cukup kerat
9
Julia Branner, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan
15
dari beberapa tokoh filsafat, salah satunya Jascues Derrida. Ia menawarkan sebuah
berakibat pada kematian inspirasi-inspirasi yang lahir dari batin yang telah mati
sebagai akibat dari formalisme ini. Baginya, manusa tidak bisa selamanya untuk
tunduk sepenuhnya pada rasionya, namun ada batasannya saat di mana ia harus
dianggap hanya akan menciptakan hal yang sebenarnya. Karena apabila manusia
menitik pusatkan alam, maka ia akan memberikan kepastian yang jalas, dan dalam
cakupan yang lebih luas. Namun tidak demikian jika pusatnya adalah kehidupan,
sebab hidup hanya membawa kepada ketidakpastian. Hal inilah yang setidaknya
keputusan yang diambil. Dan karena instrumen tersebut adalah berupa ide, maka
bagaimana keadaan, dan hasil darinya ketika ia digunakan dalam sebuah praktek
16
dalam memecahkan permasalahan.
universal). Hal inilah yang dikenal dalam istilah John Stuart Mill sebagai
mencapai hal inilah mengapa dalam silogisme Aristoteles, sebuah proposisi yang
khusus. Maka dari itu walaupun logika bersifat universal namun ia mengandung
keterbatasan manusia.
kritikan yang tidak ringan. Kant salah satunya, ia melihat logika tidak mungkin
obyek, dan penilaian terhadap rasa bukan pula suatu hal yang kognitif, ia bersifat
personal, subyektif, dan tidak rasional. Sehingga perasaan individu manusia tidak
logis pun memiliki universalitas penilaian, khususnya dalam bidang yang bersifat
apriori.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, serta
sebagai penalaran atau metode ilmiah bukan tanpa kekurangan, karena itu tugas
Sehingga dari sini diharapkan dapat melahirkan alur penalaran ilmiah yang baik
dan benar.
18
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Urbanus Ura Weruin, “Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum”,Jurnal Konstitusi,
Volume 14, Nomor 2, Juni 2017, hlm. 375.
Milton D. Hunnex, Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik,Jakarta: Teraju, 2004,
hlm. 1-9.
Reza AA Wattimena, Filsafat & Sains (Sebuah Pengantar) (T.t.: Grasindor, t.th.), 95.
Julia Branner, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan
JURNAL
Mustofa, Imron. “Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Volume 6. Nomor 2.
Juli- Desember 2016.
19