Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
TANGERANG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-NyA
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah LOGIKA PENALARAN HUKUM
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga 2ias memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini 2ias
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman…………………………………………………………………….. i
Kata pengantar……………………………………………………………….ii
Daftar isi…...........………………………………………………….........….iii
BAB 1 PENDAHULUAN……..................………………………….…..….4
1. Latar belakang………………………......……………......................4
2. Rumusan masalah .....................................…………….....................4
BAB II PEMBAHASAN………….…………………………………….......5
Kesimpulan………………………………………………………………....13
Saran…………………………………..........................................................13
DAFTAR PUSTAKA………………….…………………………………..15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara keilmuan (science modern) seseorang dikatakan mempunyai pendapat yang dapat
dipertimbangkan kebenarannya bilamana instrumentarium pendekatan yang digunakannya
benar dan tepat menurut kaidah-kaidah keilmuan, sehingga dapat diterima secara logika.
Pendapat yang dianggap benar adalah yang dapat diterima secara logika, karenanya
dijangkau oleh alam rasionalitas manusia. Pendapat yang tidak dijangkau oleh alam
rasionalitas manusia biasa disebutnya tidak logik. Agar suatu pendapat dapat diterima dan
atau dipertimbangkan kebenarannya untuk dapat diterima Sebagai suatu kebenaran, maka
suatu pendapat seharusnya dibangun dengan konstruksi argumen logika, sehingga diterima
sebagai sesuatu yang logis. Sesuatu yang logis atau dapat dikatakan logis, bilamana dapat
dibuktikan dengan ukuran-ukuran pendekatan metodologis berlogika. Oleh karenanya
pendekatan logika dan pendekatan kebenaran seharusnya diselingkuhkan agar
menghasilkan output yang benar atau dapat dianggap benar. Mengapa dikatakan
demikian?, oleh karena berlogika adalah merupakan kegiatan atau aktifitas berpikir dalam
rangka melakukan penalaran sistematik untuk menghasilkan suatu kesimpulan-kesimpulan
(conclusion) tentang perihal yang di logikakan Berlogika merupakan aktifitas yang berada
dalam zona/rana intelektualitas, sehingga yang dapat berlogika hanyalah orang-orang yang
merasa berada dalam wilayah teritori intelektualitas. Tidak dapat disangkal bahwa logika
dan penalaran hukum (legal reasoning) sering ditolak. Sebagian pendapat menyatakan
bahwa hukum berurusan dengan data, fakta, atau pengalaman praktis dan bukan pemikiran
abstrak, rasional atau logis. Penalaran hukum lalu dianggap tidak perlu diajarkan kepada
mereka yang mempelajari hukum karena tidak “membumi”. Hukum harus dipelajari
melalui pengalaman konkret saja. Tentu saja anggapan ini tidak memadai. Kalau ingin
jujur, hukum sebagai “aturan tentang bagaimana orang seharusnya bertindak” adalah
sebuah rumusan “abstrak” tentang tindakan dan bukanlah tindakan itu sendiri. Perumusan
aturan hukum tidak lain dari upaya mengeksplisitasi atau mewujud nyatakan gagasan atau
prinsip hidup yang abstrak dalam norma kehidupan real. Tidak berlebihan untuk
menyatakan bahwa hukum sebagian bersumber dari prinsip hidup ideal. Tak dapat
disangkal bahwa logika murni (pure logic), logika formal, atau logika simbolik, sangat
boleh jadi cukup “abstrak-ideal” dan mungkin memiliki peran terbatas dalam merumuskan
atau menganalisis putusan-putusan pengadilan, mencermati aturan-aturan hukum,
memetakan opini dan pendapat hukum. Tetapi logika dasar seperti penyimpulan langsung,
deduksi dan induksi, kesesatan berpikir merupakan alat berpikir yang dapat digunakan
untuk memperoleh kebenaran hukum yang semakin bisa dipertanggungjawabkan secara
rasional dan ilmiah. Pembelaan paling persuasif atau pertimbangan hakim dalam
menangani perkara di pengadilan sangat boleh jadi tidak selalu merupakan argumen yang
paling logis. Tetapi, apa pun alasannya, seorang pembela, jaksa, atau hakim perlu
mengungkapkan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional tentang
pilihan argumen, pendapat, atau putusan hukum tertentu. Maka berasumsi bahwa logika
tidak selalu merupakan basis primer bagi putusan hukum (legal decision) dan logika
seharusnya tidak boleh berperan sebagai sarana justifikasi (justification) kebenaran hukum,
bukanlah sebuah argumen yang memadai. Karena proses berargumentasi itu tidak lain dari
proses menjustifikasi. Dalam konteks itulah studi dan penelitian literer terhadap Logika,
Penalaran, dan Argumentasi Hukum tidak hanya semakin diperlukan melainkan juga selalu
relevan. Karena studi tentang logika, penalaran, dan argumentasi hukum tidak lain dari
upaya menjelaskan kriteria-kriteria logis mana yang dapat digunakan untuk menentukan
suatu aturan, argumen, pendapat, atau putusan hukum baik atau buruk, benar atau salah,
dapat diterima atau harus ditolak.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Perspektif Tentang Logika
2. Mengetahui Logika Hukum dan Ilmu Hukum
3. Mengetahui Logika sebagai Ilmu Pengetahuan
4. Mengetahui Kesesatan Dalam Berpikir
BAB II
PEMBAHASAN
1. Silogisma Deduksi
Silogisma berfungsi sebagai proses pembuktian benar-salahnya suatu pendapat, tesis,
atau juga hipotesis tentang masalah tertentu.
Contoh 1
a. Semua manusia hidup saatnya nanti akan mati;
b. Aktivis mahasiswa adalah manusia hidup;
c. Maka aktivis mahasiswa pada saatnya nanti akan mati
Contoh 2
a. Barang siapa mengambil barang milik orang lain secara melawan hak
akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-tingginya 5 tahun;
b. Maling mengambil barang milik orang lain secara melawan hak;
c. Maka maling akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-tingginya
5 tahun.
2. Premis
Dua Proposisi pertama disebut PREMIS. Proposisi pertama, karena menyatakan
hal/keadaan yang umum (semua manusia mesti akan mati) atau suatu prinsip/norma
umum (siapapun yang mencuri akan dipenjara) disebut PREMIS MAYOR Proposisi
kedua, karena menyatakan peristiwa/kenyataan khusus (“aktivis mahasiswa adalah
manusia”, “maling mencuri”) disebut PREMIS MINOR
3. Konklusi
Proposisi ketiga, yang menutup proses penalaran deduktif dan merupakan
konsekuensi logis akibat adanya hubungan antara premis mayor dan premis minor
disebut KONKLUSI.
4. Terma
Kata atau sekumpulan kata yang telah disepakatkan bersama sebagai suatu simbol yang
merepresentasikan suatu Subyek atau obyek (obyek benda/obyek persitiwa) disebut
TERMATerma merupakan unsur pembentuk („the building bocks‟) suatu Proposisi Dalam
bahasa Indonesia, diterjemahkan dengan „pengertian‟ atau „konsep‟. Terma dalam setiap
penalaran atau pembuktian deduksi tak selamanya berkenaan dengan gejala-gejala realitas
yang bersifat konkrit, individual atau khusus;
Misalnya : ikan teri, merupakan terma yang lebih konkrit/khusus serta lebih berkonotasi
individual daripada terma “ikan”, “binatang air”, apa lagi terma “fauna ciptaan Tuhan”.
Posisi Terma
Berdasarkan posisinya, Terma dibedakan menjadi 3: terma Mayor, Terma Minor, dan
Terma Tengah.Untuk memudahkannya, ada pemberian kode yang lazim digunakan
1. Terma Mayor : ‘T’ (t-besar), atau P (predikat);
2. Terma Minor : ‘t’ (t-kecil) atau S (subyek);
3. Terma Tengah : M (medium).
Contoh 1
Semua aturan hukum yang dibuat pemerintah harus dipatuhi;
UU Lalu Lintas merupakan aturan hukum yang dibuat pemerintah;
Maka UU Lalu Lintas haruslah dipatuhi.
Contoh 2
Semua pedagang kaki lima bersedia pindah dan mentaati peraturan Walikota
dari lokasi berjualannya dekat kampus UNS;
Pak Sanip penjaja koran dan Hanifah isterinya penjual rokok adalah
pedagang kaki lima;
Maka, Pak Sanip penjaja koran dan Hanifah isterinya penjual rokok
harusnya bersedia pindah dan mentaati peraturan Walikota dari lokasi
berjualan dekat kampus UNS.
Contoh 3
Demi kemajuan pendidikan, seluruh mahasiswa yang baik selalu mentaati
kewajiban membayar SPP tepat waktu dan kuliah rajin.
Anwar dan kawan-kawannya adalah mahasiswa yang baik.
Maka, demi kemajuan pendidikan tinggi, Anwar dan kawan-kawannya selalu
mentaati kewajiban membayar SPP tepat waktu dan kuliah rajin.
5.Agumentasi Hukum
EXPERTISE KNOWLEDGE
Penyelesaian masalah hukum diperlukan ‘expertise knowledge’ yang harus
dimiliki oleh para ahli hukum dalam melaksanakan tugas profesi.
Argumentasi hukum yang pada dasarnya adalah to give reason dalam
pelaksanaan tugas profesi advokat, dalam bidang :
Prevent (Non Litigation Area, misal : Legal Consultation, Legal Negotiation
termasuk membuat Legal Opinion, dan
Repressif (Litigation Area penanganan perkara : Gugatan, permohonan,
pledoi).
LOGIKA & ARGUMENTASI HUKUM
Logika sebagai motode untuk menilai ketepatan penalaran yang digunakan
untuk menyampaikan sebuah argumentasi;
Teori Argumentasi adalah cara untuk mengkaji bagaimana menganalisis dan
merumuskan suatu argumentasi secara jelas dan rasional dengan cara
mengembangkan kriteria universal dan kriteria yuridis untuk digunakan
sebagai landasan rasionalitas argumentasi hukum.
ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM
menggunakan logika formal;
Untuk menganalisis rasionalitas proposisi menggunakan logika sillogistik,
logika proposisi, dan logika predikat.
Logika merupakan alur pemikiran yg mempertautkan sebuah pernyataan
tentang suatu konsep dengan memberikan penalaran melalui argumentasi
yang berperan dalam proses rasionalitas argumentasi.
FALLACY / KESESATAN (PENALARAN YANG KELIRU)
Penalaran yang tidak valid adalah penalaran yang keliru dan dapat terjadi
karena pengingkaran terhadap kaidah-kaidah logika yaitu tidak ada hubungan
yang logis antara premis dengan konklusi sebagai kekeliruan
relevansi.Seorang dengan daya nalar yang tidak masuk akal, tetapi orang
tersebut tidak juga memahami kekeliruannya dalam memberikan
penalarannya, orang tersebut adalah Paralogis, dan apabila kekeliruan
tersebut secara sengaja dipahami dan digunakan untuk menyesatkan orang
lain, maka disebut Sofisme.
KEKELIRUAN PENALARAN HUKUM
Ada beberapa jenis kekeliruan dalam penalaran sebagai sebuah kekeliruan
penalaran hukum, artinyya penalaran keliru tersebut jika diterapkan dlm
bidang hukum bukan merupakan sebuah kesalahan, yaitu:
o Argumentum ad ignorantiam (AAI);
o Argumentum ad Verecundiam (AAV);
o Argumentum ad Hominem (AAH);
o Argumentum ad Misericordiam (AAM);
o Argumentum ad baculum (AAB).
KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM
Dalil : argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika;
Agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses
nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang merupakan syarat mutlak
untuk berargumentasi Argumentasi Hukum (AH) merupakan argumentasi
yang khusus, karena didasarkan pada hukum positif dan kerangka
prosedural.Hukum Positif : AH selalu dimulai dari hukum positif, yang tidak
statis, tetapi merupakan suatu perkembangan berlanjut. Dari sini
yurisprudensi akan menentukan norma-norma baru.
Kerangka prosedural : argumentasi rasional dan diskusi rasional.
F. Kedudukan Logika Dan Penalaran Dalam Ilmu Hukum
1) Aturan interpretasi (rules of interpretation) yang dipakai untuk mengkonstruksi makna
ekspresi hukum; misalnya aturan yang terkenal, “clara non sunt interpretanda”,
2) Aturan-aturan penyimpulan (“rules of inference”) berguna untuk menyimpulkan
konsekuensi dari aturan-aturan hukum, aturan-aturan penalaran: per analogiam (a simili),
a contrario, a fortiori (a maiori ad minus, a minori ad maius) merupakan jenis ini
3) “Rules of collision” (aturan tentang kontradiksi) digunakan untuk memecahkan
kontradiksi aturan-aturan hukum; aturan dari jenis ini misalnya lex posterior derogate
legipriori
4) aturan yang dipakai untuk menentukan lingkungan faktual, aturan dari jenis ini: in dubio
pro reo (in dubio pro libertate).
5) Aturan- aturan prosedur, aturan bahwa hakim seharusnya mempertimbangkan argumen
dari kedua belah pihak, adalah jenis dari aturan ini. Sistem aturan penalaran hukum ini,
oleh sejumlah pemikir disebut sebagai “logika hukum” (legal logic). Logika hukum pun
dianggap sebagai model logika heuristik karena pertimbangan dan argumentasi dalam
penalaran hukum tidak hanya memperhitungkan sisi logis melainkan juga faktor-faktor lain
yang menentukan makna hukum itu sendiri.
B. Saran
Agar penalaran induksi dan deduksi valid, aturan-aturan atau hukum-
hukum penyimpulan dari kedua model penalaran ini harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Dr. Nurul Qamar, SH., MH. Dr. Dachran S. Busthami, SH., MH. Dr. Aan
Aswari, SH., MH. Farah Syah Rezah, SH., MH, “LOGIKA HUKUM”,
Makassar
Situs:
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/96984/F.%20H_M
odul_Rahmadi%20Indra%20T_%20LOGIKA%20DAN%20ARGUMENTA
SI%20HUKUM.pdf?sequence=1&isAllowed=y