Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH LOGIKA PENALARAN HUKUM

Disusun Oleh:

Nama : Aldino Kores Caesar Silaban

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH- YUSUF

TANGERANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-NyA
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah LOGIKA PENALARAN HUKUM

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga 2ias memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini 2ias
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR ISI

Halaman…………………………………………………………………….. i

Kata pengantar……………………………………………………………….ii

Daftar isi…...........………………………………………………….........….iii

BAB 1 PENDAHULUAN……..................………………………….…..….4

1. Latar belakang………………………......……………......................4
2. Rumusan masalah .....................................…………….....................4

BAB II PEMBAHASAN………….…………………………………….......5

1. Mengetahui Perspektif Tentang Logika


2. Mengetahui Logika Hukum dan Ilmu Hukum
3. Mengetahui Logika sebagai Ilmu Pengetahuan
4. Mengetahui Kesesatan Dalam Berpikir

BAB III PENUTUP………………………………………………….......…13

Kesimpulan………………………………………………………………....13

Saran…………………………………..........................................................13

DAFTAR PUSTAKA………………….…………………………………..15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara keilmuan (science modern) seseorang dikatakan mempunyai pendapat yang dapat
dipertimbangkan kebenarannya bilamana instrumentarium pendekatan yang digunakannya
benar dan tepat menurut kaidah-kaidah keilmuan, sehingga dapat diterima secara logika.
Pendapat yang dianggap benar adalah yang dapat diterima secara logika, karenanya
dijangkau oleh alam rasionalitas manusia. Pendapat yang tidak dijangkau oleh alam
rasionalitas manusia biasa disebutnya tidak logik. Agar suatu pendapat dapat diterima dan
atau dipertimbangkan kebenarannya untuk dapat diterima Sebagai suatu kebenaran, maka
suatu pendapat seharusnya dibangun dengan konstruksi argumen logika, sehingga diterima
sebagai sesuatu yang logis. Sesuatu yang logis atau dapat dikatakan logis, bilamana dapat
dibuktikan dengan ukuran-ukuran pendekatan metodologis berlogika. Oleh karenanya
pendekatan logika dan pendekatan kebenaran seharusnya diselingkuhkan agar
menghasilkan output yang benar atau dapat dianggap benar. Mengapa dikatakan
demikian?, oleh karena berlogika adalah merupakan kegiatan atau aktifitas berpikir dalam
rangka melakukan penalaran sistematik untuk menghasilkan suatu kesimpulan-kesimpulan
(conclusion) tentang perihal yang di logikakan Berlogika merupakan aktifitas yang berada
dalam zona/rana intelektualitas, sehingga yang dapat berlogika hanyalah orang-orang yang
merasa berada dalam wilayah teritori intelektualitas. Tidak dapat disangkal bahwa logika
dan penalaran hukum (legal reasoning) sering ditolak. Sebagian pendapat menyatakan
bahwa hukum berurusan dengan data, fakta, atau pengalaman praktis dan bukan pemikiran
abstrak, rasional atau logis. Penalaran hukum lalu dianggap tidak perlu diajarkan kepada
mereka yang mempelajari hukum karena tidak “membumi”. Hukum harus dipelajari
melalui pengalaman konkret saja. Tentu saja anggapan ini tidak memadai. Kalau ingin
jujur, hukum sebagai “aturan tentang bagaimana orang seharusnya bertindak” adalah
sebuah rumusan “abstrak” tentang tindakan dan bukanlah tindakan itu sendiri. Perumusan
aturan hukum tidak lain dari upaya mengeksplisitasi atau mewujud nyatakan gagasan atau
prinsip hidup yang abstrak dalam norma kehidupan real. Tidak berlebihan untuk
menyatakan bahwa hukum sebagian bersumber dari prinsip hidup ideal. Tak dapat
disangkal bahwa logika murni (pure logic), logika formal, atau logika simbolik, sangat
boleh jadi cukup “abstrak-ideal” dan mungkin memiliki peran terbatas dalam merumuskan
atau menganalisis putusan-putusan pengadilan, mencermati aturan-aturan hukum,
memetakan opini dan pendapat hukum. Tetapi logika dasar seperti penyimpulan langsung,
deduksi dan induksi, kesesatan berpikir merupakan alat berpikir yang dapat digunakan
untuk memperoleh kebenaran hukum yang semakin bisa dipertanggungjawabkan secara
rasional dan ilmiah. Pembelaan paling persuasif atau pertimbangan hakim dalam
menangani perkara di pengadilan sangat boleh jadi tidak selalu merupakan argumen yang
paling logis. Tetapi, apa pun alasannya, seorang pembela, jaksa, atau hakim perlu
mengungkapkan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional tentang
pilihan argumen, pendapat, atau putusan hukum tertentu. Maka berasumsi bahwa logika
tidak selalu merupakan basis primer bagi putusan hukum (legal decision) dan logika
seharusnya tidak boleh berperan sebagai sarana justifikasi (justification) kebenaran hukum,
bukanlah sebuah argumen yang memadai. Karena proses berargumentasi itu tidak lain dari
proses menjustifikasi. Dalam konteks itulah studi dan penelitian literer terhadap Logika,
Penalaran, dan Argumentasi Hukum tidak hanya semakin diperlukan melainkan juga selalu
relevan. Karena studi tentang logika, penalaran, dan argumentasi hukum tidak lain dari
upaya menjelaskan kriteria-kriteria logis mana yang dapat digunakan untuk menentukan
suatu aturan, argumen, pendapat, atau putusan hukum baik atau buruk, benar atau salah,
dapat diterima atau harus ditolak.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Perspektif Tentang Logika
2. Mengetahui Logika Hukum dan Ilmu Hukum
3. Mengetahui Logika sebagai Ilmu Pengetahuan
4. Mengetahui Kesesatan Dalam Berpikir
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perspektif Tentang Logika


1. Istilah dan Pengertian Logika
Istilah tentang logika berasal dari bahasa Latin dari kata "logos" yang berarti perkataan
atau sabda. Dalam khazana kepustakaan Islam biasa disebut dengan istilah mantiq
berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata kerja "nataqa" yang diartikan sebagai
berkata atau berucap. (Ahmad Warson Munawir, 1984:1531). Dalam pergaulan sosial
akademik lazim didengar pembicaraan atau ungkapan-ungkapan dalam ucapan bahwa
hal itu logis, argumentasi yang dibangunnya sangat logis, semuanya itu dimaksudkan
bahwa logis adalah masuk akal, yang tidak logis adalah sebaliknya. Dari perspektif
ilmu mantiq, dalam kamus "Munjid" logika atau mantiq, diartikan sebagai hukum yang
memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berpikir (Louis Ma'lul, 1973:816). Thalib
Thahir A.M, mengartikan logika atau mantiq, sebagai ilmu untuk menggerakkan
pikiran manusia kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suara kebenaran
(1966:16). Irving M. Copi, dalam buku "Introduction to Logics", mengartikan logika
sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk
membedakan penalaran yang betul dan penalaran yang salah (1978:3). Jujun S.
Suriasumantri, dengan sederhana dan simpel mengemukakan bahwa cara penarikan
kesimpulan yang benar disebut sebagai logika. Lebih luas dapat didefinisikan sebagai
pengkajian untuk berpikir secara sahih (2007:46). Dari berbagai pendapat dan
pandangan tentang istilah dan pengertian logika tersebut di atas, maka meskipun secara
redaksional berbeda antara satu dengan lainnya, akan tetapi ada prinsip yang
mempautkannya yaitu logika selalu tentang kesahihan, kebenaran dan validitas berpikir
untuk menarik suatu kesimpulan.

B. Logika Hukum Dan Ilmu Hukum


Munir Fuady, mengatakan bahwa logika hukum (legal reasoning), dapat dilihat dalam arti
luas dan juga dalam arti sempit (2007:23). Logika hukum dalam arti luas, berpautan dengan
aspek psikologis yang dialami oleh hakim dalam membuat suatu penalaran dan keputusan
hukum. Dalam arti sempit, logika hukum dihubungkan dengan kajian logika terhadap suatu
putusan hukum, dengan cara melakukan telaah terhadap model argumentasi, ketepatan, dan
kesahihan alasan pendukung putusan, serta hubungan logic antara pertimbangan hukum
dengan putusan yang dijatuhkannya.
Lebih lanjut Prof. Hadjon, mengatakan bahwa kekhususan logika hukum menurut
Soetarman dan PW. Brouwer, adalah satu dalil yang kuat. Satu argumentasi bermakna
hanya dibangun atas dasar logika. Dengan lain adalah suatu "Conditio sine quo non" agar
suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan
sistem logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam berargumentasi (Ibid, 17).
Argumentasi hukum merupakan satu model argumentasi khusus yang terbangun dari suatu
logika khusus yaitu yuridis normatif, yang bersandar pada dua dasar sebagai berikut:
1. Tidak ada hakim ataupun pengacara yang memulai Suatu argumentasi dari suatu keadaan
yang hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum normatif yang sifatnya selalu
dinamis.
2. Argumentasi hukum berkaitan dengan kerangka prosedural yang di dalamnya
berlangsung argumentasi rasional dan diskusi rasional.

C. Logika sebagai Ilmu Pengetahuan


Logika yang sedang dibahas dalam buku ini salah satu bidang keilmuan. Dalam bahasa
Indonesia Ilmu seimbang artinya dengan Science dan dibedakan pemakaiannya secara jelas
dengan kata Pengetahuan (Knowledge). Maksudnya ilmu dan pengetahuan mempunyai
pengertian yang berbeda secara mendasar (Mundiri,2012:5). Al-Gazali dalam "al-Munqiz
mina d-Dalal", mengatakan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari aktivitas
mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa hingga tidak ada keraguan
terhadapnya (Mundiri, Ibid). Jujun. S. Suriasumantri (2007:19), dalam mengartikan
tentang ilmu diawalinya dengan suatu alkisah adanya pertanyaan dari seorang awam
kepada seorang ahli filsafat, sebagai berikut: Seorang awam bertanya kepada ahli filsafat
yang arif bijaksana, bahwa "coba sebutkan kepada saya berapa jenis manusia yang terdapat
dalam kehidupan ini berdasarkan pengetahuannya?! Ahli filsafat atau filsuf itu lalu
menjawab pertanyaan seorang awam tadi, dengan menjawab:  Ada orang yang tahu
ditahunya  Ada orang yang tahu ditidak tahunya  Ada orang yang tidak tahu ditahunya 
Ada orang yang tidak tahu ditidak tahunya. Dari jawaban filsuf yang arif bijaksana tersebut,
lalu kemudian sang awam lebih lanjut mengajukan pertanyaan lagi kepada sang filsuf,
bahwa "bagaimanakah caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar?" penuh
hasrat dalam ketidak tahuannya. Filsuf itu, menjawab dengan tenang, hal itu mudah sajalah.
Ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahui pula apa yang kamu tidak tahu. Apa yang dapat
dipetik dari percakapan antara dua anak manusia yang berbeda taraf kecerdasan
intelektualitasnya tersebut, adalah bahwa pengetahuan ternyata telah diawali dengan rasa
keingin tahuan. Kepastian dimulai dengan rasa keragu-raguan, dan filsafat sendiri dimulai
dengan berpijak atas kedua hal tersebut.

D. Kesesatan Dalam Berpikir


Berpikir dan melakukan aktifitas penalaran dalam upaya pencarian suatu kebenaran dalam
konteks keilmuan, haruslah dilakukan secara metode tertentu agar proses penemuan
kebenaran nantinya dapat dipandang benar dari segi metodologis dan kebenaran yang
ditemukannya mendapatkan validasi dari segi keilmuan. Mengapa proses pencarian dan
penemuan kebenaran diperlukan dari segi metodologis, agar kebenaran yang dihasilkannya
adalah kebenaran yang benar dari segi keilmuan (science). Jika metodologis pencarian
kebenaran diabaikan, maka besar indikasinya dapat menimbulkan kekeliruan berpikir dan
jika hal itu terjadi, maka berindikasi kuat timbulnya kesesatan berpikir Timbulnya
kesesatan berpikir maka melahirkan suatu kesimpulan-kesimpulan kebenaran yang sesat.
Prof. Hadjon (2007:15), mengemukakan bahwa kesesatan dalam penalaran bisa terjadi
karena yang Sesat itu, disebabkan sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal. Kalau orang
mengemukakan sebuah penalaran yang sesat dan ia sendiri tidak melihat kesesatannya,
penalaran itu disebut paralogis. Kalau penalaran yang sesat itu dengan sengaja digunakan
untuk menyesatkan orang lain, maka ini disebut sofisme. Kalau kesesatan itu karena
bentuknya tidak sahih (tidak valid), hal itu terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-
kaidah logika.

E. Istilah Dalam Logika


 Konstruksi Penalaran disebut SILOGISMA
 Silogisma terdiri dari kalimat-kalimat pernyataan, yang dalam logika disebut
PROPOSISI.
 Unsur setiap Proposisi yang berposisi dalam silogisma disebut TERMA

1. Silogisma Deduksi
Silogisma berfungsi sebagai proses pembuktian benar-salahnya suatu pendapat, tesis,
atau juga hipotesis tentang masalah tertentu.
 Contoh 1
a. Semua manusia hidup saatnya nanti akan mati;
b. Aktivis mahasiswa adalah manusia hidup;
c. Maka aktivis mahasiswa pada saatnya nanti akan mati
 Contoh 2
a. Barang siapa mengambil barang milik orang lain secara melawan hak
akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-tingginya 5 tahun;
b. Maling mengambil barang milik orang lain secara melawan hak;
c. Maka maling akan dipidana penjara karena pencurian setinggi-tingginya
5 tahun.
2. Premis
Dua Proposisi pertama disebut PREMIS. Proposisi pertama, karena menyatakan
hal/keadaan yang umum (semua manusia mesti akan mati) atau suatu prinsip/norma
umum (siapapun yang mencuri akan dipenjara) disebut PREMIS MAYOR Proposisi
kedua, karena menyatakan peristiwa/kenyataan khusus (“aktivis mahasiswa adalah
manusia”, “maling mencuri”) disebut PREMIS MINOR

3. Konklusi
Proposisi ketiga, yang menutup proses penalaran deduktif dan merupakan
konsekuensi logis akibat adanya hubungan antara premis mayor dan premis minor
disebut KONKLUSI.
4. Terma
Kata atau sekumpulan kata yang telah disepakatkan bersama sebagai suatu simbol yang
merepresentasikan suatu Subyek atau obyek (obyek benda/obyek persitiwa) disebut
TERMATerma merupakan unsur pembentuk („the building bocks‟) suatu Proposisi Dalam
bahasa Indonesia, diterjemahkan dengan „pengertian‟ atau „konsep‟. Terma dalam setiap
penalaran atau pembuktian deduksi tak selamanya berkenaan dengan gejala-gejala realitas
yang bersifat konkrit, individual atau khusus;
Misalnya : ikan teri, merupakan terma yang lebih konkrit/khusus serta lebih berkonotasi
individual daripada terma “ikan”, “binatang air”, apa lagi terma “fauna ciptaan Tuhan”.
 Posisi Terma
Berdasarkan posisinya, Terma dibedakan menjadi 3: terma Mayor, Terma Minor, dan
Terma Tengah.Untuk memudahkannya, ada pemberian kode yang lazim digunakan
1. Terma Mayor : ‘T’ (t-besar), atau P (predikat);
2. Terma Minor : ‘t’ (t-kecil) atau S (subyek);
3. Terma Tengah : M (medium).
 Contoh 1
Semua aturan hukum yang dibuat pemerintah harus dipatuhi;
UU Lalu Lintas merupakan aturan hukum yang dibuat pemerintah;
Maka UU Lalu Lintas haruslah dipatuhi.
 Contoh 2
Semua pedagang kaki lima bersedia pindah dan mentaati peraturan Walikota
dari lokasi berjualannya dekat kampus UNS;
Pak Sanip penjaja koran dan Hanifah isterinya penjual rokok adalah
pedagang kaki lima;
Maka, Pak Sanip penjaja koran dan Hanifah isterinya penjual rokok
harusnya bersedia pindah dan mentaati peraturan Walikota dari lokasi
berjualan dekat kampus UNS.
 Contoh 3
Demi kemajuan pendidikan, seluruh mahasiswa yang baik selalu mentaati
kewajiban membayar SPP tepat waktu dan kuliah rajin.
Anwar dan kawan-kawannya adalah mahasiswa yang baik.
Maka, demi kemajuan pendidikan tinggi, Anwar dan kawan-kawannya selalu
mentaati kewajiban membayar SPP tepat waktu dan kuliah rajin.

5.Agumentasi Hukum

Merupakan keterampilan ilmiah (arc) dalam rangka pemecahan masalah-masalah hukum


(legal problem solving) Pada komunitas praktisi hukum, penguasaan dan inplementasi
yang baik terhadap argumentasi hukum dalam setiap aktivitas profesinya dapat digunakan
sebagai parameter; mana praktisi hukum yang berdebat yuridis dan mana praktisi hukum
yang berdebat kusir.

 EXPERTISE KNOWLEDGE
Penyelesaian masalah hukum diperlukan ‘expertise knowledge’ yang harus
dimiliki oleh para ahli hukum dalam melaksanakan tugas profesi.
Argumentasi hukum yang pada dasarnya adalah to give reason dalam
pelaksanaan tugas profesi advokat, dalam bidang :
Prevent (Non Litigation Area, misal : Legal Consultation, Legal Negotiation
termasuk membuat Legal Opinion, dan
Repressif (Litigation Area penanganan perkara : Gugatan, permohonan,
pledoi).
 LOGIKA & ARGUMENTASI HUKUM
Logika sebagai motode untuk menilai ketepatan penalaran yang digunakan
untuk menyampaikan sebuah argumentasi;
Teori Argumentasi adalah cara untuk mengkaji bagaimana menganalisis dan
merumuskan suatu argumentasi secara jelas dan rasional dengan cara
mengembangkan kriteria universal dan kriteria yuridis untuk digunakan
sebagai landasan rasionalitas argumentasi hukum.
 ANALISIS ARGUMENTASI HUKUM
menggunakan logika formal;
Untuk menganalisis rasionalitas proposisi menggunakan logika sillogistik,
logika proposisi, dan logika predikat.
Logika merupakan alur pemikiran yg mempertautkan sebuah pernyataan
tentang suatu konsep dengan memberikan penalaran melalui argumentasi
yang berperan dalam proses rasionalitas argumentasi.
 FALLACY / KESESATAN (PENALARAN YANG KELIRU)
Penalaran yang tidak valid adalah penalaran yang keliru dan dapat terjadi
karena pengingkaran terhadap kaidah-kaidah logika yaitu tidak ada hubungan
yang logis antara premis dengan konklusi sebagai kekeliruan
relevansi.Seorang dengan daya nalar yang tidak masuk akal, tetapi orang
tersebut tidak juga memahami kekeliruannya dalam memberikan
penalarannya, orang tersebut adalah Paralogis, dan apabila kekeliruan
tersebut secara sengaja dipahami dan digunakan untuk menyesatkan orang
lain, maka disebut Sofisme.
 KEKELIRUAN PENALARAN HUKUM
Ada beberapa jenis kekeliruan dalam penalaran sebagai sebuah kekeliruan
penalaran hukum, artinyya penalaran keliru tersebut jika diterapkan dlm
bidang hukum bukan merupakan sebuah kesalahan, yaitu:
o Argumentum ad ignorantiam (AAI);
o Argumentum ad Verecundiam (AAV);
o Argumentum ad Hominem (AAH);
o Argumentum ad Misericordiam (AAM);
o Argumentum ad baculum (AAB).
 KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM
Dalil : argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika;
Agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses
nalar, sesuai dengan sistem logika formal yang merupakan syarat mutlak
untuk berargumentasi Argumentasi Hukum (AH) merupakan argumentasi
yang khusus, karena didasarkan pada hukum positif dan kerangka
prosedural.Hukum Positif : AH selalu dimulai dari hukum positif, yang tidak
statis, tetapi merupakan suatu perkembangan berlanjut. Dari sini
yurisprudensi akan menentukan norma-norma baru.
Kerangka prosedural : argumentasi rasional dan diskusi rasional.
F. Kedudukan Logika Dan Penalaran Dalam Ilmu Hukum
1) Aturan interpretasi (rules of interpretation) yang dipakai untuk mengkonstruksi makna
ekspresi hukum; misalnya aturan yang terkenal, “clara non sunt interpretanda”,
2) Aturan-aturan penyimpulan (“rules of inference”) berguna untuk menyimpulkan
konsekuensi dari aturan-aturan hukum, aturan-aturan penalaran: per analogiam (a simili),
a contrario, a fortiori (a maiori ad minus, a minori ad maius) merupakan jenis ini
3) “Rules of collision” (aturan tentang kontradiksi) digunakan untuk memecahkan
kontradiksi aturan-aturan hukum; aturan dari jenis ini misalnya lex posterior derogate
legipriori
4) aturan yang dipakai untuk menentukan lingkungan faktual, aturan dari jenis ini: in dubio
pro reo (in dubio pro libertate).
5) Aturan- aturan prosedur, aturan bahwa hakim seharusnya mempertimbangkan argumen
dari kedua belah pihak, adalah jenis dari aturan ini. Sistem aturan penalaran hukum ini,
oleh sejumlah pemikir disebut sebagai “logika hukum” (legal logic). Logika hukum pun
dianggap sebagai model logika heuristik karena pertimbangan dan argumentasi dalam
penalaran hukum tidak hanya memperhitungkan sisi logis melainkan juga faktor-faktor lain
yang menentukan makna hukum itu sendiri.

G. Manfaat Logika Dan Penalaran Hukum


1. Melatih jiwa manusia sehingga bisa memperhalus jiwa dan pikiran
2. Mampu mendidik kekuatan akal dan pikiran serta mengembangkan dengan sehingga
bisa
3. melatih dan membiasakan dalam mengadakan penelitian mengenai cara berpikir
4. Studi logika mampu mendidik anda agar bisa berpikir jauh lebih jernih dan kritis
5. Logika sangat memungkinkan anda melaksanakan disiplin intelektual yang sangat anda
perlukan dalam menyimpulkan pemikiran
6. Logika juga akan membantu anda dalam menginterpretasikan mengenai fakta dan
pendapat orang lain secara memadai
7. Logika bisa mematikan anda mengenai teknik dalam menetapkan asumsi dan implikasi
8. Logika bisa membantu anda juga untuk mendeteksi penalaran yang keliru dan kurang
jelas
9. Logika bisa memancing pemikiran yang lebih ilmiah dan reflektif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa kesimpulan dapat ditarik
sebagai benang merah yang menyatukan substansi pembahasan artikel ini.
Kesimpulan tersebut antara lain: Pertama, pemahaman terhadap logika,
penalaran hukum, dan argumentasi hukum merupakan syarat mutlak bagi
para lawyer, hakim, jaksa, praktisi hukum, bahkan juga bagi para
mahasiswa hukum dan masyarakat umum yang meminati persoalan
hukum agar mampu berpikir kritis dan argumentatif dalam memahami
prinsip, asumsi, aturan, proposisi, dan praktik hukum. Dengan berbekal
kemampuan penalaran dan argumentasi yang memadai di bidang hukum,
kebenaran dan keadilan hukum dapat ditemukan, diungkap, diuji, dan
dijustifikasi. Asumsi-asumsi atau makna-makna yang tersembunyi dalam
peraturan atau ketentuan hukum pun dapat dijustifikasi dihadapan rasio
(akal budi) manusia. Kedua, penalaran hukum adalah penerapan prinsip-
prinsip berpikir lurus (logika) dalam memahami prinsip, aturan, data,
fakta, dan proposisi hukum. Maka istilah ‘penalaran hukum’ (‘legal
reasoning’) sejatinya tidak menunjuk pada bentuk penalaran lain di luar
logika, melainkan penerapan asas-asas berpikir yang tepat dan valid dari
logika dalam bidang hukum itu sendiri. Dalam arti ini tidak ada penalaran
hukum tanpa logika (sebagai ilmu tentang kaidah berpikir yang tepat dan
valid); tidak ada penalaran hukum di luar logika. Penalaran hukum dengan
demikian harus dipahami dalam pengertian ‘penalaran (logika) dalam
hukum’. Ketiga, terdapat dua bentuk dasar penalaran yakni induksi dan
deduksi.

B. Saran
Agar penalaran induksi dan deduksi valid, aturan-aturan atau hukum-
hukum penyimpulan dari kedua model penalaran ini harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Dr. Nurul Qamar, SH., MH. Dr. Dachran S. Busthami, SH., MH. Dr. Aan
Aswari, SH., MH. Farah Syah Rezah, SH., MH, “LOGIKA HUKUM”,
Makassar

Situs:
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/96984/F.%20H_M
odul_Rahmadi%20Indra%20T_%20LOGIKA%20DAN%20ARGUMENTA
SI%20HUKUM.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai