Anda di halaman 1dari 3

Menurut Pendapat saudara, Mengapa Penalaran Hukum (legal reasoning) sangat

penting bagi seorang sarjana hukum dan berikan contoh kongkret bentuk penalaran
hukum tersebut ?

Jawaban

Ijin menjawab diskusi diatas,


Penalaran adalah merupakan proses berpikir untuk mendapat pengetahuan, karena
dalam penalaran mempunyai cirikhas yang berbeda, maka pengetahuan yang didapat
adalah pengetahuan yang benar.

Ciri penalaran yang pertamaadalah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat
disebut logika. Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika
tertentu dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut logika yang lain.

Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran
merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran
yang bersangkutan.

Kegunaan Logika
1.Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tepat, tertib, metodis dan koheren.
2.Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan obyektif.
3.Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
4.Meningkatkan kecintaan akan kebenaran guna menghindari kesesatan dan kekeliruan

Pemahaman mengenai realitas hukum bukanlah suatu yang sederhana. Penalaran


memiliki peran dalam memahami realitas hukum untuk senantiasa berada pada jalur
pemikiran yang logis dan metode yang analitis. Pembelajar hukum memegang andil
yang besar dalam memahami realitas hukum sekaligus menghadirkan solusi atas
realitas hukum yang terjadi dalam konteks kehidupan hukum di negara kita. Melalui
berbagai profesi penegak hukum, nantinya akan menjadi penentu dalam
merepresentasikan ‘wajah hukum’ bangsa Indonesia. Untuk memahami realitas hukum
secara tepat, pembelajar hukum perlu melakukan penalaran hukum maupun
menerapkannya melalui langkah-langkah analisis hukum terkait dengan penyelesaian
masalah hukum, sehingga diharapkan dapat lebih bijak dalam menghadapi perbedaan
pemahaman yang ada di masyarakat dan dapat memberikan argumennya terkait
fenomena tersebut secara logis dan nalar. Oleh karena itu, penalaran menjadi hal yang
vital dalam memahami hukum maupun fenomena yang berkaitan dengannya.
Penalaran hukum merupakan bagian dari landasan berpikir positivisme. Penalaran
menjadikan pemahaman hukum begitu rupa rasional sehingga melahirkan sifat hukum
yang objektif, baik dalam kerangka paradigma positivisme maupun paradigma post-
positivisme
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan hukum tertulis
memerlukan penafsiran, penalaran dan argumentasi hukum yang rasional agar
senantiasa dapat mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat. Dalam
diskursus filsafat, terdapat tiga aspek penting yang selalu muncul dalam pengkajian
suatu objek. Ketiga aspek itu adalah kajian dari segi ontologis, epistemologis, dan
aksiologisnya yang dapat berlangsung secara komprehensif.

Jadi, penalaran hukum penting bagi seorang sarjana hukum untuk :


1. Menjamin kesahihan suatu argumentasi dan salah satu jalan untuk mendekatkan diri
pada kebenaran dan keadilan
2. Membantu para calon praktisi hukum, lawyer, para jaksa dan hakim, menganalisis,
merumuskan, dan mengevaluasi fakta, data, dan argumentasi hukum; kemampuan
dalam bidang ini merupakan makhkota dan jantung keterampilan para lawyer dan
hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum;
3. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip penyimpulan logis, baik deduksi, analogi,
maupun generalisasi induksi, tidak hanya berguna dalam memahami persoalan, praktik,
dan putusan hukum, melainkan juga pengalaman-pengalaman empiris sehari-hari serta
observasi ilmiah

Disamping itu, terdapat alasan penting bagi sarjana hukum terkait penalaran hukum
yakni :
1. Pemahaman Hukum yang Mendalam : Penalaran Hukum Membantu Sarjana
Hukum Memahami Secara Mendalam Berbagai Aspek Hukum, Termasuk Prinsip-
Prinsip, Doktrin, dan Kasus-Kasus Hukum yang ada.

2. Proses Pengambilan Keputusan Hukum : Penalaran hukum adalah bagian penting


dari proses pengambilan keputusan hukum karena mereka membantu mengarahkan
proses ini dan menentukan apa yang benar dan salah dalam situasi tertentu.

3. Pembuatan Argumen yang Kuat : Sarjana hukum harus dapat membuat argumen
yang kuat untuk mendukung pandangan atau kasus tertentu. Penalaran hukum
membantu mereka menemukan dasar hukum yang relevan dan membuat argumen
yang didukung oleh preseden dan fakta hukum.

4. Penyusunan Kualitas Ilmiah : Penalaran hukum memastikan penyelidikan hukum


berkualitas ilmiah karena memungkinkan peneliti untuk menjelaskan dengan jelas
alasan mereka untuk melakukan penelitian tersebut dan merinci argumen yang
digunakan, yang memungkinkan orang lain untuk menilai dan memahami pendekatan
yang mereka gunakan dalam penelitian mereka.

Contoh penalaran/Legal reasoning yaitu melalui kasus yang sudah diputuskan oleh
hakim terdahulu diikuti oleh hakim yang mengadili kasus yang terjadi sesudahnya
dengan kegiatan mencari dan membangun legal reasoning secara kasus per kasus.
Jadi meskipun telah terjadi suatu kasus yang sejenis berkali-kali, namun dalam
menyusun argumentasi di dalam opininya, hakim harus mendasarkan legal reasoning
secara khusus untuk setiap kasus tertentu.

Bentuk konkret dari penalaran hukum dapat dilihat dari silogisme (inferensi deduktif)
yang bertitik tolak dari premis mayor, premis minor, dan konklusi. Premis mayor
biasanya diambil dari peraturan perundang-undangan atau sumber hukum lain yang
otoritatif. Pemilihan sumber hukum ini sesungguhnya tidak datang begitu saja. Pilihan
itu ditentukan secara sadar mengikuti faktanya. Jadi, faktalah yang menentukan
hukumnya (ius in causa positium).

Contoh :
Premis mayor = Subjek hukum yang mampu dimintakan pertanggungjawaban secara
hukum mengemban hak dan kewajiban adalah “barangsiapa” sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 156a KUHP.

Premis minor = Terdakwa “X” adalah subjek hukum yang mampu dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum mengemban hak dan kewajiban.

Konklusi = Terdakwa “X” adalah “barangsiapa” sebagaimana dimaksud dalam Pasal


156a KUHP.

Hukum positif terkadang hanya menyajikan nomenklatur konsep hukum saja. Misalnya,
dalam contoh di atas adalah konsep “barangsiapa”, tetapi apa makna dari
“barangsiapa” ini harus dibangun oleh si penalar hukum. Konsep “barangsiapa” ini perlu
didefinisikan dan dibentuk menjadi sebuah proposisi. Redaksional dari proposisi ini
terkadang dapat ditemukan di dalam produk hukum positif (antara lain di dalam
ketentuan umum sebuah peraturan perundang-undangan), tetapi sangat mungkin juga
harus didatangkan melalui bantuan doktrin-doktrin hukum.

Sumber Referensi :
- BMP HKUM4306 Modul 4 / Materi Inisiasi 4
- https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/crepido/article/download/7894/4044
- https://jatiswara.unram.ac.id/index.php/js/article/download/36/33/75

Anda mungkin juga menyukai