penting bagi seorang sarjana hukum dan berikan contoh kongkret bentuk penalaran
hukum tersebut ?
Jawaban
Ciri penalaran yang pertamaadalah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat
disebut logika. Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika
tertentu dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut logika yang lain.
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran
merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran
yang bersangkutan.
Kegunaan Logika
1.Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tepat, tertib, metodis dan koheren.
2.Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan obyektif.
3.Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
4.Meningkatkan kecintaan akan kebenaran guna menghindari kesesatan dan kekeliruan
Disamping itu, terdapat alasan penting bagi sarjana hukum terkait penalaran hukum
yakni :
1. Pemahaman Hukum yang Mendalam : Penalaran Hukum Membantu Sarjana
Hukum Memahami Secara Mendalam Berbagai Aspek Hukum, Termasuk Prinsip-
Prinsip, Doktrin, dan Kasus-Kasus Hukum yang ada.
3. Pembuatan Argumen yang Kuat : Sarjana hukum harus dapat membuat argumen
yang kuat untuk mendukung pandangan atau kasus tertentu. Penalaran hukum
membantu mereka menemukan dasar hukum yang relevan dan membuat argumen
yang didukung oleh preseden dan fakta hukum.
Contoh penalaran/Legal reasoning yaitu melalui kasus yang sudah diputuskan oleh
hakim terdahulu diikuti oleh hakim yang mengadili kasus yang terjadi sesudahnya
dengan kegiatan mencari dan membangun legal reasoning secara kasus per kasus.
Jadi meskipun telah terjadi suatu kasus yang sejenis berkali-kali, namun dalam
menyusun argumentasi di dalam opininya, hakim harus mendasarkan legal reasoning
secara khusus untuk setiap kasus tertentu.
Bentuk konkret dari penalaran hukum dapat dilihat dari silogisme (inferensi deduktif)
yang bertitik tolak dari premis mayor, premis minor, dan konklusi. Premis mayor
biasanya diambil dari peraturan perundang-undangan atau sumber hukum lain yang
otoritatif. Pemilihan sumber hukum ini sesungguhnya tidak datang begitu saja. Pilihan
itu ditentukan secara sadar mengikuti faktanya. Jadi, faktalah yang menentukan
hukumnya (ius in causa positium).
Contoh :
Premis mayor = Subjek hukum yang mampu dimintakan pertanggungjawaban secara
hukum mengemban hak dan kewajiban adalah “barangsiapa” sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 156a KUHP.
Premis minor = Terdakwa “X” adalah subjek hukum yang mampu dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum mengemban hak dan kewajiban.
Hukum positif terkadang hanya menyajikan nomenklatur konsep hukum saja. Misalnya,
dalam contoh di atas adalah konsep “barangsiapa”, tetapi apa makna dari
“barangsiapa” ini harus dibangun oleh si penalar hukum. Konsep “barangsiapa” ini perlu
didefinisikan dan dibentuk menjadi sebuah proposisi. Redaksional dari proposisi ini
terkadang dapat ditemukan di dalam produk hukum positif (antara lain di dalam
ketentuan umum sebuah peraturan perundang-undangan), tetapi sangat mungkin juga
harus didatangkan melalui bantuan doktrin-doktrin hukum.
Sumber Referensi :
- BMP HKUM4306 Modul 4 / Materi Inisiasi 4
- https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/crepido/article/download/7894/4044
- https://jatiswara.unram.ac.id/index.php/js/article/download/36/33/75