Anda di halaman 1dari 24

TUGAS FILSAFAT HUKUM

“PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM”

Oleh :

SETYA BUDI KURNIANTO

………………….

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul
"PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM”. Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada: dosen mata kuliah filsafat huum, yang memberikan
bimbingan, saran, ide dan kesempatan untuk membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Semarang, 10 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI................................................................... 5
A. Pengertian Filsafat…………………………………………… 5
B. Pengertian Hukum................................................................... 6
C. Pengertian Filsafat Hukum .................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN........................................................................... 9
A. Pengertian FIlsafat Hukum ..................................................... 9
B. Permasalahan Filsafat Hukum................................................. 12
C. Pendekatan Filsafat Hukum..................................................... 14
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................. 20
B. Saran ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya,  penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 tentang sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan

bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan

berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa

kata “hukum” dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila kekuasaan

adalah serba penekanan, intimidasi, tirani, kekerasan dan pemaksaan maka

secara filosofis dapat saja hukum dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang

menguntungkan dirinya tetapi merugikan orang lain.

Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka sesungguhnya perlu

dipahami akan makna dari filsafat hukum. Filsafat hukum mempersoalkan

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan

tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari

hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu.

Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu

hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-

masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum

positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan

mempertanyakan konsistensi logis asas-asas, peraturan-peraturan, bidang-

bidang serta sistem hukumnya sendiri.

1
Berbeda dengan pemahaman yang demikian itu, filsafat hukum

mengambil sebagai fenomena universal sebagai sasaran perhatiannya, untuk

kemudian dikupas dengan menggunakan standar analisa seperti tersebut di

atas. Suatu hal yang menarik adalah, bahwa “ilmu hukum”

atau“jurisprudence” juga mempermasalahkan hukum dalam kerangka yang

tidak berbeda dengan filsafat hukum. Ilmu hukum dan filsafat hukum adalah

nama-nama untuk satu bidang ilmu yang mempelajari hukum secara sama. 

Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini sangat diperlukan untuk

menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup

sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek

hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak

bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan

disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus

hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran

hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga

peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya.1

Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi

“panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh

sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki

kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena

pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali

tidak bijak karena tidak memberi kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi

memberikan putusan adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak
1
Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung.

2
melalui prosedur yang benar. Perkara diputuskan dengan undang-undang yang

telah dipesan dengan kerjasama antara pembuat Undang-undang dengan

pelaku kejahatan yang kecerdasannya mampu membelokkan makna peraturan

hukum dan pendapat hakim sehingga berkembanglah mafia peradilan. Fungsi

hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas

yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan tertentu.

Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal

politik sulit ditemukan arahnya.

Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk

membangun kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum

adalah menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu

memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang

relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah

secara radikal dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru

guna memenuhi perkembangan hukum pada suatu masa dan tempat tertentu.

Olehnya itu, dari ilustrasi latar belakang di atas penulis tertarik megambil

judul makalah mengenai Pengertian Filsafat Hukum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan maka

rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum Menurut Para Ahli?

2. Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat Hukum?

3
3. Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu

sendiri?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dilakukan untuk memperoleh Pengertian dari Filsafat

Hukum, untuk mengetahui Permasalahan dalam Filsafat Hukum, dan untuk

mengetahui Pendekatan dalam Filsafat Hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Landasan Teori

1. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia. Philo

yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan

demikian dapat dikatakan Philosophia adalah cinta akan

kebijaksanaan. Jika seseorang cinta akan kebijaksanaan maka segala

pikiran, perkataan, dan tingkah lakunya akan selalu berorientasi pada

kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan yang menuju kepada kebenaran dan

keadilan.

Pengertian filsafat apabila diperluas maka akan bermakna

berusaha menemukan. Maksudnya adalah menemukan kebenaran jika

dikaitkan dengan hukum. Herodotus memberikan arti kata itu

sedemikian rupa, sehingga kata philosophia bermakna sangat dalam

yaitu berusahan mencari dan menemukan bukan karena ketrampilan

yang dimiliki melainkan melalui perenungan yang dalam.

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat

yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster

(dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta

kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang

kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas

serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika,

etika, estetika dan teori pengetahuan. Dengan demikian, seorang filsuf

adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.

5
2. Pengertian Hukum

Pengertian hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau

KBBI adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap

mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.2 Definisi

hukum sangat bervariasi tergantung dari sudut pandang para ahli

hukum melihatnya seperti yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut

J. Van Kan mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-

ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi

kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Sementara itu

hukum menurut Hans Kelsen adalah terdiri dari norma-norma

bagaimana orang harus berperilaku.

Pendapat Hans Kelsen didukung oleh ahli hukum Indonesia yaitu

Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan hukum adalah serangkaian

peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu

masayarakat, sedangkan tujuan dari hukum adalah menjamin

keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat. Definisi-

definisi hukum tersebut menunjukkan betapa luasanya pengertian

hukum itu.

3. Pengertian Filsafat Hukum

Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas,

sebagai subjek hukum. Dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia.

Filsafat hukum tidak lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun
2
http://kbbi.web.id/hukum diakses pada tanggal 28 Maret 2018.

6
subjek filsafat sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya

manusilah yang mampu berfilsafat. Kepoloporan manusia ini menjadi

jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran sesuai dengan peraturan

yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar, dan sah.3

Istilah filsafat hukum memiliki sinonim dengan legal philosophy,

philosophy of law, atau rechts filsofie. Pengertian filsafat hukum pun

ada berbagai pendapat. Ada yang mengatakan bahwa filsafat hukum

adalah ilmu, ada yang mengatakan filsafat teoretis, ada yang

berpendapat sebagai filsafat trepan dan filsafat praktis, ada yang

menatakan sebagai subspecies dari filsafat etika, dan lain sebagainya.4

Perlu dipahami bahwa pengertian hukum yang akan

dikemukankan berangkat dari pemahaman akan makna dari filsafat

hukum. Olehnya untuk menguraikan pengertian filsafat hukum,

terlebih dahulu perlu mengetahui dimana letak filsafat hukum dalam

filsafat. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa hukum terkait

dengan tingkah laku atau perilaku manusia untuk mengatur agar tidak

terjadi kekacauan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa filsafat

hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia. Filsafat hukum

berupaya untuk mencari dan menemukan hukum secara hakiki dengan

arif dan bijaksana.

Pengertian filsafat hukum sangat bervariasi diberbagai Negara

sejalan dengan sejarah dan bahasa mereka. Pada masa Hindia Belanda

3
Huijbers, Theo, 1993, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
4
Astim Riyanto, 2003, Filsafat Hukum, Penerbit Yapemdo, Bandung, hlm 19.

7
digunakan Wijsbegeerte van het Recht.5 Secara substansial antara

filsafat hukum dan teori hukum itu saling berkaitan tetapi juga

berbeda. Filsafat hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas

karena didalan filsafat hukum memuat teori hukum. Sedangkan teori

hukum hanya bersifat memberikan penjelasan tentang sebuah

fenomena hukum atau fakta hukum.

Filsafat hukum merupakan langkah awal sampai akhir dari

penggalian mutiara hukum, menelisik sampai ke dasar masalah yang

menyebabkan bagaimana suatu tindakan dan kejadian akan diatur oleh

hukum. Filsafat hukum mempertanyakan dan merefleksikan setiap

peristiwa yang menghubungkan sikap tindakan manusia agar mampu

menjaga ketertiban yang dicitak-citakan. Senyatanya, filsafat hukum

tidak begitu terlalu diperhatikan oleh penyelenggara Negara, pembuat

dan pelaksana atau penegak hukum. Padahal hal ini sangat diperlukan

agar produk-produk hukum itu dapat memperoleh resistensi dari

masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN

B. Pengertian Filsafat Hukum

5
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Penerbit Citra Aditya
Bhakti, Bandung, hlm 2.

8
Semenjak kita duduk di bangku pendidikan lanjutan serta Perguruan

Tinggi kita sering mendengar tentang filsafat, apakah sebenarnya filsafat

itu? Seseorang yang berfilsafat diumpamakan seorang yang berpijak

dibumi sedang tengadah ke bintang-bintang, dia ingin mengetahui hakikat

keberadaan dirinya, ia berfikir dengan sifat menyeluruh (tidak puas jika

mengenal sesuatu hanya dari segi pandang yang semata-mata terlihat oleh

indrawi saja). Ia juga berfikir dengan sifat (tidak lagi percaya begitu saja

bahwa sesuatu itu benar). Ia juga berfikir dengan sifat spekulatif (dalam

analisis maupun pembuktiannya dapat memisahkan spekulasi mana yang

dapat diandalkan dan mana yang tidak), dan tugas utama filsafat adalah

menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.

Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu

yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas,

mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat.

Dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala

pandang sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas

hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga mampu

menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini

berpengaruh terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in

abstracto.

Olehnya itu untuk mengupas pengertian filsafat hukum, terlebih

dahulu kita harus mengetahui di mana letak filsafat hukum dalam filsafat.

Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum terkait dengan tingkah

9
laku/perilaku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia agar

tidak terjadi kekacauan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia. yang disebut

dengan etika atau filsafat tingkah laku.

Ahrens pernah membicarakan, bahwa filsafat hukum adalah ilmu

yang mengambil sumber dan menjabarkan asas tertinggi dan/atau cita

hukum dari manusia dan kemanusiaan, untuk selanjutnya

dikembangkan dan diterapkan pada dasar kehidupan manusia.6 Berikut

pengertian filsafat menurut para ahli :

a. Menurut Soetikno filsafat hukum adalah mencari hakikat dari

hukum, dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang

hukum, mencari apa yang tersembunyi didalam hukum, dia

menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai.

b. Menurut Satjipto Raharjo filsafat hukum mempelajari

pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pernyataan tentang

hakekat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari

hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat

mendasar itu.

c. Menurut Apeldoorn , filsafat hukum ialah pengetahuan yang

berusaha menjawab apakah hukum itu ?ia menghendaki agar

kita berpikir masak-masak , menanggapi dan bertanya-tanya

tentang “hukum”(Apeldoorn ,1951:331-332). Dalam edisi

6
Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis antropologischer
grunslage, hlm 5.

10
baru yang ditulis DHM Meuwissen , hal tersebut telah direvisi

secara total . Misalnya , dikatakan bahwa filsafat hukum

memang berusaha mencari hakekat hukum, walau sebenarnya

hanya melihat hukum sebagai bagian dari kenyataan . Apa hal

itu tak bisa dijawab oleh ilmu hukum ?Dapat tapi tak akan

mendapat jawaban yang menangkan SEBEB ilmu hukum

hanya melihat gejala-gejala hukum belaka dan melihat

“hukum” yang dapat dilihat dengan panca indera, tidak

melihat dunia hukum yang tidak dapat dilihat dengan panca

indera (tersembunyi), hanya melihat hukum sepanjang telah

menjadi perbuatan manusia . Dimana ilmu hukum berakhir ,

disanalah filsafat hukum memulai . Ia menjawab pertanyaan –

pertanyaan yang tidak terjawab oleh ilmu hukum. 

Menurut Soejono Koesoemo Sisworo, penegakan hukum oleh Hakim

melalui penemuan hukum itu termasuk obyek pokok dari telaah filsafat

hukum. Disamping masalah lainnya seperti hakekat pengertian hukum,

cita/tujuan hukum dan berlakunya hukum. Sedangkan menurut Lili

Rasyidi, obyek pembahasan filsafat hukum masa kini memang tidak

terbatas pada masalah tujuan hukum melainkan juga setiap masalah

mendasar yang muncul dalam masyarakat dan memerlukan pemecahan.

Masalah itu antara lain hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan

hukum dengan nilai-nilai sosial budaya, apa sebab orang menaati hukum,

dan lain sebagainya.  Sedangkan menurut Theo Huybers, unsur yang

11
menonjol dalam telaah filsafat hukum antara lain tentang arti hukum

kaitannya dengan hukum alam serta prinsip etika, kaitan hukum dengan

pribadi manusia dan masyarakat, pembentukan hukum,

serta perkembangan rasa keadilan dalam Hak Asasi manusia.7

C. Permasalah Filsafat Hukum

Permasalahan dalam penerapan filsafat hukum meliputi keadilan,

HAM, dan hukum sebagai sarana pembaharuan masayarakat. Keadilan

merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan

sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Hakikat hukum adalah

membawa aturan yang ada dalam masyarakat. Hukum terkait dengan

keadilan, oleh karena keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan

sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk

mewujudkan ini merupakan proses dinamis yang memakan waktu.

Upaya ini didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam

kerangka umum untuk mengaktualisasikannya, sehingga keadilan dapat

diangap sebagai sebuah gagasan, sebagaimana yang dilakukan oleh Plato

dan Hegel yang mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman

tentangnya hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya

filosofis yang sulit.

Manusia sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban seperti

yang diamanat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Hak-hak yang ada pada manusia merupakan
7
Ibid

12
prinsip-prinsip yang menyangkut hukum dalam arti subjektif. Hal ini

secara umum diterima oleh karenanya hak-hak itu berkaitan dengan

manusia yang karena harkat dan martabatnya menuntut untuk dihargai dan

dihormati.

Pengakuan atas harkat dan martabat manusia ini telah menghasilkan

suatu dokumen yang bersejarah tentang hak-hak asasi manusia yakni

Declaration of Human Rights. Hak-hak manusia disebut sebagai hak asasi

karena dianggap sebagai fundamen yang diatasnya seluruh organisasi

hidup bersama harus dibangun. Hak-hak asasi manusia akan menjadi

masalah jika pengakuan hak tersebut dipandang tidak sebagai bagian

humanisasi hidup yang telah mulai digalang sejak manusia sadar tentang

tempatnya dan tugasnya didunia ini.

Hak-hak asasi manusia dibagi menjadi dua jenis yaitu hak

fundamental yang melekat pada pribadi manusia sebagai individu adalah

hak atas hidup dan perkembangan hidup. Seperti hak atas kebebasan

beragama, hak atas nama baik, dan lain sebagainya. Kedua yaitu hak-hak

yang melekat pada manusia sebagai makhluk social dibagi menjadi hak

ekonomis, sosial dan kultural. Diantara hak asasi manusia yang sering

dikaitkan dalam filsafat hukum adalah hak milik. Masalah terakhir dalam

cakupan filsafat hukum adalah tentang peranan hukum sebagai sarana

pembaharuan masyarakat.

Filsafat hukum diharapkan dapat menjadi sarana pembaharuan

masyarakat karena filsafat hukum mengajarkan orang untuk berpikir

13
secara prediktif. Maksudnya adalah memprediksi, mengkaji apa yang akan

terjadi didepan dengan dasar dari gejala-gejala yang terjadi pada saat ini.

Selain itu filsafat hukum juga digunakan sebagai pandangan hidup

manusia untuk membantu dan mengarahkan manusia dalam aktivitas-

aktivitas kehidupan manusia, yang berperan sebagai kompas dalam

kehidupan manusia sebagai masyarakat. Hal ini dikarenakan Filsafat

merupakan induk semua cabang ilmu .

D. Pendekatan Filsafat Hukum

1. Pendekatan Historis

a. Sejarah Filsafat Zaman Yunani Kuno

Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu,

karena waktu yang sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu

dimensi waktu yang terdiri waktu pada masa lampau, sekarang,

dan masa depan. Hal ini berlaku juga pada saat membicarakan

sejarah perkembangan filsafat hukum yang diawali dengan zaman

Yunani (Kuno). Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang

disebut atau dikenal dengan sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah

yang berperan dalam perkembangan sejarah filsaft hukum pada

zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada zaman ini,

antara lain: Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates,

Plato, dan Aristoteles.8

8
Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 70-71.

14
Socrates berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum

negara) harus ditaati, terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran

objektif atau tidak. Ia tidak menginginkan terjadinya anarkisme,

yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini terbukti dari

kesediaannya untuk dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa

hukum negara itu salah. Dalam mempertahankan pendapatnya,

Socrates menyatakan bahwa untuk dapat memahami kebenaran

objektif orang harus memiliki pengetahuan (theoria). Pendapat ini

dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.

Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria

sehingga tidak dapat memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya,

sehingga hukum ditafsirkan menurut selera dan kepentingan

penguasa. Oleh karena itu, Plato menyarankan agar dalam setiap

undang-undang dicantumkan dasar (landasan) filosofisnya.

Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak menafsirkan hukum

sesuai kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah yang

menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara yang ideal.

Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato.

Aristoteles berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda

itu sendiri. Pemikiran Aristoteles sudah membawa kepada hukum

yang realistis. Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat hidup

sendiri karena manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon

15
politikon). Oleh karena itu, perlu ketaatan terhadap hukum yang

dibuat penguasa politik.

Hukum yang harus ditaati dibagi menjadi dua, yakni hukum

alam dan hukum positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian

hukum alam dan hukum positif muncul, kedua hukum tersebut

memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Aristoteles, hukum

alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang selalu berlaku dan di

mana-mana, karena hubungannya dengan aturan alam, sehingga

hukum tidak pernah berubah, lenyap dan berlaku dengan

sendirinya.

Pada zaman Yunani (Kuno) muncul masa Hellenisme, yaitu

puncak keemasan kebudayaan Yunani yang dipelopori oleh aliran

Epikurisme (berasal dari nama filsuf Epikuros) dan Stoisisme

(berasal dari kata Stoa yang dicetuskan oleh Zeno). Kedua aliran

ini menekankan filsafatnya pada bidang etika. Meskipun demikian,

dari Epikurisme muncul konsep penting tentang undang-undang

(hukum posistif) yang mengakomodasi kepentingan individu

sebagai perjanjian antar individu, sehingga pemikiran dari

penganut Epikurisme merupakan embrio dari teori perjanjian

masyarakat.

b. Sejarah Filsafat Hukum Zaman Pertengahan

Perkembangan sejarah filsafat hukum pada zaman pertengahan

dimulai sejak runtuhnya kekuasaan kekaisaran Romawi pada abad

16
ke-5 SM (masa gelap/the dark ages) yang ditandai dengan kejayaan

agama Kristen di Eropa (masa scholastic),9 dan mulai

berkembangnya agama Islam. Sebelum ada zaman pertengahan

terdapat suatu fase yang disebut dengan Masa Gelap, terjadi pada

saat Kekaisaran Romawi runtuh dihancurkan oleh suku-suku

Germania, sehingga tidak ada satupun peninggalan peradaban

bangsa Romawi yang tersisa, sehingga masa ini dikenal sebagai

masa gelap.

Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara

lain Augustinus (354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas

(1225-1275). Dalam perkembangannya, pemikiran para filsuf di

zaman pertengahan tidak terlepas dari pengaruh filsuf pada zaman

Yunani, misalnya saja Augustinus mendapat pengaruh dari Plato

tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi.

Tentu saja pemikiran Augustinus bersumber dari Tuhan atau Budi

Allah yang diketemukan dalam jiwa manusia. Sedangkan Thomas

Aquinas sebagai seorang rohaniwan Katolik telah meletakkan

perbedaan secara tegas antara hukum-hukum yang berasal dari

wahyu Tuhan (Lex Aeterna), hukum yang dijangkau akal budi

manusia (Lex Divina), hukum yang berdasarkan akal budi manusia

(Lex Naturalis), dan hukum positif (Lex Positivis).10 Pembagian

hukum atas keempat jenis hukum yang dilakukan oleh Thomas


9
Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 13.
10
Theo Huijbers, Op. Cit., hal. 39.

17
Aquinas nantinya akan dibahas dalam pelbagai aliran filsafat hukum

pada bagian lain dari tulisan ini.

c. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Modern

Pada zaman ini para filsuf telah meletakkan dasar bagi hukum

yang mandiri, yang terlepas sama sekali dari hukum abadi yang

berasal dari Tuhan. Tokoh-tokoh yang berperan sangat penting

pada abad pertengahan ini, antara lain: William Occam (1290-

1350), Rene Descartes (1596-1650), Thomas Hobbes (1588-1679),

John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), David

Hume (1711-1776), Francis Bacon (1561-1626), Samuel Pufendorf

(1632-1694), Thomasius (1655-1728), Wolf (1679-1754),

Montesquieu (1689-1755), J.J. Rousseau (1712-1778), dan

Immanuel Kant (1724-1804).

Zaman modern ini juga disebut Renaissance. Terlepasnya

alam pikiran manusia dari ikatan-ikatan keagamaan menandai

lahirnya zaman ini. Tentu saja zaman Renaissance membawa

dampak perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,

perkembangan teknologi yang sangat pesat, berdirinya negara-

negara baru, ditemukannya dunia-dunia baru, lahirnya segala

macam ilmu baru, dan sebagainya.

Demikian juga terhadap dunia pemikiran hukum, rasio

manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai penjelmaan dari rasio

Tuhan, sehingga rasio manusia sama sekali terlepas dari ketertiban

18
ketuhanan. Rasio manusia ini dipandang sebagai satu-satunya

sumber hukum. Pandangan ini jelas dikumandangkan oleh para

penganut hukum alam yang rasionalistis dan para penganut faham

positivisme hukum.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum

Menurut Para Ahli, Apa Saja Permasalahan Yang dikaji Dalam Filsafat

Hukum dan Bagaimana Cakupan dan Pendekatan dari Filsafat Hukum itu

19
sendiri, maka pada hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pengertian

filsafat hukum beragam adanya tetapi substansi dari filsafat itu sendiri

dimaknai sama yaitu mempelajari pertanyaan dasar dari hukum dan

pernyataan tentang hakikat hukum. Permasalahan dalam FIlsafat Hukum

mencakup keadilan, HAM, dan hukum sebagai sarana pembaharuan dalam

masyarakat. Pendekatan tentang filsafat hukum dilakukan dengan cara

pendekatan historis dari zaman Yunani kuno hingga zaman modern.

B. Saran
Dari hasil pembahasa tersebut maka, penulis dapat memberikan saran

yaitu kepada para penyelenggara Negara, penegak hukm haruslah memahami

konsep dari hukum dengan memahami konsep mendalam dari filsafat hukum

itu sendiri sebab Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan

radikal atas masalah tersebut. oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang

sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu,

sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak

memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kencana, Syafiie Inu, 2004, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama,


Bandung.

Huijbers, Theo, 1993, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit


Kanisius, Yogyakarta.

Astim Riyanto, 2003, Filsafat Hukum, Yapemdo, Bandung.

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bhakti, Bandung.

Ahrens, 1989, De Rechtsphilosophie oder das Narurrecht auf philosophis


antropologischer grunslage.

Darji Darmodiharjo, 1995, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana


FIlsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lili Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Theo Huijbers, Op. Cit.

21

Anda mungkin juga menyukai