Anda di halaman 1dari 15

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK

2020/2021
MATA UJIAN : FILSAFAT HUKUM

Nama
: Willy Democitta Tanaya
NRP : 120117308
No. Absen : 12
KP :A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
2020
1. Yang dimaksud dengan,
a. Dogmatik Hukum : merupakan ilmu hukum positif, objek dari ilmu ini
ialah Hukum Positif (seperti contoh : Hukum Pidana, Hukum Perdata,
TUN, dsb). Oleh karena hal di atas dapat dikatakan bahwa Dogmatik
hukum memiliki ruang lingkup yang sempit, yaitu hanya terbatas pada
hukum poistif saja dan tentunya terbatas pada lingkup masyarakat dan
jangka waktu tertentu.
b. Teori Hukum : merupakan meta teori bagi dogmatic hukum dan
praktek hukum. Dimana dalam hal ini hukum dipelajari dengan cara
interdisipliner. Objek normatif dari teori hukum berupa gejala umum
hukum positif, sedangkan objek empirisnya meliputi pembentukan
hukum dan penemuan hukum dalam segi empirisnya. Teori hukum
memiliki sifat menjelaskan (erklaren) tentang suatu fenomena hukum,
sehingga dikatakan bahwa teori hukum memilikiruang lingkup yang
sempit dan tidak mendasar.
c. Filsafat Hukum : merupakan bagian dari filsafat yang memiliki sifat
khusus, yaitu filsafat yang secara khusus membicarakan tentang
hakekat hukum. Dimana filsafat hukum akan memberikan penjelasan
tentang hukum yang sangat mendasar dan holistic. Dalam hal ini
filsafat hukum berupaya untuk menemukan jawaban terdalam dari
sebuah objek formalnya, yaitu hukum, dimana dalam bahasa Yunani
disebut sebagai arche yaitu substansi terdalam dari realitas. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa filsafat hukum merupakan falsafah
tentang segala sesuatu di bidang hukum secara mendalam sampai ke
akar – akarnya secara sistematis.

1
2. “Transposten Theory” adalah sebuah teori hukum yang diperuntukan dalam
hal ingin mengetahui lebih mendalam tentang keberadaan filsafat hukum.
dimana Objek normatif dari teori hukum berupa gejala umum hukum positif,
sedangkan objek empirisnya meliputi pembentukan hukum dan penemuan
hukum dalam segi empirisnya. Selain itu pada hakekatnya teori hukum
memberikan diktum pada dogmatik hukum dan memberi makna pada filsafat
hukum atau dapat dikatakan bahwa di satu sisi teori hukum memberikan
“hidup” pada dogmatic hukum dan memberi asupan agar hidup “makanan”
pada filsafat hukum, hal ini mengartikan adanya hirarki di dalam
mempelajari ilmu hukum dimana seseorang haruslah terlebih dahulu
mempelajari dogmatik serta teori hukum sebelum mempelajari filsafat hukum.
Hal ini lah yang menyebabkan teori hukum disebut sebagai “Transposten
Theory” atau perbatasan antara dogmatik dan filsafat hukum karena aka nada
suatu kesulitan jika seseorang hanya memahi salah satunya saja.
3. Diperlukannya pokok – pokok pengetahuan tentang filsafat dalam
mempelajari filsafat hukum karena keberadaan filsafat hukum ditujukan untuk
menemukan suatu hukum secara hakiki dan bijaksana hal ini lah yang menjadi
dasar mengapa diperlukannya pokok – pokok pengetahuan tentang filsafat
dalam mempelajari filsafat hukum, dapat dilihat dari definisi philoshophia
yang berarti “Cinta Kebijaksanaan” dalam hal seseorang memiliki rasa cinta
terhadap kebijaksanaan, maka segala pikiran,perkataan, dan perbuatannya
akan selalu berorientasi pada kebijaksanaan yaitu dari kebijaksanaan ini lah
nantinya akan tercapai tujuan dalam mempelajari filsafat hukum yaitu menuju
kebenaran dan keadilan. Selain itu perlu diketahui bahwa filsafat hukum
merupakan cabang dari filsafat oleh karenanya pokok- pokok penegetahuan
merupakan hal diperlukan di dalam mempelajari filsafat hukum.

2
4. Berbagai pengertian tentang hukum dirasa masih kurang memuaskan karena
adanya kesulitan di dalam mendefinisikan hukum itu sendiri, hal dikarenakan
pada hakekatnya hukum merupakan suatu hal yang abstrak, meskipun di
dalam maifestasinya hukum berwujud konkrit oleh karenanya pengertian
tentang hukum tidak mungkin satu, dengan kata lain tiap – tipa individu pasti
akan memiliki pengertian yang berbeda – beda berdasarkan sudut pandang
masing – masing. Hukum yang bersifat abstrak menyebabkan hukum tidak
dapat ditangkap oleh pancaindera, maka adalah sulit untuk membuat suatu
definisi tentang hukum, yang dapat memuaskan orang pada umumnya. Selain
itu banyaknya segi dan luanya isi hukum itu) tidak memungkinkan perumusan
hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu.

3
JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN
AKADEMIK 2020/2021
MATA UJIAN : FILSAFAT HUKUM

Nama : Willy Democitta Tanaya


NRP : 120117308
No. Absen : 12
KP :A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
2020
Daftar Isi

Daftar Isi.........................................................................................................................1
Bab 1..............................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................2
1.2 Permasalahan......................................................................................................3
Bab 2..............................................................................................................................4
Pembahasan..............................................................................................................4
Bab 3..............................................................................................................................9
Kesimpulan................................................................................................................9
Daftar Pustaka.............................................................................................................10

1
Bab 1
1.1 Latar Belakang

Keadilan merupakan suatu permasalahan pokok di dalam hukum. Keadilan


juga merupakan salah satu tujuan dari hukum. Selain itu di kalangan umum, keadilan
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan hukum. Namun banyak pula
yang menganggap bahwa keadilan masih tidak dapat dicapai melalui hukum saat ini.
Keadilan di dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan seiring dengan
berkembangnya jaman serta pola piker masyarakat
Hakekat definisi keadilan yang sebenarnya sulit ditentukan. Bahkan setiap
orang memiliki pandangan bahwa banyak praktisi – praktisi hokum di dalam
menjalankan kewajibannya tidaklah mencerminkan suatu keadilan, agar segala
sesuatu yang dihasilkan oleh praktisi tidak hanya berlandaskan suatu peraturan
perundang – undangan saja melainkan harus disertakan dengan adanya keadilan.
Sehingga perlulah dikaji bagaimana pentingnya para praktisi hokum untuk
mempelajari filsafat hokum demi tercapainya suatu hokum yang mencerminkan
adanya keadilan.

1.2 Permasalahan

2
Apakah manfaat dari mempelajari filsafat hukum bagi jurist, pengacara, dan birokrat?

3
Bab 2
Pembahasan
A. Definisi Filsafat

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Filsafat memiliki


definisi sebagai berikut :

1. pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal, dan hukumnya
2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan
3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology
4. falsafah

B. Definisi Filsafat Hukum

Filsafat hukum dapat diartikan sebgai Proses perenungan berfikir untuk


menemukan apa yang disebut dengan Hakekat Hukum serta menemukan suatu
keadilan di dalam hukum. Filsafat hukum sendiri dikenal dengan 2 (dua)
istilah yaitu Legal Philosophy atau Philosophy of Law, kemudian di Belanda
juga menggunakan 2 (dua) istilah yaitu Wijsbegeerte van het Recht dan
Rechts Filosofie dan di jerman menggunakan istilah Filosofie des Rechts.
Selanjutnya menurut para ahli Filsafat Hukum diartikan sebagai berikut :

1. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Filsafat Hukum adalah cabang filsafat,
yakni filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara

4
filosofis. Objek filsafat hukum adalah hukum dan objek tersebut dikaji secara
mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat.1
(Menurut Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1999, Hlm.10.)
2. Selanjutnya oleh Satjipto Raharjo dikatakan bahwa filsafat hukum mempelajari
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut meliputi pertanyaan tentang hakikat hukum, dasar kekuatan mengikat
dari hukum. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan
hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut yang berbeda sama sekali.
Filsafat Hukum juga merupakan bagian dari ilmu-ilmu hukum. Adapun masalah
yang dibahas dalam lingkup filsafat hukum, meliputi:

1. Masalah hakikat dari hukum;


2. Masalah tujuan hukum;
3. Mengapa orang mentaati hukum;
4. Masalah mengapa negara dapat menghukum;
5. Masalah hubungan hukum dengan kekuasaan.

C. Tujuan mempelajari Filsafat Hukum

1. Tujuan secara umum (menurut Gustav Radbruch) tujuan Filsafat Hukum dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) kajian yang menjadi tujuan filsafat hukum untuk
mencari, menemukan, dan menganalisisnya yaitu :
i. Aspek keadilan dimana aspek ini menyangkut perihal keselarasan,
keseimbangan, antara hak dan kewajiban subjek hokum tertentu.
ii. Aspek tujuan keadilan atau finalitas dimana aspek ini menentukan
ketentuan atau isi hukum agar sejalan dengan tujuan yang hendak
untuk dicapai dengan hokum sebagai instrumentalnya.

5
iii. Aspek kepastian hukum atau legalitas, yaitu adanya jaminan
terhadap kemampuan hokum untuk memberikan dan menetapkan
hak atas sesuatu dari seseorang sebagai subjek hokum.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan mempelajari Filsfat Hukum iala
untuk menemukan “Hakekat Hukum”.

2. Selain tujuan secara umum terdapat tujuan mempelajari Filsafat Hukum secara
spesifik yaitu,
i. Melakukan kajian hokum substantif secara holistic, menyeluruh,
dengan demikian akan mengakibatkan suatu temuan hokum yang
bersesuaian dengan harapan masyarakat.
ii. Melakukan kajian hokum secara metodelogis, metode
pendekatan untuk melakukan pengembangan terhadap hokum
substantif.
iii. Melekukan kajian terhadap hokum secara aplikatif, melakukan
evaluasi terhadap hokum yang sedang berlaku (Hukum Positif).
iv. Untuk menemukan suatu hokum yang lebih bersesuaian dengan
kebutuhan masyarkat.
v. Untuk menemukan hokum sebagai pedoman yang sangat tepat
bagi para praktisi hokum, birokrat, penegak hokum,para yurist,
dan sebagainya.

D. Manfaat mempelajari Filsafat Hukum bagi Para jurist, pengacara, dan


birokrat.
Beberapa profesi di atas merupakan profesi – profesi yang berhubungan atau
bersinggungan secara langsung dengan hukum. Dalam kajian Kajian Theo Huijbers
menunjukan ada dua paham filsafat mengenai keterkaitan “Hukum dan Keadilan”.
Paham aliran filsafat hukum alam mereflesikan pandangan bahwa keadilan terletak
pada hakekat hokum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hokum sama dengan

6
keadilan, sehingga hokum yang tidak mencerminkan keadilan tidaklah dapat
dikatakan sebagai suatu hokum.
Hukum dan Keadilan memiliki kaitan yang sangat erat dengan Filsafat Hukum,
dimana tujuan mempelajari Filasat hokum seperti apa yang telah saya paparkan di
atas dimana salah satunya ialah menciptakan adanya keadilan hokum. Dikarenakan
filsafat hokum merupakan suatu proses perenungan atau berfikir yang memiliki
tujuan untuk menemnukan hakekat hokum serta menemukan suatu keadilan
(merupakan hal yang diprioritaskan di dalam mempelajari Filsafat hokum), tentunya
dengan dipelajarinya Filsafat hokum oleh Para jurist, pengacara, dan birokrat yang
dapat dikatakan sebagai profesi yang bersentuhan langsung dengan hukum dan dalam
prakteknya tindakan - tindakan mereka inilah yang nantinya akan menjadi suatu
penentu apakah hukum adil atau tidak.

Praktek hukum yang mencerminkan keadilan dapat diilustrasikan sebagai berikut :


1. Kasus : Seorang anak melakukan pencurian di suatu tempat
perbelanjaan, dimana anak ini melakukan pencurian tersebut dengan
tujuan untuk mengobati ibunya yang sedang sakit.
2. Kajian : Pada kajian ini profesi yang digunakan ialah Hakim. Jika hakim
yang akan menangani kasus ini sudah mempelajari Filsafat Hukum
sudah tentu berdasarkan pertimbangan bahwa anak tersebut melakukan
pencurian untuk mengobati ibunya yang sedang sakit, hakim yang telah
mempelajari Filsafat Hukum dan untuk menemukan suatu keadilan, ia
akan membebaskan anak tersebut denga adanya “Alasan Pemaaf”. Hal
ini dapat terjadi karena hakim bukanlah “Corong Undang – undang”
saja melainkan hakim juga harus mengedapankan hak – hak setiap
individu.
Dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari Filsafat Hukum para praktisi –
praktisi atau profesi – profesi yang bersinggungan langsung dengan hukum
akan dapat melibatkan “moral” (kehendak untuk berperilaku yang bermuara

7
pada suatu pengecualian), penggunaan moral merupakan suatu kewajiban di
dalam usaha untuk menciptakan suatu keadilan. Keadilan tidak akan tercapai
jika tidak melibatkan moral, tidak tercapainya suatu keadilan akan
mencerminkan adanya suatu kebohongan serta tidak tercapainya suatu
kebeneran.

8
Bab 3
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dengan mempelajari Filsafat Hukum para jurist, pengacara,
dan birokrat di dalam menjalankan tugasnya tidaklah hanya mengacu terhadap
ketentuan – ketentuan yang berlaku saja (hukum positif), namun lebih
mengedepankan adanya KEADILAN, yaitu dengan lebih mengedapankan hak – hak
setiap individu. Keadilan harus dikedepankan dikarenakan keadilan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, dengan kata lain suatu putusan tanpa
didasari atau berlandaskan suatu keadilan dapat dikatan bahwa putusan tersebut
merupakan putusan bohong dan hukum yang tidak mencerminkan keadilan tidaklah
dapat disebut sebagai suatu hukum.

9
Daftar Pustaka

1. Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press,
Malang, 2013, Hlm. 10
2. Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta 1999, Hlm.10.
3. Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum : Mencari,menemukan, dan memahami
hukum, Laksbang Justisia, Surabaya , Hlm 19
4. Kamus Besar Bahasa Indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai