Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344264646

SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Chapter · August 2020

CITATIONS READS

2 3,028

1 author:

Lucky Nugroho
Universitas Mercu Buana
165 PUBLICATIONS   1,581 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Higher Education View project

Design Information System View project

All content following this page was uploaded by Lucky Nugroho on 16 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Book Chapter dari Pengantar Perbankan Syariah: Konsep, Regulasi dan Praktis

PENDAHULUAN
Lembaga keuangan memiliki kontribusi dalam menggerakkan sektor riil adalah industri perbankan.
Menurut Nugroho (2020) industri perbankan berfungsi menghimpun uang dari masyarakat dalam
bentuk tabungan dan simpanan yang selanjutnya disalurkan kembali kepada para pengusaha atau
peminjam yang membutuhkan dalam rangka bertransaksi bisnis maupun untuk konsumsi. Dengan
demikian, penggerak dari sistim keuangan salah satunya adalah industri perbankan. Fenomena yang
terjadi adalah penetrasi perbankan pada masyarakat di Indonesia masih tertinggal dibandingkan
dengan beberapa negara di ASEAN bahkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Kondisi ketertinggalan penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat di Indonesia ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:

Gambar 1. Penetrasi Perbankan di Indonesia Tahun 2017

Vietnam 31

Indonesia 36

India 53

Negara Berkembang 54

Dunia 62

Thailand 78

Malaysia 96

Sumber: (Databoks, 2017)

Merujuk pada gambar 1 di atas, penetrasi layanan perbankan di Indonesia baru mencapai 36% yang
artinya adalah dari total penduduk di Indonesia yang pada tahun 2017 mencapai 262 juta (Databoks,
2018), maka jumlah penduduk yang telah menggunakan layanan dan produk perbankan sejumlah 94
juta. Sedangkan sisanya sejumlah 64% atau 168 juta masyarakat di Indonesia belum menggunakan
produk atau jasa perbankan. Dengan demikian, tingkat literasi keuangan masyarakat di Indonesia
relatif masih rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia. Pada tahun 2019
tingkat literasi keuangan masyarakat di Indonesia masih di bawah 50% atau tepatnya adalah 38,03%
(Sari & Yoyok, 2019). Indikator tersebut menunjukkan bahwa dari 100 penduduk hanya 38 orang yang
memiliki pengetahuan terhadap produk dan layanan perbankan. Sedangkan sisanya sebanyak 62
orang belum memiliki pengetahuan terhadap produk dan layanan keuangan atau perbankan.
Fenomena ketertinggalan penggunaan layanan dan produk perbankan oleh masyarakat menunjukkan
bahwa masih banyak penduduk di Indonesia yang belum menggunakan jasa keuangan formal
khususnya bank dalam memenuhi kebutuhan transaksi keuangan dan perdagangan mereka. Kondisis
tersebut dikarenakan mayoritas pelaku ekonomi di Indonesia yaitu 99,9% adalah pegusaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) dimana mereka memiliki karakteristik menggunakan jasa keuangan
informal (Herliansyah, Nugroho, Ardilla, & Putra, 2020; Nugroho, Hidayah, Ali, & Badawi, 2020;
Nugroho & Tamala, 2018; Tommy Prasetyo, 2013; Worokinasih, 2011).

Rendahnya literasi keuangan tersebut berdampak terhadap rendahnya penetrasi keuangan syariah
dan literasi keuangan syariah. Menurut Direktur Bisnis BNI Syariah Kukuh Raharjo, penetrasi bank
syariah pada tahun 2017 diperkirakan mencapai 5,86% sehingga masih sangat jauh dibandingkan
dengan bank konvensional yang telah mencapai 36% pada tahun yang sama (Linangkung, 2017). Data
tersebut menunjukkan bahwa dari 262 juta jiwa penduduk di Indonesia, hanya 15 juta penduduk yang
mengakses layanan dan produk perbankan syariah.

Gambar 2. Penetrasi Perbankan Konvensional VS Perbankan Syariah

di Indonesia Pada Tahun 2017

15
Penetrasi Perbankan Syariah

94
Penetrasi Perbankan Konvensional

262
Penduduk Indonesia

Tahun 2017 (juta Jiwa)

Sumber: Databoks (2017) dan Linangkung (2017)

Selain itu terdapat gap yang sangat jauh antara literasi keuangan bank konvensional dengan literasi
keuangan syariah dimana pada tahun 2019 literasi keuangan syariah baru mencapai 16,3%
(Departemen-Komunikasi, 2020), sedangkan pada tahun yang sama literasi keuangan perbankan telah
mencapai 38,03%. Data tersebut menunjukkan bahwa dari 100 orang yang memiliki pengetahuan
terkait produk dan layanan perbankan syariah baru mencapai 16 orang di tahun 2019 literasi,
sedangkan literasi perbankan konvensional telah mencapai 38 orang. Hal tersebut menunjukkan
bahwa jumlah masyarakat yang mengetahui produk dan layanan bank syariah masih jauh tertinggal
dibandingkan dengan bank konvensional.

Perbandingan literasi keuangan syariah dengan literasi keuangan perbankan ditunjukkan pada gambar
2 di bawah ini:

Gambar 3. Perbandingan Literasi Perbankan Konvensional VS


Literasi Perbankan Konvensional

Literasi Keuangan Syariah 16.30%

Literasi keuangan konvensional 38.03%

Sumber: Departemen-Komunikasi (2020) dan Sari & Yoyok (2019)

Disisi lain pemerintah berencana memajukan perbankan syariah di Indonesia bahkan ingin menjadikan
Indonesia sebagai pusat keuangan dan bisnis syariah di dunia (Permata & Iqbal, 2019). Fenomena yang
terjadi apabila ditinjau dari market share baik asset, pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) bank
syariah terus mengalami peningkatan sehingga terdapat harapan dan ekspektasi bahwa bank syariah
dapat menjadi aktor atau pemain utama dalam mendukung dan membantu pemerintah dalam
mengembangkan perekonomian sehingga berdampak terhadap meningkatnya kesejahteraan
masyarakat. Berikut indikator dari pertumbuhan market share bank syariah di Indonesia:

Gambar 4. Market Share Bank Syariah Berdasarkan Aset, Pembiayaan dan DPK Peridode
Desember 2016-Juli 2019

Sumber: OJK (2019)

Merujuk pada gambar 4 di atas, maka pertumbuhan market share bank syariah baik dari aspek aset,
pembiayaan dan syariah cenderung kurang progresif. Aset bank syariah pada tahun 2016 memiliki
market share 5,34% dari totak market share perbankan, dan pada bulan Juli 2019 baru mencapai
5,87%. Begitu juga dengan pembiayaan yang pada akhir tahun 2016 market share pembiayaan syariah
mencapai 5,70% dan pada bulan Juli 2019 menjadi 6,18%. Selanjutnya DPK pada tahun 2016 market
share sebesar 5,80% menjadi 6,64% pada bulan Juli 2019.

Kondisi rendahnya penetrasi perbankan syariah, rendahnya literasi keuangan syariah dan rendahnya
market share bank syariah tersebut tidak terlepas dari sejarah didirikannya bank konvensional dengan
bank syariah. Menurut Nugroho, Chandra Husnadi, Utami, & Hidayah, (2017) dan Nugroho & Husnadi
(2014), pendirian pertama bank konvensional adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) di tahun 1896
sedangkan bank syariah pertama kali adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) baru berdiri pada tahun
1992 sehingga terdapat gap yang sangat jauh yaitu 96 tahun atau nyaris satu abad. Oleh karenanya
book chapter bertujuan untuk melihat keberadaan bank syariah berdasarkan perspektif sejarah agar
dapat memahami secara komprehensif terkait dengan fenomena dan kondisi bank syariah pada saat
ini. Adapun ruang lingkup pemabahasan dalam book chapter ini dibatasi dengan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berukut:

▪ Bagaimana Sejarah Pendirian Bank di Indonesia dibandingkan dengan Negara lain di Dunia?;
▪ Bagaimana Sejarah Pendirian Bank Muamalat, Bamk Mandiri Syariah, BNI Syariah dan BRI
Syariah?.

Book chapter ini akan bermanfaat bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik pada tema perbankan
syariah untuk dijadikan referensi dan juga memberikan manfaat kepada para pembacanya untuk
menambah khasanah pengetahuan terkait sejarah bank syariah di Indonesia.

SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA DI BANDINGKAN DENGAN NEGARA LAIN

Bank syariah di Indonesia memiliki sejarah yang berbeda dengan bank syariah di negara lain seperti di
Malaysia dan negara Timur Tengah. Adapun menurut (Nugroho, Husnadi, Utami, & Hidayah, 2017)
sejarah latar belakang didirikannya bank syariah di berbagai negara dapat dilihat pada gambar 4 di
bawah ini:

Gambar 5. Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah di Berbagai Negara di Dunia

Sumber: (Nugroho, Husnadi, et al., 2017)

Merujuk pada gambar 5 di atas, maka apabila ditinjau dari tahun pertama berdirinya, bank syariah di
Indonesia termasuk pendatang baru pada industri lembaga keuangan bank, oleh karenanya
dibutuhkan percepatan didalam pengembangannya (Marimin & Romdhoni 2017). Bahkan menurut
Nugroho & Husnadi (2017) diperlukan intervensi pemerintah untuk memperbesar kontribusi bank
syariah melalui peningkatan market share dari industri perbankan syariah. Adapun intervensi tersebut
dapat melalui aksi korporasi, yaitu konversi bank konvensional BUMN dan melakukan merger seluruh
bank syariah. Selain itu, industri perbankan syariah di Indonesia ditopang oleh akar rumput
masyarakat, karena keberadaan dari bank syariah di Indonesia disebabkan adanya motivasi dari
masyarakat Indonesia akan kebutuhan transaksi keuangan dan bisnis yang berlandaskan atas prinsip-
prinsip syariah (gambar 5).

Usaha untuk mempercepat pertumbuhan bank syariah harus diiringi dengan prinsip kehati-hatian
(prudensialitas) dalam menjalankan operasionalnya agar industri perbankan syariah menjadi industri
yang tumbuh pesat dengan kualitas yang baik (Beck et al., 2010; Soekapdjo et al. 2018). Selanjutnya,
kualitas penyaluran pembiayaan pada bank syariah akan menjamin keberlangsungan bank syariah
(sustainabilitas) dalam menjalankan kegiatan usahanya, karena terdapat kepastian pengembalian
pokok angsuran sehingga bank syariah dapat mendistribusikan bagi hasilnya kepada seluruh nasabah
dengan tingkat pengembalian yang baik. Dengan demikian, apabila bank syariah mampu memberikan
tingkat pengembalian sesuai dengan ekspektasi dari nasabah, maka kepercayaan pemilik simpanan di
bank syariah akan meningkat. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank menjadi sangat penting,
karena fungsi bank sebagai lembaga intermediari keuangan yang menghimpun dan menyalurkan
kembali dana tersebut ke masyarakat (Agustiningrum, 2013; Dickerson, et al 1971).

Selanjutnya apabila ditinjau dari sejarah dan penyebab berdirinya bank syariah di berbagai negara
adalah sebagai berikut (Alamsyah, 2012)

▪ Negara-negara Timur Tengah yang tumbuh karena berkah petrodollars pada tahun 1970-1980
dimana negara-negara Timur Tengah tersebut mendapat kekayaan atau dollars yang didapat dari
penjualan minyak ke negara-negara Barat.
▪ Negara-negara di Eropa pertumbuhan perbankan syariah dikarenakan dampak dari maraknya
pertumbuhan industri perbankan syariah di Timur Tengah dimana pada saat itu terdapat gejala
investor Timur Tengah secara besar-besaran memulangkan dana petrodollars dari perbankan
konvensional di Eropa ke perbankan syariah di negeri mereka sendiri yang nota bene adalah
negara Timur Tengah sehingga pemerintah Eropa khususnya negara Inggris mendukung langkah
perbankan konvesional untuk mempertahankan investor dan sebagai hub investor Timur Tengah
dengan memberikan insentif dan kemudahan untuk membuka layanan syariah di negaranya.
Munculnya perbankan syariah di Eropa diawali dengan berdirinya The Islamic Bank International
of Denmark di Kota Copenhagen pada tahun1982.
▪ Perkembangan perbankan syariah di Malaysia didorong oleh peran pemerintah dalam membuat
kebijakan yang mengakibatkan perbankan syariah berkembang cepat (government driven).
Perbankan syariah di Malaysia berkembang karena memiliki keinginan menjadi hub bagi dana-
dana syariah internasional. Apabila dibandingkan dengan perkembangan perbankan syariah di
Timur Tengah, munculnya perbankan syariah Malaysia lebih terlambat dibandingkan negara-
negara Timur Tengah karena Malaysia bukan negara yang terkena dampak berkah petrodollars.
Kebijakan dan peraturan pemerintah Malaysia berupa insentif kelonggaran pajak dan
permudahan perizinan serta penempatan dana pemerintah di bank syariah menjadi daya tarik
bagi investor untuk membuka perbankan syariah. Tonggak berdirinya perbankan syariah adalah
berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada tahun 1984.
▪ Di Indonesia industri perkembangan perbankan syariah di gerakkan oleh masyarakat (society
driven/market driven) ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun
1992 atas gagasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI). Namun demikian pada saat itu BMI belum memberi warna atas pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia karena assetnya yang relatif kecil. Industri perbankan syariah di Indonesia
baru berkembang setelah 1999 setelah di keluarkannya UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan,
sehingga di Indonesia terdapat dua bentuk perbankan syariah, yaitu Bank Umum Syariah (BUS)
dan Unit Usaha Syariah (UUS).

SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Terdapat beberapa bank syariah besar di Indonesia yaitu: Bank Muamalat Indonesia Bank Mandiri
Syariah (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah yang mendominasi market share perbankan syariah di
Indonesia. Oleh karenanya perlu untuk diketahui bagaimana sejara berdirinya masing-masing bank
tersebut.

BANK MUAMALAT INDONESIA

Bank syariah pertama adalah Bank Muamalat Indonesia, adapun tahap pendirian Bank Muamalat di
Indonesia adalah sebagai berikut (BMI, 2009):
Tahun 1991:

▪ Bank Muamalat Indonesia merupakan bank Islam atau bank syariah yang hadir di awal atau
pertama kali di Indonesia;
▪ Tanggal 24 Rabiuts Tsani 1412H/ 1 November 1991 merupakan tanggal berdirinya BMI;
▪ Usuk didirikannya BMI berasal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia) yang juga diperkuat dorongan dari Pemerintah Republik Indonesia;
▪ Modal Awal dari BMI bersumber dari para investor pribadi, pengusaha serta pejabat Muslim
dengan nominal sebesar Rp 84 Miliar. Selanjutnya terdapat penambahan modal awal yang
bersumber dari umat atau masyarakat, sehingga menambah jumlah modal awal menjadi total
sebesar Rp 106 Miliar. Acara pengumpulan dan pencarian modal diselanggarakan di Istana
Presiden Bogor, Jawa Barat;
▪ Presiden Republik Indonesia Bapak Presiden Soeharto memiliki andil dan terlibat langsung dalam
pendirian BMI yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia.

Tahun 1992:

▪ BMI mulai menjalankan usahanya dan beroperasi pada tanggal 27 Syawwal 1412 H/1 Mei 1992
▪ Sejak mulai beoperasional di tahun 1992, BMI secara aktif ikut berpartisipasi dan mempromosikan
pendirian serta mengembangkan industri perbankan dan bisnis keuangan syariah lainnya seperti:
1) Perusahaan asuransi syariah pertama yaitu Takaful;
2) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) termasuk dengan investasi modal dan mendukung
dalam bentuk bantuan teknis;
3) Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang selanjutnya mendirikan lebih
dari 3.000 koperasi jasa keuangan syariah atau Baitul Maal wat Tamwil (BMT);
4) Terlibat dalam pendirian bisnis pegadaian syariah (Al-rahnu), beraliansi dengan PT. Pegadaian
(Persero);
5) Memprakasai pendirian Muamalat Institute (MI) yang bertujuan mengembangkan,
meningkatkan dan menyebarluaskan pengetahuan seputar perbankan dan keuangan syariah;
6) Membidani pednirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK Muamalat);
7) Baitulmaal Muamalat (BMM) sebagai social wing Bank Muamalat yang bertujuan
mengumpulkan dan menyalurkan ZIS, termasuk Zakat Bank Muamalat melalui beberapa
program dan pengembangan usaha mikro.

Tahun 1993: BMI terdaftar sebagai Perusahaan Publik meskipun tidak listing di Bursa Saham
Tahun 1994: Pada bulan Oktober 1994, BMI menerima izin sebagai Bank Devisa, hanya 2 tahun setelah
beroperasi dari tahun 1992

Tahun 1998:

▪ Pada tahun 1997-1998 terjadi krisis finansial dan krisis moneter yang mengguncang perekonomian
Indonesia dan berdampak luas terhadap bisnis, termasuk sektor perbankan;
▪ Diakibatkan kondisi bisnis yang tidak kondusif, maka sejumlah bank di Indonesia mengalami
kebangkrutan atau collapse, namun demikian BMI dapat tetap beroperasional dan selamat, serta
tidak membutuhkan bantuan rekapitalisasi dari pemerintah;
▪ Bagaimanapun juga, pada kondisi krisis finansial tersebut, tetap terimbas pada Non Performing
Financing (NPF) BMU yang mencapai lebih dari 60%;
▪ Lebih lanjut, besarnya jumlah pencadangan penghapusan untuk meng-cover meningkatnya NPF
tersebut berdampak terhadap kerugian BMI dan berkurangnya modal menjadi tinggal 1/3 dari
modal awalnya. Namun dengan tidak terjadinya negative spread, modal BMI tetap positif dan
memperoleh predikat sebagai Bank kategori A.

BANK MANDIRI SYARIAH

Keberadaan atau eksitensi Bank Mandiri Syariah (BSM) berawal pada tahun 1999, sebenarnya
menjadi suatu hikmah, dan sekaligus berkah paska krisis keuangan dan moneter pada pertiode 1997-
1998. Seperti diketahui, krisis keuangan dan moneter yang tejadi sejak Juli 1997, dan kemudian terjadi
krisis multi-dimensi termasuk pada aspek politik nasional, telah mengakibatkan dampak negatif yang
signtikan terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk pada sektor bisnis atau dunia
usaha. Pada kondisi krisis multi dimensi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi atau
mayoritas merupakan bank-bank konvensional yang juga mengalami krisis luar biasa bahkan beberapa
mengalami kebangkrutan. Terdapat usaha pemerintah yaitu mengambil tindakan dengan melakukan
restrukturisasi dan rekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan
Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terimbas dari dampak krisis
keuangan dan moneter tersebut. Lebih lanjut, BSB berusaha untuk menyelamatkan kondisi
keuangannya dari situasi krisis keuangan dan moneter dengan melakukan aksi korporasi yaitu merger
dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat yang bersamaan, pemerintah
juga melakukan tindakan penggabungan (merger) terhadap empat bank (Bank Dagang Negara, Bank
Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT
Bank Mandiri (Persero)Tbk sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Selain itu dampak dari keputusan
merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan
Syariah. Pembentukan tim ini memiliki tujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di
kelompok perusahaan Bank Mandiri tersebut, sebagai aksi dan respon terhadap keberadaan UU No.
10 tahun 1998, yang memberi kesempatan dan peluang bagi bank umum untuk memberikan layanan
keuangan transaksi syariah atau disebut dengan dual banking system.

Selanjutnya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah tersebut manganalisa dan memandang bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum dan peluang yang tepat untuk melakukan
konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Dengan demikian, Tim
Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan dan merencanakan sistim serta
infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang
beroperasi sesuai prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tertuang pada
Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.

Pada bulan Oktober 1994, BSM menerima izin sebagai Bank Devisa, hanya 2 tahun setelah beroperasi.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank
Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat
Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP. DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan
nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri (BSM). Menindaklanjuti pengukuhan dan pengakuan legal
tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beraktivitas dan menjalankan operasionalnya
sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir,
tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani,
yang menjadu kandasan kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai
rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kontribusinya di
perbankan Indonesia.

Gambar 6. Tonggak Sejarah Bank Mandiri Syariah (BSM)

Sumber: BSM (2009)


BNI SYARIAH (BNIS)

Pada tahun 2003 dilakukan penyusunan (Corplan) corporate plan BNI Syariah (BNIS) yang di dalamnya
termasuk rencana independensi pada tahun 2009-2010. Proses independensi BNI Syariah didukung
melalui kebijakan otonomi khusus yang diberikan oleh BNI kepada Unit Usaha Syariah (UUS) BNI di
tahun 2005. Selanjutnya, pada Tahun 2009, BNI menyusun Tim Implementasi Pembentukan Bank
Umum Syariah, sehingga terbentuk PT Bank BNI Syariah yang efektif menjalankan operasional sejak
tanggal 19 Juni 2010 (BNIS, 2010). Adapun tahapan pendirian dari BNIS adalah sebagai berikut:

▪ Berdirinya Unit Usaha Syariah BNI


Guncangan krisis moneter tahun 1997 yang terjadi di Indonesia membuktikan ketangguhan sistim
dan prinsip dari perbankan syariah. Prinsip syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan
dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistim perbankan yang lebih
adil dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Selanjutnya, pada tahun 1999 dibentuk Tim
Proyek Cabang Syariah yang bertujuan untuk mempersiapkan pengelolaan bisnis perbankan
syariah BNI yang beroperasi awal di tanggal 29 April 2000 sebagai Unit Usaha Syariah (UUS) BNI.
Pada awal berdirinya, UUS BNI meliputi lima kantor cabang yakni berlokasi di beberapa tempat
yang antara lain: Jogjakarta, Jawa Timur-Malang, Jawa Tengah di Pekalongan dan Jepara, serta di
Kalimantan Selatan di Banjarmasin. Kemudian, di tahun 2002, BNI Syariah mulai memperoleh
keuntungan atau laba. Pada tahun 2003 disusun corplan (corporate plan) yang berisikan rencana
independensi BNI Syariah pada periode tahun 2009-2010. Menindaklanuti corplan tersebut, maka
di tahun 2005 proses independensi BNI Syariah diperkuat dengan terdapatnya kebijakan otonomi
khusus yang diberikan oleh BNI kepada UUS BNI. Pada Tahun 2009, BNI memprakasai
pembentukan Tim Implementasi Pembentukan Bank Umum Syariah. Selanjutnya UUS BNI terus
tumbuh dan maju hingga pada pertengahan tahun 2010 telah terdapat 27 outlet berupa kantor
cabang dan 31 outlet berupa kantor cabang pembantu. Selai itu itu, UUS BNI senantiasa
mendapatkan bantuan dan dukungan dari induknya yaitu BNI berupa teknologi informasi dan
penggunaan jaringan saluran distribusi yang meliputi kantor cabang BNI, jaringan ATM BNI, ATM
Link serta ATM Bersama, 24 jam layanan BNI Call dan juga internet banking.
▪ Pemisahan (Spin Off) Unit Usaha Syariah BNI
Proses spin off dilakukan melalui tahapan-tahapan yang berpedoman pada ketentuan perundang-
undangan yang berlaku termasuk ketentuan Bank Indonesia. Bank Indonesia memberikan
persetujuan prinsip untuk mendirikan BNI Syariah, melalui surat nomor 12/2/ DPG/DPbS pada
tanggal 8 Februari 2010 perihal Izin Prinsip Pendirian PT Bank BNI Syariah.
Selanjutnya, di tanggal 22 Maret 2010 telah ditandatangani Akta Nomor 159, Akta Pemisahan Unit
Usaha Syariah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ke dalam PT Bank BNI Syariah dan Akta
Nomor 160, Akta Pendirian PT Bank BNI Syariah, yang keduanya disusun atau dibuat di hadapan
Aulia Taufani, sebagai penganti dari Sutjipto, Notaris di Jakarta. Selanjutnya Akta pendirian
tersebut memperoleh pengesahaan melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia nomor AHU-15574. AH.01.01, Tanggal 25 Maret 2010. Izin Usaha diterbitkan
oleh Bank Indonesia pada tanggal 21 Mei 2010, melalui Keputusan Gubernur Bank Indonesia
Nomor 12/41/kep.gbi/2010 tentang Pemberian Izin Usaha PT Bank Bni Syariah. Selanjutnya BNI
Syariah efektif beroperasi pada tanggal 19 Juni 2010. Terdapat 2 (dua) fakto penentu atau alasan
bagi BNI untuk melakukan spin off UUS BNI pada tahun 2010 tersebut, yakni sebagai berikut:
1) Faktor Eksternal:
Pertimbangan utama dari aspek eksternal adalah regulasi, pertumbuhan bisnis, dan kesadaran
konsumen yang kian meningkat atas layanan dan produk syariah. Selanjutnyam terdapat
ketentuan atau regulasi bagi industri Perbankan Syariah yang kondusif dan mendukung yang
ditandai adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tanggal 16 Juli 2008 tentang
Perbankan Syariah, Undang-Undang nomor 19 Tahun 2008 tanggal 7 Mei 2008 mengenai
Surat Berharga Syariah Negara, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/2009 tentang Unit
Usaha Syariah, Peraturan Bank Indonesia nomor 11/3/2009 tentang Bank Umum Syariah dan
penyempurnaan ketentuan pajak termasuk pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN)
terhadap produk yang berdasarkan prinsip jual beli. Momentum pada saat itu menjadikan
regulasi tersebut merupakan peluang strategis bagi perkembangan industri perbankan syariah
di masa depan. Di sisi lain pertumbuhan industri, dalam 5 (lima) tahun terakhir perbankan
syariah menunjukkan angka pertumbuhan yang sangat signifikan di mana total pembiayaan,
dana dan aset bertumbuh sebesar 34% per tahun (CAGR 2004-2008). Indikator tersebut
melampaui pertumbuhan dari pertumbuhan aset perbankan konvensional sebesar 19% dan
25% masing-masing untuk dana dan kredit pada periode yang sama.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan potensi pasar yang ada di Indonesia, maka
peluang pengembangan syariah masih sangat terbuka luas dan memiliki prospek yang
menjanjikan. Aspek eksternal berikutnya adalah dari sisi kesadaran konsumen yang kian
meningkat dalam. Dari hasil survey yang dilakukan di tahun 2000–2001 di beberapa propinsi
di Jawa dan Sumatera bahwa nasabah masih meragukan kemurnian prinsip syariah terhadap
bank syariah yang dioperasikan secara Dual Banking System (UUS). Untuk menghindari
keragu-raguan dan persepsi masyarakat tersebut, maka ke depannya pengelolaan usaha
syariah oleh UUS sebaiknya dikonversi menjadi Bank Umum Syariah.
2) Faktor Internal
Dari faktor internal UUS BNI, sebagaimana telah ditetapkan dalam corplan (Corporate Plan)
tahun 2003 bahwa status UUS bersifat sementara, maka secara bertahap telah dilakukan
persiapan dan strategi untuk proses pemisahan. Oleh karenanya, dalam pengembangan
bisnisnya UUS BNI telah memiliki infrastruktur dalam bentuk sistim, prosedur dan mekanisme
pengambilan keputusan dan kewenangan yang independen. Di sisi lain UUS BNI juga telah
memiliki sumber daya dalam bentuk jaringan, dukungan teknologi informasi, serta sumber
daya manusia yang memadai dan kompeten sehingga mampu menjadi sebuah entitas bisnis
yang independen. Selain itu terdapat alasan yang lebih spesifik untuk dilakukannya spin off,
yang meliputi:
- Memanfaatkan momentum dimana terdapat peluang untuk menjadi salah satu yang
pertama dalam industri perbankan syariah;
- Terdapat peluang untuk menciptakan profil di pasar yang bertujuan mencari atau
menjaring investor potensial dari domestik dan intersnasional;
- Mendapatkan independensu dalam mengelola bisnis syariah sehingga dpat mengambil
langkah-langkah yang bersifat strategis;
- Meningkatkan kemampuan dalam berkompetisi, dan memberikan motivasi kepada
seluruh karyawan untuk kian ulet, dan fleksibel dalam mengambil kebikajan serta
keputusan-keputusan bisnis ke depannya;
- Kebijakan pemisahan (spin off) akan mendukun aktivitas dan operasional yang
berlandaskan praktik-praktik terbaik (market best practice) dan tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance) dalam pengelolaan bisnis BNI Syariah sehingga
mampu menciptakan efisiensi dan produktifitas bisnis yang lebih baik serta menjaga
keberlangsungan perusahaan.

Dari aspek strategis dengan dilakukannya spin off diharapkan akan memberi sejumlah
manfaat bagi seluruh stakeholder, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:

- Meningkatkan akselerasi dan fleksibilitas dalam pengembangan usaha syariah;


- Menambah kepercayaan masyarkat dan meningkatkan citra perusahaan serta kualitas
layanan dan produk syariah
- Berdampak terhadap baiknya produktivitas pegawai dan efisiensi biaya;
- Meningkatkan likuiditas dan kekuatan struktur modal;
- Meningkatkan manfaat yang diberikan kepada para investor;
- Mampu berkontribusi secara langsung dalam meningkatkan industri perbankan syariah
- Berkontribusi dan terlibat secara langsung dalam meningkatkan kompetensi di bidang
perbankan syariah.

BRI SYARIAH (BRIS)

PT Bank BRISyariah resmi beroperasi berdasarkan izin dari Bank Indonesia pada tanggal 16 Oktober
2008 melalui surat No. 10/67/KEP.GBI/DpG/2008. Pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRISyariah
secara resmi beroperasi berdasarkan prinsip Syariah Islam. Sejak saat ini, tanggal 17 November
ditetapkan sebagai hari ulang tahun PT Bank BRISyariah. Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah memproleh
izin operasional dari Bank Indonesia di tanggal 16 Oktober 2008 melalui suratnya
No.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRISyariah secara resmi
dapat menjalankan operasinalnya melayani nasabah. Selanjutnya PT Bank BRISyariah mengganti
kegiatan usaha yang semula melaksanakan operasional transaksinya secara konvensional kemudian
diganti menjadi kegiatan operasional perbankannya yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah Islam.
Aktivitas dan operasioal PT Bank BRISyariah semakin baik dan smooth setelah pada tanggal 19
Desember 2008 terdapaya penandatanganan akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk., untuk melebur dan bergabung ke dalam PT Bank BRISyariah (hasil proses
spin off) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Sofyan
Basir selaku Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dengan Ventje Rahardjo selaku
Direktur Utama PT Bank BRISyariah (BRIS, 2011).

RANGKUMAN MATERI
Fenomena dan pencapaian kinerja industri perbankan syariah saat ini tidak terlepas dari sejarah bank
syariah tersebut didirikan. Oleh karena sejarah dari bank syariah menjadi penting untuk mengetahui
perjuangan dan meneruskan cita-cita untuk mensejahterakan masyarakat melalui penggunaan
layanan dan produk bank syariah dapat terus ditingkatkan. Berdirinya bank syariah di Indonesia
berdasarkan keinginan yang luhur dari masyarakat (Society Driven) akan kebutuhan menjalankan
ajaran agama secara totalitas (kaffah). Selain itu pendirian bank syariah di Indonesia memiliki sejarah
yang berbeda antara bank syariah yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan, namun
memiliki cita-cita yang sama, yaitu memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.
TUGAS DAN EVALUASI
1. Jelaskan perbedaan pendirian Bank di Indonesia dengan negara lainnya di dunia;
2. Jelaskan mengapa Bank Muamalat di Indonesia mampu bertahan pada era krisis;
3. Jelaskan tonggak sejarah berdirinya Bank Mandiri Syariah;
4. Jelaskan yang menjadi pertimbangan eksternal dan internal pendirian BNI Syariah;
5. Jelaskan proses berdirinya BRI Syariah.

DAFTAR PUSTAKA
Agustiningrum, R. (2013). Analisis Pengaruh CAR, NPL, dan LDR terhadap Profitabilitas pada
Perusahaan Perbankan. Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 2(8), 885–902.

Alamsyah, H. (2012). Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam
Menyongsong MEA 2015. Milad Ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), (April 2012), 1–8.

Beck, T., Kunt, A. D., & Merrouche, O. (2010). Islamic Vs . Conventional Banking : Business Model ,
Efficiency and Stability Islamic vs . Conventional Banking Business Model , Efficiency and Stability.
Journal of Banking & Finance, 37(October), 433–447.
https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2012.09.016

BMI. (2009). Annual Report 2009-Reinforcing Our Business Foundation. Jakarta.

BNIS. (2010). Annual Report-A decade of dedication. https://doi.org/10.1016/0196-6553(82)90017-7

BRIS. (2011). Annual Report-Siap Lepas Tinggal Landas.


https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Bryant, J. (1980). A Model of Reserves, Bank Runs, and Deposit Insurance. Journal of Banking &
Finance, 4(4), 335–344. https://doi.org/10.1016/S0007-1935(17)37433-X

BSM. (2009). Annual Report-Cares for Better Indonesia.

Databoks. (2017). Penetrasi Layanan Perbankan Indonesia Tertinggal dari Malaysia | Databoks.
Retrieved June 19, 2020, from
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/10/11/penetrasi-layanan-perbankan-
indonesia-tertinggal-darimalaysia

Databoks. (2018). Berapa Jumlah Penduduk Indonesia? | Databoks. Retrieved June 19, 2020, from
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/12/berapa-jumlah-penduduk-indonesia

Departemen-Komunikasi. (2020). BI Rilis Indeks Literasi untuk Akselerasi Ekonomi Syariah - Bank
Sentral Republik Indonesia. Retrieved June 19, 2020, from https://www.bi.go.id/id/ruang-
media/info-terbaru/Pages/BI-Rilis-Indeks-Literasi-untuk-Akselerasi-Ekonomi-Syariah.aspx

Herliansyah, Y., Nugroho, L., Ardilla, D., & Putra, Y. M. (2020). The Determinants of Micro , Small and
Medium Enterpreneur (MSME) Become Customer of Islamic Banks (Religion, Religiousity and
Location of Islamic Banks). In The 1st Annual Conference Economics, Business, and Social Sciences
(pp. 1–10). https://doi.org/10.4108/eai.26-3-2019.2290775

Linangkung, E. (2017). Penetrasi Perbankan Syariah Masih Sangat Rendah. Retrieved June 19, 2020,
from https://ekbis.sindonews.com/berita/1172399/178/penetrasi-perbankan-syariah-masih-
sangat-rendah

Marimin, A., & Romdhoni, A. H. (2017). Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 1(02), 75–87. https://doi.org/10.29040/jiei.v1i02.30

Nugroho, L. (2020). Bank Syariah dan Dinamika Financial Technology (Fintek) Pada Era Revolusi
Industri 4.0. In Udin Saripudin (Ed.), Eksistensi Bisnis Islami di Era Revolusi Industri 4.0 (pp. 153–
181). Widina Bhakti Persada.

Nugroho, L., Chandra Husnadi, T., Utami, W., & Hidayah, N. (2017). Maslahah and Strategy To Establish
a Single State-Owned Islamic Bank in Indonesia. Tazkia Islamic Finance and Business Review,
10(1), 17–33.

Nugroho, L., Hidayah, N., Ali, A. J., & Badawi, A. (2020). E-Commerce to Improve Homemaker
Productivity (Women Entrepreneur Empowerment at Meruya Utara, Kembangan District, West
Jakarta, Indonesia). Amalee: Indonesian Journal of Community Research & Engagement, 1(01),
13–24.

Nugroho, L., & Husnadi, T. C. (2014). State-Owned Islamic Bank (BUMN) in Realizing The Benefit of
Ummah (Maslahah) and Indonesia as Islamic Financial Center in The World. In Proceedings in
11th International Research Conference on Quality, Innovation and Knowledge Management.
Bandung. (pp. 1–21).

Nugroho, L., Husnadi, T. C., Utami, W., & Hidayah, N. (2017). Maslahah and Strategy to Establish A
Single State-Owned Islamic Bank in Indonesia. Tazkia Islamic Finance and Business Review, 10(1),
17–33. Retrieved from http://www.tifbr-tazkia.org/index.php/TIFBR/article/view/97/106

Nugroho, L., & Tamala, D. (2018). Persepsi Pengusaha UMKM Terhadap Peran Bank Syariah. Jurnal
SIKAP (Sistem Informasi, Keuangan, Auditing Dan Perpajakan), 3(1), 49–62.

OJK. (2019). Statistik Perbankan Syariah. Retrieved June 20, 2020, from
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan-
syariah/Default.aspx

Permata, A., & Iqbal, A. (2019). Peran Vital Perguruan Tinggi menuju Indonesia sebagai Pusat
Keuangan Syariah. Retrieved June 19, 2020, from https://knks.go.id/berita/143/peran-vital-
perguruan-tinggi-menuju-indonesia-sebagai-pusat-keuangan-syariah?category=1

Sari, F., & Yoyok. (2019). Capai target, literasi keuangan di Indonesia capai 76,19%. Retrieved June 19,
2020, from https://keuangan.kontan.co.id/news/capai-target-literasi-keuangan-di-indonesia-
capai-7619

Soekapdjo, S., Nugroho, L., Badawi, A., & Utami, W. (2018). Bad Debt Issues in Islamic Bank : Macro
and Micro Influencing (Indonesia Cases). International Journal of Commerce and Finance, 4(1),
10–26.

Tommy Prasetyo, D. H. (2013). Modal Sosial Pengusaha Mikro Dan Kecil Sektor Informal Dan
Hubungannya Dengan Kinerja Bisnis Di Wilayah Jawa Timur. Agora, 1(3), 1–4.

Worokinasih, S. (2011). Penguatan Kinerja Lembangan Keuangan Mikro untuk Pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik, 7(2), 252–
271.
PROFIL PENULIS

Lucky Nugroho, lahir di Jakarta pada tanggal 21 Desember 1979. Pendidikan yang telah ditempuh
penulis adalah sebagai berikut:

▪ S1 Sarjana Ekonomi lulus pada tahun 2001 dari Fakultas Ekonomi pada jurusan Akuntansi
Universitas Islam Indonesia;
▪ S2 Magister Manajemen lulus pada tahun 2011 dari Universitas Trisakti;
▪ S2 Magister Akuntansi dengan konsentrasi Akuntansi Syariah dari Univesitas Padjadjaran Bandung
lulus pada tahun 2014;
▪ S2 Advance Master Microfinance lulus pada tahun 2015 dari Universite Libre de Bruxelles-Solvay
Brussels School of Economic and Management, Belgia;
▪ Post-Graduate dari Erasmus University Rotterdam pada tahun 2016 dengan konsentrasi
Sustainable Local Economics Development.

Saat ini penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana,
Jakarta sejak tahun 2015. Selain itu penulis juga sebagai praktisi pada perbankan, yaitu Bank
Rakyat Indonesia dari tahun 2002-2009. Sejak tahun 2009 s.d saat ini penulis juga masih aktif
sebagai Learning Consultant di bank syariah yaitu pada Bank Mandiri Syariah (BSM). Selain itu
penulis juga aktif sebagai pengurus pada bidang kerjasama Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
Komisariat Universitas Mercu Buana dan sebagai pengurus Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI)
wilayah Jakarta.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai