Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Literasi keuangan merupakan suatu kondisi seseorang yang

mempunyai pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep dan risiko

keuangan (OECD, 2016). Dari pengetahuan tersebut berkembang menjadi

keterampilan sebagai kemampuan dalam mengambil keputusan keuangan

yang rasional dan efektif (Kurihara, 2013). Menurut Atkinson dan Messy

(Institutional Investors and Green Infrastructure Investments, 2013)

pengetahuan dan keterampilan keuangan seseorang berpengaruh terhadap

sikap dan perilaku keuangannya. Pengetahuan yang meningkat akan

berdampak pada partisipasi positif seseorang terhadap kegiatan yang

berkaitan dengan keuangan dan kemungkinan besar akan menunjukkan

perilaku keuangan yang lebih baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Strategi Nasional Literasi dan

Inklusi Keuangan Indonesia (SNLKI) tahun 2013 (dalam OJK, 2017) membagi

tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia menjadi beberapa bagian, yaitu

well literate (21,84%), sufficient literate (75,69%), less literate (2,06%) dan not

literate (0,41%). Seseorang yang mempunyai tingkat literasi keuangan well

literate apabila memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga, produk

dan layanan jasa keuangan, serta keterampilan dalam mengetahui fitur,

manfaat, risiko, hak dan kewajiban dari produk dan layanan jasa keuangan

tersebut. Masyarakat yang well literate akan lebih mudah memahami informasi

dan mengakses industri jasa keuangan serta menentukan produk dan layanan

yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kehidupan ekonomi sehari-


hari. Dalam literatur Financial Literacy Around the World oleh Leora, Lusardi

dan Peter (Klapper dkk., ) menjelaskan bahwa keterampilan literasi keuangan

penting bagi seseorang yang akan melakukan pembayaran, tabungan, kredit

dan risiko produk. Namun, akses ke layanan keuangan bukanlah tujuan akhir

tetapi lebih kepada ketersediaan seseorang dalam berinvestasi untuk masa

depan dan bertahan dari goncangan ekonominya. Literasi keuangan dapat

mempengaruhi kesadaran dan sikap seseorang terhadap produk keuangan

dan penggunaan berbagai instrumen perencanaan keuangan yang tersedia

(Carpena, 2011).

Survei nasional literasi dan inklusi keuangan OJK menjelaskan indeks

literasi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2019 hanya mencapai

38,03% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270.203.917 jiwa (Badan

Pusat Statistik, 2020). Hal ini berarti dari setiap 100 penduduk hanya sekitar

38 orang yang termasuk dalam kategori well literate, yaitu hanya 102.758.549

jiwa yang memiliki pengetahuan cukup tentang bagaimana cara mengelola

uang dan memahami produk dan jasa keuangan. Namun angka ini lebih baik

dibandingkan dengan indeks literasi keuangan Indonesia pada tahun 2013

(sebanyak 21,8%) dan tahun 2016 (sebanyak 29,7%). Hal ini berarti tingkat

literasi keuangan di Indonesia dari masa ke masa mengalami peningkatan.

Namun tetap saja pertumbuhan tingkat literasi keuangan di Indonesia masih

dalam kategori rendah dibandingkan dengan persentase jumlah penduduk

yang banyak.
Gambar 1. Indeks Literasi Keuangan Indonesia Tahun 2013, 2016 dan 2019
(OJK, 2017)

Selain rendahnya tingkat literasi keuangan, indeks lliterasi keuangan

syariah di Indonesia juga masih rendah. Sejumlah 86,88% dari total penduduk

di Indonesia adalah beragama Islam (Badan Pusat Statistik, 2020), yang mana

Indonesia berada pada posisi ke 7 ranking global keuangan syariah dengan

total aset US$ 99 miliar (KNEKS, 2020). Banyaknya penduduk muslim ternyata

tidak menjadi jaminan terhadap tingginya tingkat literasi keuangan syariah.

Menurut laporan OJK 2019, indeks literasi keuangan syariah di Indonesia baru

mencapai 8,93% yang mana angka tersebut mengalami kenaikan 0,83% dari

tahun 2016 yang hanya sebesar 8,1%. Persentase ini tentunya sangatlah

rendah dibandingkan dengan persentase tingkat literasi keuangan

konvensional sehingga diperlukan adanya kerja keras untuk meningkatkan

pemahaman masyarakat mengenai keuangan syariah di tanah air.

Gambar 2. Indeks Literasi Keuangan Syariah di Indonesia Tahun 2016 dan


2019 (OJK, 2019)
Literasi keuangan mempunyai hubungan yang erat dengan inklusi

keuangan. Semakin tinggi literasi keuangan maka semakin tinggi pula inklusi

keuangan (OJK, 2017). Menurut World Bank (2014), terdapat korelasi positif

antara literasi keuangan dengan perluasan akses masyarakat terhadap

lembaga keuangan. Hasil penelitian The Relation Between Financial Literacy,

Financial Wellbeing and Financial Concern’s (Taft dkk., 2013) menjelaskan

literasi keuangan yang tinggi mengarah pada kesejahteraan keuangan yang

lebih besar dan meminimalisasi adanya kekhawatiran keuangan. Hal ini berarti

literasi keuangan berpengaruh terhadap kesejahteraan keuangan seseorang

dan berdampak pada perilakunya terhadap lembaga keuangan.

Gambar 3. Indeks Inklusi Keuangan Syariah di Indonesia Tahun 2016 dan


2019 (OJK, 2019)

Namun hasil pengujian ini menunjukkan korelasi yang lemah terhadap

literasi keuangan syariah. Artinya, belum tentu masyarakat yang mempunyai

literasi keuangan syariah yang baik akan menggunakan produk dan jasa

keuangan syariah. Pada gambar tersebut, tingkat inklusi keuangan syariah di

Indonesia mengalami penurunan 2%. Sedangkan tingkat literasi keuangannya

mengalami kenaikan 0.83%. Hal ini berarti bahwa tingkat literasi keuangan

syariah yang meningkat tidak diikuti dengan meningkatnya tingkat inklusi

keuangan syariah.

Dengan kondisi tersebut berarti terdapat kesenjangan antara indeks

literasi keuangan syariah dan inklusi keuangan syariah. Kesenjangan ini dapat
dianalisis dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inklusi keuangan

syariah sehingga berbeda dengan tingkat inklusi keuangan konvensional.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahman dkk., (2018) menjelaskan

bahwa faktor yang menentukan literasi keuangan syariah salah satunya adalah

pengetahuan keuangan (financial knowledge), perilaku keuangan (financial

behavior), sikap keuangan (financial attitude), faktor demografi dan

kepribadian. Mengacu pada penelitian tersebut berarti terdapat faktor lain yang

mempengaruhi seseorang untuk mengakses lembaga keuangan syariah selain

dari faktor pengetahuan tentang keuangan (financial knowledge).

Dalam penelitian Agus Yulianto (2018) menunjukkan bahwa literasi

keuangan syariah tidak berpengaruh terhadap keputusan menabung dan

keputusan asuransi di lembaga keuangan syariah. Sedangkan literasi

keuangan syariah berpengaruh negatif terhadap keputusan pembiayaan dan

investasi di lembaga keuangan syariah. Tetapi kualitas terpersepsi yang

dimoderasi oleh religiusitas berpengaruh positif terhadap keputusan

menabung dan pembiayaan pada lembaga keuangan syariah. Terdapat

banyak faktor yang mempengaruhi tingkat inklusi keuangan syariah yang mana

hal itu berarti tidak sepenuhnya keputusan-keputusan keuangan seseorang

tergantung pada literasi keuangannya.

Inklusi keuangan syariah di Indonesia berdasarkan sektor jasa

keuangannya didominasi oleh perbankan syariah dengan tingkat inklusi

sebesar 9,00% (OJK, 2019). Semakin tinggi tingkat inklusi keuangan syariah,

semakin meningkat pula market share perbankan syariah. Pertumbuhan

market share rendah menjadi tantangan dalam perkembangan perbankan

syariah yang tentunya akan berpengaruh terhadap kemajuan bisnis perbankan

syariah. Namun, ada beberapa faktor yang menyebabkan market share

perbankan syariah di Indonesia rendah, diantaranya: tingkat literasi keuangan


syariah yang rendah, kurangnya kualitas sumber daya manusia, kurangnya

pemahaman masyarakat tentang pengelolaan bank syariah, rendahnya

inovasi perbankan dalam memasarkan produk dan layanan jasa, serta

kurangnya implementasi GCG (Good Corporate Governance) pada bank

syariah (Rahman, 2012). Melihat kondisi tersebut, perlu adanya usaha dari

berbagai pihak untuk meningkatkan market share bank syariah dengan

meminimalisir faktor-faktor yang berpengaruh dan memaksimalkan

kekurangan-kekurangan yang ada dalam pengelolaan bank syariah.

Bank syariah merupakan bank yang menjalankan usahanya dengan

prinsip syariah yang mengacu pada Al-Qur’an dan Hadist. Bank syariah

dikembangkan sebagai lembaga bisnis keuangan yang melaksanakan

kegiatan usaha sejalan dengan prinsip ekonomi Islam. Selain berfokus pada

tujuan komersil dengan memaksimalkan keuntungan, bank syariah juga

mempertimbangkan peranannya dalam memberikan kesejahteraan bagi

masyarakat luas (Herry & Khaerul, 2013). Hal yang membedakan antara bank

syariah dengan bank konvensional adalah larangan transaksi dengan

menggunakan sistem bunga yang mana dalam terminologi hukum Islam

adalah riba (Nurhidayati & Si, 2020). Riba dalam segala bentuknya dilarang

bahkan dalam Al-Qur’an dijelaskan secara tegas. Seperti dalam surat Al-

Baqarah ayat 278-279 yang dinyatakan sebagai berikut:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika
kamu melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-
Nya. Tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu.
Kamu tidak berbuat dzalim (merugikan) dan tidak didzalimi (dirugikan)”. (QS.
Al-Baqarah, Ayat 278-279).

Dalam bank syariah dikenal dengan istilah kepatuhan syariah (shariah

compliance) yang merupakan bagian dari pelaksanaan manajemen bank.

Prinsip syariah adalah pondasi dari bank syariah dan karenanya tidak ada bank

syariah yang berfungsi tanpa kepatuhan syariah. Kepatuhan syariah adalah

manifestasi pemenuhan seluruh prinsip syariah lembaga yang menjadi wujud,

karakteristik, integritas dan kredibilitas bank syariah. Prinsip syariah adalah

pondasi dari bank syariah dan karenanya tidak ada bank syariah yang

berfungsi tanpa kepatuhan syariah (Wulpiah, 2017). Secara teoritis, seluruh

konsep bank syariah sudah sesuai dengan prinsip syariah. Namun secara

praktis, masih terdapat banyak perbincangan mengenai sisi syariah dari bank

syariah.

Dalam penelitian Shariah Compliance in Islamic Banking studi empiris

di salah satu bank syariah di Bangladesh (Kari̇ m & Shetu, 2020) menjelaskan

ada beberapa permasalahan tentang bank syariah yang tidak sepenuhnya

mematuhi syariat Islam. permasalahan tersebut diantaranya karena sistem

ekonomi, kurangnya regulasi pemerintah tentang Sumber Daya Insani (SDI),

kurangnya penelitian dan pengembangan, trend yang masih berfokus kepada

duplikasi produk keuangan konvensional, serta kurangnya aturan

kelembagaan yang memadai. Kepatuhan syariah bukan hanya sebuah sistem,

tetapi harus menjadi prinsip dasar dalam bank syariah. Melihat hal tersebut,

penting untuk dilakukan evaluasi dan pengawasan seluruh stake holder

(pemangku kepentingan) bank syariah mengenai kepatuhan syariah sebagai

langkah untuk memastikan kebijakan, ketentuan, prosedur dan kegiatan usaha

bank sesuai dengan prinsip syariah (Budi, 2012).


Kepatuhan syariah salah satu aturan yuridis yang harus dihadapi oleh

semua bank syariah dikarenakan kepatuhan terhadap prinsip syariah

merupakan sebuah keharusan bagi industri keuangan syariah. Perbedaan

yang mendasar antara bank syariah dan bank konvensional adalah terdapat

prinsip kepatuhan syariah yang harus dijalankan oleh bank syariah. Dengan

demikian, pengawasan tentang kepatuhan syariah tidak terlepas dari

keberadaan lembaga yang mengawasi penerapan prinsip syariah pada bank

syariah yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan regulasi yang diatur

berada dalam DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia)

(Nurhisam, 2016).

Bank syariah merupakan lembaga usaha yang memaksimalkan

pelayanan jasa, oleh karena itu reputasi bank sangat berpengaruh terhadap

keberlangsungan usaha. Bank syariah dituntut untuk selalu memberikan

kepercayaan dan kepuasan masyarakat dalam memanfaatkan produk dan

jasa keuangan syariah (Sunarsih & Wijayantie, 2021). Masyarakat sangat

selektif dalam mengambil keputusan untuk menggunakan produk dan jasa

bank syariah. Dalam penelitian Roni Andespa (2017), faktor-faktor yang

mempengaruhi minat nasabah dalam menabung di bank syariah adalah faktor

marketing mix, faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi

dengan persentase varian 74,46%. Sedangkan dalam penelitian Rahma

(2017), religiusitas, kepercayaan, pengetahuan dan lokasi berpengaruh secara

signifikan terhadap minat masyarakat dalam menabung di bank syariah.

Pada penelitian lain, salah satunya yang dilakukan oleh Ruwaidah

(2020) tentang pengaruh literasi keuangan syariah dan shariah governance

terhadap keputusan mahasiswa dalam menggunakan jasa perbankan syariah

menemukan hasil bahwa literasi keuangan syariah berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel keputusan mahasiswa dengan nilai signifikansi =


0,17. Sedangkan variabel shariah governance tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap keputusan mahasiswa dalam menggunakan jasa

perbankan syariah. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Bobby (2019)

tentang pengaruh kepatuhan pengelolaan berdasarkan prinsip syariah serta

fitur dan fasilitas terhadap minat menggunakan produk pada bank syariah

masyarakat Surabaya memperoleh hasil, variabel shariah compliance serta

variabel fitur dan fasilitas berpengaruh terhadap minat masyarakat dalam

menggunakan produk perbankan syariah. Penellitian yang dilakukan oleh

Mansour (2019) tentang Customer’s Perception of Selection Criteria Used by

Islamic Bank Customer in Sudan, indikator kepatuhan syariah menjadi faktor

yang diprioritaskan oleh nasabah bank syariah di Sudan daripada faktor lain

yang dianggap penting, seperti: pengalaman, kenyamanan, kualitas pelayanan

dan reputasi bank. Dengan demikian, persepsi masyarakat tentang kepatuhan

syariah merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan minat

masyarakat untuk menjadi nasabah bank syariah.

Kabupaten Malang merupakan wilayah terpadat kedua di Jawa Timur

setelah Kota Surabaya yaitu dengan jumlah penduduk sekitar 2.654.448 jiwa.

Dari jumlah penduduk ini didominasi oleh penduduk muslim sebesar 96,77% .

Namun jumlah bank syariah yang terdapat di Kabupaten Malang masih 19

kantor Bank Umum Syariah (BUS) dibandingkan dengan bank konvensional

yang jumlahnya 109 kantor (Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang, 2021).

Hal ini tentunya menjadi perhatian dalam penelitian ini mengingat jumlah

penduduk muslim yang banyak tak sebanding dengan jumlah bank syariah

yang ada.

Selain itu, Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang mempunyai

indeks literasi keuangan syariah tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 29,4% dari

total tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia. Namun masih terdapat gap
yang tinggi antara indeks literasi keuangan syariah dan inklusi keuangan

syariah di Jawa Timur dengan tingkat inklusi keuangan syariah yang hanya

12,2% (OJK, 2017). Mengingat Kabupaten Malang merupakan wilayah

terpadat kedua di Jawa Timur tentunya mempunyai pengaruh dengan

kesenjangan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di Jawa Timur. Perlu

diketahui lebih lanjut penyebab dari kesenjangan ini salah satunya dengan

meneliti dan mengetahui pengaruh masyarakat tentang literasi keuangan

syariah dan pengaruh lain yang mempengaruhi terhadap minat meningkatkan

inklusi keuangan syariah salah satunya dengan menjadi nasabah pada bank

syariah.

Kecamatan kepanjen

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menggabungkan antara

variabel literasi keuangan syariah dengan variabel persepsi kepatuhan

syariah. Alasannya adalah untuk mengetahui pengaruh lain yang

menyebabkan kesenjangan antara indeks literasi keuangan dan inklusi

keuangan syariah di Kabupaten Malang. Literasi keuangan syariah merupakan

kompetensi dasar masyarakat tentang keuangan syariah. Sedangkan

kepatuhan syariah adalah bagian terpenting dalam pelaksanaan bisnis bank

syariah yang menjadi salah satu penilaian dari reputasi dan minat masyarakat

untuk menjadi nasabah. Dengan demikian, literasi keuangan syariah dan

persepsi kepatuhan syariah perlu diteliti lebih lanjut antara pengaruh keduanya

(secara simultan) dan pengaruh salah satunya dengan minat masyarakat untuk

menjadi nasabah pada bank syariah (secara parsial).

Dalam memahami perilaku individu khususnya tentang minat seseorang

terhadap suatu perilaku, diperlukan adanya model penelitian mengenai

hubungan psikologi dengan perilaku manusia. Theory of Planned Behavior

(TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen paling banyak diterapkan dan paling
memuaskan dalam mempelajari perilaku manusia dan psikologi. Theory of

planned behavior mencakup dimensi esensial yang dianggap mampu

menjelaskan perilaku manusia. Dalam TPB menyatakan bahwa perilaku

dipengaruhi oleh niat yang kemudian dipengaruhi oleh sikap terhadap individu.

Sedangkan sikap dapat didefinisikan sebagai hasil dari penilaian perilaku

tertentu (Ajzen, 1991).

Di dalam teori planned behavior, sikap perilaku terdapat dua aspek

pokok, yaitu aspek pengetahuan dan keyakinan. Aspek pengetahuan individu

tentang suatu obyek dapat berupa opini yang belum tentu sesuai dengan

kenyataan. Sedangkan dalam aspek sikap berarti keyakinan individu dalam

menampilkan atau tidak menampilkan sesuatu dengan mempertimbangkan

outcome (akibat atau hasil) dari perilaku tersebut. Maksudnya, semakin positif

pengetahuan dan keyakinan individu akan berpengaruh terhadap suatu sikap

dan semakin positif pula sikap individu tersebut terhadap suatu objek (Asep &

Purnana, 2021).

Dalam penelitian ini, penulis berusaha menguji pengaruh literasi

keuangan syariah dan persepsi kepatuhan syariah terhadap minat (intention)

masyarakat Kabupaten Malang untuk menjadi nasabah bank syariah dengan

menggunakan theory planned behavior yang mana masih belum ada peneliti

yang meneliti hal ini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh literasi keuangan syariah dan persepsi kepatuhan syariah

masyarakat Kabupaten Malang secara signifikan terhadap minat menjadi

nasabah pada Bank Syariah. Hal ini yang menjadi latar belakang dituliskannya

skripsi yang berjudul “Pengaruh Literasi Keuangan Syariah dan Persepsi

Kepatuhan Syariah Masyarakat Kabupaten Malang Terhadap Minat

Menjadi Nasabah Pada Bank Syariah”.

2.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka rumusan

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah literasi keuangan syariah masyarakat Kabupaten Malang

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap minat menjadi nasabah

pada Bank Syariah?

2. Apakah persepsi kepatuhan syariah masyarakat Kabupaten Malang

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap minat menjadi nasabah

pada Bank Syariah?

3. Apakah literasi keuangan syariah dan persepsi kepatuhan syariah

masyarakat Kabupaten Malang berpengaruh signifikan secara simultan

terhadap minat menjadi nasabah pada Bank Syariah?

2.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh signifikan secara parsial literasi keuangan syariah

masyarakat Kabupaten Malang terhadap minat menjadi nasabah pada

Bank Syariah.

2. Mengetahui pengaruh signifikan secara parsial persepsi kepatuhan syariah

masyarakat Kabupaten Malang terhadap minat menjadi nasabah pada

Bank Syariah.

3. Mengetahui pengaruh signifikan secara simultan literasi keuangan syariah

dan persepsi kepatuhan syariah masyarakat Kabupaten Malang terhadap

minat menjadi nasabah pada Bank Syariah.

2.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap

pengembangan ilmu keuangan khususnya yang berkaitan dengan literasi

keuangan dan kepatuhan syariah pada bank syariah. Selain itu, penelitian

ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori planned

of behavior yang diterapkan dalam menentukan pengaruh variabel X

(literasi keuangan syariah dan persepsi kepatuhan syariah) dengan

variabel Y minat menjadi nasabah pada bank syariah. Penelitian ini juga

dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan pengaruh literasi keuangan syariah dan persepsi

kepatuhan syariah terhadap minat menjadi nasabah pada bank syariah.

2. Secara Praktis

a. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan sarana menambah wawasan

dan pengetahuan khususnya mengenai bank syariah.

b. Bagi Akademik, penelitian ini dapat menambah karya ilmiah khususnya

bagi prodi perbankan syariah dan dapat dijadikan sebagai bahan

referensi untuk penelitian selanjutnya.

c. Bagi Instansi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam

pengambilan kebijakan untuk meningkatkan jumlah nasabah bank

syariah. Selain itu, bagi instansi pemerintah penelitian ini dapat

dijadikan sebagai acuan dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah

di Indonesia.

2.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub bab, berikut ini

adalah sistematika pembahasan skripsi ini secara lengkap:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, pertama membahas latar belakang masalah penelitian,

yaitu gambaran mengenai kesenjangan literasi keuangan syariah dan inklusi


keuangan syariah dan rendahnya marketshare perbankan syariah yang

rendah serta urgensi kepatuhan syariah terhadap reputasi bank sehingga

dianalisis menggunakan Teori Planned Behavior dalam mempengaruhi minat

menjadi nasabah pada bank syariah. Kedua, rumusan masalah yang akan

dikaji dan diteliti yang mana pada penelitian ini mengambil 3 (tiga) rumusan

masalah yang berkaitan dengan latar belakang penulisan skripsi “Pengaruh

Literasi Keuangan Syariah dan Persepsi Kepatuhan Syariah Masyarakat

Kabupaten Malang Terhadap Minat Menjadi Nasabah pada Bank

Syariah”. Ketiga, tujuan penelitian yang mana dalam penelitian ini bertujuan

untuk mencapai hal-hal yang berdasarkan dengan rumusan masalah.

Keempat, manfaat penelitian, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat

berkontribusi secara teoritis maupun secara praktis. Kelima, sistematika

pembahasan yaitu gambaran mengenai hal-hal yang tertulis dalam semua

bab.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini terdapat pembahasan mengenai kajian empiris berupa

studi penelitian terdahulu, kajian pustaka dari variabel penelitian beserta

indikatornya (teori planned behavior, literasi keuangan syariah, persepsi

kepatuhan syariah serta bank syariah), kerangka pemikiran dan penjelasan

hubungan antar variabel serta penjelasan hipotesis penelitian yang

menggunakan jenis hipotesis asosiatif.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini terdapat pembahasan mengenai rancangan penelitian,

lokasi dan waktu penelitian, variabel penelitian peserta definisi

operasionalnya, populasi dan sampel penelitian, sumber data penelitian,

metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini terdapat penyajian data hasil penelitian secara

kronologis serta pembahasan mengenai analisis dan interpretasi hasil

penelitian.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang terkait langsung

dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.6 Kajian Empiris

1. Penelitian Skripsi Nurul Novaria (2020), dengan judul “Pengaruh Literasi

Keuangan Syariah dan Penerapan Good Corporate Governance

Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah Bank Umum Syariah di

Ponorogo”. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh secara

parsial dan simultan baik variabel literasi keuangan syariah dan good

corporate governance terhadap keputusan menjadi nasabah Bank Umum

Syariah di Ponorogo. Tetapi, ketika diuji secara bersama-sama variabel

good corporate governance menjadi lebih dominan dan lebih berpengaruh

daripada variabel literasi keuangan syariah.

2. Penelitian Skripsi Bobby Raditya Priambodo (2019), dengan judul

“Pengaruh Kepatuhan Pengelolaan Bank Syariah Berdasarkan Prinsip

Syariah (Shariah Compliance) Serta Fitur dan Fasilitas Produk Perbankan

Syariah Terhadap Minat Menggunakan Produk Lain Pada Perbankan

Syariah”. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan

secara parsial dan simultan antara kepatuhan pengelolaan bank syariah

berdasarkan sharia compliance serta fitur dan fasilitas terhadap minat

menggunakan produk pada perbankan syariah.

3. Penelitian Jurnal Ahmad Fauzi dan Indri Murniawaty (2020), dengan judul

“Pengaruh Religiusitas dan Literasi Keuangan Syariah Mahasiswa

Terhadap Minat Menjadi Nasabah di Bank Syariah”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel literasi keuangan syariah dan religusitas

berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap minat menjadi nasabah


pada bank syariah dengan pengaruh simultan variabel literasi keuangan

syariah sebesar 17,97% dan variabel religiusitas sebesar 4,494%.

Tabel 1.
Studi Penelitian Terdahulu

No. Peneliti/Judul Hasil Persamaan Perbedaan


1. Nurul Novaria Literasi a. Variabel X1 a. Variabel
(2020), keuangan (literasi X2
Pengaruh syariah dan good keuangan b. Variabel Y
Literasi corporate syariah). c. Teori
Keuangan governance b. Metode dasar
Syariah dan berpengaruh penelitian d. Objek
Penerapan secara parsial (kuantitatif). penelitian
Good Corporate dan simultan
Governance terhadap
Terhadap keputusan
Keputusan menjadi nasabah
Menjadi bank syariah
Nasabah Bank dengan variabel
Umum Syariah good corporate
di Ponorogo. governance lebih
dominan.
2. Bobby Raditya Kepatuhan a. Metode a. Variabel
Priambodo pengelolaan penelitian X1
(2019), bank syariah (kuantitatif) b. Variabel
Pengaruh berdasarkan b. Teori X2
Kepatuhan sharia shariah c. Variabel
Pengelolaan compliance serta compliance Y
Bank Syariah fitur dan fasilitas d. Teori
Berdasarkan berpengaruh dasar
Prinsip Syariah signifikan secara e. Objek
(Shariah parsial dan penelitian
Compliance) simultan
Serta Fitur dan terhadap minat
Fasilitas Produk menggunakan
Perbankan produk pada
Syariah perbankan
Terhadap Minat syariah.
Menggunakan
Produk Lain
Pada
Perbankan
Syariah
3. Ahmad Fauzi Variabel literasi a. Variabel X1 a. Variabel
dan Indri keuangan (literasi X2
Murniawaty syariah dan keuangan b. Teori
(2020), religusitas syariah). dasar
Pengaruh berpengaruh b. Variabel Y c. Objek
Religiusitas dan secara parsial (minat penelitian
Literasi dan simultan menjadi
Keuangan terhadap minat nasabah
Syariah menjadi nasabah pada bank
Mahasiswa pada bank syariah).
Terhadap Minat syariah dengan c. Metode
Menjadi pengaruh penelitian
Nasabah di simultan variabel (kuantitatif).
Bank Syariah literasi keuangan
syariah sebesar
17,97% dan
variabel
religiusitas
sebesar 4,494%.
Sumber: Data diolah pribadi

Penjelasan tabel dan perbedaan signifikan

2.7 Kajian Teoritis


2.2.1 Teori Planned Behavior
1. Konsep Dasar

Oktaviana (2015) menjelaskan perilaku adalah segenap perwujudan

sikap individu dalam berinteraksi dengan lingkungan baik perilaku yang

tampak maupun yang tak tampak serta yang dirasakan maupun yang

tidak dirasakan. Sedangkan menurut Gibson dalam buku Wardiah (2016)

mendefinisikan perilaku adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang. Wawan (2011) juga merumuskan bahwa perilaku adalah

suatu tindakan yang dapat diteliti dan mempunyai durasi, frekuensi

spesifik dan tujuan baik yang disadari maupun tidak. Perilaku merupakan

hasil pengalaman dari interaksi manusia dan lingkungan yang terbentuk

dalam pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmojo, 2011). Perilaku

juga merupakan aktivitas organisme terhadap sesuatu yang

bersangkutan Soekidjo (2007).

Skinner (2001) menyatakan perilaku adalah reaksi seseorang

terhadap rangsangan dari luar. Rangsangan ini berasal dari lingkungan

yang dapat mempengaruhi setiap individu. Wujud respon seseorang


terhadap rangsangan menurut Bloom (2011) dalam Wardiah (2016)

terbentuk dalam tiga domain yang terdiri atas:

a. Pengetahuan (Knowledge), merupakan hasil dari proses seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

b. Sikap (attitude), merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang masih tertutup yang berupa kesiapan untuk

bertindak.

c. Tindakan (prantice), merupakan kecenderungan bentuk kelanjutan

dari sikap yang mana dapat terwujud dengan beberapa kemungkinan

dan biasanya ditunjang dengan fasilitas dan sarana prasarana.

Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan perilaku

adalah tanggapan seseorang terhadap pengaruh dari luar yang terwujud

dalam sikap atau tindakan dengan beberapa kemungkinan.

Intensi adalah perwujudan kognitif seseorang dari kesigapan untuk

melakukan suatu perilaku tertentu (Siti dan Haryani, 2012). Menurut Ajzen

(1991) intensi merupakan rencana perilaku yang dapat dilakukan untuk

memprediksi perilaku seseorang secara langsung. Intensi menunjukkan

keinginan seseorang yang memicu perilaku individu untuk melakukan

tindakan (Ajzen, 1988). Dengan demikian, intensi adalah wujud kesiapan

seseorang dalam bersikap dan bertindak.

Intensi merupakan variabel yang dapat menyebabkan beberapa

kemungkinan terjadinya perilaku individu tertentu. Intensi dan perilaku

merupakan dua hal saling berhubungan. Perilaku merupakan tindakan

yang dilakukan berdasarkan oleh intensi individu. Terdapat beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antara intensi dan perilaku

(Fishbein dan Ajzen, 1975) yaitu:

a. Tingkat Rincian
Semakin tinggi tingkat rincian suatu intensi akan memperbesar

prediksi terhadap suatu intensi dan perilakunya. Tingkat rincian ini

terdiri dari empat elemen yang disebut TACT, yaitu: Target (target

tingkah laku), Action (tingkah laku yang ditampilkan), Context

(situasi) dan Time (waktu).

b. Stabilitas Intensi

Semakin besar tingkat ketergantungan seseorang terhadap

orang lain, semakin rendah tingkat korelasi intensi perilaku. Tingkat

ketergantungan ini disebabkan oleh intensi seseorang yang bersifat

labil (sering berubah) karena berjalannya waktu dan terjadinya

kemungkinan-kemungkinan informasi baru yang muncul.

c. Kendali Kemauan

Semakin besar kemauan seseorang semakin besar

kemungkinan intensi dapat dicapai. Kemauan adalah usaha untuk

menggapai tujuan yang begitu kuat sehingga mendorong seseorang

untuk menyingkirkan nilai-nilai tertentu yang tidak sesuai dengan

tujuan.

Ajzen (2005) juga menjelaskan terdapat dua hal untuk

mendapatkan respon tingkah laku individu yang ingin diteliti yaitu

kesesuaian (compatibility) dan specificity atau generality. Keseseuaian ini

diukur dengan empat elemen tingkat rincian TACT yang mana dalam

asumsi ini dijelaskan bahwa ketika mengukur niat atau intensi perilaku

terjadi konteks dan waktu yang sama maka dapat diukur pula perilaku

tersebut (Ajzen, 1988). Sedangkan dalam specificity dan generality

dijelaskan bahwa elemen TACT tidak hanya membentuk perilaku yang

spesifik tetapi juga harus dapat meluaskan (generalisasi) satu atau lebih

elemen perilaku tersebut.


2. Sejarah Teori Planned Behavior

Teori planned behavior merupakan pnegembangan dari teori

Reasoned Action (TRA) yang dikemukakan oleh M. Fishbein dan Ajzen

pada tahun 1975. Dalam teori reasoned action diterapkan untuk

mengetahui alasan atau latar belakang dari sebuah perilaku (tindakan).

Teori ini dikembangkan lebih lanjut oleh Ajzen (1985) menjadi Theory of

Planned Behavior (TPB) yang diterapkan untuk memprediksi perilaku

individu secara lebih spesifik dengan melibatkan Perceived Behavior

Control (PBC) dari sisi sosial (Ramdhani, 2011).

Dalam teori reasoned action menjelaskan bahwa hubungan intensi

dan perilaku sepenuhnya berada dalam kontrol individu. Dalam teori ini

sikap individu tidak berpengaruh secara langsung terhadap perilaku dan

hanya menjadi variabel penentu intensi. Sedangkan dalam teori-teori

sebelumnya, terdapat empat variabel dalam memprediksi perilaku yaitu:

keyakinan (beliefs), sikap (attitude), intensi (intention) dan perilaku

(behavior) sehingga sikap merupakan variabel penentu langsung dari

tingkah laku. Hal ini tentunya dapat mengeliminasi ketidakkonsistenan

akibat ketidakseragaman fokus para peneliti terhadap variabel yang sama

(Fishbein & Ajzen, 1975)

Perubahan teori reasoned action menjadi teori planned behavior

disebabkan karena tidak semua perilaku yang dilakukan oleh manusia

berada di bawah kontrol individunya. Ajzen (1988) menemukan bahwa

dalam mencapai tujuan perilaku tidak hanya ditentukan oleh intensi

individu tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non motivasi (seperti

kesempatan dan sumber yang mendukung perilaku). Dalam teori planned

behavior perilaku manusia didasari oleh tingkah laku dengan mengambil

informasi yang tersedia yang kemudian secara eksplisit dan implisit akan
mempertimbangkan akibat dari perilaku tersebut. Dengan begitu, sikap

individu terhadap perilaku merupakan hal penting yang sanggup

memperkirakan tindakan dan perlu mempertimbangkan juga sikap

seseprang terhadap norma subjektif serta mengukur kontrol perilaku

seseorang tersebut (persepsi) (Fishbein & Ajzen, 1975)

3. Asumsi Teori Planned Behavior

Dalam teori planned behavior terdapat tiga variabel independen,

yaitu: sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi pengendali

perilaku. Teori planned behavior dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Teori Planned Behavior (Ajzen, 2019)

Penjelasan gambar tersebut adalah perilaku manusia ditentukan oleh

tiga pertimbangan, yaitu sikap (attitude), norma subjektif (subjective

norms) dan persepsi pengendali perilaku (perceived behavior control).

Dari ketiga variabel tersebut berasal dari tiga elemen yaitu keyakinan

perilaku (behavior beliefs), keyakinan normatif (normative beliefs) dan

keyakinan kontrol (control beliefs). Tiga elemen ini dipengaruhi oleh faktor

latar belakang (background factor) yang hasilnya dapat mempengaruhi

intensi dan tindakan seseorang (Ajzen, 2005). Secara rinci variabel-

variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Keyakinan Perilaku (Behavior beliefs)

Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan keyakinan adalah

kemungkinan subjektif dari sebuah hubungan antara objek keyakinan

dengan objek lainnya yang diperoleh melalui observasi langsung.

Keyakinan perilaku merupakan keyakinan akan konsekuensi serta

evaluasi dari kemunculan tingkah laku. Keyakinan ini berkaitan

dengan pemahaman individu terhadap lingkungannya yang

dilakukan dengan menghubungkan antara perilaku tertentu dengan

mempertimbangkan berbagai kerugian dan manfaat yang mungkin

diperoleh apabila individu tersebut melakukan atau tidak

melakukannya (Ramdhani, 2011). Keyakinan dibagi menjadi tiga

jenis menurut Fishbein dan Ajzen (1975) yaitu sebagai berikut:

1) Descriptive belief, yaitu keyakinan yang dibentuk melalui

pengalaman individu secara langsung dengan objek terkait.

2) Inferential belief, yaitu keyakinan yang dibentuk oleh penarikan

kesimpulan dan bukan melalui pengalaman secara langsung.

3) Informational belief, yaitu keyakinan yang didapat melalui

penerimaan informasi dari luar individu.

Ajzen (2005) mengemukakan bahwa keyakinan seseorang

mengenai konsekuensi perilaku akan menentukan sikap terhadap

perilaku (attitude toward the behavior). Sikap (attitude) adalah

kecenderungan untuk menanggapi hal-hal yang bersifat evaluatif

baik yang disenangi atau tidak disenangi terhadap suatu objek atau

peristiwa. Perbedaan sikap dengan variabel lainnya adalah sikap

bersifat evaluatif dan cenderung afektif. Sikap individu dapat

mengacu pada perasaan dan penilaian terhadap suatu objek atau

permasalahan tertentu. Dari Keyakinan ini akan memperkuat individu


dan berpengaruh positif apabila berdasarkan pertimbangan individu

memberikan keuntungan baginya.

b. Keyakinan Normatif (Normative beliefs)

Keyakinan normatif merupakan keyakinan akan harapan

normatif dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. Menurut

Fishbein dan Ajzen (2005) keyakinan normatif menunjukkan bahwa

seseorang akan melakukan atau tidak melakukan, menyetujui atau

tidak menyetujui, terlibat atau tidak melibatkan dirinya dalam tingkah

laku tertentu. Dari keyakinan normatif akan menentukan norma

subjektif yaitu persepsi seseorang karena pengaruh sosial untuk

menunjukkan atau tidak menunjukkan perilaku dengan pertimbangan

tertentu. Norma subjektif berfokus pada urgensinya pihak luar dalam

persetujuan seseorang atas tindakan tertentu (Cristina & kristanto,

2019).

Norma subjektif ini sifatnya subjektif yang didasari oleh

keyakinan. Perbedaan antara sikap terhadap perilaku dan norma

subjektif adalah terletak pada fungsi keyakinan individu yang

diperoleh. Maksudnya sikap terhadap perilaku adalah fungsi dari

keyakinan individu terhadap perilaku yang akan dilakukan.

Sedangkan norma subjektif merupakan fungsi dari keyakinan individu

atas dasar pandangan orang lain terhadap objek sikap yang

berhubungan dengan individu (Ramdhani, 2011). Dengan begitu,

norma subjektif adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

intensi suatu individu.

c. Keyakinan Kontrol (Control beliefs)

Keyakinan kontrol merupakan keyakinan individu terhadap

kehadiran kontrol yang berfungsi sebagai pendukung atau


penghambat dalam bertingkah laku. Keyakinan kontrol ini akan

membentuk perceived behavior control atau persepsi kontrol perilaku.

Perceived behavior control adalah persepsi individu mengenai

kemampuan dalam mewujudkan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005

dalam Ramdhani, 2011). Keyakinan ini didapat dari pengalaman

masa lalu atau hasil dari sikap dan norma subjektif suatu individu

terhadap perilaku. Selain dibentuk oleh keyakinan kontrol, perceived

behavior control juga dibentuk oleh seberapa mampu kontrol tersebut

untuk mempengaruhi individu dalam bertingkah laku (perceived

power).

Secara umum dapat dijelaskan bahwa semakin baik sikap dan

norma subjektif individu terhadap perilaku maka semakin besar pula

kontrol perilaku yang dirasakan. Akibatnya semakin kuat intensi individu

tersebut untuk melakukan perilaku. Demikian pula sebaliknya, intensi

(minat) dipandang sebagai sebagai satu variabel penentu bagi perilaku

yang dipengaruhi oleh tiga variabel independen (attitude, normative dan

perceived control).

4. Analisis Teori Planned Behavior Terhadap Minat Menjadi Nasabah Bank

Syariah

Dalam teori planned behavior terdapat tiga asumsi dalam

membentuk minat seseorang yaitu keyakinan perilaku (behavior beliefs),

keyakinan normatif (normative beliefs) dan keyakinan kontrol. Dari ketiga

variabel independen ini membentuk tiga komponen yaitu sikap (attitude),

norma subjektif dan perceived behavior control (persepsi kontrol

perilaku). Dengan demikian, analisis teori planned behavior terhadap

minat menjadi nasabah pada bank syariah dapat didefinisikan sebagai

berikut:
a. Sikap Terhadap Bank Syariah

Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk melakukan suatu

perilaku atau tindakan yang ditentukan oleh keyakinan mengenai

konsekuensi dari perilaku tersebut (Afrieanty, 2021). Sikap adalah

prediktor utama yang mempengaruhi minat. Menurut Loudon dan

Bitta (1993), sikap terbagi menjadi tiga komponen yaitu:

1) Komponen kognitif (belief), adalah pengetahuan dan

kepercayaan seseorang terhadap perilaku.

2) Komponen afektif (feeling), adalah perasaan seseorang tentang

objek sikap.

3) Komponen konatif (behavior), adalah kecenderungan seseorang

terhadap objek sikap.

Sedangkan menurut Rahmadanty (2015) indikator sikap

terhadap minat menggunakan produk bank syariah adalah:

1) Kesukaan untuk menggunakan produk dan jasa bank syariah.

2) Tanggapan dalam menggunakan produk dan jasa bank syariah.

3) Ketertarikan dalam menggunakan produk bank syariah.

4) Pandangan terhadap produk bank syariah.

Dilihat dari komponen tersebut, maka indikator sikap (attitude)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan masyarakat tentang bank syariah.

2) Tanggapan masyarakat tentang bank syariah.

3) Ketertarikan masyarakat untuk menjadi nasabah bank syariah.

4) Pandangan masyarakat sekitar tentang bank syariah.

b. Norma Subjektif

Norma subjektif dibentuk oleh keyakinan normatif mengenai

harapan-harapan kelompok orang tertentu yang dianggap penting


dan motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut (Priaji, t.t.).

Menurut Ajzen (2005) terdapat dua determinan dalam norma subjektif

yaitu:

1) Normative belief, yaitu keyakinan bahwa suatu individu atau

kelompok tertentu menerima atau menolak sebuah perilaku.

2) Motivation, yaitu motivasi individu untuk memenuhi harapan

kelompok tersebut.

Dengan demikian, indikator norma subjektif yang digunakan

terhadap minat menjadi nasabah pada bank syariah adalah:

1) Sumber informasi tentang bank syariah (rekomendasi).

2) Seberapa besar kemungkinan kebanyakan orang terpenting

menyetujui konsep bank syariah.

3) Respon terhadap pengaruh orang yang menyetujui bank syariah.

c. Perceived Behavior Control

Perceived behavior control adalah variabel yang ditambahkan

dalam pengembangan teori reasoned action menjadi teori planned

behavior. Perceived behavior control adalah persepsi kemampuan

atau ketidakmampuan seseorang untuk menampilkan perilaku (Priaji,

2011). Persepsi kontrol perilaku merupakan persepsi seberapa

mudah atau seberapa sulit untuk menampilkan perilaku. Dengan

demikian, indikator persepsi kontrol perilaku yang digunakan terhadap

minat menjadi nasabah adalah mengenai kemampuan dan

ketidakmampuan seseorang untuk menjadi nasabah pada bank

syariah.

2.2.2 Literasi Keuangan Syariah

1. Literasi Keuangan
Literasi keuangan yang biasa disebut juga dengan melek keuangan

merupakan komponen pengetahuan penting dalam kemajuan suatu

negara dikarenakan semakin tinggi tingkat literasi keuangan maka

semakin mudah sistem keuangan untuk diimplementasikan yang

kemudian akan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi suatu

negara (Kusumadewi, 2019). Menurut OJK dalam SNLKI tahun 2017

literasi keuangan merupakan pengetahuan, keyakinan dan keterampilan

seseorang yang mempengaruhi sikap dan perilaku dalam pengambilan

keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan.

Konsep literasi keuangan mempunyai unsur kemanfaatan bagi kehidupan

seseorang dikarenakan literasi keuangan merupakan kemampuan (soft

skill) untuk membuat penilaian dan pengambilan keputusan yang efektif

berdasarkan informasi yang benar tentang pengelolaan uang dan

lembaga keuangan (KNEKS, 2019).

Remund (2010) mendefinisikan bahwa literasi keuangan

merupakan pengukuran pemahaman seseorang mengenai konsep

keuangan, memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan, serta

mempunyai keyakinan dalam pengambilan keputusan keuangan dalam

jangka pendek dan jangka panjang dengan memperhatikan kondisi

ekonomi. Sedangkan menurut Huston (2010) menyatakan bahwa literasi

keuangan meliputi pengetahuan dan kesadaran akan instrumen

keuangan serta aplikasinya dalam bisnis dan kehidupannya. Literasi

keuangan yang baik jika dilihat dari sudut pandang konsumen akan

mengarah kepada keputusan pengeluaran yang mengutamakan kualitas

sehingga akan menghasilkan persaingan industri keuangan yang sehat

dan kompetitif (Lusardi & Mistchel, 2014). Pengetahuan dan keyakinan

seseorang terhadap keuangan akan mempengaruhi sikap dan


perilakunya dalam pengelolaan keuangan sehingga akan berpengaruh

juga terhadap kondisi perekonomiannya (OJK, 2017).

2. Konsep Literasi Keuangan Syariah

Literasi keuangan syariah merupakan pengetahuan dan

kemampuan kognitif seseorang mengenai konsep, prinsip dasar dan

produk lembaga keuangan syariah (Nasution & Nasution, 2019).

Sedangkan menurut Tedy dan Syamsu (2020) literasi keuangan syariah

adalah kecakapan atau kemampuan seseorang dalam memahami dan

menerapkan pengelolaan keuangan yang dibutuhkan dalam kehidupan

sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga mampu mencapai kesejahteraan

ekonomi baik secara lahir dan batin. Tujuan literasi keuangan syariah

bukan hanya tentang pemahaman saja tetapi juga supaya masyarakat

dapat mengenal, menentukan dan menggunakan produk dan jasa

lembaga keuangan syariah secara luas (Nasution & Nasution, 2019).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan syariah

merupakan kemampuan seseorang untuk memahami dan mempunyai

keterampilan dalam mengelola keuangan serta memiliki keyakinan

tentang lembaga keuangan syariah untuk mencapai kesejahteraan dunia

dan akhirat.

Literasi keuangan syariah tidak dapat dipisahkan dari aktivitas

ekonomi syariah. Sehingga literasi keuangan syariah tidak dapat berdiri

sendiri melainkan harus bersamaan dengan literasi ekonomi syariah

(KNEKS, 2019). Menurut KNEKS 2019 terdapat dua bagian dari literasi

keuangan syariah, diantaranya sebagai berikut:

a. Pengetahuan dan pendidikan, maksudnya adalah pengetahuan di

bidang keuangan syariah yaitu mengenai lembaga keuangan syariah

baik yang bersfat komersil maupun yang bersifat sosial.


b. Implementasi (kemampuan), yaitu kemampuan untuk menerapkan

pengetahuan dan pendidikan yang didapat dalam kehidupan yang

sesuai dengan kebutuhan.

3. Indikator Literasi Keuangan Syariah

Salah satu penyebab literasi keuangan syariah yang rendah di

Indonesia salah satunya adalah mayoritas penduduk Muslim Indonesia

masih belum merasakan dampak positif secara langsung dari ekonomi

dan keuangan syariah (KNEKS, 2019). KNEKS mensosialisasikan model

pengelolaan keuangan syariah bagi penduduk Muslim Indonesia agar

dapat langsung dirasakan manfaatnya baik oleh individu maupun

keluarga. Berikut ini model pengelolaan ekonomi dan keuangan syariah

menurut KNEKS:

KETIDAKPASTIAN
Risiko

Kebutuhan Surplus/Defisit
Dharuriyat Mengelola Impian
(Maqashid Hutang atau (Qanaah)
Syariah) Investasi

PENDAPATAN
(Memastikan Halal dan Thoyyib)

Gambar 5. Model Pengelolaan Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS,


2019)

Maksud dari gambar tersebut adalah pengelolaan keuangan sesuai

syariah diawali dengan memastikan sumber keuangan atau pendapatan

yang menjadi pondasi ekonomi kehidupan sehari-hari harus bersifat halal

dan thoyyib (baik). Dari pendapatan tersebut dialokasikan terlebih dahulu

terhadap kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini sesuai dengan prinsip


Maqashid Syariah (tujuan syariat) yang disebut juga dengan kebutuhan

dharuriyat yaitu untuk menjaga agama (hifdzud din), menjaga jiwa (hifdzun

nafs), menjaga keturunan (hifdzun nas), menjaga akal (hifdzul ‘aql) dan

menjaga harta (hifdzul mal). Setelah pendapatan dikeluarkan untuk

kebutuhan dasar, maka akan terjadi yang namanya surplus atau defisit

yang melalui unsur ketidakpastian sehingga berpotensi menimbulkan risiko

keuangan. Apabila terjadi surplus maka dana dikelola melalui investasi,

sedangkan apabila terjadi defisit maka akan dipenuhi dengan hutang

(pembiayaan) untuk mencapai impian dalam ekonomi dan keuangan

(KNEKS, 2019).

Artinya: “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih)


orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan
dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar”. (QS. Al-Furqon
ayat 67).

Menurut OECD (Atkinson & Messy, 2012) indikator literasi keuangan

yang diterapkan dalam Measuring Financial Literacy di berbagai negara

menggunakan tiga indikator, yaitu:

a. Financial Knowledge, merupakan pengetahuan seseorang tentang

keuangan secara umum seperti manajemen uang, nilai waktu uang

(time value of money), konsep bunga pinjaman, prinsip perhitungan

bunga, pernyataan keuangan, risiko dan pengembalian investasi (risk

and return investment), definisi inflasi dan diversifikasi.

b. Financial Behavior, merupakan perilaku seseorang tentang keuangan

yang meliputi: cara mengelola uang, anggapan pembelian,

kemampuan membayar tagihan, menjaga urusan keuangan, mengatur

keuangan jangka panjang, bertanggungjawab terhadap keuangan


rumah tangga, keaktifan menabung, selektif memilih produk dan

peminjaman dana untuk kebutuhan.

c. Financial Attitude, merupakan sikap seseorang tentang keuangan

terhadap pengelolaan dana jangka pendek dan jangka panjang.

Sedangkan dalam penelitian Bunyamin dan Mutlu (2017) indikator

yang digunakan untuk mengukur literasi keuangan syariah seseorang

adalah pengetahuan tentang prinsip dasar keuangan Islam dan fungsi bank

syariah. Pertanyan-pertanyan yang digunakan dalam indikator ini

diantaranya adalah perbedaan bunga dan bagi hasil, kesesuaian kegiatan

lembaga keuangan syariah dengan prinsip-prinsip Islam, serta pernyataan

sikap tentang lembaga keuangan syariah yang menyediakan dana dan

meminjamkan dana sesuai dengan prinsip syariah

Berdasarkan uraian di atas, maka indikator literasi keuangan syariah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan (knowledge), meliputi sumber pendapatan yang halal,

pandangan bunga dalam Islam, perbedaan bunga dan bagi hasil,

konsep bagi hasil dan perhitungannya, konsep bank syariah, konsep

risiko dan pengembalian dalam Islam, prinsip dasar keuangan Islam.

b. Perilaku keuangan (financial behavior), meliputi anggapan dan

pertimbangan dalam pembelian (kebutuhan dharuriyat), kemampuan

memenuhi kewaiban, keaktifan menabung (menyimpan dana),

kemampuan untuk memilih produk lembaga keuangan syariah sesuai

dengan kemampuannya.

c. Sikap keuangan (financial attitude), yaitu kemampuan mengelola dana

untuk jangka pendek dan jangka panjang serta pernyataan tentang

penerapan prinsip-prinsip Islam dalam mengelola dana.

2.2.3 Persepsi Kepatuhan Syariah


Menurut Kotler dan Keller (2012) mendefinisikan persepsi adalah

interpretasi seseorang terhadap informasi-informasi yang masuk untuk

kemudian menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Ada dua faktor

yang membentuk persepsi menurut Marjuki (2004) yaitu faktor struktural

(stimuli fisik) dan faktor fungsional (pengalaman yag berasal dari ingatan).

Persepsi yang dibentuk dari faktor struktural diantaranya seperti sensasi,

perhatian, motivasi dan ingatan. Sedangkan persepsi yang dibentuk dari

faktor fungsional seperti pengalaman tentang objek atau peristiwa yang

diperoleh dari hasil penafsiran informasi.

Kepatuhan syariah menurut Ruwaidah (2020) adalah ketaatan bank

syariah dalam menjalankan usahanya terhadap prinsip-prinsip syariat Islam.

sedangkan menurut Veithzal (2013) kepatuhan syariah merupakan

kesesuaian seluruh kegiatan bank Islam dengan prinsip Islam dengan

melakukan langkah-langkah untuk mendapatkan pengakuan formal dari

Dewan Pengawas Syariah (DPS). Kepatuhan syariah mutlak harus dipenuhi

oleh bank syariah, dikarenakan kepatuhan syariah merupakan wujud

karakteristik, integritas dan kredibilitas bank syariah (Sukardi, 2014). Dengan

demikian, persepsi kepatuhan syariah adalah tanggapan atau sudut pandang

seseorang terhadap kesesuaian pelaksanaan usaha bank syariah dengan

prinsip syariat Islam. .

Kepatuhan syariah bukan hanya sebuah sistem yang harus dijalankan

oleh bank syariah, tetapi merupakan prinsip dasar yang dijadikan pedoman

dalam beroperasi. Secara operasional definisi kepatuhan syariah adalah

ketaatan bank syariah terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang

kemudian dilakukan pengawasan oleh DPS (Adrian, 2009). Dengan adanya

kepatuhan syariah maka terdapat jaminan bahwa bank syariah sesuai


dengan syariat Islam dan tentunya akan menjadi tanggungjawab DPS dan

DSN mengenai kesyariahan bank syariah.

Keberadaan bank syariah merupakan solusi dari adanya bank

konvensional yang menerapkan riba dalam pelaksanaannya. Dengan begitu,

kepatuhan syariah merupakan kunci dasar dari pemenuhan prinsip syariah

pada bank syariah secara menyeluruh (kaffah) (Asiyah, 2017). Selain itu,

kepatuhan syariah juga menjadi dasar keyakinan dan kepercayaan

masyarakat terhadap bank syariah (reputasi). Apabila terdapat pandangan

negatif dari masyarakat mengenai bank syariah tentang pelaksanaan prinsip

syariah maka dapat dipastikan kepatuhan syariah belum diterapkan secara

tepat. Ketidakpatuhan pada prinsip syariah akan berdampak negatif terhadap

reputasi bank dan akan berpotensi kehilangan nasabah potensial (Anwar &

Edward, 2016).

Kepatuhan syariah pada bank syariah dipenuhi berdasarkan beberapa

indikator-indikator yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam

Undang-undang Perbankan Syariah nomor 21 tahun 2008 pasal 2

menjelaskan prinsip-prinsip syariah yang dimaksud adalah kegiatan usaha

yang tidak mengandung unsur:

1. Riba, yaitu pengambilan tambahan secara batil baik dalam transaksi jual

beli maupun pinjam-meminjam yang bertentangan dengan hukum Islam

(Antonio, 2017). Riba secara tegas dilarang dalam Islam karena dapat

mengakibatkan kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat seperti

dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba”. (QS. Al-Baqarah ayat 275).
2. Maysir (perjudian), yaitu kondisi yang menempatkan seseorang harus

menanggung beban orang lain (Karim, 2014). Allah juga melarang dan

memberikan penegasan terhadap keharaman menjalankan usaha

dengan melakukan maysir dalam firman-Nya surat Al-Maidah ayat 90,

yaitu:

Artinya:” Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman


keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan
anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-
Maidah ayat 90).

3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak diketahui kejelasannya

seperti kepemilikan, keberadaan, waktu, harga atau hal lain sehingga

tidak dapat diserahkan pada saat transaksi kecuali dengan aturan lain

dalam Islam.

4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariat Islam.

5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan kesengsaraan dan

ketidakadilan bagi pihak yang lain.

Dalam pelaksanaan operasional bank syariah terdapat beberapa

indikator yang digunakan untuk menilai kepatuhan syariah sebagai ukuran

secara kualitatif. Menurut Sutedi (2009) indikator-indikator tersebut adalah:

1. Akad yang digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

2. Dana zakat dikelola sesuai dengan aturan syariat Islam.

3. Seluruh transaksi dan aktivitas keuangan dilaporkan sesuai dengan

standar akuntansi syariah.

4. Lingkungan kerja dan budaya organisasi sesuai syariah.


5. Bisnis atau objek usaha produk pembiayaan tidak bertentangan dengan

syariah.

6. Dewan Pengawas Syariah (DPS) berjalan sebagai pengawas seluruh

kegiatan operasional bank syariah.

7. Sumber dana bank berasal dari dana yang halal.

Sedangkan indikator-indikator kepatuhan syariah menurut Antonio

(2017) dalam lembaga keuangan syariah adalah tidak ada riba, zakat, tidak

ada haram, tidak ada gharar, tidak ada maysir dan takaful (aman). Dengan

demikian, indikator-indikator dalam persepsi kepatuhan syariah yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Produk dan jasa bank syariah sesuai dengan prinsip syariah (tidak ada

riba, maysir dan gharar).

2. Bank syariah menggunakan akad dan kontrak sesuai syariah.

3. Dana zakat pada bank syariah dihitung dan dikelola secara syariah.

4. Seluruh transaksi bank syariah dilaporkan secara wajar sesuai dengan

akuntansi syariah.

5. Lingkungan kerja bank syariah sesuai dengan syariah (Islami).

6. Lembaga atau usaha yang terikat dengan bank syariah tidak

bertentangan dengan syariah.

7. Terdapat dewan pengawas syariah yang berfungsi sebagai pengawas

dan bertanggungjawab atas prinsip syariah bank syariah.

8. Sumber dana bank syariah berasal dari dana yang halal menurut syariah.

2.2.4 Bank Syariah


1. Pengertian Bank Syariah

Bank syariah disebut juga dengan bank Islam, adalah bank yang

dalam kegiatannya berdasarkan prinsip syariah Islam dengan mengacu

pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist (Herry & Khaerul, 2013).


Kegiatan bank syariah yang dimaksud meliputi penghimpunan dana,

penyaluran dana dan produk jasa. Bank syariah beroperasi dengan tidak

menggunakan bunga, tetapi dengan menggunakan metode bagi hasil

sebagai bentuk imbalan dari semua produk-produknya. Tujuan bank

syariah adalah beroperasi dengan mengimplementasikan sistem

perekonomian dan prinsip keuangan Islam di sektor perbankan (Zaki dkk.,

2010).

Menurut Schaik dalam bukunya Herry dan Khaerul (2013), bank

Islam adalah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam

yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep

berbagi risiko sebagai metode utama serta meniadakan keuntungan

berdasarkan kepastian dan keuntungan yang ditentukan sebelumnya.

Konsep berbagi risiko dan meniadakan keuntungan di awal ini diterapkan

dengan sistem bagi hasil yang ditentukan berdasarkan porsi nisbah

kesepakatan antara nasabah dan bank. Dikarenakan sebuah usaha tidak

bisa terlepas dari ketidakpastian akan keuntungan dan kerugian

(uncertainty). Supaya tidak berada dalam kategori unsur riba, maka bank

syariah menerapkan prinsip metodi berbagi keuntungan dan berbagi

kerugian (Karim, 2014).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, bank syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS)

dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah

(BUS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


Bank syariah berfungsi sebagai lembaga penghubung antara pihak

yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana selain

menjalankan fungsi jasa keuangan (Nafik & Rofiul). Berikut adalah fungsi

bank syariah menurut Suharto (2001):

a. Manajer Investasi, maksudnya adalah bank syariah bertindak sebagai

manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar

kecilnya hasil yang akan dibagikan kepada nasabah sangat

dipengaruhi oleh keahlian, kehati-hatian dan profesionalisme bank

syariah.

b. Investor, maksudnya adalah bank menginvestasikan dana yang

dihimpun dengan jenis investasi yang sesuai syariah. Diantaranya

dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, salam dan

istishna’.

c. Jasa Keuangan, tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, bank

syariah juga memberikan layanan kliring, tranasfer, inkaso dan lain

sebagainya sesuai dengan prinsip syariah Islam.

d. Fungsi Sosial, dengan cara memberikan layanan social melalui dana

Qardh (pinjaman kebajikan), zakat, infak dan sedekah yang kemudian

disalurkan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya.

2. Prinsip-prinsip Bank Syariah

Menurut Herry dan Khaerul (2013) prinsip-prinsip bank syariah

dibedakan mejadi dua bagian, yaitu prinsip-prinsip berdasarkan konsep

ekonomi Islam dan prinsip-prinsip dasar operasional bank syariah. Prinsip-

prinsip bank syariah berdasarkan konsep ekonomi Islam berangkat dari

tiga pilar pokok dalam ajaran Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Akidah, merupakan pokok-pokok keimanan yang mengikat hati dan

perasaan halus manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan
dijadikan pegangan (Menurut Hamka dalam buku Karim, 2014). Akidah

adalah komponen ajaran Islam atas keyakinan keberadaan dan

kekuasaan Allah SWT., sehingga harus menajdi tonggal seorang

muslim dalam segala aktivitasnya di dunia.

b. Syariah, merupakan peraturan dan hukum yang berisi perintah dan

larangan yang dibenarkan oleh Allah SWT., kepada manusia (Karim,

2014). Syariah adalah komponen ajaran Islam yang mengatur

kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah serta muamalah

yang menjadi wujud penerapan akidah yang menjadi keyakinannya.

c. Akhlak, merupakan landasan perilaku dan kepribadian yang akan

mencirikan dirinya sebagai seorang muslim uang taat berdasarkan

syariat dan akidah.

Berangkat dari konsep tiga pilar pokok ajaran Islam tersebut, secara

garis besar prinsip-prinsip bank syariah dibedakan menjadi tiga (Hafifudin,

2003), yaitu:

a. Prinsip larangan riba dan transaksi yang diharamkan

Riba dalam segala bentuknya dilarang dalam Al-Qur’an. Konsep

dilarangnya riba berlandaskan teori uang sebagai alat tukar bukan

sebagai alat komoditas, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan.

Transaksi yang dilarang adalah transaksi yang haram berdasarkan

zatnya, haram selain zatnya dan tidak sah akadnya. Transaksi yang

haram zatnya dilarang karena objek (barang atau jasa) yang

ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai,

daging babi dan lain sebagainya. Transaksi yang haram selain zatnya

adalah transaksi yang melanggar prinsip sama-sama rela (seperti

penipuan atau tadlis) dan prinsip tidak berbuat dzalim dan tidak

didzalimi (seperti taghrir, ihtikar, bai' najasy, riba, maysir dan riswah).
Transaksi yang tidak sah atau tidak lengkap akadnya seperti rukun

dan syarat tidak terpenuhi, terjadi ta'alluq (dua akad yang saling

dikaitkan) dan terjadi two in one (dua akad sekaligus) (Karim, 2014).

b. Prinsip keadilan

Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil dengan tujuan keadilan

antara bank dan nasabah. Pihak-pihak yang bertransaksi dengan

saling mencampurkan asetnya, maka tidak akan ada kepastian

pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya. Oleh

karena itu, konsep bagi hasil adalah konsep membagi keuntungan atau

kerugian sesuai dengan kesepakatan di awal transaksi.

c. Prinsip kesamaan

Bank syariah menempatkan posisi nasabah sebagai mitra yang

menerapkan konsep kesederajatan sebagai seorang hamba. Selain itu,

prinsip kesamaan diwujudkan dalam persamaan hak, kewajiban,

pembagian risiko dan keuntungan antara nasabah yang satu dengan

yang lainnya.

3. Karakteristik Bank Syariah

Karakteristik bank syariah yang membedakannya dengan bank

konvensional adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah


No. Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah

1. Bunga Berbasis bunga Sistem bagi hasil


2. Risiko Anti risk Risk sharing
3. Operasional Beroperasi dengan Beroperasi dengan
pendekatan sektor pendekatan sektor
keuangan, terkait riil
langsung dngan
sektor riil
4. Produk Produk tunggal Multi produk (jual
(kredit) beli, bagi hasil, jasa)
5. Pendapatan Pendapatan yang Pendapatan yang
diterima deposan diterima deposan
tidak terkait dengan terkait langsung
pendapatan yang dengan pendapatan
diperoleh bank dari yang diperoleh bank
kredit dari pembiayaan
6. Dasar Hukum Bank Indonesia dan Al-Qur’an, Sunnah,
pemerintah Fatwa ulama, BI dan
pemerintah
7. Falsafah Berdasarkan atas Tidak berdasarkan
bunga (riba) bunga (riba),
spekulasi (maysir),
dan ketidakjelasan
(gharar)
8. Aspek Sosial Tidak diketahui Dinyatakan secara
secara tegas eksplisit dan tegas
yang tertuang di
dalam isi dan misi
9. Organisasi Tidak memiliki DPS Harus memiliki DPS
(Dewan Pengawas (Dewan Pengawas
Syariah) Syariah)
10. Uang Uang sebagai Uang hanya sebagai
komoditas dan alat tukar atau alat
sebagai alat pembayaran
pembayaran
Sumber: Buku Saku Perbankan Syariah Kementerian Agama RI, 2013

4. Produk-produk Bank Syariah

Secara garis besar, produk-produk bank syariah dibedakan menjadi

tiga (3), yaitu:

a. Produk Penghimpunan Dana (Funding)

Dalam produk penghimpunan dana, bank syariah menghimpun

dana nasabah dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Giro adalah

simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek/bilyet giro atau dengan pemindahbukuan. Deposito

adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada

waktu tertentu berdasarkan akad yang telah disepakati antara nasabah

dengan bank. Sedangkan tabungan adalah simpanan yang


penarikannya simpanan yang penarikannya dan penyetorannya dapat

dilkukan setiap saat dengan menggunakan buku tabungan/rekening.

Akad yang digunakan dalam produk penghimpunan dana diantaranya

adalah akad wadiah dan akad mudharabah.

1) Akad Wadiah

Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak

lain yang harus dijaga dan dikembalikan sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak (Wiroso, 2011). Akad wadiah ini

diterapkan dalam produk bank syariah berbentuk rekening giro dan

ada juga yang berbentuk tabungan.

Dalam akad wadiah bank bertindak sebagai penerima titipan

sedangkan nasabah bertindak sebagai penitip dana. Bank tidak

diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada

nasabah. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana akad

wadiah menjadi hak milik atau ditanggung bank.

Akad wadiah dibagi menjadi dua, yaitu wadiah yad dhamanah

dan wadiah yad amanah. Wadiah yad dhamanah adalah titipan

dimana penerima boleh memanfaatkn barang yang dtitipkan

selama belum dikembalikan kepada pihak yang menitipkan dana.

Sedangkan wadiah yad amanah adalah titipan dimana penerima

titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan sampai barang

tersebut dikembalikan.

2) Akad Mudharabah

Akad mudharabah disebut juga dengan akad muqaradah

merupakan akad kerjasama antara pemilik dana (shohibul mal)

yang menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib)

dengan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan


kerugian ditanggung oleh shohibul mal selaku pemilik dana.

Dalam produk penghimpunan dana bank syariah, bank bertindak

sebagai pengelola dana (mudharib) sedangkan nasabah

bertindak sebagai pemilik dana (shohibul mal). Akad mudharabah

digunakan dalam produk tabungan dan deposito syariah.

Akad mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu akad mudharabah

muthlaqah dan akad mudharabah muqayyadah (Pauji dkk., 2015).

a) Mudhabah Muthlaqah, yaitu akad kerjasama antara shohibul

mal dan mudharib yang tidak dibatasi dengan spesifik

mengenai dana tesebut disalurkan untuk usaha, tempat dan

waktu tertentu selagi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh

hukum syara’.

b) Mudharabah Muqayyadah, yaitu akad kerjasama antara

shohibul mal dan mudharib dimana perjanjiannya akan

dibatasi sesuai dengan kehendak shohibul mal dalam akad

selagi dalam bentuk yang dihalalkan. Mudharabah

muqayyadah dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu

mudharabah muqayyadah on balance sheet (terdapat syarat-

syarat dari pemilik dana kepada bank mengenai usaha) dan

mudharabah off balance sheet ((bank bertindak sebagai

arranger atau perantara).

b. Produk Penyaluran/pembiayaan (Lending)

Produk penyaluran dana pada bank syariah secara garis besar

dibedakan menjadi empat (4) kategori berdasarkan tujuan

penggunaannya diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (al-bai')


Jual beli adalah pertukaran benda atau barang yang

mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak

(pembeli dan penjual) dengan ketentuan yang telah dibenarkan oleh

syara’. Secara umum akad jual beli dibedakan menjadi dua yaitu

ba’i naqdan dan ba’i muajjal. Ba’i naqdan, adalah jual beli yang

dilakukan secara tunai, yaitu penyerahan uang dan barang

dilakukan secara bersamaan. Sedangkan ba’i muajjal, adalah jual

beli yang barangnya diserahkan di awal tetapi pembayarannya

dilakukan dengan cara mencicil atau sekaliagus di kemudian waktu.

Macam-macam akad jual beli pada bank syariah berdasarkan

bentuk pembayaran dan waktu penyerahannya adalah:

a) Murabahah, berasal dari kata ribhu yang berarti keuntungan

merupakan transaksi jual beli dimana bank menyebutkan jumlah

keuntungan (margin) dan harga pokok yang kemudian menjadi

harga beli suatu barang kepada nasabah. Dalam transaksi ini

barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dapat

dilakukan secara cicilan (bi tsaman ajil) maupun sekaligus

(Buku Saku Perbankan Syariah KEMENAG RI, 2013). Akad

murabahah merupakan akad yang paling banyak diterapkan

dalam penyaluran dana bank syariah, dikarenakan risiko yang

ditanggung bank lebih kecil dan keuntungan sudah dapat

ditentukan di awal transaksi.

b) Salam, merupakan akad jual beli suatu barang yang harganya

dibayar dengan segera, sedangkan barangnya diserahkan

kemudian dalam jangka waktu yang sudah disepakati (Herry &

Khaerul, 2013).
c) Istishna’, adalah akad jual beli yang pembayarannya dilakukan

secara bertahap (mencicil) dan barang diserahkan pada akhir

periode yang telah disepakati (Andrianti & Anang, 2019)

2) Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah)

Pembiayaan dengan prinsip sewa merupakan pembiayaan

yang dilandasi dengan perpindahan manfaat. Akad yang digunakan

dalam sewa menyewa adalah Ijarah. Objek transaksi dari akad

ijarah adalah bentuk barang dan jasa. Kata Ijarah secara bahasa

berarti upah, secara istilah ijarah adalah jenis akad untuk

mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Dalam aplikasi

perbankan ijarah adalah akad antara bank dengan nasabah untuk

menyewa barang/objek sewa milik bank dan bank mendapatkan

imbalan jasa atas barang yang disewakan tersebut.

Penerapan akad ijarah dalam bank syariah biasanya

diterapkan dalam bidang jasa, seperti pendidikan, kesehatan dan

lain sebagainya. Selain itu, juga dapat diterapkan terhadap

barang/benda. Apabila di akhir masa sewa diikuti dengan

berpindahnya kepemilikan, dalam arti lain bank menjual

barang/benda yang disewakan maka hal itu termasuk dalam akad

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT). Harga sewa dan harga jual

disepakati di awal perjanjian.

3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil merupakan konsep

yang sama dengan model penghimpunan dana. Perbedaannya

dalam konsep pembiayaan, nasabah bertindak sebagai pengelola

dana (mudharib) sedangkan bank bertindak sebagai pemilik dana

(shohibul mal). Keuntungan bagi hasil ditentukan di awal transaksi


berdasarkan porsi nisbah, bukan berdasarkan persentase modal.

Sedangkan kerugian ditanggung oleh besarnya masing-masing

porsi modal yang dikontribusikan. Produk bank syariah dalam

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil menerapkan dua akad, yaitu

akad mudharabah dan akad musyarakah.

a) Akad mudharabah, merupakan kerjasama dengan kontribusi

modal oleh si pemilik dana adalah 100%, sedangkan bagi

pengelola dana (mudharib) berkontribusi keahlian.

b) Akad musyarakah, merupakan akad kerjasama antara shohibul

mal dan mudharib, dimana masing-masing pihak sama-sama

berkontribusi sumber daya/modal baik yang berwujud dan yang

tak berwujud.

4) Pembiayaan dengan akad pelengkap

Akad pelengkap ini merupakan akad yang diterapkan untuk

mempermudah pelaksanaan pembiayaan dan bukan untuk mencari

keuntungan (Karim, 2014). Berikut ini adalah beberapa akad

pelengkap yang diterapkan dalam bank syariah:

a) Hiwalah (alih utang piutang), merupakan pemindahan beban

dari beban seseorang menajdi beban orang lain. Bank

mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

b) Rahn (gadai), adalah akad penyerahan barang dari nasabah

kepada bank sebagai jaminan atau seluruh utang.

c) Qardh (pinjaman), adalah pinjaman uang tanpa dikenakan

imbalan.

d) Wakalah (perwakilan), merupakan akad perwakilan dimana

nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili

dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.


e) Kafalah (garansi bank), merupakan akad yang bertujuan untuk

menjamin suatu kewajiban pembayaran.

c. Produk Jasa (Service)

Yang termasuk dalam jenis produk jasa bank syariah adalah sharf

(jual beli valuta asing), ijarah (sewa) dan produk jasa lainnya. Selain

itu, juga ada produk layanan bank syariah yang sangat erat dengan

produknya seperti transfer, inkaso, kliring, bank garansi, pembayaran

gaji, pembayaran asuransi, pembayaran PDAM, Letter Of Credit (L/C),

Kartu Pembayaran (ATM, Credit Card, Debit Card) dan lain

sebagainya (Wiroso, 2009).

2.8 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir pada penelitian ini “Pengaruh Literasi Keuangan Syariah

dan Persepsi Kepatuhan Syariah Terhadap Minat Menjadi Nasabah Pada

Bank Syariah” adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Dalam gambar di atas, literasi keuangan syariah dan persepsi kepatuhan

syariah sebagai variabel independen atau variabel bebas (X). Sedangkan

minat menjadi nasabah pada bank syariah sebagai variabel dependen atau

variabel terikat (Y). Terdapat hubungan antara beberapa variabel tersebut

diantaranya adalah:
2.3.1 Hubungan Variabel Literasi Keuangan Syariah Terhadap Minat Menjadi

Nasabah pada Bank Syariah

Dalam penelitian Nurul Novaria (2020) terdapat hubungan yang positif

antara literasi keuangan syariah dan keputusan menjadi nasabah pada bank

syariah. Dengan demikian, literasi keuangan syariah memiliki pengaruh yang

positif terhadap minat untuk menjadi nasabah pada bank syariah. Apabila

literasi keuangan syariah seseorang baik, maka akan berpengaruh positif

terhadap sikap seseorang dan pada akhirnya mempengaruhi minat perilaku

untuk menjadi nasabah pada bank syariah.

2.3.2 Hubungan Variabel Persepsi Kepatuhan Syariah Terhadap Minat Menjadi

Nasabah pada Bank Syariah

Berdasarkan penelitian Bobby Raditya Priambodo (2019) terdapat

pengaruh signifikan secara parsial antara variabel kepatuhan syariah dengan

variabel minat. Dengan demikian, persepsi seseorang tentang kepatuhan

syariah berpengaruh positif terhadap minat untuk menjadi nasabah pada

bank syariah. Semakin positif persepsi individu tentang kepatuhan syariah

pada bank syariah maka akan berpengaruh terhadap persepsi kontrol

perilaku individu dan pada akhirnya mempengaruhi minat untuk menjadi

nasabah pada bank syariah.

2.3.3 Hubungan Variabel Literasi Keuangan Syariah dengan Variabel Persepsi

Kepatuhan Syariah

Dalam penelitian Siti Homisyah Ruwaidah (2020) terdapat pengaruh

secara simultan antara variabel literasi keuangan syariah dan variabel

shariah governance (prinsip-prinsip syariah). Dengan demikian, literasi

keuangan syariah berpengaruh positif terhadap persepsi individu tentang

kepatuhan pada prinsip syariah bank syariah. Dalam memberikan persepsi


tentang kepatuhan syariah, seseorang harus mempunyai bekal literasi

terlebih dahulu supaya tidak ada salah interpretasi terhadap bank syariah.

2.9 Hipotesis

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara yang bersifat praduga

dan masih harus dibuktikan kebenarannya (Gay & Diehl, 1992). Hipotesis pada

penelitian mengutarakan jawaban sementara dari masalah yang akan diteliti.

Hipotesis akan teruji apabila semua peristiwa dan gejala yang terjadi dalam

penelitian tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis asosiatif, yaitu jawaban

sementara dari rumusan masalah yang menanyakan hubungan antara dua

variabel atau lebih (Sugiyono, 2013). Dengan demikian, hipotesis dalam

penelitian tentang “Pengaruh Literasi Keuangan Syariah dan Persepsi

Kepatuhan Syariah Terhadap Minat Menjadi Nasabah pada Bank Syariah”

adalah:

1. H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara literasi keuangan

syariah dan persepsi kepatuhan syariah terhadap minat

menjadi nasabah pada bank syariah.

2. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara literasi keuangan

syariah terhadap minat menjadi nasabah pada bank syariah.

3. H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi kepatuhan

syariah terhadap minat menjadi nasabah pada bank syariah.

4. H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi kepatuhan

syariah terhadap minat menjadi nasabah pada bank syariah.


BAB III
METODE PENELITIAN

2.10 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan sebuah strategi dalam mengatur

konsep penelitian untuk memperoleh data yang valid dan sesuai dengan tujuan

dan karakteristik variabel penelitian (Tanzeh, 2011). Penelitian ini

menggunakan metode pendekatan kuantitatif, yaitu metode pendekatan

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme yang menggunakan

metode ilmiah (scientific) dan menghasilkan data penelitian berupa angka-

angka serta menggunakan teknik analisis data statistik (Sugiyono, 2013).

Alasan penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif adalah

penelitian ini merupakan fenomena filsafat positivisme yang diklasifikasikan

dalam hubungan gejala yang bersifat sebab akibat. Maksudnya adalah

penelitian ini berusaha mencari hubungan sebab akibat antara literasi

keuangan syariah dan persepsi kepatuhan syariah dengan minat masyarakat

untuk menjadi nasabah pada bank syariah. Selain itu, dalam penelitian ini juga

menentukan variabel dan hipotesis yang akan diuji dengan mengamati

populasi dan sampel memakai instrumen penelitian, yang kemudian data akan

dianalisis secara statistik untuk menguji hipotesis yang ditentukan tersebut

(Sugiyono, 2013).

Penelitian ini bersifat konkrit, teramati dan terukur sesuai dengan metode

ilmiah yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan antar variabel, menguji

teori dan mengeneralisasikan nilai-nilai prediktif (Sugiyono, 2013). Penelitian

ini berusaha mencari pengaruh suatu perlakuan (treatment) terhadap

pengaruh lain dalam kondisi yang terkendali, yaitu pengaruh variabel X (literasi
keuangan syariah dan persepsi kepatuhan syariah) terhadap variabel Y (minat

menjadi nasabah) sehingga disebut dengan jenis penelitian eksperimen

(Nana, 2004). Menurut Sugiyono (2013) desain penelitian eksperimen ada

empat, diantaranya adalah: Pre-Experimental Design, True Experimental

Design, Factorial Design dan Quasi Experimental Design. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian Pre-Experimental Design model One-Shot Case

Study yaitu model penelitian dengan paradigma pengaruh kelompok perlakuan

(variabel independen) terhadap kelompok yang diobservasi hasilnya (variabel

dependen) yang mana masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh

kepada terbentuknya variabel dependen (Sugiyono, 2013).

2.11 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah wilayah Kabupaten

Malang yang terdiri dari 30 Kecamatan dan (BPS Kabupaten Malang, 2021).

Alasan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Malang dikarenakan terdapat

kesenjangan antara jumlah bank syariah baik BUS dan BPRS dengan bank

konvensional yang ada di Kabupaten Malang (BPS Kabupaten Malang, 2021).

Selain itu, lokasi adanya bank syariah di wilayah ini belum tersebar secara

merata sampai ke masyarakat desa mengingat Kabupaten Malang adalah

daerah yang didominasi oleh wilayah pedesaan. Disamping itu juga pemilihan

lokasi penelitian ini beralasan karena terdapat kesenjangan antara literasi

keuangan syariah dan inklusi keuangan syariah di Kabupetan Malang yang

merupakan wilayah terpadat kedua di Provinsi Jawa Timur dengan tingkat

kesenjangan antara literasi keuangan syariah dan inklusi keuangan syariah

tertinggi di Indonesia (OJK, 2017).

Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 2 bulan, yaitu dimulai pada

bulan Maret sampai bulan April tahun 2022. Adapun timeline atau jadwal

penelitian ini adalah sebagai berikut:


Minggu Ke
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Penyusunan Proposal
2. Rancangan Instrumen
3. Seminar Proposal
4. Penyusunan Instrumen
dan Pengujian
5. Penentuan Sampel
6. Pengumpulan Data
7. Analisis Data
8. Pembuatan Laporan
dan Pembahasan
9. Seminar Hasil
Penelitian
10. Penyempurnaan
Laporan Penelitian
11. Penggandaan Laporan
Penelitian
Sumber: Data diolah pribadi

2.12 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2013) variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat

atau nilai objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya sebagai hasil penelitian. Penelitian

ini menggunakan dua variabel yaitu variabel independen (bebas) dan variabel

dependen (terikat).

1. Variabel Independen, Merupakan variabel yang menjadi sebab pengaruh

atau sebab timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen (X)

dalam penelitian ini adalah literasi keuangan syariah dan persepsi

kepatuhan syariah.

a. Literasi keuangan syariah adalah kecakapan atau kemampuan

seseorang dalam memahami dan menerapkan pengelolaan


keuangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai

Islam sehingga mampu mencapai kesejahteraan ekonomi baik secara

lahir dan batin (Tedy & Syamsu, 2020).

b. Persepsi kepatuhan syariah adalah interpretasi seseorang terhadap

kesesuaian pelaksanaan usaha bank syariah dengan prinsip syariat

Islam.

2. Variabel Dependen, Merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen (Sugiyono, 2013). Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini

adalah minat menjadi nasabah pada bank syariah. Dalam penelitian ini,

minat masyarakat untuk menjadi nasabah pada bank syariah dianalisis

menggunakan teori planned behavior (perilaku terencana) yang

dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen 1975 dengan tiga indikator utama,

yaitu sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol individu.

Definisi operasional dan pengukuran dari variabel-variabel di atas dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Variabel Indikator No. Item Sumber
Literasi 1. Financial Knowledge 1, 2, 3, 4, OECD (Atkinson
Keuangan (Pengetahuan 5, 6, 7, 8 dan Messy,
Syariah (X1) Keuangan) 2012),
2. Financial Behavior 9, 10, 11, Bunyamin &
(Perilaku Keuangan) 12, 13 Mutlu (2017)
3. Financial Attitude (Sikap 14, 15 dan KNEKS
Keuangan) (2019)
Persepsi 1. Kesesuaian produk dan 1 Sutedi (2009)
Kepatuhan jasa bank syariah
Syariah (X2) dengan prinsip syariah.
2. Kesesuaian akad 2
dengan prinsip syariah.
3. Pengelolaan dana zakat 3
sesuai dengan prinsip
syariah
4. Laporan keuangan 4
sesuai dengan
akuntansi syariah
5. Lingkungan kerja yang 5
Islami
6. Lembaga yang terikat 6
tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
7. Adanya DPS yang 7
bertanggungjawab.
8. Sumber dana bank 8
syariah yang halal.
Minat 1. Sikap terhadap bank 1, 2, 3, 4 Ajzen dan
Menjadi syariah Fishbein (1975)
Nasabah 2. Norma subjektif 5, 6, 7 dan
Pada Bank 3. Persepsi kontrol individu 8, 9, 10, Rahmadanty
Syariah (Y) 11 (2015)
4. Minat menjadi nasabah 12, 13, 14
5. Perilaku menjadi 15, 16, 17
nasabah
Sumber: Data diolah pribadi

2.13 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan objek yang akan diteliti (Syahrum &

Salim, 2012). Menurut Sugiyono (2013) populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri dari subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang kemudian

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diambil hasil penelitiannya.

Populasi dapat berupa benda mati atau benda hidup yang mempunyai sifat-

sifat dapat diamati dan diukur (Syahrum & Salim, 2012). Populasi dalam

penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk


usia produktif (usia 15-64 tahun) adalah 1.872.947 jiwa (BPS Kabupaten

Malang, 2021).

Sedangkan pengertian sampel adalah sebagian dari populasi yang

digunakan sebagai objek penelitian (Syahrum & Salim, 2012). Penelitian

dilakukan dengan menggunakan sampel dikarenakan memiliki populasi yang

cukup besar sehingga diperlukan batasan yang jelas untuk memudahkan

penelitian. Dalam penelitian kuantitatif yang menggunakan kuesioner sampel

ini disebut dengan responden. Untuk menentukan sampel diperlukan cara atau

langkah untuk menentukan sumber data yang disebut dengan teknik sampling

(Syahrum & Salim, 2012). Secara garis besar terdapat dua teknik pengambilan

sampel yaitu teknik propability sampling dan non probability sampling

(Sugiyono, 2013).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan memberikan peluang yang

sama pada setiap populasi untuk menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2013).

Teknik probability sampling dibagi menjadi empat jenis yaitu: simple random

sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified

random sampling dan cluster area. Sedangkan teknik probability sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu

teknik pengambilan sampel secara acak dan random tanpa memperhatikan

urutan atau strata tertentu (Sarwono, 2006).

Menurut Roscoe dalam Sugiyono (2013) ukuran sampel yang layak

dalam sebuah penelitian adalah kisaran 30 sampai 500 responden. Dalam

penentuan jumlah sampel penelitian menurut Joseph F. Hair JR. dkk., dalam

Multivariate Data Analysis (2010) pertimbangan ukuran sampel yang

direkomendasikan adalah 10 responden dari setiap indikator atau 10 kali

jumlah indikator dari semua variabel penelitian. Dalam penelitian ini terdapat
tiga variabel dengan 16 indikator, dengan demikian jumlah minimal

respondennya adalah 16 dikalikan dengan 10 maka jumlah sampel total adalah

160 responden.

2.14 Sumber Data

Sumber data penelitian merupakan subjek atau objek darimana data

dapat diperoleh (Arikunto, 2010). Secara garis besar, sumber data penelitian

dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder

(Sumadi, 1987). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Sumber data primer, yaitu data yang menjadi sumber utama untuk

memberikan informasi secara langsung (Sumadi, 1987). Penelitian ini

merupakan jenis penelitian kuantitatif, oleh karena itu sumber data primer

dari penelitian ini adalah kuesioner yang disebarkan kepada responden

dalam bentuk kuesioner online menggunakan aplikasi berbasis web yaitu

Google Form.

2. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari data yang tidak

memberikan informasi secara langsung sebagai penunjang daru sumber

data primer (Sumadi, 1987). Sumber data sekunder dari penelitian ini

adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu, buku referensi serta

dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan kajian pustaka.

2.15 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian (Gulo, 2002). Metode pengumpulan data adalah

cara-cara yang ditempuh dalam penelitian untuk mendapatkan data secara

objektif. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai

dengan tujuan penelitian, ketersediaan waktu, tenaga dan biaya bagi peneliti

(Syahrum & Salim, 2012). Terdapat beberapa metode pengumpulan data


dalam penelitian yaitu wawancara, observasi dan kuesioner (Sugiyono, 2013).

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

menggunakan kuesioner.

Menurut Hajar (1996) angket atau kuesioner adalah daftar pernyataan

atau pertanyaan dengan topik tertentu yang diberikan kepada responden untuk

mendapatkan informasi penelitian. Kuesioner merupakan metode

pengumpulan data yang efektif dan efisien apabila peneliti mengetahui pasti

variabel yang diukur dan yang diharapkan dari responden (Sugiyono, 2013).

Dalam menyebarkan kuesioner peneliti tidak harus bertemu langsung dengan

responden, tetapi cukup dengan mengajukan pertanyaan atau pernyataan

secara tertulis kepada responden (Syahrum & Salim, 2012). Kuesioner yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner online dengan menggunakan

aplikasi berbasis web yaitu Google Forms.

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

nilai variabel yang diteliti (Sugiyono, 2013). Instrumen penelitian akan

digunakan untuk pengukuran yang kemudian akan menghasilkan data

penelitian yang akurat. Oleh karena itu, setiap instrumen penelitian harus

mempunyai skala pengukuran. Terdapat empat jenis skala pengukuran

menurut (Sarwono, 2006) yaitu tipe skala nominal, ordinal, interval dan ratio.

Dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran tipe interval, yaitu

hasil pengukuran data yang dapat diurutkan atas dasar kriteria tertentu serta

mempunyai semua sifat data ordinal (Aedi, 2010). Sedangkan teknik

penyusunan skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala likert adalah

skala yang digunakan dalam penelitian yang mengukur sikap (Sarwono, 2006).

Sikap ini biasanya akan diekspresikan mulai dari nilai yang sangat negatif,

netral sampai ke sangat positif. Berikut penjelasan mengenai skala likert yang

digunakan dalam penelitian ini beserta skornya:


1. Sangat Setuju : Jumlah skor 5

2. Setuju : Jumlah skor 4

3. Tidak Pasti/ Tidak Tahu : Jumlah skor 3

4. Tidak Setuju : Jumlah skor 2

5. Sangat Tidak Setuju : Jumlah skor 1

2.16 Teknik Analisis Data

Pengolahan data penelitian kuantitatif dianalisis dengan menggunakan

statistik (Syahrum & Salim, 2012). Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan statistik inferensial, yaitu statistik yang membahas cara analisis

data dengan menaksir, meramalkan, dan menarik kesimpulan terhadap data

penelitian (Rinaldi, dkk., 2020). Analisis data pada penelitian ini menggunakan

program SPSS 25 (Statistical Program for Social Science). Jenis-jenis analisis

data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan pengujian kesahihan atau kevalidan alat ukur

(instrumen) untuk mendapatkan data (Syahrum & Salim, 2012). Uji

validitas ini dilakukan untuk mengukur pertanyaan atau pernyataan yang

ada di kuesioner valid atau tidak. Jika dianggap tidak valid, maka

pertanyaan tersebut harus dihilangkan dan tidak dipakai sebagai

instrumen penelitian. Kriteria statistik dari uji validitas sudah ditetapkan

dalam program SPSS adalah sebagai berikut:

a. Jika r hitung > r tabel, maka pernyataan tersebut dinyatakan valid.

b. Jika r hitung < r tabel, maka pernyataan tersebut dinyatakan tidak

valid.

2. Uji Reabilitas

Uji reabilitas merupakan sejauh mana alat atau instrumen suatu

penelitian dapat dipercaya dan diandalkan (Widi R., 2011). Dengan uji
reabilitas akan diketahui konsistensi suatu instrumen penelitian apabila

penelitian tersebut diulang. Dalam pengolahan data menggunakan SPSS,

perhitungan uji reabilitas menggunakan rumus Cronbach’s Alpha suatu

hipotesis dinyatakan diterima apabila perhitungan r hitung > r tabel senilai

5%.

3. Uji Asumsi Klasik

Dalam penelitian yang menggunakan statistik parametrik dan (skala

interval dan rasio) dan model regresi, uji asumsi klasik harus dipenuhi

untuk menyatakan bahwa sampel penelitian berdistribusi normal,

homogen dan tidak terdapat asumsi klasik. Dalam penelitian ini termasuk

dalam statistik parametrik dan model regresi maka terdapat beberapa jenis

pengujian dari uji asumsi klasik.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan pengujian data dengan tujuan untuk

melihat bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang

berdistribusi normal (Nurhidayati & Si, 2020). Kriteria uji normalitas

menggunakan SPSS ditunjukkan dengan perbandingan nilai taraf

signifikan (α) dengan nilai p-value yang disimbolkan dengan “Sig”

dalam tabel output. Apabila nilai default taraf signifikan sebesar 5%

atau 0,05 dan lebih besar dari p-value maka data berdistribusi normal.

Sedangkan jika nilai kurang dari 5% atau 0,05 dan p-value lebih besar,

maka data tidak berdistribusi normal (Rinaldi, dkk., 2020).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan pengujian mengenai kesamaan

variansi-variansi dua distribusi atau lebih (Rinaldi, dkk., 2020). Uji

homogenitas dapat dilakukan dengan cara grafik, uji kesamaan dan


uji bartlet. Dalam pengujian homoenitas menggunakan SPSS, data

dikatakan homogen apabila nilai p-value > 0,05 atau 5%.

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas merupakan asumsi yang dilakukan untuk

regresi linier berganda bahwa terjadi korelasi linier yang erat antar

variabel bebas (Rinaldi, dkk., 2020). Dalam pengujian ini, apabila nilai

VIF (Variance Inflation Factor) > 10 maka mengindikasikan adanya

multikolinearitas.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas merupakan pengujian yang bertujuan

untuk menilai ketidaksesuaian varian dari residual pada model regresi

linie (Nurhidayati & Si, 2020). Pengujian ini dilakukan dengan uji

glejser dengan cara menilai residual terhadap variabel independen

dengan persamaan regresi. Dalam pengujian ini, apabila nilai taraf

signifikan lebih besar dari 5% atau 0,05, maka tidak terjadi gejala

heteroskedastisitas.

e. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian yang bertujuan untuk

melihat indikasi variabel respon memiliki dependensi dengan dirinya

sendiri (Rinaldi, dkk., 2020). Statistic yang biasanya dipakai dalam

pengujian ini adalah Durbin Watson. Dalam pengujian ini, apabila 4 –

dL < DW < dL maka terdapat autokorelasi. Sedangkan apabila dU <

DW < 4 – dU, maka tidak terdapat autokorelasi.

4. Analisis Regresi Linier Sederhana

Regresi linier merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Apabila

hubungan ini terjadi antara 1 variabel independen dengan 1 variabel


dependen disebut dengan teknik analisis regresi linier sederhana (Harlan,

2018). Persamaan regresi linier sederhana adalah sebagai berikut:

Y = α + βX + ε

Keterangan:

Y = Variabel Dependen

α = Konstanta (intercept perpotongan dengan sumbu tegak)

β = Konstanta (kemiringan/gradient)

X = Variabel Independen

ε = Eror/ Kesalahan dalam model

Apabila β=0 maka H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan

antara variabel X dengan variabel Y. Sedangkan jika β≠0 maka H1

diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X dan

variabel Y.

5. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan persamaan regresi untuk

mengetahui pengaruh 2 variabel ibdependen atau lebih terhadap 1

variabel dependen (Rinaldi, dkk., 2020). Persamaan analisis regresi linier

berganda adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + ε

Apabila β1 = β2 = 0, maka tidak ada pengaruh yang signifikan dari

variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y. Sedangkan jika β1 ≠ 0, maka

terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel X1 dan X2 terhadap

variabel Y.

6. Uji Hipotesis

Uji hipotesis merupakan suatu cara yang dilakukan untuk

membandingkan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis pada data

populasi. Dalam pengujian ini hanya ada dua kemungkinan, yaitu


menerima hipotesis atau menolaknya (Maulana, 2021). Pengujian

hipotesis dalam penelitian ini melalui 3 pengujian, yaitu uji F (simultan), uji

t test dan uji koefisien determinasi (R2).

a. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

secara bersamaaan terhadap variabel dependen. Dalam pengujian ini

apabila nilai Fhitung > Ftabel, maka berarti bahwa variabel independen

secara bersamaan mempengaruhi variabel dependen dengan derajat

kesalahan 5% (α = 0,05).

b. Uji t

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

dan variabel dependen secara individu atau sendiri-sendiri. Dalam

pengujian ini apabila nilai thitung > ttabel, maka berarti bahwa variabel

independen berpengaruh secara individu terhadap variabel

dependen.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui tingkat

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen atau

kontribusi variabel yang saling mempengaruhi. Dalam pengujian ini

nilai koefisien determinasi terletak antara 0 sampai 1, 0 ≤ R2 ≤ 1.

Apabila nilai menunjukkan angka 0, maka berarti bahwa tidak terdapat

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

Sedangkan apabila nilai koefisien menunjukkan angka 1, maka berarti

terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen.

Anda mungkin juga menyukai