Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongan-Nya, saya bisa menyelesaikan makalah Hukum Pidana kami
sadari, masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, semoga
hal ini tidak menghalangi saya untuk terus berkarya. Saya berharap di masa yang
akan datang, saya dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dan menjadi
penulis yang sukses.
Kami berharap makalah ini dapat menjadi inspirasi bagi kami di masa
yang akan datang dan juga memberi manfaat bagi pembaca agar lebih
meningkatkan kesadaran untuk membaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................5
PENUTUP.......................................................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memunih nilai tugas Hukum acara Pidana dan
dapat lebih memahami tentang apa itu Dasar Penghapusan Pidana.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Penghapus Pidana
1
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan
Pemberat Pidana, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, Hlm 45.
2
Ibid
3
M. Hamdan, Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus, Op. Cit., Hlm. 27
5
yang jelas tentang makna alasan penghapus pidana tersebut.
Menurut doktrin alasan penghapus pidana dapat dibagi dua yaitu
alasan penghapus pidana yang merupakan alasan pemaaf, dan yang
kedua alasan penghapus pidana yang merupakan alasan pembenar.4
Khusus mengenai dasar penghapus pidana, KUHP
merumuskan beberapa keadaan yang dapat menjadi dasar
penghapus pidana, sebagai berikut :
1. Pasal 44 KUHP tentang Ketidakmampuan Bertanggungjawab.
2. Pasal 48 KUHP tentang Daya Paksa dan Keadaan Terpaksa.
3. Pasal 49 KUHP tentang Bela Paksa.
4. Pasal 50 KUHP tentang Melaksanakan Perintah Undang-
undang.
5. Pasal 51 KUHP tentang Melaksanakan Perintah Atasan.
4
Ibid, Hlm.29
5
Ibid.
6
kepentingan umum yang tidak diuntungkan dengan adanya
penuntut pidana.6
6
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan
Pemberat Pidana, Op.Cit, Hlm. 47
7
Adami Chazawi, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan,
Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2009, Hlm.
18.
8
Ibid
9
Ibid
7
Tidak dipidananya si pembuat karena alasan pemaaf
walaupun perbuatannya terbukti melanggar undang-undang, yang
artinya perbuatannya itu tetap bersifat melawan hukum, namun
karena hilang atau hapusnya kesalahan pada diri si pembuat,
perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.
Contohnya orang gila memukul orang lain sampai luka berat, dia
dimaafkan atas perbuatannya itu. Berlainan dengan alasan
pembenar, tidak dipidananya si pembuat, karena perbuatan tersebut
kehilangan sifat melawan hukumnya perbutan. Walaupun dalam
kenyataannya perbuatan si pembuat telah memenuhi unsur tidak
pidana, tetapi karena hapusnya sifat melawan hukum pada
perbuatan itu, si pembuat tidak dapat dipidana.
10
Endik Wahyudi SH.MH, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan menjalankan Pidana, PPT
11
Pasal 44 KUHP
8
1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam
pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu
karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang
itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan.
3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pada Pasal 44 ayat (1) KUHP yang dimaksud dengan tidak dapat
dipertanggungjawabkan adalah sebagai berikut :
12
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan
Pemberat Pidana, Op.Cit, Hlm. 56.
9
Menurut Van Hamel, yang dimaksut pertumbuhan yang tidak
sempurna dari kemampuan jiwa yaitu dengan mengatakan bahwa orang
yang kemampuan jiwanya tidak tumbuh secara sempurna, seperti adanya
gangguan secara psikis, idiot atau imbecile, siamping itu van Hamel juga
Pompe berpendapat bahwa kecacatan2 tertentu yang berdampak pada
pertumbuhan tidak sempurna dari kemampuan berfikir seperti orang2
yang buta sejak lahir atau orang2 tuli sejak lahir termasuk didalamnya.13
10
D. Pasal 49 KUHP Pembelaan Terpaksa
16
Endik Wahyudi SH.MH, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan menjalankan Pidana, PPT
17
Ibid
18
Ibid
11
1. Orang yang menghadapi suatu serangan mengalami goncangan
batin yang demikian hebat kemudian mengubah pembelaan diri
menjadi suatau serangan.
2. Orang yang melakukan pembelaan terpaksa mengalami
kegoncangan jiwa yg begitu hebat dg serta merta menggunakan
upaya bela diri yg berlebihan atau tidak menggunakan upaya
drastis untuk membela diri.
12
c. Tindakan yang dilakukan adalah tindakan yang secara jelas
dirumuskan dan berdasarkan perintah undang-undang.19
19
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan
Pemberat Pidana, Op.Cit, Hlm. 96.
20
Ibid
21
KUHP Pasal 51 ayat (1)
22
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan, dan
Pemberat Pidana, Op.Cit, Hlm. 100.
13
c. Melaksanakan perintah jabatan harus dengan cara yang patut, dan
seimbang sehingga tidak melampui batas kewajaran. 23
23
Endik Wahyudi SH.MH, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan menjalankan Pidana,
PPT
24
Dulkadir SH.MH, http://gudangilmuhukum.blogspot.com/2010/08/pidana.html
14
sifat melawan hukum ini sebagai elemen dari tindak pidana (elementen
van het delict) atau tidak secara tegas dinyatakan sebagai unsur dalam
rumusan tindak pidana, namun demikian bukanlah berarti perbuatan yang
dimaksudkan dalam rumusan tindak pidana tersebut tidak memiliki sifat
melawan hukum. Hal ini dapat pula diartikan secara sederhana bahwa
suatu tindak pidana sebenarnya merupakan salah satu bentuk tindakan
melawan hukum yang mendapat tempat secara khusus dalam suatu
undang-undang hukum pidana.25
Dari pengertian sifat melawan hukum dan pembagiannya di atas,
maka dapat dinyatakan bahwa sifat melawan hukum memiliki 4 (empat)
makna. Pertama, sifat melawan hukum diartikan syarat umum dapat
dipidananya suatu perbuatan sebagaimana definisi perbuatan pidana yakni
kelakukan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan
hukum dan dapat dicela; kedua, kata melawan hukum dicantumkan dalam
rumusan delik, dengan demikian sifat melawan hukum merupakan syarat
tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan; ketiga, sifat melawan
hukum formil mengandung arti semua unsur dari rumusan delik telah
terpenuhi; dan keempat, sifat melawan hukum materiil mengandung 2
(dua) pandangan, pertama dari sudut perbuatannya yang mengandung arti
melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak
dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik, dan kedua
dari sudut sumber hukumnya, dimana sifat melawan hukum mengandung
pertentangan dengan asas kepatutan, keadilan, dan hukum yang hidup di
masyarakat.26
25
Juventhy M Siahaan, SH.MH http://lbhamin.org/perbuatan-melawan-hukum/
26
Ibid
15
atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan
oleh Presiden.27
Pasal 4 UU No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi
menyebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat
hukum pidana terhadap orang-orang yang diberikan amnesti dihapuskan.
Sedangkan untuk pemberian abolisi, penuntutan terhadap orang-orang
yang diberikan abolisi ditiadakan.28
27
Endik Wahyudi SH.MH, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan menjalankan Pidana,
PPT
28
Ibid
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam judul ketiga dari buku pertama KUHP, terdapat hal-hal yang
menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pidana, yaitu :
17
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Eva Achjani Zulfa, 2010, Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus,
Peringan, dan Pemberat Pidana, Ghalia Indonesia, Bogor.
M. Hamdan, 2012, Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus, PT.
Refika Aditama, Bandung.
Adami Chazawi, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan,
Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan
dan Ajaran Kausalitas, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2009.
Endik Wahyudi SH.MH, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan menjalankan
Pidana, PPT.
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang No. 1 Tahun 1964 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)
18