Anda di halaman 1dari 45

Sistem Terintegrasi Neraca Ekonomi Lingkungan

(SISNERLING) 2014
Ekonomi Hijau

Subdirektorat Neraca Barang


Direktorat Neraca Produksi
2015

SISTEM TERINTEGRASI NERACA


EKONOMI LINGKUNGAN
(SISNERLING) 2014
EKONOMI HIJAU

SUBDIREKTORAT NERACA BARANG


DIREKTORAT NERACA PRODUKSI
2015

KATA PENGANTAR

Badan Pusat Statistik selama beberapa tahun terakhir telah menyajikan


publikasi Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia. Tujuan
dari penyajian publikasi ini adalah untuk memberikan gambaran tentang dampak
pembangunan terhadap ketersediaan dan peranan sumber daya alam dalam
aktivitas kegiatan ekonomi. Publikasi ini memaparkan tentang kajian
penghitungan tingkat penipisan cadangan beberapa komoditi, baik dipaparkan
dalam bentuk neraca fisik dan neraca moneter.
Penyajian publikasi ini berdasarkan pada standar penyusunan neraca
lingkungan internasional yaitu System for Integrated Environtmental and
Economic Accounting (SEEA), dan BPS secara bertahap akan
mengimplementasikan acuan standar internasional demi penyempurnaan publikasi
Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia. Salah satu
bentuk implementasinya adalah dengan melakukan penghitungan Neraca Aktivitas
Lingkungan.
Dua hal utama yang dicatat pada Neraca Aktivitas Lingkungan
yaitu pengeluaran perlindungan lingkungan dan penyediaan barang dan jasa ramah
lingkungan. Selanjutnya untuk memperoleh dua jenis informasi tersebut, BPS
melakukan Survei Khusus Neraca Pengeluaran Perlindungan Lingkungan dan
Neraca Produksi barang dan jasa lingkungan.
Publikasi ini secara khusus akan menyajikan laporan hasil Survei Khusus
Pengeluaran Perlindungan Lingkungan dan Neraca Produksi Barang dan
Jasa Lingkungan. Hasil yang dirangkum dalam publikasi ini akan memperkaya
ketersediaan data tentang lingkungan, serta dapat menjadi bahan evaluasi untuk
perbaikan pelaksanaan Survei-Survei Khusus tentang lingkungan berikutnya.
Akhirnya, diucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah
berkontribusi dalam proses penyusunan laporan ini.

Jakarta, Desember 2015


Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. ....................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ....................................ii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... ....................................1
I.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
I.2. Maksud dan Tujuan .............................................................................................. 3
BAB II. RUANG LINGKUP, DEFINISI, DAN KLASIFIKASI ...................................... 4
2.1. Ruang Lingkup Barang dan Jasa Lingkungan ............................................... 4
2.2. Klasifikasi Aktivitas Lingkungan.................................................................... 5
2.3. Kategori Produk Lingkungan........................................................................... 7
BAB III. METODOLOGI...................................................................................................... 10
3.1. Neraca Pengeluaran untuk Perlindungan Lingkungan (Environmental

Protection Expenditure Accounts/EPEA) ..................................................... 10


3.2. Neraca Sektor Barang dan Jasa Lingkungan (Environmental Goods

and Services Sector/EGSS) ............................................................................ 12


3.3. Metode Perolehan Data .................................................................................. 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 16
4.1. Neraca Pengeluaran untuk Perlindungan Lingkungan (Environmental

Protection Expenditure Accounts/EPEA) ..................................................... 16


4.2. Neraca Sektor Barang dan Jasa Lingkungan (Environmental Goods

and Services Sector/EGSS) ............................................................................. 20


BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................... ....................................28


5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 28
5.2. Saran .................................................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... ....................................29


LAMPIRAN .......................................................................................... ....................................30

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan ekonomi pasti melibatkan

lingkungan dalam mekanismenya. Lingkungan memberikan input berupa input


alam, seperti lahan, air, dan berbagai sumber daya alam lainnya, yang mendukung
proses produksi oleh berbagai sektor institusi. Lingkungan pun menjadi tempat
bermuaranya segala macam residual dari proses produksi seperti asap, limbah
padat, limbah cair, dan sebagainya. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa
peningkatan perekonomian akan diikuti oleh penurunan kualitas lingkungan.
Poin ke-12 Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu Ensure
Sustainable Consumption and Production Patterns yang dijabarkan dalam Open
Working Group Proposal for SDGs, menyatakan bahwa pada tahun 2030 setiap
negara mampu mengelola sumber daya alam (SDA) secara efisien dan
berkelanjutan (sustainable) serta mampu mengurangi limbah secara substansial
melalui proses pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.
Menurut PBB (2012), salah satu cara untuk mencapai pembangunan yang
sustainable adalah dengan menerapkan prinsip ekonomi hijau. Kebijakan ekonomi
hijau akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengurangi
angka kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan peluang
kerja yang lebih besar dan lebih layak, serta menjaga kelestarian ekosistem di
muka bumi.
Dengan terbatasnya kondisi lingkungan dan meningkatnya permintaan
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sering muncul pertanyaan mengenai
bagaimana reaksi pelaku ekonomi (termasuk pemerintah dan konsumen akhir)
terhadap tekanan yang muncul dari keterbatasan sumber daya alam dan
lingkungan; bagaimana tingkat pengeluaran yang disebabkan oleh kebutuhan
untuk melindungi lingkungan dan sumber daya alam; dan berapa banyak faktor
produksi ekonomi yang terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang

digunakan dalam kegiatan perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya


alam.
Selama ini, kinerja perekonomian dicatat dalam sistem neraca nasional
sesuai dengan pedoman dalam System of National Accounts (SNA) 2008. Salah
satu informasi yang sering digunakan dalam melihat performa perekonomian
adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Namun informasi yang terangkum dalam
sistem neraca nasional tidak secara eksplisit menunjukkan peran dari kegiatan
perekonomian yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, perlu untuk
mengidentifikasi komponen lingkungan dalam SNA, seperti memilah klasifikasi
industri dan produk yang berwawasan lingkungan serta mengidentifikasi transaksi
yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan. Dalam pembahasan selanjutnya,
kegiatan perekonomian dan transaksi yang berwawasan lingkungan ini disebut
sebagai aktivitas lingkungan.
Pengukuran aktivitas lingkungan juga berguna untuk memonitor apakah
sumber daya alam yang digunakan dalam kegiatan perekonomian sudah
memenuhi prinsip efisiensi atau belum. Jika dikombinasikan dengan informasi
mengenai kondisi lingkungan yang semakin menurun kapasitasnya dari waktu ke
waktu, maka data mengenai aktivitas lingkungan dapat membantu untuk
menganalisis apakah suatu kegiatan telah secara efektif menggunakan sumber
daya alam. Pada dasarnya, penggunaan sumber daya alam secara efisien bertujuan
untuk mengurangi tekanan terhadap lingkungan dan menjaga kapasitas lingkungan
dalam memberikan manfaat kepada manusia.
Isu mengenai lingkungan bukan saja menjadi isu nasional namun sudah
menjadi isu internasional. Pemerintah dari berbagai negara, termasuk PBB, telah
sepakat untuk mendukung negara-negara yang melakukan transisi menuju
ekonomi hijau serta memberikan bantuan dalam pengembangan strategi ekonomi
hijau nasional untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, menggalakkan
penerapan teknologi yang lebih bersih, dan mengurangi dampak buruk terhadap
lingkungan.

1.2

Maksud dan Tujuan

1.2.1

Maksud
Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran

mengenai seberapa hijau perekonomian Indonesia dengan menggunakan indikator


aktivitas lingkungan. Pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan konvensional
belum menyentuh aspek lingkungan sebagai salah satu indikatornya. Padahal
secara cakupan, penghitungan indikator pertumbuhan ekonomi telah mencakup
industri dan produk yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemisahan antara industri konvensional dengan industri yang telah
menggunakan prinsip perlindungan lingkungan dari waktu ke waktu.
Ekonomi hijau tidak hanya dilihat dari sisi produsen, namun juga dari sisi
konsumen. Kesadaran masyarakat secara umum dalam perannya menjaga
kelestarian lingkungan dapat tercermin dari kegiatan konsumsinya. Berdasarkan
teori ekonomi tentang keseimbangan supply dan demand, jika konsumen
meningkatkan permintaannya akan barang dan jasa yang ramah lingkungan, maka
produksinya pun akan meningkat. Hal inilah yang mendukung penciptaan
ekonomi hijau dalam suatu perekonomian.

1.2.2

Tujuan
Memisahkan aktivitas lingkungan dari aktivitas ekonomi lainnya dilakukan

untuk memenuhi permintaan akan tersedianya data statistik terkait perlindungan


lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Tujuan lain yang akan dicapai
adalah:

Menyediakan informasi untuk membantu memahami respon masyarakat


terhadap degradasi lingkungan dan deplesi sumber daya alam;

Menggambarkan potensi dari aktivitas ekonomi yang berdasar pada prinsip


ramah lingkungan dan penggunaan sumber daya alam secara efisien;

Menyediakan

informasi

mengenai

bagaimana

sistem

pembiayaan

perlindungan lingkungan.

Menyediakan data untuk pemodelan dampak buruk dari aktivitas ekonomi


(misal emisi CO2) terhadap kelestarian lingkungan di masa mendatang.

BAB II
RUANG LINGKUP, DEFINISI, DAN KLASIFIKASI

Definisi dari cakupan, klasifikasi, dan kategori industri dan produk yang
akan dibahas berpedoman pada System of Environmental-Economic Accounting:
Central Framework (SEEA-CF) 2012 dan pedoman pengumpulan data
Environmental Goods and Services Sector (EGSS) Eurostat 2009.
2.1

Ruang Lingkup Barang dan Jasa Lingkungan


Pedoman pengumpulan data EGSS Eurostat 2009 (selanjutnya akan

disebut sebagai Eurostat EGSS 2009) menggambarkan EGSS sebagai satu set
produsen teknologi, barang, dan jasa yang mengukur, mengendalikan,
memulihkan, mencegah, dan meminimalkan kerusakan udara, air dan tanah, serta
menangani masalah yang berkaitan dengan limbah, kebisingan, keanekaragaman
hayati dan penipisan sumber daya. Analog dengan penjelasan dalam SEEA-CF
2012, EGSS terdiri dari produsen semua barang dan jasa yang diproduksi untuk
tujuan perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.
Peraturan No. 691/2011 Parlemen Eropa menjelaskan EGSS sebagai
kegiatan produksi ekonomi nasional yang menghasilkan produk lingkungan.
Produk lingkungan adalah produk yang diproduksi untuk tujuan perlindungan
lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini juga mendefinisikan
'perlindungan lingkungan' dan 'manajemen sumber daya alam' sebagai berikut:

Perlindungan lingkungan (environment protection/EP) mencakup semua


kegiatan dan tindakan yang memiliki tujuan utama seperti pencegahan,
pengurangan dan eliminasi polusi dan bentuk degradasi lain dari
lingkungan. Kegiatannya mencakup semua tindakan yang diambil untuk
memulihkan lingkungan setelah terdegradasi. Kegiatan yang hanya
sementara bermanfaat bagi lingkungan, terutama untuk memenuhi
kebutuhan teknis atau persyaratan internal kebersihan, keselamatan, dan
keamanan suatu perusahaan atau lembaga dikecualikan dari definisi ini.

Pengelolaan sumber daya alam (resource management/RM) termasuk


kegiatan pelestarian, pemeliharaan dan peningkatan stok sumber daya
alam.
Definisi di atas masih membutuhkan penegasan mengenai apa saja yang

dianggap sebagai aktivitas lingkungan. Dalam SEEA-CF 2012 disebutkan:


those economic activities whose primary purpose is to reduce or eliminate
pressures on the environment or to make more efficient use of natural resources.
Eusrostat EGSS 2009 juga menyebutkan bahwa penentuan suatu kegiatan
berwawasan lingkungan atau tidak didasarkan dari kriteria tujuan utama:

Kriteria yang pertama dan paling penting untuk suatu produk dikatakan
sebagai barang atau jasa lingkungan adalah tujuan utamanya untuk
perlindungan lingkungan atau manajemen sumber daya alam. Tujuan
utama tersebut dilihat dari sifat teknis dari produk (Eurostat EGSS 2009,
hlm. 29- 31).

Tujuan utama juga dapat dilihat dari niat produsen. Niat produsen
menggambarkan

pandangan

produsen

tentang karakteristik

ramah

lingkungan, kesadaran produsen tentang penggunaan produk dan


kesadaran produsen tentang pasar yang menjadi sasaran penjualan produk
ramah-lingkungannya (Eurostat EGSS 2009, hlm. 32 ).
Dalam prakteknya, khususnya dalam kasus ini, niat produsen menjadi kriteria
utama untuk mengidentifikasi barang dan jasa lingkungan.
2.2

Klasifikasi Aktivitas Lingkungan


Untuk karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan No. 691 di

atas, data harus diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Kegiatan Perlindungan


Lingkungan (Classification of Environmental Protection Activities/CEPA) dan
Klasifikasi Kegiatan Pengelolaan Sumberdaya (Classification of Resource
Management Activities/CReMA).

CEPA adalah klasifikasi fungsional yang umum digunakan untuk


menentukan aktivitas perlindungan lingkungan. CEPA tidak hanya digunakan
untuk mengklasifikasikan kegiatan perlindungan lingkungan, tetapi juga produk,
pengeluaran dan transaksi lainnya. CEPA mencakup sembilan kelas, diantaranya:
1. Perlindungan udara dan iklim (CEPA 1);
2. Pengelolaan air limbah (CEPA 2);
3. Pengelolaan sampah (CEPA 3);
4. Perlindungan dan remediasi tanah, air tanah dan air permukaan (CEPA 4);
5. Pengurangan kebisingan dan getaran (CEPA 5);
6. Perlindungan keanekaragaman hayati dan lanskap (CEPA 6);
7. Perlindungan dari radiasi (CEPA 7);
8. Penelitian dan pengembangan lingkungan (CEPA 8); dan
9. Kegiatan perlindungan lingkungan lainnya (CEPA 9).
Untuk kegiatan RM digunakan klasifikasi terpisah yaitu CReMA yang mencakup 7
kelas, diantaranya:
10. Pengelolaan air (CReMA 10);
11. Pengelolaan sumber daya hutan (CReMA 11);
12. Pengelolaan flora dan fauna liar (CReMA 12);
13. Pengelolaan sumber daya energi (CReMA 13);
14. Pengelolaan mineral (CReMA 14 );
15. Kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pengelolaan sumber daya

alam (CReMA 15), dan


16. Kegiatan pengelolaan sumber daya alam lainnya (CreMA 16).

Dalam pelaporan kedepannya, CreMA 13 harus dipisah menjadi 3 subkelas yaitu CReMA 13A (Produksi energi dari sumber terbarukan), 13B
(Penghematan dan pengelolaan energi/panas) dan 13C (Minimisasi pengambilan
sumber daya fosil sebagai bahan baku), sedangkan sub-kelas 11A (Pengelolaan
kawasan hutan) dan 11B (Minimisasi pengambilan sumber daya hutan) dapat
secara terpisah dilaporkan namun atas dasar sukarela.
Kedua klasifikasi, CEPA dan CReMA bersifat mutually exclusive sehingga

semua produksi di EGSS hanya dapat diklasifikasikan ke dalam satu kelas. Untuk
lebih jelasnya, klasifikasi CEPA dan CreMA dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Klasifikasi Kegiatan Lingkungan
CEPA: Classification of Environmental Protection Activities
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perlindungan udara dan iklim


Pengelolaan air limbah
Pengelolaan sampah
Perlindungan dan remediasi tanah, tanah dan air permukaan
Pengurangan kebisingan dan getaran
Perlindungan keanekaragaman hayati dan lanskap
Perlindungan dari radiasi
Penelitian dan pengembangan lingkungan
Kegiatan perlindungan lingkungan lainnya

CReMA Classification of Resource Management Activities


10

Pengelolaan air

11

Pengelolaan sumber daya hutan


11A

Pengelolaan area hutan


Minimisasi pengambilan sumber daya hutan
Pengelolaan flora dan fauna liar
12
Pengelolaan sumber daya energi
13
13A Produksi energi dengan sumber daya terbarukan
11B

2.3

13B

Penghematan dan pengelolaan energi/panas

13C

Minimisasi dari asupan sumber daya fosil sebagai bahan baku

14

Pengelolaan mineral

15

Penelitian dan pengembangan untuk pengelolaan sumber daya alam

16

Kegiatan pengelolaan sumber daya alam lainnya

Kategori Produk Lingkungan


Menurut SEEA-CF 2012, produk yang terkait dengan aktivitas lingkungan

terbagi menjadi jasa spesifik perlindungan lingkungan, connected products,


adapted goods, teknologi end-of-pipe, dan teknologi terintegrasi.

a. Jasa spesifik perlindungan lingkungan


Jasa spesifik perlindungan lingkungan merupakan produk katakter dari
aktivitas perlindungan lingkungan yang diproduksi oleh unit ekonomi untuk
dijual atau digunakan sendiri. Contoh dari jasa spesifik perlindungan
lingkungan adalah jasa pengelolaan sampah dan limbah cair. Produsen dari
jasa spesifik perlindungan lingkungan dapat berupa industri spesialis, industri
non-spesialis penyedia jasa perlindungan lingkungan, pemerintah, dan
produsen yang menggunakan sendiri outputnya (own-account producer).
b. Connected products
Connected products merupakan produk yang digunakan secara langsung untuk
mendukung aktivitas perlindungan lingkungan namun bukan jasa spesifik
perlindungan lingkungan. Contoh connected products adalah septic tank, jasa
perawatan septic tank, kantong sampah, tempat sampah, dan kontainer
kompos. Pembelian connected products oleh pihak yang berbeda dapat
menghasilkan pencatatan yang berbeda. Jika rumah tangga membeli kontainer
sampah maka dicatat sebagai connected products, namun jika dibeli oleh
industri penyedia jasa spesifik lingkungan maka dicatat sebagai konsumsi
antara atau pembentukan modal bagi industri tersebut.
c. Adapted goods
Adapted goods adalah barang yang sudah dimodifikasi untuk menjadi lebih
ramah lingkungan dan penggunaannya mendukung pelestarian lingkungan.
Contoh adapted goods adalah bahan bakar yang sudah didesulfurisasi, baterai
non-merkuri, dan produk non-CFC. Pada kegiatan perlindungan lingkungan,
nilai adapted goods didekati dengan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk
membeli adapted goods dibanding dengan barang biasa semisal. Namun untuk
kegiatan produksi barang dan jasa lingkungan, nilai adapted goods dicatat
seluruhnya.
d. Teknologi end-of-pipe
Terdiri dari instalasi teknis dan peralatan yang diproduksi untuk pengukuran,
kontrol, pengolahan, dan restorasi polusi, degradasi lingkungan, dan/atau
deplesi sumber daya alam. Contoh teknologi end-of-pipe adalah mesin

pengolah limbah, alat pengukur polusi udara, dan fasilitas pengumpul limbah
radioaktif.
e. Teknologi terintegrasi
Teknologi terintegrasi adalah proses teknis, metode, atau wawasan yang
digunakan dalam proses produksi agar tingkat polusi yang dihasilkan lebih
rendah dan penggunaan input sumber dayanya lebih efisien dibandingkan
dengan teknologi normal yang sejenis.

BAB III
METODOLOGI

Aktivitas lingkungan dapat dilihat dari sisi supply dan demand seperti
aktivitas ekonomi pada umumnya. Dari sisi demand, aktivitas lingkungan
mengacu pada pengeluaran yang dilakukan oleh unit ekonomi untuk tujuan
perlindungan lingkungan. Dalam pencatatannya, aktivitas ini dicatat dalam
rangkaian Neraca Pengeluaran untuk Perlindungan Lingkungan (Environmental
Protection Expenditure Accounts/EPEA). Dari sisi supply, aktivitas lingkungan
yang dicatat adalah produksi barang dan jasa yang ramah lingkungan dan dicatat
dalam Sektor Barang dan Jasa Lingkungan (Environmental Goods and Services
Sector/EGSS).
3.1
Neraca Pengeluaran untuk Perlindungan Lingkungan (Environmental
Protection Expenditure Accounts/EPEA)
Tujuan disusunnya EPEA adalah untuk memudahkan identifikasi dan
pengukuran kepedulian masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan melalui
penawaran dan permintaan jasa perlindungan lingkungan. Sesuai dengan SEEACF 2012 Bab IV, terdapat empat (4) tabel utama yang harus dibangun untuk
menggambarkan EPEA. Tabel pertama menunjukkan output jasa spesifik
perlindungan lingkungan yang dihasilkan oleh residen mencakup pemerintah,
industri spesifik, industri non-spesifik perlindungan lingkungan, dan produsen
own account. Berikut adalah contoh tabel dari SEEA-CF 2012.
Tabel kedua adalah tabel penyediaan dan penggunaan untuk jasa spesifik
perlindungan lingkungan, yang menggambarkan total penyediaan jasa spesifik

10

perlindungan lingkungan dari industri domestik dan impor serta penggunaannya


oleh unit-unit ekonomi.
Tabel ketiga menggambarkan permintaan akan barang dan jasa lingkungan
dengan tujuan untuk perlindungan lingkungan. Termasuk juga pembentukan
modal oleh industri spesifik, industri non-spesifik perlindungan lingkungan, dan
produsen own account.

Sementara

tabel

keempat

menunjukkan

bagaimana

perlindungan lingkungan dilakukan dalam level nasional.

11

pembiayaan

untuk

Penerapan SEEA 2012 dalam Sisnerling Indonesia- Ekonomi Hijau ini


adalah yang pertama kalinya dilakukan. Oleh karena itu, tabel yang akan disajikan
terkait pengeluaran perlindungan lingkungan hanya pengeluaran berdasarkan
pelaku ekonomi. Cakupan pelaku ekonomi pun hanya terbatas pada pemerintah
dan industri non-spesialis perlindungan lingkungan. Mengenai instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan datanya akan dijabarkan pada bahasan berikutnya.
3.2

Neraca Sektor Barang dan Jasa Lingkungan (Environmental Goods


and Services Sector/EGSS)
EGSS menggambarkan aktivitas lingkungan dari sisi supply dan neraca

EGSS menyajikan informasi produksi barang dan jasa lingkungan. Informasi ini
penting untuk mengetahui respon perekonomian terhadap masalah degradasi
lingkungan dan deplesi sumber daya alam. Neraca EGSS menyediakan indikator
produksi barang, jasa, dan teknologi lingkungan; kontribusi produksi produk
lingkungan terhadap perekonomian secara keseluruhan; jumlah tenaga kerja yang
terlibat dalam produksi produk lingkungan; serta investasi dan ekspor produk
lingkungan.
Neraca EGSS juga menyediakan informasi untuk memudahkan penilaian
potensi aktivitas ekonomi yang memberi perhatian terhadap perlindungan
lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya alam serta melihat
bagaimana

respon

perekonomian

terhadap

kebijakan/peraturan

terkait

perlindungan lingkungan dan efisiensi sumber daya alam. Neraca EGSS juga
menyediakan informasi untuk membangun EPEA. Variabel EGSS berfokus pada
output, nilai tambah, tenaga kerja, ekspor, dan pembentukan modal yang terkait
dengan produksi barang dan jasa lingkungan.
Sama halnya dengan EPEA, neraca EGSS dalam laporan ini hanya
menyediakan informasi produsen EGSS dari industri dan tidak memisahkan
output berdasarkan sifatnya (perlindungan lingkungan atau pengelolaan sumber
daya alam). SEEA-CF 2012 telah memberikan contoh mengenai struktur neraca
EGSS dengan format sebagai berikut:

12

3.3

Metode Perolehan Data


Dalam membangun neraca EPEA dan EGSS, data yang dibutuhkan berasal

dari dua sumber, yakni data administratif, data sekunder dari instansi/lembaga,
dan hasil survei EPEA/EGSS 2015. Data administratif mencakup data Anggaran
Pendapatan Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja daerah
(APBD) fungsi lingkungan hidup. Dari data tersebut, dapat diperoleh informasi
mengenai pengeluaran pemerintah dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan
yang menjadi isian dari neraca EPEA.
Sumber data kedua merupakan data sekunder yang telah tersedia di
instansi/lembaga terkait, seperti data pertambangan hijau/ green mining, data
green energy yaitu energi yang didapat dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, data pengadaan air, dan laporan keuangan dari kebun raya, taman
konservasi alam, dll.
Sumber data terakhir berasal dari hasil survei EPEA/EGSS 2015. Survei
tersebut merupakan survei pilot yang diadakan hanya pada tiga provinsi yakni
DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sasaran dari survei tersebut adalah industri
yang memproduksi barang lingkungan, namun hanya dibatasi dengan industri
pertanian organik dan industri manufaktur hijau.

13

Berikut adalah beberapa kategori dalam KBLI yg dicakup dalam neraca


EPEA dan EGSS:

Kategori A: Pertanian organik

Kategori B: Green mining (panas bumi/geothermal)

Kategori C: Industri ramah-lingkungan

Kategori D: Green energy (listrik tenaga air, surya, panas bumi)

Kategori E: Pengadaan Air, pengelolaan sampah, limbah, daur ulang

Kategori O: Kebun raya, kebun binatang dan taman konservasi alam


(taman nasional, suaka margasatwa, kebun binatang)
Instrumen yang digunakan dalam survei EPEA/EGSS adalah kuesioner

EPEA/EGSS-15 yang dapat dilihat pada bagian lampiran. Pengisian kuesioner


oleh responden melalui pendekatan wawancara langsung. Kuesioner tersebut
terdiri dari delapan bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I merupakan blok pengenalan tempat yang berisi lokasi/alamat dari


responden meliputi informasi provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan
kelurahan tempat industri tersebut berada.

Bab II berisi informasi mengenai keterangan petugas yang mencakup


pencacah dan pemeriksa. Informasi kedua petugas tersebut wajib diberikan
sebelum kuesioner diserahkan dari daerah ke pusat.

Blok III merupakan bagian yang menanyakan keterangan usaha dari


perusahaan yang menjadi responden. Informasi yang ditanyakan mencakup
jenis kegiatan yang dilakukan, tahun mulai kegiatan, jumlah tenaga kerja,
total pemdapatan, dan total belanja modal pada tahun 2014.

Blok IV menanyakan informasi terkait pengeluaran yang dilakukan


perusahaan meliputi pengeluaran/biaya operasional dan pengeluaran yang
terkait perlndungan lingkungan.
Pengeluaran perlindungan lingkungan adalah pengeluaran oleh
perusahaan yang tujuan utamanya untuk mengurangi pressure terhadap
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan operasional perusahaan,
mencakup:

14

a) Pengurangan atau pencegahan emisi udara atau air;


b) Pengurangan limbah;
c) Perlindungan tanah, lahan, dan air bawah tanah;
d) Pencegahan dari polusi udara dan getaran;
e) Perlindungan sumber daya alam;
f) Pengeluaran operasional internal untuk pengelolaan dan kontrol
lingkungan;
g) Pengeluaran operasional eksternal ke pihak lain untuk jasa
perlindungan lingkungan seperti pembiayaan untuk pengelolaan
limbah ke pihak lain;
h) Pembelian barang modal atas dasar harga pembeli;

Blok V berisi informasi mengenai usaha penghematan yang dilakukan oleh


perusahaan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam agar lebih efisien
penggunaannya, serta pendapatan yang diperoleh dari produksi barang dan
jasa lingkungan termasuk pendapatan dari penjualan produk residual atau
limbah.

Blok VI merupakan blok catatan dimana responden dapat memberikan


keterangan tambahan yang tidak tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan
sebelumnya.

Blok VII adalah blok pengesahan dimana pejabat yang berwenang di


kantor daerah memberikan pengesahan tentang isi kuesioner tersebut
sebelum kuesioner dikirim ke pusat.

15

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah disebutkan sebelumnya bahwa transaksi untuk tujuan perlindungan


lingkungan sebenarnya telah tercakup dalam kegiatan perekonomian selama ini,
hanya saja pencatatan dan analisisnya belum dilakukan terpisah. Pemerintah telah
berupaya untuk memberikan anggaran khusus dalam upaya perlindungan
lingkungan. Demikian juga dengan industri yang beberapa telah menerapkan
teknologi yang ramah lingkungan dalam proses produksinya dan juga
menyediakan anggaran untuk pengaturan dan pengolahan limbah mereka. Hasil
yang kami peroleh dari data adminsitratif dan survei EPEA/EGSS akan dijelaskan
berikut ini.
4.1

Neraca Pengeluaran untuk Perlindungan Lingkungan (Environmental

Protection Expenditure Accounts/EPEA)


Upaya pemerintah dalam usaha perlindungan lingkungan salah satunya
dapat dilihat melalui APBN/APBD setiap tahunnya. Belanja nasional/daerah
terbagi menjadi sembilan fungsi dan salah satunya adalah fungsi lingkungan
hidup.
Tabel 4.1
Fungsi lingkungan hidup dalam total APBD 2013-2014 (000 Rp)

Fungsi lingkungan hidup (ribu Rupiah)


Total belanja daerah (ribu Rupiah)
Rasio fungsi perlindungan lingkungan
terhadap total belanja daerah

2013
11.880.783.288

2014
14.900.542.266

513.315.081.037

598.980.037.453

0,023

0,025

Sumber: Statistik Keuangan, BPS


Dari tabel di atas dapat telihat bahwa belanja daerah untuk fungsi
lingkungan hidup meningkat dari Rp 11,88 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp
14,9 triliun pada tahun 2014. Secara persentase tahun 2013 sekitar 2,3 persen dari

16

belanja daerah dipergunakan untuk fungsi lingkungan hidup. Pada tahun 2014,
porsi untuk fungsi lingkungan hidup sedikit mengalami peningkatan yakni sekitar
2,5 persen dari total belanja daerah. Angka tersebut memang masih rendah jika
dibandingkan dengan fungsi lainnya dalam belanja daerah. Namun diharapkan
dari tahun ke tahun terjadi peningkatan anggaran untuk fungsi lingkungan hidup
yang

mencerminkan

kepedulian

pemerintah

dalam

menjaga

kelestarian

lingkungan hidup. Apalagi isu mengenai lingkungan hidup sudah menjadi isu
internasional sehingga sebaiknya diakomodir dalam setiap perancangan kebijakan
untuk saat ini dan saat yang akan datang.
Tidak hanya pemerintah, sektor korporasi juga melakukan upaya dalam
usaha perlindungan lingkungan. Melalui survei EPEA/EGSS di tiga provinsi,
didapatkan hasil bahwa industri memberikan porsi untuk pengeluaran yang tujuan
utamanya mengurangi pressure terhadap lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan operasional perusahaan. Perbandingan hasil untuk ketiga provinsi sampel
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2
Pengeluaran perlindungan lingkungan industri menurut provinsi, 2014
(miliar Rp)
Total Pengeluaran
Pengeluaran terkait lingkungan
Porsi pengeluaran lingkungan
dari total pengeluaran

Pengeluaran Industri
DKI Jakarta
Jawa Barat
28,749,597
1,994,340
36,693
5,519
0.13%

0.28%

Banten
269,271
14,798
5.50%

Sumber: Survei EGSS/EPEA (diolah)

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa porsi pengeluaran lingkungan untuk
industri terbesar pada tahun 2014 terdapat di Provinsi Banten yakni sebesar 5,5
persen. Porsi terbesar kedua oleh Provinsi Jawa Barat dengan porsi pengeluaran
perlindungan lingkungan sebesar 0,28 persen dan yang terendah di DKI Jakarta
sebesar 0,13 persen. Angka-angka tersebut memang masih terbilang rendah,
namun memang tidak ada peraturan mengenai standar minimal pengeluaran untuk
perlindungan lingkungan dari suatu industri. Jika dilihat lebih jauh, rincian

17

pengeluaran perlindungan lingkungan menurut hasil survei EPEA/EGSS terbagi


menjadi beberapa sasaran yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.1 Porsi pengeluaran perlindungan lingkungan

Air limbah

16%

23%

3%

Udara
Limbah padat
Tanah/air tanah

26%

23%

Suara/getaran
Perlindungan alam
Lainnya

9%
0%

Sumber: Survei EGSS/EPEA (diolah)


Dari gambar di atas terlihat bahwa pengeluaran perlindungan terbesar
ditujukan untuk pengelolaan limbah padat. Setiap industri tentunya memiliki
sampah/residual yang harus dikelola mulai dari pengumpulan, pemilahan,
transportasi ke tempat pembuangan, maupun pengolahan untuk dipergunakan
lebih lanjut. Contoh dari biaya untuk pengelolaan limbah padat adalah
pembayaran untuk pengangkutan sampah. Pengeluaran untuk perlindungan alam
menempati urutan kedua terbesar yakni sebesar 23 persen, kemudian diikuti oleh
pengeluaran untuk pengelolaan air limbah/limbah cair. Yang menarik disini
adalah, dari hasil survei tidak ditemukan pengeluaran untuk meredam
suara/getaran. Hal ini mengindikasikan bahwa suara dan getaran belum dianggap
sebagai sesuatu yang mengganggu lingkungan sehingga pengeluarannya belum
tertangkap, atau dapat juga dikarenakan cakupan sampel industri yang kurang
merata sehingga tidak mencakup industri yang menghasilkan banyak polusi suara
dan getaran seperti industri konstruksi.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam
melakukan usahanya, suatu industri/badan usaha wajib memiliki izin lingkungan.
Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan

18

usaha dan/atau kegiatan yang wajib melakukan analisis mengenai dampak


lingkungan (amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup - Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
Izin lingkungan hidup ini merupakan usaha pemerintah untuk menjamin
setiap

industri/badan

usaha

melakukan

usaha

perlindungan

lingkungan.

Diharapkan dari tahun ke tahun porsi pengeluaran untuk perlindungan lingkungan


meningkat untuk semua industri.
Dalam rangka mengadopsi susunan neraca dalam SEEA-CF 2012, maka
berikut akan disajikan neraca EPEA dalam format yang lebih sederhana.
Tabel 4.3
EPEA untuk pemerintah dan industri pada tahun 2014
Pengguna/ pihak yang mengeluarkan
Pemerintah
Industri
14.900.542.266
27.866.768.165
33.480.694
4.735.528

Jenis Pengeluaran (ribu Rupiah)


Pengeluaran lingkungan hidup
Belanja modal end-of-pipe
Belanja modal terintegrasi

Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah, BPS dan Survei EGSS/EPEA (diolah)

Pengeluaran lingkungan hidup dalam tabel di atas menjelaskan variabel


yang berbeda antara pemerintah dan industri. Pengeluaran lingkungan hidup di
industri mencakup biaya operasional untuk kontrol dan pengurangan polusi baik
yang dilakukan sendiri (internal) maupun yang dilakukan oleh pihak lain
(eksternal). Belanja modal end-of-pipe oleh industri pada tahun 2014 adalah
sebesar Rp 33,48 miliar yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengolah,
mengukur, membuang emisi dan limbah hasil produksi. Sementara belanja modal
terintegrasi berkaitan dengan fasilitas produksi baru atau alat yang dimodifikasi
agar sesuai dengan konsep ramah lingkungan yang belanja modal pada tahun 2014
mencapai Rp 4,7 miliar.

19

4.2

Neraca Sektor Barang dan Jasa Lingkungan (Environmental Goods


and Services Sector/EGSS)
Selain dari sisi demand, ekonomi hijau juga dapat dilihat dari sisi supply

yakni dari produksi barang dan jasa lingkungan. Selama ini gambaran dari
produksi dinyatakan dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa kegiatan produksi selama ini telah mencakup barang dan jasa
lingkungan, namun karena dalam klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia
(KBLI) tidak dipisahkan dengan barang lain yang bukan merupakan barang dan
jasa lingkungan, maka pencatatannya pun tidak dipisahkan. Berikut akan
dijelaskan persentase EGSS dalam setiap kategori lapangan usaha barang.
4.2.1

Kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A)


Daftar produk EGSS telah disusun secara internasional berdasar pada

pengalaman negara-negara dalam menyusun neraca EGSS untuk tahun 2009,


2011, 2013, dan 2014. Untuk Kategori A, produk yang keseluruhannya
diidentifikasi sebagai produk EGSS (100% EGSS) adalah karet alam. Output dan
PDB karet alam dari tahun 2010-2014 dapat dilihat pada grafik berikut.

Triliun Rupiah

Output dan NTB karet alam 2010-2014


100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
Output

2010
70.88

2011
84.28

2012
83.60

2013
93.32

2014
83.21

NTB

60.66

72.15

71.59

79.83

71.19

Karet alam diidentifikasi sebagai EGSS karena pengelolaan karet alam


menggunakan metode yang ramah lingkungan dengan tujuan mengurangi
penggundulan hutan dan mengurangi dampak buruk terhadap flora dan fauna. Dari

20

tahun 2010 sampai 2014, output dan nilai tambah bruto (NTB) dari karet alam
relatif stabil. Posisi tertinggi selama lima tahun terakhir terjad pada tahun 2013
dengan output sebesar Rp 93,32 triliun dan NTB sebesar Rp 79,83 triliun. Lain
halnya dengan perkebunan karet alam, untuk pertanian tanaman semusim dan
tahunan, persentase EGSS didapatkan dari hasil survei EPEA-EGSS 2015.
Hasilnya dapat dilihat pada dua grafik dibawah ini.
Porsi EGSS dalam PDB pertanian tanaman semusim

Triliun Rupiah

450.00
400.00
350.00
300.00
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
Tanaman semusim

2010
315.55

2011
341.60

2012
377.74

2013
412.30

2014
434.63

EGSS

16.27

17.61

19.47

21.25

22.41

Porsi EGSS dalam PDB pertanian tanaman tahunan, 20102014


500.00
Triliun rupiah

400.00
300.00
200.00
100.00
Tanaman tahunan

2010
316.35

2011
358.00

2012
376.33

2013
415.29

2014
466.66

EGSS

16.31

18.46

19.40

21.41

24.06

Dari dua grafik di atas dapat terlihat bahwa pola untuk pertanian tanaman
semusim dan tahunan hampir sama. PDB untuk kedua kelompok tersebut
meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan % EGSS pun juga menunjukkan tren
meningkat. Dari hasil survei EPEA- EGSS 2015 didapatkan hasil bahwa % EGSS

21

dari pertanian semusim dan tahunan adalah 5 persen. EGSS dalam pertanian dapat
diidentifikasi sebagai pertanian organik. Pertanian organik merupakan alternatif
pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatan komoditas
pertanian sehingga mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

Porsi EGSS dalam PDB industri penebangan kayu


3,000.00
Miliar Rupiah

2,500.00
2,000.00
1,500.00
1,000.00
500.00
-

2010
Kayu 2,167.81

2011
2,583.25

2012
2,374.35

2013
2,070.71

2014
1,930.85

EGSS

1,130.75

1,039.31

906.40

845.18

948.90

Industri penebangan kayu menunjukkan % EGSS yang lebih besar


dibanding dengan pertanian tanaman semusim dan tahunan. Angka PDB dari
industri penebangan kayu menunjukkan tren yang menurun dari tahun ke tahun.
Tren yang menurun ini pun sebenarnya sudah menunjukkan indikasi yang bagus
yakni menurunnya tingkat penebangan kayu. Hasil survei EPEA-EGSS 2015
menunjukkan hasil bahwa % EGSS untuk industri penebangan kayu adalah 44
persen.
4.2.2

Kategori Pertambangan dan Penggalian (Kategori B)


Kategori ini memiliki lebih dari 10 komoditas hasil penambangan dan

penggalian. Selama ini kegiatan penambangan dan penggalian selalu dikaitkan


dengan degradasi lingkungan karena sumber daya mineral yang semakin menipis
dalam cadangan bumi. Namun terdapat % EGSS untuk kategori ini yaiu
penambangan panas bumi (geothermal). Persentase EGSS untuk lima tahun
terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

22

PDB konvensional dan EGSS untuk Kategori B, 20102014


600,000.00

Miliar Rupiah

500,000.00
400,000.00
300,000.00
200,000.00
100,000.00
-

2010

2011

2012

2013

2014

PDB konvensional 336,169.6 444,067.7 492,894.1 519,209.4 506,445.2


EGSS

3,014.51

3,141.90

3,275.28

3,396.39

3,583.78

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa nilai PDB Kategori B secara umum
meningkat dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2014 dimana terjadi sedikit
penurunan. Sementara itu % EGSS dari tahun 2010 sampai 2014 mengalami
peningkatan meskipun peningkatannya tida begitu besar dibanding dengan
peningkatan PDB pada umumnya. Energi panas bumi berasal dari aktivitas
tektonik dalam lapisan bumi dan juga dari penyerapan panas matahari oleh bumi.
Penggunaan panas bumi utamanya digunakan sebagai pembangkit listrik. Panas
bumi dikatakan sebagai EGSS karena penggunaannya dapat meminimalisir
penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi komoditas utama dari kegiatan
pertambangan saat ini.

4.2.3

Kategori Industri Pengolahan (Kategori C)


Kategori ini merupakan kategori yang memiliki kegiatan terbanyak

mencakup industri minyak dan gas (migas) dan industri non-migas. Pada
pembahasan ini, cakupan hanya akan dibatasi pada industri non-migas saja dan
hanya akan berkonsentrasi pada industri makanan dan minuman, industri tekstil
dan pakaian jadi, serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional. Perbandingan
antara 3 kegiatan tersebut untuk tahun 2014 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

23

Porsi EGSS dalam PDB industri di Indonesia tahun 2014


600,000.00

Miliar Rupiah

500,000.00
400,000.00
300,000.00
200,000.00
100,000.00
-

Industri
Makanan dan
Minuman

Industri Tekstil
dan Pakaian
Jadi

PDB

560,620.31

138,757.87

Industri Kimia,
Farmasi dan
Obat
Tradisional
179,339.61

EGSS

7,286.30

52.19

73,779.26

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2014 industri makanan dan
minuman memilki PDB tertinggi dibandingkan industri tekstil dan pakaian jadi
dan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional. Namun dari % EGSS dapat
dilihat bahwa % EGSS terbesar terdapat pada industri kimia, farmasi, dan obat
tradisional sebesar 41 persen. Posisi terbesar kedua untuk % EGSS terdapat pada
industri makanan dan minuman dengan % EGSS sebesar 1,3 persen sementara
industri tekstil dan pakaian jadi memiliki % EGSS terkecil sebesar 0,8 persen.
4.2.4

Kategori Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin


(Kategori D)
Dalam PDB Indonesia, terdapat dua kegiatan utama dari kategori ini yakni

ketenegaistrikan serta pengadaan gas dan produksi es. Grafik di bawah ini akan
menunjukkan % EGSS untuk kedua kegiatan tersebut.

24

Porsi EGSS dalam PDB Kategori D tahun 2010-2014


120,000.00

miliar Rupiah

100,000.00
80,000.00
60,000.00
40,000.00
20,000.00
0.00
PDB

2010
72,549.10

2011
91,721.90

2012
95,637.80

2013
98,686.80

2014
114,121.90

EGSS

19,425.95

21,517.07

17,816.67

18,500.62

19,895.68

33.00

29.55

24.29

24.88

23.73

%EGSS

PDB kategori D menunjukkan tren peningkatan dari tahun 2010 sampai


2014 dengan PDB tertinggi pada tahun 2014 sebesar Rp 114 triliun. Nilai EGSS
meningkat dari 2010 ke 2011, namun menurun pada tahun 2012 kemudian
polanya meningkat hingga tahun 2014. Secara ersentase, % EGSS secara umum
menunjukkan pola menurun.
Pada kategori ini, produk yang diidentifikasi sebagai EGSS adalah
pengadaan listrik dengan sumber daya alam baru dan terbarukan, misalnya
pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga angin, pembangkit listrik
tenaga panas bumi, dsb. Secara umum, persentase EGSS dari tahun ke tahun
memiliki kecenderungan menurun karena pembangkit listrik tenaga bahan bakar
fosil masih lebih populer dibanding dengan energi alternatif. Pengelolaan energi
alternatif sebagai sumber listrik masih belum maksimal dilakukan.
4.2.5

Kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang,


Pembuangan dan Pembersihan Limbah dan Sampah (Kategori E)
Semua produk dari kategori ini masuk sebagai EGSS karena sifat dari

kegiatannya yang berperan dalam perlindungan lingkungan dan pengelolaan


sumber daya alam. Kegiatan pengadaan air merupakan EGSS karena penyaluran
air merupakan salah satu upaya pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, adanya
kegiatan penjernihan sebelum air didistribusikan menjadi faktor lain yang
25

mendukung dimasukkannya kegiatan pengadaan air sebagai EGSS. Sementara


untuk kegiatan pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang dikategorikan sebagai
EGSS karena berperan dalam perlindungan lingkungan (mengurangi sampah yang
menjadi pressure lingkungan). Pola PDB dari kategori ini dapat dilihat pada grafik
di bawah ini.

PDB Kategori E Tahun 2010-2014 (100 % EGSS)


8,000.00
7,000.00

milar Rupiah

6,000.00
5,000.00
4,000.00
3,000.00
2,000.00
1,000.00
0.00

2010
PDB=EGSS (100 %) 5,848.50

4.2.6

2011
6,208.80

2012
6,603.80

2013
7,154.90

2014
7,703.60

Kategori Konstruksi (Kategori F)


Berbagai macam kegiatan dapat digolongkan menjadi konstruksi mulai

dari kegiatan pembongkaran dan penyiapan lahan, pembangunan gedung, sampai


ke instalasi sistem kelistrikan dan desain interior bangunan. Berikut akan disajikan
grafik yang menggambarkan PDB Kategori F dan % EGSS yang tercakup di
dalamnya.

26

Porsi EGSS dalam PDB Kategori F


1,200,000.00

miliar Rupiah

1,000,000.00
800,000.00
600,000.00
400,000.00
200,000.00
0.00
PDB
EGSS

2010
2011
2012
2013
2014
626,905.40 712,184.40 805,208.10 905,990.50 1,041,949.
1,755.34

1,994.12

9,098.85

2,627.37

5,157.65

Kategori ini memiliki persentase EGSS yang fluktuatif. Jika disajikan


dalam persen, maka % EGSS dari tahun 2010 ke 2014 secara berturut-turut adalah
0,28; 0,28; 1,13; 0,29; dan 0,50 persen. Produk dari kategori ini yang
diidentifikasi sebagai EGSS adalah konstruksi saluran air dan segala sarana yang
mendukung dalam pengaliran air, limbah cair, dll. Termasuk EGSS juga adalah
konstruksi yang mendukung pengumpulan sampah.

27

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Dari penyusunan neraca EPEA dan EGSS didapatkan kesimpulan bahwa:
1. Pengeluaran perlindungan lingkungan dan produksi barang dan jasa telah
tercakup dalam kegiatan perekonomian selama ini.
2. Penyusunan neraca EPEA dan EGSS memisahkan transaksi lingkungan
hidup dari transaksi ekonomi lainnya.
3. Pengeluaran lingkungan hidup oleh pemerintah memiliki porsi yang
meningkat dari tahun ke tahun, namun perlu untuk ditingkatkan lagi karena
isu lingkungan hidup selain menjadi masalah nasional juga menjadi
masalah internasional.
4. Produksi barang dan jasa memiliki pola yang fluktuatif untuk setiap
kategori kecuali kategori E, yang keseluruhan kegiatannya masuk sebagai
EGSS.

5.2

Saran
Saran yang dapat diberikan terkait penyusunan neraca EPEA dan EGSS

adalah:
1. Dalam penyusunan neraca EPEA perlu tambahan cakupan dengan melihat
laporan keuangan dari perusahaan atau lembaga spesifik lingkungan,
seperti perusahaan pengolah limbah, dll.
2. Wilayah survei EPEA/EGSS diperluas tidak hanya terbatas di tiga provinsi
namun mencakup seluruh provinsi di Indonesia.
3. Dalam laporan mendatang diharap mencakup informasi mengenai pajak
lingkungan untuk melengkapi kajian pengeluaran untuk perlindungan
lingkungan.

28

LAMPIRAN
A. Kuesioner EPEA-EGSS 2015

29

30

31

32

33

B. Daftar sampel survei EPEA-EGSS 2015

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Banten
Sampel Perusahaan Usulan
CV. Bintang Kelapa
Golden Organic Farm
PT. Momenta Agrikultura
LPM Greentool
PT. Mentari Kharisma Utama
CV. Putranusa Abadi
PT. Srimunarti Supakat Indoputra
PDAM Tirta Kerta Raharja
PDAM Kab. Serang
PDAM Albantani Kab. Serang
PDAM Tirta Berkah Kab. Pandeglang
PDAM Tirta Multatuli Kab. Lebak
Taman Nasional Ujung Kulon
PT. Bernas Madu Sejati

15

PT. Badan Usaha Anugerah Mustika Ostindo

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

PT. Nusa Berkat Alam


PT. Beta Pramesti
PT. Berkalindo Sakti
PT. Nestle Indonesia, pabrik Cikupa
PT. Sinar Sosro Pabrik Pandeglang
PT. Krakatau Steel
PT. Arwana Nuansa keramik
PT. BP Petrochemical Indonesia
PT. Tri Margajaya Hutama
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk.
PT. Indonesia Systhetic Textile Mills
PT. Monagro Kimia, Tangerang Plant
PT. Panca Prima Eka Brother
PT. Doulton
PT. Nippon Shikobaik Indonesia
PT. Rohm and Haas Indonesia
PT. Hancook Ceramic Indonesia

No
1

Sampel Tambahan
RSUD Berkah Kab. Pandeglang

No

34

Respon

v
v
v

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Jawa Barat
Sampel Perusahaan Usulan
Kemang Tropical Organic Product
The Pinewood Organic Farm
PT. Service and Product Ideal
PT. Royalsun Fruit
Koperasi Keluarga SPFKK-11 Juli
Sunny Farm
Depok Organik
Blueberry Hill
Kelompok Tani Sarinah
Kelompok Tani Pabuaran Organik
Cibolerang Argo
Gapoktan Sinar Jaya
Kelompok Tani Panti Sari
Kebun Cinta Organik
Gapoktan Simpatik

16
17
18
19
20
21
22
23
24

CV. Alam Subur


Jaya Alam Lestari Cisondari Organik
Kelompok Tani Mekar Tani Jaya
Gapoktan Harapan Jaya
Andara Farm
PT. Cadamba Bhakti Sarana
Gapoktan Anugerah Tani
PT. Trias Sukses
Bionic Farm

25

Kelompok Tani Sugih

26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

Kelompok Tanmi Mekar Tani Waluya


Kelompok Tani Simpay Wargi II
Kelompok Tani Krida Mulya
Kelompok Tani Saung Organik
Bionic Farm
Kelompok Tani Mandiri
Kelompok Tani Silaturahmi 4
Kelompok Tani Serbaguna 2
UD Berkah Gempita
Dragon Thang
CV. Andaluz
Kelompok Tani Saung Daun
PT. Bintangdelapan Hortikultura
CV. Agri Mandiri
PT. Kapol Antar Nusa
Kelompok Tani Sukaluyu

No

35

Repon
v

v
v
v

v
v
v

v
v

42
43
44
45

Jawa Barat
Sampel Perusahaan Usulan
Kelompok Tani Sangkan Hurip
Kelompok Tani Salak Sejahtera
Kelompok Tani Gerbang Emas
CV Nazra Chicken

46

Yayasan Pusat Sosial Kebudayaan Internasional

47
48
49
50

PT. Masada Organic Indonesia


Biotech Surindo
Kelompok Tani Terlaksana
Kelompok Tani Sari Puspa

51

Kelompok Tani Dewasa (KTD) "Lemah Duwur

52
53
54
55
56
57

Kelompok Tani Cipta Laksana


PT. Pindad (Persero)
PT. Sinar Sosro, Pabrik Tambun

58

PT. Holcim Indonesia Tbk., Pabrik Cilacap

59

PT. Holcim Indonesia Tbk., Pabrik Narogong

60

PT. Sarandi Karya Nugraha

61

PT. Astra Daihatsu Motor, Karawang Assembly Plant

62

PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk., Unit Citeureup

63
64
65
66
67
68

PT. Tirta investama - plant cianjur


PT. Astra Daihatsu Motor, casting plant
PT. Dahana (Persero), Subang
PT. Indolakto Factory Cicurug Susu
PT. Fajar Surya Wisesa Tbk.
PT. Ispat Bukit baja

69

PT. Yasulor Indonesia (L'Oreal Manufac.Indonesia)

No

v
v

PT. Essar Indonesia


PT. Pupuk Kujang

Sampel
Pengganti
v
v
v
v
v
v
v

No Sampel Tambahan
1
2
3
4
5
6
7

Repon
v

Kolompok Tani Sawo Sugih


Dahlan Sulaeman
Rukmana
Andara resort
SPR SUPARDI
Poktan Mandiri
Bionic farm

36

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

DKI Jakarta
Sampel Perusahaan Usulan
Kebun Winasari
Kelompok Wanita Tani Nusa Indah
PT. Prima Agro Tech
PT. Reksa Honora Aditama
Living Organic
PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)
Taman Margasatwa Ragunan
TN Kepulauan Seribu
Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk
PD. PAL JAYA
Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
PT. Frisian Flag Indonesia, Plant Ciracas
PT. Sinar Sosro, Pabrik Cibitung
PT. Arwana Citramulia, TBK
PT. Multimas nabati Asahan
PT. Indolakto - Factory ice Cream
PT. Indolakto factory jakarta
PT. Pindo Deli Pulp and paper Mills
PT. Smelting
PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk.
PT. DuPont Agricultural product Indonesia

No Sampel Tambahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

PT KMI Wira and Cable Tbk.


Konveksi Ating
Tempe Pak Slamet
Tempe H. Slamet
PD. Griya Lestari
PT Hutama Karya (PERSERO)
Bank Sampah Akasia
Bank Sampai My. Darling
BEP Mad Udjah
Bank Sampah Mitra Swadaya
Bank Sampah Marissa
PT Asahimas Flat Glass Tbk.
Oasis Pooh
Pabrik Tahu H. Iwo Wikarta
Tempe Pak Aduki
Bank sampah Dahlia

37

Respon

v
Sampel
Pengganti
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Konveksi akun
TPST Rawasari
PT Aetra Air Jakarta
PT. Century Textile Industry Tbk
Bank Sampah Keliling Manggarai
Bank Sampah Zetpo Pak Risman W
Mandiri Bank Sampah
Ciliger
Indsutri barang bekas Ibu Chotimah
Pabrik Tempe Pak Sarda
Pabrik tempe Pak Nurcahyo
PT EonChemical Putra

38

v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v

TIM PENYUSUN

Pengarah

: Dr. Suhariyanto

Penanggung Jawab

: Buyung Airlangga, M.Bus

Ketua

: Wikaningsih, SE

Wakil Ketua

: Etjih Tasriah, SE, MPP

Anggota

: Endah Riawati, M.Si


Urip Widiyantoro, S.Si
Ir. Suryadi, MM

Pengolah Data

: Akhmad Munim, SST


Windi Agustin Maulina, SST
Dian Permanasari, MIDEC
Dela Maria Ardianti, SST
Maharanny Diwit Prasetyawati

Penulis

: Etjih Tasriah, SE, MPP


Maharanny Diwit Prasetyawati, SST

Editor

: Wikaningsih, SE dan Etjih Tasriah, SE, MPP

Disain Cover

: Etjih Tasriah, SE, MPP

Penterjemah

: Ismiana Putri, Nuha Azizah dan Maria Yoana K.

39

DAFTAR PUSTAKA

Badan

Perencanaan

Pembangunan.

Pembangunan
Rencana

Nasional/Kementerian

Pembangunan

Jangka

Perencanaan

Menengah

Nasional

201492019. Jakarta, 2014.


Badan Pusat Statistik (BPS). Produk Domestik Bruto 201092014, Tahun Dasar
2010=100. Jakarta, 5 Februari 2015
European Commission - Eurostat. A Practical Guide for the Compilation of
Environmental Goods and Services (EGSS) Accounts. January 2015.
Eurostat Unit E2. Working Group Environmental Expenditure Statistics.
United Nations, EU, FAO, IMF, OECD, the World Bank. System of
Environmental - Economic Accounting 2012 Central Framework. United
Nations, New York, 2014.
United Nations, EU, FAO, IMF, OECD, the World Bank. System of
Environmental - Economic Accounting 2013 Experimental Ecosystem
Accounting. United Nations, New York, 2014.

40

DATA
Mencerdaskan Bangsa

Anda mungkin juga menyukai