Anda di halaman 1dari 11

CITY MARKETING

1.1 Pengertian City Marketing

Konsep pemasaran kota atau city marketing merupakan konsep yang dibuat untuk
mendukung perencanaan yang responsif terhadap kebutuhan pengguna dan pengmabil
keputusan. Dengan kata lain, konsep pemasaran kota beroreintasi pada pemenuhan
kebutuhan perkotaan dari sisi demand.

Menurut Tsouanas, 2006, city marketing merupakan bentuk promosi sebuah kota,
beserta wilayah dengan struktur pemerintahan di bawahnya dengan tujuan untuk
mendorong kegiatan tertentu berlangsung disana.

Menurut Kotler (1993:18), Pemasaran kota atau daerah merupakan cara


mendesign suatu daerah untuk merumuskan kebutuhan dari target pasarnya. Ukuran
keberhasilan adalah ketika penduduk dan kalangan bisnis senang dengan komunitasnya,
dan adanya pertemuan harapan dan kenyataan antara pengunjung dengan investor.
Selain itu pemasarann kota juga merupakan upaya dari stakeholders, baik pemerintah
maupun pihak swasta. masyarakat dan pihak lain yang memiliki kepentingan didalamnya
ikut berpartisipasi untuk menarik target pasar seperti investor baik dari dalam ataupun
luar negeri. Pemasaran kota juga menitikberatkan pada interaksi antar pemangku
kepentingan kota dalam perencanaan, strategi dan sasaran.

Dari aspek lainnya, Ketajaya dkk (2002:177) secara umum mengartikan pemasaran
kota/daerah sebagai perencanaan dan perancangan suatu kota/daerah agar mampu
memenuhi dan merumuskan keinginan dan harapan “pasar targetnya”. Pasar target ini
meliputi tiga pihak, yaitu : (1) penduduk atau masyarakat kota tersebut; (2) wisatawan,
investor atau penanam modal dari dalam maupun luar negeri; (3) pengembang dan event
organisers serta pihak – pihak lainnya yang membantu meningkatkan daya saing
kota/daerah tersebut.

Pengertian lain dari American Marketing Association (AMA), city marrketing adalah
penggunaan marketing tools yang terkoordinasi dan memiliki filosofi orientasi pada
pelanggan untuk menciptakan, mengkomunikasikan, memberikan dan mengubah
penawaran sebuah kota yang memiliki nilai bagi pelanggan sebuah kota dan masyarakat
secara luas.
Namum menurut Berg, 1990:3-4 dalam Junaedi (2002) dikatakan bahwa
pemasaran kota/daerah merupakan :

1. Salah satu macam eksploitasi produk perkotaan (wilayah) yang berorientasi pasar
oleh pihak pemerintah kota.
2. Adopsi (oleh perencana keruangan kota) masukan/kebutuhan pemakai yaitu
penduduk, pengusaha, wisatawan, dan pengunjung lainnya.
3. Seperangkat kegiatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan penyediaan fungsi
kehidupan perkotaan, pekerjaan dan rekreasi oleh pihak pemerintah kota, dan
kebutuhan terhadap hal tersebut oleh penduduk, perusahaan, wisatawan, dan
sebagainya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran


kota merupakan konsep yang menekankan pada kemampuan kota untuk memenuhi atau
memfasilitasi kebutuhan masyarakatnya maupun kebutuhan kota itu sendiri sehingga
tercipta sebuah daya tarik tersendiri kepada pihak investor atau para pengembang yang
akan ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota tersebut.

1.1.1 Atribut City Marketing

Menurut Kotler (1993:22-23), Target Pasar dalam hal ini merupakan pihak yang
memenuhi kebutuhannya dari suatu kota, sesuai dengan fungsi dan peraannya masing
0masing. Target pasar itu sendiri terdari dari empat terget utama diantaranya :

1. Pengunjung baik pengunjung yang berorientasi bisnis maupun yang tidak


(wisatawan).
2. Penduduk dan tenaga kerja, terdiri dari profesional, tenaga kerja terampil, inevstor,
wiraswasta dan tenaga kerja tidak terampil.
3. Kalangan industri dan pelaku bisnis dan industri, yaitu industri berat, industri
“bersih” (clean industry) dan wiraswastawan.
4. Pasar ekspor meliputi lokasi lain dalam pasar domestik dan pasar internasional.

Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam pemasaran kota, faktor-faktor
ini merupakan faktor yang “diperjualbelikan” dalam proses pemasaran. Faktor tersebut
bertujuan untuk menarik target pasar. Menurut Kotler (1993), faktor pemasaran kota
diantaranya sebagai berikut :

1. Pemasaran Citra (Image Marketing)


Mengidentifikasi, mengembangkan, dan menunjukkan citra positif yang kuat pada
suatu kawasan wisata, mengkomunikasikan keistimewaan dan kualitas kehidupan
pada pihak lain. Adapun enam kategori pencitraan secara umum diantaranya :
a. Citra Positif
Mengidentifikasi bahwa pada kawasan wisata tidak perlu mengubah citra yang
dimiliki, hanya perlu memperluas dan menyampaikannya kepada pasar.
b. Citra Lemah
Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan munculnya citra yang lemah pada
suatu kawasan wisata, diantaranya adalah daerah wisata tersebut kecil, kurang
menarik, dan kurang promosi. Untuk itu perlu dikembangkan sebuah trigger
untuk mempromosikan kawasan wisata tersebut.
c. Citra Negatif
Pada kawasan yang memiliki citra negatif diperlukan upaya intensif agar
perkembangan kawasan tersebut tidak terhambat. Perlu dilakukan eksplorasi
aspek – aspek baru dalam kawasan wisata tersebut, sehingga dapat mengubah
citra negatif menjadi citra positif.
d. Citra Campuran
Hal ini terjadi ketika pada suatu kawasan wisata memiliki suatu potensi yang ingin
dinikmati oleh wisatawan seperti pemandangan indah namun di lain pihak
wilayah tersebut memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Oleh karenan itu
diperlukan upaya untuk mengurangi citra citra negatif dan menguatkan citra
positif.
e. Citra yang bertentangan
Beberapa kawasan wisata memiliki citra yang bertentangan, seperti wilayah yang
melakukan pencitraan positif bagi para wisatawan sedangkan sebagian pihak
berpikir bahwa wilayah tersebut tidak aman untuk wisatawan. Untuk itu
diperlukan upaya menguatkan citra positif sehingga citra yang tidak sesuai dapat
hilang.
f. Citra yang tetutupi
Daya tarik yang berlebihan pada suatu kawasan wisata akan mendatangkan
wisatawan yang sangat banyak. Pada suatu kasus, beberapa kawasan wisata
dengan sengaja menyebar citra negatif guna mengurangi jumlah wisatawan yang
datang.
2. Pemasaran Atraksi/Daya Tarik (Attraction Marketing)
Daya tarik dibutuhkan oleh suatu kawasan wisata agar wisatawan tersendiri bisa
terpuaskan, serta mendukung adanya pengembangan yang berkelanjutan. Daya tarik
kawasan wisata dapat berupa :
a. Keindahan alam dan landmark
b. Bangunan dan tempat-tempat bersejarah
c. Kawasan perbelanjaan
d. Daya tarik budaya
e. Tempat rekreasi dan hiburan
f. Acara atau peringatan – peringatan tertentu
g. Bangunan, monumen, dan patung
3. Pemasaran Infrastruktur (Infrastructure Marketing)
Kebutuhan dasar akan fasilitas pendukung tentunya sangat diperlukan untuk
megembangkan kawasan wisata. Hal inii diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan maupun penduduk lokal serta dapat menimbulkan iklim bisnis.
Pemasaran prasarana meliputi :
a. Jaringan jalan
b. Transportasi
c. Air bersih
d. Sumber Daya (Listrik)
e. Kebersihan Lingkungan
f. Keamanan dan Kenyamanan
g. Pendidikan
h. Akomodasi dan Restoran
i. Fasilitas Gedung Pertemuan
j. Pusat Informasi
4. Pemasaran Penduduk (People Marketing)
Penduduk setempat bisa menjadi daya tarik tersendiri yang dapat dipasarkan.
Biasanya terdapat beberapa komunitas yang ada pada masyarakat setempat. Daya
tarik penduduk antara lain :
a. Keramahan
b. Kemampuan/Skill SDM
c. Potret Kehidupan Masyarakat

Pemasaran kota memiliki empat kegiatan utama berupa, (1) membentuk komposisi
yang tepat antara masyarakat dan jasa guna memenuhi kebutuhan dan kepuasan target
pasar, misalnya jaminan ketersediaan pelayanan dasar dan infrastrukur; (2) membentuk
rangsangan yang menarik untuk mendukung kualitas hidup masyarakat; (3)
meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas dalam menghasilkan jasa dan produk kota; (4)
mempromosikan citra dan nilai kota sehingga pengguna sadar akan keuntungan tempat
tersebut.

1.1.2 Faktor yang mempengaruhi City Marketing

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi city marketing diantaranya


sebagai berikut:

 PERSAINGAN ANTAR KOTA YANG MENINGKAT


Persaingan Global

Otonomi daerah

 PERUBAHAN PERAN PEMERINTAH DARI PROVIDER MENJADI ENABLER DAN


KOORDINATOR
 MARKET ORIENTED URBAN PLANNING
Orientasi pada sisi permintaan (demand side)

Kebutuhan dan keinginan pengguna langsung dan pengguna potensial (actual &
potential user)

 REAKSI TERHADAP BLUE PRINT


Merangsang keterlibatan kelompok sosial dalam proses perencanaan
pembangunan

Action Oriented
Kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat

1.2 Manajemen City Marketing

Proses menata tujuan pemasaran bagi sebuah kota, perencanaan dan kegiatan
eksekusi untuk meraih tujuan-tujuan sebuah kota dan mengukur progres yang telah
dicapai oleh sebuah kota.

Manajemen city marketing dilakukan untuk:

a. Membuat lebih banyak peluang brand, bersifat inovasi, kompetitif dan komparatif
sehingga membuat visi.
b. Menarik invertasi swasta.
c. Menjadi strategi.
d. Investasi ekonomi dalam kurun waktu dan banyak aspek lain yang berpengaruh
dalam keberlangsungan kota.
e. Diiklankan dengan menarik (logo branding).
f. Mendorong peran serta masyarakat untuk ikut serta meningkatkan kesehajteraan
kota.
1.3 Pengertian City Branding

City branding seperti dikatakan Kavaritzis (2004:67-69) dapat dilihat sebagai


bentuk komunikasi citra (image communication) yang melibatkan tiga aspek komunikasi
yaitu: pertama, komunikasi primer merupakan semua tampilan kota seperti strategi
landscape, infrastruktur, birokrasi serta semua perilaku atau tindakan menyangkut kota
tersebut. Dalam pelaksanaannya branding melibatkan keterkaitan berbagai pihak untuk
sampai pada citra yang hendak dibangun oleh sebuah kota; kedua, komunikasi sekunder
merupakan komunikasi formal, intensif yang biasa dikenal dalam praktek pemasaran
seperti periklanan, kehumasan, desain grafis dan sebagainya; serta ketiga, komunikasi
tersier berkaitan dengan word of mouth, yang diperkuat oleh media dan komunikasi
kompetitor, yang tidak bisa dikontrol oleh pemasar. Keseluruhan proses branding dan
dua tipe komunikasi yang terkontrol bertujuan untuk menimbulkan dan memperkuat
komunikasi tersier yang positif, khususnya pada warga kota yang pada saat bersamaan
merupakan khalayak sasaran sekaligus pemasar kota yang paling penting.
Branding yang dilakukan sebuah kota merupakan sebuah strategic communication
yang kompleks. Untuk melahirkan brand yang kuat dan berkarakter diperlukan berbagai
kajian dan analisis yang mendalam sehingga mampu mengkomunikasikan identitas serta
keunggulan-keunggulan komparatif suatu kabupaten/kota. Keputusan sebuah daerah
untuk melakukan city branding dapat dilihat sebagai bentuk kebijakan komunikasi
sekaligus kebijakan publik oleh pemerintah daerah. Terdapat banyak pendekatan dalam
membangun rencana komunikasi yang lebih spesifik. Walau tidak ada pendekatan
tunggal, tetapi esensi perencanaan menurut elemen-elemen tertentu haruslah ada, salah
satunya menurut Prisgunanto (2002) adalah tahapan komunikasi dengan menggunakan
model SOSTAC (Situation Analysis, Objective, Strategy, Tactic, Action, Control).

City branding adalah upaya membangun identitas sebuah kota. Identitas ini
merupakan sebuah konstruksi, sebuah hasil dari proses interaksi antar manusia, institusi
dan praktisi dalam kehidupan sosial. Kegiatan city branding menuntut setiap daerah
untuk berlomba menciptakan citra tertentu dibenak masyarakatnya sehingga
terbentuklah city image yang menjadi karakter sebuah kota. City image (citra kota) inilah
yang akan menjadi kekuatan bagi sebuah daerah atau kota sebagai sebuah merek (brand)
yang melekat di benak masyarakat dan semua itu tergantung pada identitas kota itu
sendiri. City branding pertama kali muncul pada maraknya era otonomi daerah. Seperti
halnya di Negara Amerika yang terbagi menjadi beberapa negara bagian. Pionir city
branding yang sukses telah diukir oleh New York dengan slogannya I Love NY.

Pada fenomena City branding ini, menarik alur kajian komunikasi yang diawali dari
Komunikator, dalam hal ini pemerintahan yang membuat kebijakan serta ide-ide awal
mengenai identitas itu sendiri. Kemudian bagaimana ide itu dirumuskan menjadi sebuah
pesan yang akan disampaikan kepada publik melalui saluran-saluran komunikasinya
yakni pembuatan rancangan program city branding yang akan dilaksanakan oleh dinas-
dinas terkait. Setelah itu akan mengidentifikasi bagaimana program-program itu berjalan
melalui saluran-saluran yang telah ditentukan, apakah telah berjalan sesuai dengan
rancangan atau ide awal. Hingga bagaimana penerimaan publik atas kebijakan tersebut.
Konsep atau teori yang mendukung penelitian studi city branding adalah teori
komunikasi dalam hal ini komunikasi pemasaran serta merek yang kemudian dikenal
dengan istilah branding.
Simon Anholt (2007) mendefinisikan city branding sebagai bagian dari kajian ilmu
komunikasi terutama sebagai fungsi public relations yaitu dengan mengartikan city
branding sebagai manajemen citra suatu destinasi melalui inovasi strategis serta
koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural, dan peraturan pemerintah. Pengertian
ini diperkuat dengan pendapat lain yang dicetuskan oleh Kavaratzis (2008, h.8) yang
mengungkapkan bahwa city branding umumnya memfokuskan pada pengelolaan citra,
tepatnya apa dan bagaimana citra itu dibentuk serta aspek komunikasi yang dilakukan
dalam proses pengelolaan citra. City branding juga merupakan tugas dan kolaborasi dari
semua pihak (Stakeholders) yang terkait dengan kota tersebut. Tanggung jawab
kesukseskan city branding terdapat diseluruh public internal kota, baik pemerintah kota,
swasta, pengusaha, Interest Group dan masyarakat kota tersebut. Dalam city branding,
yang diutamakan adalah dengan memfungsikan seluruh potensi kota agar bernilai dan
fungsional.

Konsep City branding ini kemudian berbanding lurus dengan salah satu aspek
pembangunan yang ada di suatu wilayah. Karena merupakan salah satu program
pembangunan maka pemerintah haruslah mengkomunikasikan manfaat atau kegunaan
setiap pembangunan didaerahnya kepada masyarakat. Pemerintah dalam
menyampaikan pesan-pesan pembangunan haruslah mempunyai kredibilitas, daya tarik,
harapan dan perasaan agar masyarakat dapat dipengaruhi untuk mengikuti keinginan
dari pemerintah sehingga pembangunan dapat dilaksanakan.

Dalam dunia keilmuan bidang sosial khususnya Ilmu Komunikasi, dasar dari
pengembangan marketing dan branding khususnya untuk sebuah kota merupakan
pengembangan dan pengimplementasian dari berbagai disiplin ilmu. City branding yang
kini sedang marak diterapkan diberbagai kota merupakan turunan dari berbagai ilmu
seperti ilmu komunikasi, sosiologi, ekonomi, antropologi dan berbagai ilmu lainnya.
Dalam kajian ilmu komunikasi sendiri pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan (Effendy, 2003, h.10), sedangkan
komunikasi menurut Lasswell (dalam Mulyana, 2007, h.69) adalah “Who say what in
which channel, to whom, with what effect (siapa yang mengatakan apa di saluran kepada
siapa dan apa pengaruhnya).
1.3.1 Langkah-Langkah Destination Branding

Branding tidak hanya berkaitan dengan bagaimana produsen


mengkomunikasikan barang, jasa atau personality seseorang/perusahaan. Tetapi
branding juga dapat digunakan untuk mengkomunikasikan tempat, karena brand sendiri
juga dapat berkaitan dengan tempat lebih khususnya destinasi. Menurut Roberts Govers
dan Frank Go dalam bukunya “Place Branding” (2009: 31) menjelaskan bahwa merek
merupakan sebuah nama yang bagus untuk sebuah produk, organisasi atau indentitas
sebuah tempat.

Dalam destination branding terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan.


Menurut Morgan dan Pritchard tahapan etrsebut diantaranya:

a. Market investigation, analysis, dan recommendation


Dilakukan kegiatan pemetaan potensi pasar, hal-hal apa saja yang dapat dilakukan
dan dikembangkan serta menyusun strategi.
b. Brand identity developmnent
Memnetukan identitas daerah yang bersifat intangible yang diperkenalkan kepada
publik untuk menggambarkan daerah tersebut.
c. Brand launch dan introduction: communicating the vision
Mengkomunikasikan atau memperkenalkan brand melalui berbagai media massa.
d. Brand impelementation
Mengintegrasikan semua pihak yang terlibat dalam pembentukan merek, sehingga
destination branding dapat berhasil.

e. Monitoring, Evaluation, dan Review


Melakukan monitoring terkait adanya penyimpangan, kekurangan, dan sebagainya.
Hasil monitoring kemudian dievaluasi dan direview untuk perbaikan selanjutnya.

Menurut Bakker, 2012, dalam melakukan destination branding terdapat beberapa


langkah-langkah yang harus dilakukan diantaranya:

a. Assesment dan Audit


Analisa dan review bagaimana posisi atau kondisi kota yang akan dibranding
b. Analysis dan Advantage
Perencanaan
Kota
Strategi positioning yang tepat dengan mempertimbangkan keunggulan kompetitif
yang dimiliki kota.
c. Architecture dan Aligment
Supply and
Mensinergikan hubungan antara struktur dan hlokasi internal kota yang dibranding

Strategy for City Demand


dan faktor faktor pendukungnya seperti letak geografis, tematik lokasi dan cara
marketingnya
Improvement
d. Articulate Demand oriented
(City Marketing & City
Mendesain identitas sebuah kota secara visual dan verbal, singkat jelas dan mudah
dipahami oleh publik.
Branding) Rencana
e. Activation
Kota
Publikasi branding yang telah dibuat dengan mengintegrasikan semua saluran
komunikasi pemasaran.
f. Adoption dan Attitudes
Memaksimalkan dukungan semua stakeholder untuk mensukseskan city branding.
g. Action dan Afterward
Pengorganisasian berkelanjutan dan tool atau alat manajemen yang fokus pada
strategi branding

1.4 Kaitan City Marketing dengan Manajemen Kota

1.5 City Marketing dan City Branding Kota Solo

1.1.3 Profil Kota Solo

Kota Solo, merupakan kota budaya yang berasal dari sebuah desa bernama Solo,
desa ini sudah ada sejak abad 18, jauh sebelum kehadiran kerajaan Mataram. Sejarahnya
bermula ketika Sunan Pakubuwana II memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan
Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda J.A.B. Van Hohendorff
untuk mencari lokasi Ibukota Kerajaan Mataram Islam yang baru. Mempertimbangan
faktor fisik dan non fisik, akhirnya desa Solo yang terpilih. Sejak saat itu desa tersebut
berubah menjadi Surakarta Hadiningrat dan terus berkembang pesat. Adanya Perjanjian
Giyanti, 13 Februari 1755 menyebabkan Mataram Islam terpecah menjadi Surakarta dan
Yogyakarta dan terpecah lagi dalam perjanjian Salatiga 1767 menjadi Kasunanan dan
Mangkunegaran

Secara geografis kota Solo terletak pada ketinggian 200m di atas permukaan laut.
Berada di antara gunung Merapi, Merbabu, dan Lawu; serta dibatasi oleh Sungai
Bengawan Solo dan dibelah oleh oleh Kali Pepe. Kota yang memiliki luas wilayah 44km²
, berpenduduk ±500ribu jiwa, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh dan
pedagang. Sebagai kota yang sudah berusia lebih dari 250 tahun, Solo memiliki banyak
kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Ada juga yang terkumpul di sekian
lokasi, membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-
masing.

Kota yang memiliki nama lain Kota Surakarta ini, merupakan kota kedua terbesar
di propinsi Jawa Tengah. Secara geografis dan administratif Solo berlokasi di tengah eks-
Karisidenan Surakarta yang wilayahnya meliputi Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar,
Wonogiri, Sragen dan Klaten. Kota ini menempati posisi penting dalam peta politik
nasional. Dalam hal potensi investasi, dikenal sebagai kota yang fokus terhadap sektor
Manufaktur diikuti dengan perdagangan, restoran & hotel. Kota ini juga dikenal dalam
sektor keuangan, pusat perdagangan dan jasa di wilayah Solo dan penyedia tulang
punggung manufaktur yang penting. Kota ini menjadi anak emas. Banyak dana dari pusat
untuk pembangunan ekonomi kota Solo, yang menjadikannya sebagai daerah potensial
untuk memperluas usaha, membuka peluang bagi investor untuk menanamkan
investasinya dan mengembangkan industri sandang, perbankkan, dan pariwisata.

1.1.4

Anda mungkin juga menyukai